DEBORAH MELATI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
TESIS
DEBORAH MELATI
NIM 0914018203
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
DEBORAH MELATI
NIM 0914018203
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
Lembar Pengesahan
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
Direktur
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
NIP. 194612131971071001
NIP. 195902151985102001
Ketua
Sekretaris
Anggota
Pertama-tama
perkenankanlah
penulis
memanjatkan
puji
syukur
kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nya maka tesis yang
berjudul Lama Rawat Inap Dan Lama Penggunaan Antibiotik Sebagai Faktor
Risiko Pneumonia Nosokomial Pada Anak Di RSUP Sanglah dapat terselesaikan
dengan baik.
Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, pengarahan, sumbangan
pikiran, dorongan semangat dan bantuan lainnya yang sangat berharga dari semua
pihak, tesis ini tidak akan terlaksana dengan baik dan lancar. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr Ketut Suastika, SpPD-KEMD
dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr. dr Putu
Astawa, Sp.OT (K), M.Kes yang telah memberikan kesempatan dan
fasilitas pada penulis untuk mengikuti program pendidikan dokter spesialis
I di Universitas Udayana.
2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr Raka
Sudewi, Sp.S(K), atas kesempatan yang telah diberikan pada penulis untuk
menjadi mahasiswa program pasca sarjana, program studi kekhususan
kedokteran klinik (combined degree).
3. Ketua Program Pascasarjana Kekhususan Kedokteran Klinik (combined
degree), Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, Sp.And.,FAACS, yang telah
memberikan kesempatan pada penulis untuk menjadi mahasiswa Program
Pasca Sarjana Kekhususan Kedokteran Klinik (combined degree).
4. Direktur RSUP Sanglah Denpasar, dr. A.A.A Saraswati, M.Kes atas
kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk melanjutkan pendidikan di
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak dan melakukan penelitian di RSUP
Sanglah Denpasar.
kedua putra tercinta yang selalu menghadirkan tawa sebagai hiburan disaat
lelah, yang rela membagi waktu mereka demi kesempurnaan penelitian ini.
Terimakasih.
12. Kedua orang tua dan mertua yang telah dengan penuh kasih sayang dan
penuh cinta membesarkan, mendidik, dan mendukung sepenuhnya
sehingga tesis ini dapat terselesaikan.Tak lupa juga terima kasih untuk
kakak-kakakku, baik kakak kandung maupun kakak ipar, dan adikku
tersayang beserta keluarga, yang senantiasa menemani dan berbagi suka
duka selama pendidikan ini.
13. Kepada semua pihak, keluarga, guru-guru, sahabat, rekan PPDS, rekan
paramedis dan non paramedis yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu di sini, atas seluruh dukungan dan bantuan yang telah diberikan
selama penulis menjalani pendidikan PPDS I IKA.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini jauh dari sempurna. Dengan
segala kerendahan hati, penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam
penulisan tesis ini. Penulis berhadap agar hasil yang tertuang dalam tesis ini dapat
bermanfaat bagi ilmu kedokteran dan pelayanan kesehatan.
Deborah Melati
ABSTRAK
LAMA RAWAT INAP DAN LAMA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
SEBAGAI FAKTOR RISIKO PNEUMONIA NOSOKOMIAL PADA ANAK
DI RSUP SANGLAH
Pneumonia nosokomial atau hospital acquired pneumonia adalah pneumonia
yang didapat saat menjalani rawat inap di rumah sakit. Pneumonia nosokomial
menduduki peringkat ketiga tersering dari seluruh infeksi nosokomial pada pasien
anak. Pneumonia nosokomial berbeda dengan pneumonia komunitas sebab pasien
yang terdiagnosis dengan pneumonia nosokomial rentan terhadap mikroorganisme
yang berbeda dengan pneumonia komunitas dan kemungkinan besar resisten
berbagai antibiotik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui obat
antikejang,
penggunaan pipa nasogastrik, riwayat perawatan di ruang intensif sebelumnya,
penggunaan antibiotik lebih dari 2 minggu, dan rawat inap lebih dari 3 minggu
sebagai faktor risiko terjadinya pneumonia nosokomial di ruang perawatan anak.
Penelitian ini dilakukan di ruang perawatan anak RSUP Sanglah Denpasar.
Penelitian ini dikerjakan selama 4 bulan yaitu bulan Oktober 2013 hingga Januari
2014. Penelitian dikerjakan secara observasional analitik dengan desain kasus
kontrol. Faktor risiko yang diteliti ditelusuri secara retrospektif pada kedua
kelompok yang dianalisis. Masing-masing faktor risiko pneumonia nosokomial
dianalisis dengan uji Chi-square atau uji Fisher-exact. Besarnya risiko dinyatakan
dalam rasio odds (RO). Dilakukan analisis multivariat pada faktor risiko dengan
nilai p<0,25 pada analisis bivariat.
Terdapat perbedaan bermakna antara rawat inap lebih dari 3 minggu pada
kelompok dengan kejadian pneumonia nosokomial dibandingkan dengan kontrol
(adjusted RO 2,814; IK 95% 1,099-7,201; p=0,031), dan pada penggunaan
antibiotik lebih dari 2 minggu (adjusted RO 5,875; IK 95% 2,085-16,553;
p=0,001). Terdapat peningkatan lama rawat inap 3 kali lipat pada kelompok
dengan pneumonia nosokomial dibandingkan dengan kontrol (p<0,001).
Rawat inap lebih dari 3 minggu dan penggunaan antibiotik lebih dari 2
minggu sebagai faktor risiko pneumonia nosokomial. Perawatan pasien
diharapkan selalu berpedoman pada clinical pathway masing-masing diagnosis
penyakit sehingga tidak memperpanjang lama rawat inap. Pengambilan kultur
darah dilakukan sebelum pemberian antibiotik dengan teknik aseptik dan terapi
antibiotik definitif disesuaikan dengan hasil kultur darah.
ABSTRACT
DURATION OF HOSPITALIZATION AND PROLONG USE OF
ANTIBIOTIC AS A RISK FACTOR OF NOSOCOMIAL PNEUMONIA IN
CHILDREN AT SANGLAH HOSPITAL
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM.
PRASYARAT GELAR...
ii
LEMBAR PENGESAHAN.
iii
Iv
UCAPAN TERIMAKASIH
ABSTRAK
viii
ABSTRACT.
ix
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR TABEL
xv
xviii
BAB I PENDAHULUAN
2.1.1 Definisi
2.1.2 Klasifikasi
2.1.3 Etiologi
2.1.4 Patogenesis..
10
2.1.4.1 Aspirasi
13
2.1.4.2 inhalasi .
14
2.1.4.3 Hematogen
15
2.1.4.4 Translokasi
15
15
18
19
20
21
22
2.1.6.1 Anamnesis.
22
23
2.1.7 Diagnosis.. 24
2.1.8 Diagnosis Banding...
26
2.1.9 Penatalaksanaan...
27
27
28
28
30
31
33
33
34
34
34
34
36
37
37
37
42
42
44
44
45
45
47
48
48
49
5.3
Perbandingan
Variabel
Penelitian
Terhadap
Pneumonia 50
Nosokomial
BAB VI PEMBAHASAN. 54
6.1 Karakteristik Sampel Penelitian..
54
57
58
59
59
62
7.1 Simpulan.
62
7.2 Saran 62
DAFTAR PUSTAKA...
