sebagai desa penghasil bandeng dari aktivitas budidaya. Perjalanan menuju desa yang
menghabiskan waktu selama satu jam dari Kabupaten Pati ini dapat ditempuh
menggunakan bus berukuran sedang dengan biaya ongkos Rp. 8000,-. Total luas daerah
Desa Tunggulsari yang mencapai 190 Ha tersebut hampir 147 Ha wilayahnya ditutupi
dengan areal pertambakan. Namun, selama di perjalanan menuju Desa Tunggulsari, kita
akan lebih dimanjakan dengan pemandangan sawah yang hijau dibandingkan areal
pertambakan milik warga.
Sebagian besar warga di Desa Tunggulsari menggantungkan hidupnya pada pertambakan
ikan bandeng. Sudah sejak tahun 1900 tambak ikan bisa ditemukan di Desa Tunggulsari,
walau demikian diketahui jika warga baru melakukan budidaya ikan pada tahun 1987
dengan membentuk kelompok budidaya desa sebagai sarana diskusi bagi warga itu sendiri.
Menurut warga sekitar, produksi bandeng yang dihasilkan oleh para pembudidaya di Desa
Tunggulsari mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dengan adanya pendampingan
terknis budidaya yang dilakukan oleh WWF-Indonesia bersama Lembaga Pengkajian dan
Pengembangan Sumberdaya Pembangunan (LPPSP) Semarang para pembudidaya
berharap dapat terus meningkatkan produksi ikan bandeng dengan tetap menjaga
lingkungan areal petambakan.
Pendampingan kegiatan budidaya ikan bandeng tersebut mencakup teknis fasilitas
pengukuran kualitas air, pencatatan kegiatan budidaya serta fasilitas pengurusan legalitas
kelompok yang menjadikan Desa Tunggulsari dikenal sebagai desa penghasil ikan bandeng
di Kabupaten Pati. Kunjungan awal yang dimulai di tahun 2015 itu dilanjutkan kembali pada
bulan Maret lalu guna melakukan kegiatan pembuatan profil wilayah Desa Tunggulsari serta
untuk mematangkan rencana kerja Aquaculture Improvement Program (AIP) budidaya ikan
bandeng.
Mewujudkan Perikanan Ramah Lingkungan di Desa Tunggulsari
Sebenarnya, Desa Tunggulsari hanya memiliki satu RW dengan lima RT yang terdiri dari
315 KK dan 217 rumah. Fasilitas umum yang ada di desa ini juga tidak banyak, dimana
warga desa hanya memiliki satu balai desa yang juga digunakan untuk pos kesehatan
masyarakat. Namun, walaupun Desa Tunggulsari memiliki fasilitas umum yang terbatas,
tetapi kita bisa menemukan potensi perikanan yang besar dengan adanya areal
pertambakan ikan bandeng.
Fakta ini dapat dibuktikan dengan adanya kegiatan budidaya ikan bandeng yang dilakukan
atas bentuk inovasi dari para pembudidaya. Awalnya, warga di Desa Tunggulsari melakukan
budidaya udang windu dengan sistem tradisional tanpa pemberian pakan atau pupuk yang
tidak terdaftar. Kemudian seiring dengan perkembangan teknologi, pembudidaya mulai
beralih membudidayakan udang windu dengan sistem semi intensif. Sayangnya, saat itu
para pembudidaya dihadapkan pada serangan penyakit white spot pada udang windu
sehingga mengharuskan pembudidaya beralih melakukan budidaya udang putih. Namun,
ternyata penyakit pada udang kembali menyerang yang mengakibatkan pembudidaya gagal
panen dan mengalami kerugian.
Hal ini kemudian menjadi alasan diperlukannya pendampingan pelatihan budidaya di Desa
Tunggulsari. Harapan untuk mengenalkan Desa Tunggulsari sebagai desa berpotensi
budidaya ikan bandeng juga turut didukung oleh banyak pihak, seperti Penyuluh Perikanan,
dan Departemen Kelautan Perikanan Kabupaten Pati. Dan atas bantuan yang diberikan
tersebut para pembudidaya berkomitmen untuk terus konsisten melakukan perbaikan
budidaya yang ramah lingkungan dan bertanggung jawab demi mengenalkan praktik
perikanan yang berkelanjutan di Kabupaten Pati.