64
LAMPIRAN..
69
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Patogenesis pneumonia nosokomial ..
12
16
33
44
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Mikroorganisme penyebab pneumonia nosokomial...
10
23
25
28
29
49
50
SINGKATAN
BAL
BB
: Berat badan
CAP
CDC
ESBL
HAP
ICU
IgG
: Imunoglobulin G
IgM
: Imunoglobulin M
IK
: Interval kepercayaan
MRSA
MSSA
OR
: Odd ratio
PICU
PPDS
PSB
RO
: Rasio odd
RSUP
Spp.
: Species
TB
: Tinggi badan
VAP
WHO
LAMBANG
: Lebih dari sama dengan
< : Kurang dari
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Penjelasan penelitian...
69
77
BAB I
PENDAHULUAN
2.
3.
4.
5.
Apakah rawat inap lebih dari 3 minggu sebagai faktor risiko terjadinya
pneumonia nosokomial di ruang perawatan anak?
5. Mengetahui rawat inap lebih dari 3 minggu sebagai faktor risiko terjadinya
pneumonia nosokomial di ruang perawatan anak.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.2 Klasifikasi
Berdasarkan onset terjadinya pneumonia nosokomial dibedakan menjadi dua
yaitu pneumonia nosokomial onset awal dan pneumonia nosokomial onset lanjut
(American Thoracic Society, 1995).
2.1.3 Etiologi
Patogen penyebab pneumonia nosokomial berbeda dengan pneumonia
komunitas. Pneumonia nosokomial seringkali disebabkan oleh bakteri gram
negatif dan sedikit disebabkan oleh bakteri gram positif. Mikroorganisme
penyebab pneumonia nosokomial bervariasi tergantung pada onset terjadinya.
Pada
pneumonia
nosokomial
onset
awal
biasanya
disebabkan
oleh
Tabel 2.1
Mikroorganisme penyebab pneumonia nosokomial
Pneumonia onset awal (pasien tanpa
faktor risiko untuk mikroorganisme
resisten berbagai antibiotik)
Streptococcus pneumonia
Haemophilus influenza
Methicillin-sensitif Staphylococcus
aureus (MSSA)
Bakteri gram negatif enteral:
Escherichia coli
Klebsiella pneumonia
Enterbacter spp.
Proteus spp
Serratia marcescens
pneumonia
nosokomial
onset
lanjut
seperti
methicillin-resistant
2.1.4 Patogenesis
Patogenesis pneumonia nosokomial terjadi apabila mikroorganisme masuk ke
saluran napas bagian bawah. Sistem pernapasan manusia memiliki berbagai
mekanisme pertahanan tubuh seperti barier anatomi, refleks batuk, sistem
imunitas humoral dan seluler yang diperantarai oleh sel seperti fagosit, baik itu
makrofag alveolar maupun neutrofil. Interaksi antara faktor host dan faktor risiko
akan menyebabkan kolonisasi bakteri patogen di saluran napas bagian atas atau di
lambung. Kolonisasi di saluran napas bagian atas sebagai titik awal yang berperan
penting dalam terjadinya pneumonia nosokomial. Apabila bakteri dalam jumlah
besar berhasil masuk ke dalam saluran napas bagian bawah yang steril, maka
pertahanan host yang gagal membersihkan inokulum dapat menimbulkan
proliferasi dan inflamasi sehingga terjadi pneumonia (Craven dan Steger, 1997).
Penyebab pneumonia nosokomial bersumber dari mikroorganisme yang
berasal dari dalam tubuh (endogen) maupun yang berasal dari luar tubuh
(eksogen). Penyebab tersering pneumonia nosokomial adalah mikroorganisme
endogen (Craven dan Steger, 1997). Beberapa patogenesis terjadinya pneumonia
nosokomial melalui empat rute yaitu (Torres dkk., 2006):
1. Aspirasi, berasal dari flora orofaring, nasal, sinus, dan lambung.
2. Inhalasi, misalnya kontaminasi pada alat-alat bantu napas yang digunakan
pasien ventilator, bronkhoskopi, alat penghisap dan nebulizer.
3. Hematogen, penyebaran melalui darah dari organ tubuh yang jauh dari paru.
4. Translokasi langsung dari sisi tubuh yang dekat dari paru.
Asal mikroorganisme penyebab dan pathogenesis pneumonia nosokomial
dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Endogen
Orofaring
Nasal
Sinus
Cairan lambung
Hematogen
Eksogen
Aspirasi
Inhalasi
Pneumonia
nosokomial
Petugas
kesehatan
Nebulizer
Translokasi
menyebabkan
mikroorganisme
patogen
dapat
berkembang biak
dengan
2.1.4.3 Hematogen
Rute penyebaran pneumonia nosokomial lainnya adalah melalui hematogen
yaitu bakteri penyebab berasal dari bagian tubuh yang jauh dan menyebar secara
hematogen seperti akibat flebitis atau infeksi saluran kemih (Craven dkk., 1990).
2.1.4.4 Translokasi
Translokasi bakteri dapat berasal dari sisi tubuh yang dekat dengan paru
misalnya saluran pencernaan, jantung maupun pleura melalui epitel mukosa ke
kelenjar getah bening mesenterika menuju ke paru. Translokasi diperkirakan
terjadi pada pasien dengan imunosupresi, seperti pada pasien dengan keganasan
atau luka bakar, namun hipotesis tersebut belum dapat dibuktikan pada manusia
(Tablan dkk., 2004).
2.1.5
dikelompokkan
menurut Tablan dkk. (2004) dalam Guidelines for Preventing Health Care
Associated Pneumonia, yaitu sebagai berikut: kolonisasi mikroorganisme di
orofaring, nasal, sinus, atau lambung; aspirasi dari flora orofaring dan lambung ke
dalam
paru;
penggunaan
ventilasi
mekanik
jangka
panjang;
inhalasi
mikroorganisme menuju paru; dan faktor host. Gambar 2.2. menunjukkan faktor
risiko pneumonia nosokomial (Tablan dkk., 2004).
Faktor
host
Antibiotik dan
berbagai obat
Pembedahan
Peralatan pernapasan
yang terkontaminasi,
peralatan anestesi
Peralatan
invasif
Disinfeksi/sterilisasi
peralatan yang
inadekuat
Air yang
terkontaminasi
Kolonisasi
gaster
Kolonisasi
orofaring
Generator
aerosol
terkontaminasi
Aspirasi
Bakteremia
Kontaminasi silang
(tangan, sarung
tangan)
Inhalasi
Translokasi bakteri
Pneumonia nosokomial
antibiotik, seperti pada pneumonia nosokomial onset lanjut (Torres dkk., 2006).
Sebuah penelitian prospektif menunjukkan peningkatan risiko terjadinya
pneumonia nosokomial pada pasien dengan pemberian antibiotik sebelumnya (RO
= 3,1), dengan peningkatan risiko yang lebih tinggi pada pasien dengan antibiotik
spektrum luas sebelumnya (Torres dkk., 2006). Penelitian tersebut juga
menunjukkan peningkatan RO dari waktu ke waktu. Menurut Ibrahim dkk. (2000)
pada pasien pneumonia nosokomial onset awal didapatkan 183 pasien (77,9%)
memperoleh antibiotik sebelum terdiagnosis pneumonia nosokomial, sedangkan
pneumonia nosokomial onset lanjut, 162 pasien (87,6%) memperoleh antibiotik
sebelumnya (p=0,01).
Lama rawat inap di rumah sakit menjadi faktor risiko timbulnya pneumonia
nosokomial, sebab semakin lama menjalani rawat inap maka semakin besar
kemungkinan untuk terpapar mikroorganisme patogen yang jarang ditemukan di
masyarakat untuk berkolonisasi di saluran napas bagian atas atau di mukosa
lambung. Hal ini berkaitan erat dengan penggunaan antibiotik spektrum luas yang
berkepanjangan sehingga menimbulkan infeksi dari mikroorganisme yang resisten
berbagai antibiotik (Falcone dkk., 2011). Penelitian oleh Fattah (2008)
mendapatkan hasil bahwa rawat inap lebih dari 3 minggu secara bermakna
meningkatkan risiko terkena pneumonia nosokomial dibandingkan rawat inap
kurang dari 1 minggu dengan (RO = 2,18; IK 95% 1,24-3,29).
Riwayat perawatan di Ruang Rawat Intensif sebelumnya juga meningkatkan
risiko terjadinya pneumonia nosokomial sebab memaparkan pasien terhadap
terkenanya bakteri yang lebih virulen dan seringkali resisten terhadap berbagai
Aspirasi
dari
flora
orofaring,
nasal,
sinus,
dan
lambung
Faktor risiko aspirasi dari flora orofaring, nasal, sinus dan lambung
terutama terjadi pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran, penggunaan
obat antikejang, dan penggunaan pipa nasogastrik. Penggunaan pipa nasogastrik
merupakan faktor risiko penting sebab memfasilitasi refluks gastro esofageal
karena dapat menurunkan fungsi dari sfingter esofagus bagian bawah (Draculovic
dkk.,1999). Penelitian oleh Mansour dan Bendary (2012) pada pasien anak di
ruang perawatan intensif memberikan hasil yaitu penggunaan pipa nasogastrik
dasar yang berat. Di samping itu, bakteri dapat menginvasi dan membentuk
agregat ke permukaan pipa endotrakeal sepanjang waktu dan membentuk
glycocalyx (semacam biofilm) yang melindungi bakteri dari antibiotik atau
pertahanan tubuh host.
Di samping itu penggunaan pipa endotrakeal menyebabkan gangguan
kelembaban dan temperatur udara dalam nasofaring serta berperan sebagai benda
asing yang dapat menyebabkan trauma pada epitel mukosa faring dan trakea
sehingga menyebabkan gangguan mekanisme pembersihan silia. Selanjutnya,
penggunaan pipa endotrakeal akan menyebabkan kesulitan menelan dan
menghambat fungsi sfingter esofagus bagian bawah, stagnasi sekresi orofaring,
peningkatan reluks dengan hasil akhir mempermudah migrasi bakteri dari
lambung (Inglis dkk., 1993).
2.1.5.4. Inhalasi mikroorganisme langsung menuju paru
Peralatan yang digunakan terapi saluran napas misalnya nebulizer, pipa
endotrakeal, bronkhoskopi dan spirometri, serta pemberian obat anestesi
merupakan reservoir mikroorganisme infeksius. Penularan dapat terjadi melalui
perangkat pasien dari satu pasien ke pasien yang lain, atau dari suatu bagian tubuh
ke saluran napas bawah pasien yang sama melalui kontaminasi tangan atau alat.
Reservoir yang terkontaminasi oleh produk aerosol seperti nebulizer, dapat
menjadi media pertumbuhan bakteri hidrofilik yang berpotensi terinhalasi menuju
paru pada saat digunakan. Bakteri gram negatif seperti Pseudomonas spp.,
Flavobacterium spp. atau Legionella spp. dapat berkembang biak dengan
(34,4%) dari pasien dengan pneumonia nosokomial berumur kurang dari 1 tahun
dan perbedaan ini bermakna jika dibandingkan pasien tanpa pneumonia
nosokomial, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh umur yang ekstrim (sangat
muda ataupun sangat tua) berisiko tinggi terjadinya infeksi karena imaturitas
relatif dari sistem imunologis.
Gizi buruk ditemukan pada 36% anak umur kurang dari lima tahun di negara
berkembang dan telah diketahui sebagai faktor risiko pneumonia di Asia
(Anonim, 2003). Anak dengan gizi buruk mengalami gangguan respon imunologis
sehingga jika terkena infeksi maka lebih parah dibandingkan dengan anak dengan
gizi baik. Gizi buruk secara bermakna terbukti sebagai faktor risiko terjadinya
infeksi nosokomial termasuk pneumonia nosokomial (Schneider dkk., 2004).
2.1.6
Manifestasi Klinis
besar anak dengan pneumonia memiliki riwayat batuk. Beberapa gejala yang
mendukung diagnosis pneumonia termasuk sesak napas, napas berbunyi, kesulitan
makan, gelisah, dan tidak dapat beristirahat (Margolis dan Gadomski, 1998).
Gejala tidak spesifik lainnya meliputi nyeri abdomen dan sakit kepala (Margolis
dan Gadomski, 1998).
2.1.6.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus mencakup seluruh penampilan anak, dimulai dengan
pemeriksaan tanda vital seperti suhu tubuh, denyut nadi dan saturasi oksigen serta
penilaian frekuensi napas, adanya peningkatan usaha napas, dan penemuan rales
pada auskultasi paru. Dalam pengukuran frekuensi napas pada pasien anak
berdasarkan kriteria World Health Organization (WHO) yaitu menghitung
frekuensi napas dalam 60 detik pada saat pasien dalam keadaan tenang dan
berdasarkan umur. Kriteria takipneu menurut umur oleh WHO ditampilkan pada
Tabel 2.2.
Tabel 2.2
Kriteria WHO untuk takipneu
Umur
2.1.7 Diagnosis
Standar
baku
diagnosis
pneumonia
nosokomial
adalah
identifikasi
kriteria
diagnosis
pneumonia
berdasarkan
World
Health
2.1.8
Diagnosis Banding
2.1.9 Penatalaksanaan
Berdasarkan panduan dari WHO pada tahun 2001 bahwa penatalaksanaan
pneumonia nosokomial tergantung dari mikroorganisme yang terdapat di negara
serta rumah sakit masung-masing. Rekomendasi untuk terapi empiris tergantung
dari data epidemiologis dan kepekaan mikroorganisme di daerah tersebut. Song
dan Asian HAP Working Group (2008) menyatakan bahwa kejadian pneumonia
nosokomial lebih sering ditemukan di negara-negara Asia dibandingkan di negara
maju, hal ini berkaitan dengan prevalensi mikroorganisme yang resisten berbagai
antibiotik, sehingga strategi penatalaksanaan pneumonia nosokomial dengan
pendekatan sebagai berikut:
2.1.9.1 Terapi empiris pada pneumonia nosokomial
Pendekatan terhadap terapi empiris membagi pasien ke dalam dua kelompok
yaitu kelompok dengan pneumonia nosokomial onset awal dan kelompok dengan
pneumonia nosokomial onset lanjut. Kelompok dengan pneumonia nosokomial
onset awal tidak berisiko terhadap mikroorganisme resisten berbagai antibiotik
sehingga tidak memerlukan terapi antibiotik spektrum luas, sedangkan kelompok
dengan pneumonia nosokomial onset lanjut berisiko terinfeksi mikroorganisme
yang resisten terhadap berbagai antibiotik dan berhubungan dengan peningkatan
angka kesakitan dan kematian. Terapi antibiotik empiris dipilih dengan
mempertimbangkan beberapa hal seperti pola kepekaan kuman, ketersediaan
antibiotik dan biaya yang dikeluarkan (Song dan Asian HAP Working Group,
2008).
antibiotik.
Antibiotik
tunggal
yang
direkomendasikan
adalah
cephalosporin generasi ke tiga, fluoroquinolon, kombinasi inhibitor -laktam/laktamase, dan ertapenem. Tabel 2.5 menunjukkan terapi empiris antibiotik pada
pneumonia nosokomial onset awal (Song dan Asian HAP Working Group, 2008).
Tabel 2.4
Terapi antibiotik empiris pada pneumonia nosokomial onset awal
Mikroorganisme penyebab
Streptococcus pneumonia
Haemophilus influenzae
Methicillin-sensitif
Staphylococcus aureus
Escherichia coli
Klebsiella pneumonia
Proteus species
Seratia marcences
atau
piperacillin/
tazobactam
dikombinasikan
dengan
dianjurkan
adalah
levofloxacin,
moxifloxacin,
atau
gatifloxacin
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1
Kerangka Berpikir
Berdasarkan rute masuknya mikroorganisme patogen ke dalam paru menurut
asalnya
dibedakan
menjadi
mikroorganisme
endogen
dan
eksogen.
Kolonisasi mikroorganisme di
orofaring, nasal, sinus, dan lambung
Penggunaan antibiotik lebih dari 2
minggu
Rawat inap lebih dari 3 minggu
Riwayat perawatan di Ruang R
nasogastrik
Penggunaan obat
antikejang
Pneumonia
nosokomial
Penggunaan ventilasi
mekanik jangka
panjang
Inhalasi
mikroorganisme
langsung ke paru
Umur kurang 12 bulan
Status gizi buruk
Penyakit yang
mendasari
Penggunaan antijamur
Penggunaan antibiotik
lebih dari 1 minggu
Penurunan kesadaran
BAB IV
METODE PENELITIAN
Pemilihan Sampel
33
ruang perawatan anak RSUP Sanglah. Pada saat pengambilan kontrol dilakukan
secara random.
Populasi Penelitian
Populasi target pada penelitian ini adalah anak berumur satu bulan hingga 12
tahun yang dirawat inap di rumah sakit. Populasi terjangkau pada penelitian ini
adalah anak berumur satu bulan hingga 12 tahun yang dirawat di ruang Jempiring
dan Pudak di RSUP Sanglah sampai dengan bulan Januari 2014.
4.3.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah bagian dari populasi terjangkau yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi. Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan
teknik consecutive sampling atau sampai dengan jumlah sampel terpenuhi. Sampel
pada Kelompok Kasus adalah anak berumur satu bulan hingga 12 tahun yang
dirawat di ruang Jempiring dan Pudak di RSUP Sanglah dari bulan Mei 2013
sampai dengan bulan Januari 2014 yang menderita pneumonia nosokomial sesuai
dengan kriteria klinis pneumonia berdasarkan WHO tahun 2005 yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi.
Sampel yang dikehendaki untuk kontrol adalah anak berumur satu bulan
hingga 12 tahun yang dirawat di ruang Jempiring dan Pudak di RSUP Sanglah
dari bulan Mei 2013 sampai dengan bulan Januari 2014 yang tidak menderita
pneumonia nosokomial selama perawatan dan memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi, pemilihan sampel kontrol dilakukan secara random sampling.
4.3.2.1 Kriteria eligibilitas
Kriteria inklusi Kelompok Kasus:
1. Anak berumur satu bulan hingga 12 tahun yang dirawat di ruang Jempiring
dan Pudak RSUP Sanglah selama lebih dari 48 jam dan terdiagnosis
dengan pneumonia nosokomial.
Kriteria inklusi Kelompok Kontrol:
1. Anak berumur satu bulan hingga 12 tahun yang dirawat di ruang Jempiring
dan Pudak RSUP Sanglah selama lebih dari 48 jam dan tidak terdiagnosis
dengan pneumonia nosokomial.
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:
1.
Anak yang masuk rumah sakit oleh karena penyakit paru (pneumonia,
bronkhiolitis, asma, laringitis, efusi pleura, tuberkulosis dan lain-lain).
2. Pasien pindah ke ruang rawat selain ruang Jempiring dan Pudak selama
perawatan sebelum terdiagnosis pneumonia nosokomial.
3. Data rekam medik yang tidak lengkap.
Pada Kelompok Kasus maupun kontrol yang data-datanya diperoleh selama
menjalani perawatan di rumah sakit maka diperlukan tanda-tangan orangtua atau
wali pada surat penjelasan penelitian agar dapat menjadi sampel penelitian. Pada
Kelompok Kasus maupun Kontrol yang diperoleh melalui data rekam medik maka
tidak diperlukan penjelasan penelitian.
4.3.2.2 Perhitungan besar sampel
Sesuai dengan rancangan penelitian yaitu kasus kontrol, maka besar sampel
dihitung dengan rumus besar sampel untuk penelitian kasus kontrol sebagai
berikut berdasarkan besar sampel minimal (Schlesselman dan Stolley, 1982) :
n1=n2=
p= (p1 + c po)
(1+c)
q= 1 p
p1 = po (OR)
[1+ po (OR 1)]
Dengan perkiraan proporsi paparan pada kasus (po) sebesar 15% (Cotton
dan Zar, 2002), Rasio odd (RO) yang dianggap bermakna= 3, besarnya kesalahan
tipe I () adalah 5% (=0,05), maka nilai Z adalah 1,96. Besarnya kesalahan tipe
II () adalah 20% (=0,2) sehingga nilai Z=0,842. Mengingat prevalensi kasus
pneumonia nosokomial di ruang perawatan anak RSUP Sanglah sangat sedikit
maka peneliti menggunakan rumus untuk satu kasus pneumonia nosokomial
terdapat tiga kontrol dengan rumus:
Jumlah kasus = (c+1) n
2c
c = jumlah kontrol
n = jumlah sampel
Berdasarkan perhitungan rumus di atas maka jumlah sampel minimal pada
penelitian ini sebesar 29 orang kasus dan 87 orang kontrol, sehingga jumlah kasus
dan kontrol minimal secara keseluruhan sebesar 116. Pada penelitian ini
ditambahkan 10% dari jumlah sampel minimal sehingga diperoleh total 128
jumlah sampel, yaitu 32 orang Kelompok Kasus dan 96 orang Kelompok Kontrol.
penggunaan
obat
antikejang,
riwayat
: pneumonia nosokomial.
Variabel kendali
antibiotik
lebih
dari
minggu,
penggunaan antijamur.
4.4.2
9. Status gizi adalah keadaan gizi anak yang diukur berdasarkan perbandingan
berat badan per tinggi badan dibandingkan dengan berat badan ideal sesuai
dengan rumus Waterlow. Status gizi dibedakan menjadi gizi buruk
perbandingan berat badan aktual dibandingkan dengan berat badan ideal
adalah kurang dari 70%, gizi kurang jika di antara 70% hingga kurang dari
90%, dan gizi baik jika di antara 90% hingga kurang dari 110%, dan gizi lebih
jika di antara 110% hingga kurang dari 120%, dan obesitas jika lebih dari
120%. Pada anak kurang dari 5 tahun perhitungan antropometri (berat badan
dan tinggi badan) dan berat badan ideal menggunakan standar WHO 2005
sesuai jenis kelamin dengan metode Z-score dan dihitung menggunakan
sofware WHO Anthro 2005. Pada anak lebih dari 5 tahun kurva standar yang
digunakan adalah kurva pertumbuhan menurut Center for Disease Control and
Prevention tahun 2000 (Sondik dkk., 2000; World Health Organization, 2006).
10. Riwayat perawatan di Ruang Rawat Intensif sebelumnya adalah menjalani
perawatan di Ruang Rawat Intensif baik saat di rumah sakit sanglah atau
sebelumnya mengalami perwatan di Ruang Rawat Intensif, sebelum
terdiagnosis pneumonia nosokomial pada Kelompok Kasus dan selama
menjalani perawatan pada Kelompok Kontrol. Dibedakan menjadi ya dan
tidak.
11. Penyakit yang mendasari adalah penyakit yang membuat pasien dirawat di
rumah sakit pada Kelompok Kontrol dan merupakan penyakit yang diderita
sebelum terdiagnosis pneumonia nosokomial pada Kelompok Kasus.
Pengelompokan penyakit ini dibedakan menjadi: penyakit keganasan,
antijamur
adalah
penggunaan
obat
antijamur
sebelum
Pemilihan
subjek
penelitian
berdasarkan
kasus
pneumonia
4.
5.
6.
Kriteria eksklusi
1.Menderita penyakit paru saat
masuk rumah sakit
2.Anak yang pindah ruang perawatan
sebelum diagnosis pneumonia
nosokomial ditegakkan (kasus) atau
sebelum diperbolehkan pulang
(kontrol)
3.Data rekam medik tidak lengkap
Sampel penelitian
Kasus
Kontrol
Analisis statistik
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1
2014 didapatkan 128 orang subjek yang terdiri dari 32 kasus dan 96 kontrol. Uji
normalitas dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan analisis data penelitian
dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov diperoleh p<0,05 yang berarti data
mempunyai distribusi tidak normal meskipun telah dilakukan transformasi data.
Karakteristik subjek penelitian tampak pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. menunjukan bahwa sebagian karakteristik subjek pada kedua
kelompok tidak berbeda bermakna yaitu antara jenis kelamin setelah dilakukan uji
Chi-square. Pada status gizi dan diagnosis pasien saat rawat inap, setelah
dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov tidak berbeda bermakna pada kedua
kelompok. Pada karakteristik umur juga tidak didapatkan perbedaan bermakna
antara kedua kelompok berdasarkan uji Mann-whitney, sedangkan pada
karakteristik lama rawat inap didapatkan perbedaan bermakna antara kedua
kelompok berdasarkan uji Mann-Whitney (p=0,001).
48
Tabel 5.1
Karakteristik subjek penelitian
Karakteristik
5.2
Kasus
Kontrol
n = 32
n = 96
19(59,4)
56(58,3)
0,917
10(31,3)
15(46,9)
7(21,9)
0
0
32(33,3)
41(42,7)
16(16,7)
4(4,2)
3(3,1)
0,357
8(25)
1(3,1)
6(18,8)
2(6,2)
3(9,4)
2(6,3)
7(21,9)
2(6,3)
1(3,1)
21(21,9)
1(1)
28(29,2)
11(11,4)
9(9,4)
5(5,2)
10(10,4)
7(7,3)
4(4,2)
0,765
36(2,124)
39(6,94)
33,5(1,128)
10,5(3,84)
0,978
0,001
Tabel 5.2.
Karakteristik kasus pneumonia nosokomial
Karakteristik
Kasus
n = 32
25,5 (4,86)
3(9,4)
27(90,6)
11(34,4)
11(34,4)
10(31,3)
18(56,3)
10(31,3)
4(12,5)
20(62,5)
7(21,9)
4(12,5)
1(3,1)
Tabel 5.3
Hasil uji analisis bivariat variabel penelitian terhadap pneumonia
nosokomial
Variabel yang diteliti
Kasus
Kontrol
RO
IK 95%
(n = 32)
(n = 96)
12
20
20
76
0,06
2,28
0,956-5,436
7
25
8
88
0,05
3,08
1,018-9,321
3
29
9
87
0,253-3,945
21
75
0,001
4,59
1,963-10,740
31
65
0,001
4,00
1,718-9,325
9
87
0,001
8,52
3,213-22,641
6
90
0,018
4,2
1,284-13,628
17
79
0,205
1,81
0,716-4,618
5
91
0,004
6,06
1,819-20,232
Tabel 5.4
Hasil analisis multivariat terhadap faktor-faktor risiko terjadinya
pneumonia nosokomial*
Variabel
B
Penggunaan antibiotik lebih dari 1,771
2 minggu
Rawat inap lebih dari 3 minggu 1,034
P
0,001
RO
5,875
IK 95%
2,085-16,553
0,031
2,814
1,099-7,201
0,800
1,169
0,349-3,915
0,497
1,606
0,410-6,299
0,653
1,437
0,295-6,989
0,433
0,605
0,173-2,120
Penggunaan antijamur
0,141
0,857
1,151
0,250-5,298
0,064
0,934
1,066
0,236-4,808
Konstanta
-1,925
0,000
0,146
BAB VI
PEMBAHASAN
54
adalah penyakit neurologis (48%). Perbedaan ini juga berhubungan dengan lokasi
penelitian yaitu pada penelitian oleh Mansour dan Bendary dilakukan di PICU
dengan indikasi perawatan ruang intensif berupa status epileptikus refrakter, acute
flaccid paralysis yang progresif, koma atau edema otak berat sehingga sebagian
besar pasien yang dirawat adalah pasien dengan kelainan neurologis, sedangkan
penelitian ini bertempat di ruang perawatan anak biasa dengan jenis penyakit yang
lebih beragam.
Sebagian besar kasus (90,6%) pada penelitian ini merupakan pneumonia
nosokomial onset lanjut, yang merupakan faktor risiko disebabkan oleh bakteri
yang resisten berbagai mikroorganisme. Penelitian ini juga memperoleh hasil 4
subjek mengalami pneumonia nosokomial berulang, yaitu masing-masing dua
episode selama menjalani rawat inap. Pilihan pengobatan pada pneumonia
nosokomial onset lanjut adalah beta laktamase anti pseudomonas seperti
piperacillin/tazobactam,
cephalosporin
anti
pseudomonas,
atau
golongan
penggunaan pipa
nasogastric, dan berbaring lama dengan posisi supinasi pada pasien-pasien sakit
kritis di Ruang Rawat Intensif (Celis dkk., 1988). Dengan adanya kedua faktor
risiko tersebut (kolonisasi mikroorganisme dan aspirasi) maka memiliki efek
sinergis atau saling menguatkan terhadap terjadinya pneumonia nosokomial,
sedangkan ketiadaan salah satu atau lebih faktor seperti penggunaan ventilasi
mekanik atau posisi supinasi pada penelitian ini membuat faktor risiko lainnya
yaitu penggunaan antikejang dan pipa nasogastrik tidak bermakna terhadap
kejadian pneumonia nosokomial.
6.3 Penggunaan Pipa Nasogastrik dengan Pneumonia Nosokomial
Penelitian ini mendapatkan hasil penggunaan pipa nasogastrik bukan sebagai
faktor risiko terjadinya pneumonia nosokomial. Hasil penelitian ini berbeda
dengan penelitian dari Mansour dan Bendary (2012) yang mendapatkan hasil
penggunaan pipa nasogastric meningkatkan risiko terjadinya pneumonia
nosokomial (RO = 7.1; IK 95% 2,619,6; p< 0.001). Perbedaan hasil penelitian ini
juga disebabkan oleh lokasi penelitian dan faktor host.
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan hubungan penggunaan pipa
nasogastrik dengan kejadian pneumonia nosokomial sebab lambung diyakini
berperan sebagai reservoir mikroorganisme patogen. Pada pasien-pasien anak
yang dirawat di ruang Jempiring dan Pudak RSUP Sanglah dan menggunakan
pipa nasogastrik, penggantian pipa nasogastrik secara rutin dikerjakan setiap 2
minggu dengan menuliskan tanggal pemasangan pipa nasogastrik pada plester
perekat. Kebijakan ini dapat mengurangi pengaruh lambung sebagai reservoir
mikroorganisme.
Disamping
itu
penelitian-penelitian
sebelumnya
juga
lambung
dan
menyebabkan
kolonisasi
mikroorganisme
patogen
dapat
peralatan invasif yang lebih spesifik untuk mengetahui hubungan antara peran
Ruang Rawat Intensif dengan kejadian pneumonia nosokomial pada anak.
6.5 Penggunaan Antibiotik Lebih dari Dua Minggu dengan Pneumonia
Nosokomial
Penelitian ini menunjukkan penggunaan antibiotik lebih dari 2 minggu
meningkatkan risiko pneumonia nosokomial dengan RO 5,875 (IK 95% 2,08516,553). Penggunaan antibiotik berkepanjangan dapat memicu pertumbuhan
mikroorganisme resisten terhadap berbagai antibiotik atau mikroorganisme
virulen. Penelitian oleh Porto dkk. (2012) melaporkan penggunaan antibiotik lebih
dari 7 hari (RO = 7,89; p=0,0004) sebagai faktor risiko terjadinya pneumonia
nosokomial. Kollef (1993) berpendapat bahwa penggunaan antibiotik sebelumnya
dengan durasi kurang dari 7 hari bersifat protektif terhadap timbulnya pneumonia
nosokomial
onset
awal,
namun
jika
antibiotik
dipergunakan
secara
6.6 Rawat Inap Lebih Dari Tiga Minggu dengan Pneumonia Nosokomial
Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa lama rawat inap lebih dari 3 minggu
merupakan faktor risiko terjadinya pneumonia nosokomial (RO = 2,814; IK 95%
bermakna
meningkatkan
risiko
terkena
pneumonia
nosokomial
dibandingkan rawat inap kurang dari 1 minggu (RO = 2,18; IK 95% 1,24-3,29).
Rawat inap di rumah sakit menjadi faktor risiko timbulnya pneumonia
nosokomial, sebab semakin lama menjalani rawat inap maka semakin besar
kemungkinan untuk terpapar mikroorganisme patogen yang jarang ditemukan di
masyarakat untuk berkolonisasi di saluran napas bagian atas atau di mukosa
lambung. Hal ini berkaitan erat dengan penggunaan antibiotik spektrum luas yang
berkepanjangan sehingga menimbulkan infeksi dari mikroorganisme yang resisten
berbagai antibiotik (Falcone dkk., 2011). Menurut Chastre (2003) sebanyak 40%
pasien dengan pneumonia nosokomial onset lanjut terkena bakteri yang resisten
terhadap berbagai antibiotik seperti Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter
baumannii, dan methicillin-resistant Staphylococcus aureus.
Penelitian ini mendapatkan hasil pneumonia nosokomial memperpanjang
lama rawat inap 3 kali lipat dibandingkan Kelompok Kontrol, hal ini serupa
dengan penelitian oleh Mansour dan Bendary (2012) yang mendapatkan hasil
lama rawat inap meningkat 2 kali lipat dengan adanya pneumonia nosokomial.
Peningkatan durasi rawat inap di samping memaparkan pasien terhadap
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
Rawat inap lebih dari 3 minggu sebagai faktro risiko terjadinya pneumonia
nosokomial pada anak. Risiko terjadinya pneumonia nosokomial pada anak
yang dirawat selama lebih dari 3 minggu sebesar 2,8 kali.
5.
7.2 Saran
1.
62
0
2.
DAFTAR PUSTAKA
Craven, D.E., Steger, K.A. 1997. Practical healthcare epidemiology hospitalacquired pneumonia: perspectives for the healthcare epidemiologist. Infect
Control Hosp Epidemiol, 18(11):783-95.
Craven, D.E, Barber, T.W., Steger, K.A., Montecalvo, M.A. 1990. Nosocomial
pneumonia in the 1990s: update of epidemiology and risk factors. Semin
Respir Infect, 5:157-72.
Davis, R.J. 1987. Head and spinal cord injury. In: Rogers, M.C., editor. Textbook
of Pediatric Intensive Care. Baltimore: Williams & Wilkins.p. 802.
Draculovic, M.B., Torres, A., Bauer, T.T., Nicolas, J.M., Nogu, S., Ferrer, M.
1999. Supine body position as a risk factor for nosocomial pneumonia in
mechanically ventilated patients: a randomised trial. Lancet, 354:18518.
Fagon, J.Y., Chastre, J., Hance, A.J., Domart, Y., Trouillet, J.L., Gibert, C. 1993.
Evaluation of clinical judgment in the identification and treatment of
nosocomial pneumonia in ventilated patients. Chest, 103:547-53.
Falcone, M., Venditti, M., Shindo, Y., Kollef, M.H.2011. Healthcare-associated
pneumonia: diagnostic criteria and distinction from community-acquired
pneumonia. International journal of Infect Diseases. 15:54550.
Fattah, A.M.M. 2008. Nosocomial pneumonia: risk factors, rates and trends.
Eastern Mediterranean Health Journal, 14:546-55.
Gomez, J., Esquinas, A., Agudo, M.D. 1995. Retrospective analysis of risk factors
and prognosis in non-ventilated patients with nosocomial pneumonia. Eur
J Clin Microbiol Infect Dis, 14:17681.
Ibrahim, E.H., Ward, S., Sherman, G., Kollef, M.H. 2000. A comparative analysis
of patients with early-onset vs late-onset nosocomial pneumonia in the icu
setting. Chest, 117:143442.
Inglis, T.J.J., Sherratt, M.J., Sproat, L.J., Gibson, J.S., Hawkey, P.M. 1993.
Gastro-duodenal dysfunction and bacterial colonisation of the ventilated
lung. Lancet, 341:911-913.
Kieninger,
A.N,.
Lipsett,
P.A.
2009.
Hospital
acquired
pneumonia:
Schneider, S.M., Veyres, P., Soummer, A-M., Jambou, P. Filippi, J., Obberghen
e., et al. 2004. Malnutrition is an independent factor associated with
nosocomial infections. Br J Nutr, 92(1):105-11.
Shah, P.M., Stille, W. 1995. Cefotaxime versus ceftriaxone for the treatment of
nosocomial pneumonia. Results of a multicenter study. Diagn Microbiol
Infect Dis, 22:171-2.
Sondik, J.E., Anderson, J.R., Madans, J.H., Cox, L.H., Hunter, E.L., Zinn, D.L., et
al. 2000. 2000 CDC Growth Charts for the United States: Methods and
Development. Vital and Health Stats, 246:1-203.
Song, J-H., Asian HAP Working Group.2008. Treatment recommendations of
hospital-acquired pneumonia in Asian countries: first consensus report by
the Asian HAP Working Group. AJIC, 36(Suppl.4):83-92.
Sopena, N., Sabria, M. 2005. Multicenter study of hospital-acquired pneumonia in
non-icu patients. Chest, 127:213-9.
Tablan, O. C., Anderson, L. J., Besser, R., Bridges, C., Hajjeh, R. 2004.
Guidelines for preventing health-care-associated pneumonia, 2003:
recommendations of CDC and the healthcare infection control practices
advisory committe. MMWR Recomm Rep, 53:136 .
Torres, A., Aspa, J., Rajas, O., Rodriguez, F., Huertas, M.C., Border, L. et al.
2006. Impact of initial antibiotic choice on mortality from pneumococcal
pneumonia. Eur Respir J, 27:101019.
Trouillet, J.L., Chastre, J., Vuagnat, A. 1998. Ventilator-associated pneumonia
caused by potentially drug-resistant bacteria. Am J Respir Crit Care Med.
157:5319.
World Health Organization. 2006. WHO Child Growth Standards: Length/Heightfor-Age, Weight-for-Age, Weight-for-Lenght, Weight-for-Height and
Body Mass Index-for-Age: Methods and Development. Geneva, [cited
2014 Feb. 18]. Available at: http://www.who.int/childgrowth/standards/en/
World Health Organization.2005. Pocket book of hospital care for children:
guidelines for the management of common illness with limited resources..
WHO Press. p.72-3.
Available
at:
http://www.theecentre.net/toolkit/Resource%20
Catalogue/H%20-%20CD/%28H 11%29.pdf
Lampiran 1
PENJELASAN PENELITIAN
JUDUL PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR
RISIKO
TERJADINYA
PNEUMONIA
kejang,
penggunaan
pipa
nasogastrik
dan
penggunaan
antibiotik
:..
Umur
:.
Jenis kelamin
:.
Alamat
:.
:.....
Tanggal lahir
:.
Umur
:.tahunbulan
No. RM
:.
Bersedia dengan sukarela anak saya tersebut ikut dalam subjek peneliian dengan
judul Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Pneumonia Nosokomial Di Ruang
Perawatan Anak Rsup Sanglah, setelah mendengar penjelasan mengenai manfaat
dan kerugian yang mungkin terjadi dalam penelitian ini.
Demikiam pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada tekanan dari
pihak manapun.
Denpasar,.
Peneliti
(Deborah Melati)
()
Lampiran 3
KUESIONER PENELITIAN
Faktor-Faktor Risiko Terjaninya Pneumonia Nosokomial di Ruang Perawatan
Anak RSUP Sanglah
IDENTITAS PASIEN
Nama
Tanggal lahir
:.
Usia
: ..tahun.bulan
Jenis kelamin
:.
Alamat
:.
No CM
:.
:.
Berat badan
:.
Tinggi badan
:.
:.
Status Gizi
:.
KUESIONER PENELITIAN
1. Apakah diagnosis lengkap pasien ketika masuk rumah sakit?
..............................................................................................................................
.......................................................................................................................
2. Apakah pasien menggunakan pipa nasogastrik selama perawatan (kontrol)
atau sebelum terdiagnosis pneumonia nosokomial (kasus)?
a) Ya
b) Tidak
3. Apakah pasien menggunakan obat antikejang selama perawatan (kontrol) atau
sebelum terdiagnosis pneumonia nosokomial (kasus)?
a) Ya
b) Tidak
4. Apakah pasien pernah mengalami penurunan kesadaran selama perawatan
(kontrol) atau sebelum terdiagnosis pneumonia nosokomial (kasus)?
a) Ya
b) Tidak
5. Untuk penyakit yang diderita, apakah pasien sebelumnya mendapatkan
perawatan di Ruang Rawat Intensif (PICU) (kontrol) atau sebelum
terdiagnosis pneumonia nosokomial?
a) Ya
b) Tidak
6. Apakah pasien pernah menggunakan antibiotik selama perawatan (kontrol)
atau sebelum terdiagnosis pneumonia nosokomial (kasus)?
a) Ya,
nama
antibiotik:
.,
lama
pemberian
antibiotik:
b) Tidak
7. Apakah pasien mendapat pengobatan antijamur selama perawatan (kontrol)
atau sebelum terdiagnosis pneumonia nosokomial (kasus)?
a) Ya
b) Tidak
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Hasil Analisis Statistik
Uji Normalitas
Case Processing Summary
Cases
Valid
Diagnos
is HAP
umur dlm bulan
Missing
Percent
Total
Percent
Percent
Ya
32
100.0%
.0%
32
100.0%
Tidak
96
100.0%
.0%
96
100.0%
Ya
32
100.0%
.0%
32
100.0%
Tidak
96
100.0%
.0%
96
100.0%
Descriptives
Diagnosis HAP
umur dlm bulan
Ya
Statistic
Mean
95% Confidence Interval for
Mean
49.31
Lower Bound
32.53
Upper Bound
66.09
5% Trimmed Mean
47.83
Median
36.00
Variance
46.543
Minimum
Maximum
124
Range
122
Interquartile Range
96
Skewness
Kurtosis
Mean
95% Confidence Interval for
Mean
8.228
2166.222
Std. Deviation
Tidak
Std. Error
.553
.414
-1.306
.809
49.29
4.736
Lower Bound
39.89
Upper Bound
58.69
5% Trimmed Mean
47.63
Median
33.50
Variance
2152.967
Std. Deviation
46.400
Minimum
Maximum
128
Range
127
Interquartile Range
83
Skewness
Kurtosis
Lama rawat inap
Ya
Mean
.246
-1.310
.488
42.41
4.082
Lower Bound
34.08
Mean
Upper Bound
50.73
5% Trimmed Mean
41.81
Median
39.00
Variance
533.152
Std. Deviation
23.090
Minimum
Maximum
94
Range
88
Interquartile Range
42
Skewness
Tidak
.518
.498
.414
Kurtosis
-.546
.809
Mean
15.72
1.534
Lower Bound
12.67
Mean
Upper Bound
18.76
5% Trimmed Mean
13.71
Median
10.50
Variance
Std. Deviation
225.931
15.031
Minimum
Maximum
84
Range
81
Interquartile Range
16
Skewness
2.366
.246
Kurtosis
7.142
.488
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov
Diagnos
is HAP
umur dlm bulan
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
Ya
.183
32
.008
.832
32
.000
Tidak
.177
96
.000
.841
96
.000
Transformasi data
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
tran_age
Missing
Percent
128
Total
Percent
100.0%
Percent
.0%
128
100.0%
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov
Statistic
tran_age
.150
Df
Shapiro-Wilk
Sig.
128
Statistic
.000
df
Sig.
.890
128
.000
Karakteristik subjek
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
jenis kelamin pasien *
Missing
Percent
Total
Percent
Percent
128
100.0%
.0%
128
100.0%
128
100.0%
.0%
128
100.0%
128
100.0%
.0%
128
100.0%
Diagnosis HAP
Status gizi pasien * Diagnosis
HAP
Diagnosis saat MRS *
Diagnosis HAP
Crosstab
Diagnosis HAP
ya
jenis kelamin pasien
laki-laki
Count
56
75
18.8
56.3
75.0
25.3%
74.7%
100.0%
59.4%
58.3%
58.6%
13
40
53
13.3
39.8
53.0
24.5%
75.5%
100.0%
40.6%
41.7%
41.4%
32
96
128
32.0
96.0
128.0
25.0%
75.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
Count
Expected Count
Total
Total
19
Expected Count
perempuan
Tidak
Count
Expected Count
% within jenis kelamin pasien
% within Diagnosis HAP
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
sided)
sided)
sided)
.917
.000
1.000
.011
.917
.011
b
Df
1.000
N of Valid Cases
128
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.25.
b. Computed only for a 2x2 table
.544
Diagnosis HAP
ya
Diagnosis saat MRS keganasan
pembedahan
Count
21
29
27.6%
72.4%
100.0%
25.0%
21.9%
22.7%
50.0%
50.0%
100.0%
3.1%
1.0%
1.6%
11
13
15.4%
84.6%
100.0%
6.3%
11.5%
10.2%
12
25.0%
75.0%
100.0%
9.4%
9.4%
9.4%
28.6%
71.4%
100.0%
6.3%
5.2%
5.5%
10
17
41.2%
58.8%
100.0%
21.9%
10.4%
13.3%
20.0%
80.0%
100.0%
3.1%
4.2%
3.9%
28
34
17.6%
82.4%
100.0%
18.8%
29.2%
26.6%
22.2%
77.8%
100.0%
6.3%
7.3%
7.0%
32
96
128
Count
lain
Count
% within Diagnosis saat MRS
% within Diagnosis HAP
PJB
Count
% within Diagnosis saat MRS
% within Diagnosis HAP
infeksi SSP
Count
% within Diagnosis saat MRS
% within Diagnosis HAP
gizi buruk
peny hematologi
lain
Count
Count
% within Diagnosis saat MRS
% within Diagnosis HAP
imunodefisiensi
sekunder
Count
Count
% within Diagnosis saat MRS
% within Diagnosis HAP
Total
Total
Tidak
Count
25.0%
75.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2Value
Pearson Chi-Square
Df
a
10
.642
7.885
10
.640
7.867
Likelihood Ratio
N of Valid Cases
sided)
128
Frequencies
HAP
Diagnosis saat MRS
ya
32
tidak
96
Total
128
Test Statistics
Absolute
.156
Positive
.000
Negative
-.156
Kolmogorov-Smirnov Z
.765
.601
Crosstab
Diagnosis HAP
ya
tidak
Total
gizi baik
Count
10
32
42
10.5
31.5
42.0
23.8%
76.2%
100.0%
31.3%
33.3%
32.8%
15
41
56
14.0
42.0
56.0
26.8%
73.2%
100.0%
46.9%
42.7%
43.8%
16
23
5.8
17.3
23.0
30.4%
69.6%
100.0%
21.9%
16.7%
18.0%
1.0
3.0
4.0
.0%
100.0%
100.0%
.0%
4.2%
3.1%
Count
Expected Count
.8
2.3
3.0
.0%
100.0%
100.0%
.0%
3.1%
2.3%
32
96
128
32.0
96.0
128.0
25.0%
75.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
Expected Count
gizi kurang
Count
Expected Count
gizi buruk
Count
Expected Count
gizi lebih
Count
Expected Count
obesitas
Total
Count
Expected Count
% within Status gizi pasien
% within Diagnosis HAP
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2Value
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
N of Valid Cases
Df
sided)
.588
4.500
.343
2.823
128
Frequencies
HAP
Status gizi pasien
ya
32
tidak
96
Total
128
Test Statistics
Absolute
.073
Positive
.021
Negative
-.073
Kolmogorov-Smirnov Z
.357
1.000
Mean Rank
Sum of Ranks
ya
32
64.66
2069.00
tidak
96
64.45
6187.00
Total
128
ya
32
99.27
3176.50
tidak
96
52.91
5079.50
Total
128
Test Statistics
Mann-Whitney U
1531.000
423.500
Wilcoxon W
6187.000
5079.500
-.028
-6.133
.978
.000
Karakteristik Kasus
kategori umur dalam bulan
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
< 12 bulan
11
34.4
34.4
34.4
11
34.4
34.4
68.8
21.9
21.9
90.6
9.4
9.4
100.0
32
100.0
100.0
Total
kategori HAP
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
onset awal
9.4
9.4
9.4
onset lanjut
29
90.6
90.6
100.0
Total
32
100.0
100.0
Missing
Percent
Total
Percent
Percent
32
100.0%
.0%
32
100.0%
lama perawatan
32
100.0%
.0%
32
100.0%
Descriptives
Statistic
hari terkena HAP
Mean
95% Confidence Interval for
Mean
28.8438
Lower Bound
21.0948
Upper Bound
36.5927
5% Trimmed Mean
27.4653
Median
25.5000
Variance
461.943
Std. Deviation
lama perawatan
Std. Error
3.79943
21.49285
Minimum
4.00
Maximum
86.00
Range
82.00
Interquartile Range
32.00
Skewness
.882
.414
Kurtosis
.118
.809
42.4063
4.08179
Mean
95% Confidence Interval for
Lower Bound
34.0814
Mean
Upper Bound
50.7311
5% Trimmed Mean
41.8125
Median
39.0000
Variance
533.152
Std. Deviation
23.09009
Minimum
6.00
Maximum
94.00
Range
88.00
Interquartile Range
42.00
Skewness
Kurtosis
.498
.414
-.546
.809
inflitrat terlokalisir
difus/patchy infiltrat
efusi pleura
Total
Count
Total
18
18
100.0%
100.0%
56.3%
56.3%
10
10
100.0%
100.0%
31.3%
31.3%
100.0%
100.0%
12.5%
12.5%
32
32
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
Count
Count
Count
cepalosporin gen 3
Percent
Valid Percent
Percent
20
62.5
62.5
62.5
21.9
21.9
84.4
carbapenem
12.5
12.5
96.9
carbapenem+aminoglikosida
3.1
3.1
100.0
32
100.0
100.0
cepalosporin gen 3 +
aminoglikosida
Total
Analisis Bivariat
Penggunaan NGT
Crosstab
Diagnosis HAP
ya
Penggunaan NGT/ogt
ya
tidak
Total
Count
12
20
32
Expected Count
8.0
24.0
32.0
Count
20
76
96
24.0
72.0
96.0
32
96
128
32.0
96.0
128.0
Expected Count
Total
tidak
Count
Expected Count
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
sided)
sided)
sided)
df
a
.059
2.722
.099
3.364
.067
3.556
b
.097
N of Valid Cases
128
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for Penggunaan
Lower
Upper
2.280
.956
5.436
1.800
.994
3.258
.052
.789
.592
1.052
tidak
N of Valid Cases
128
Penggunaan Antikejang
Crosstab
Diagnosis HAP
ya
Penggunaan antikejang
ya
tidak
Count
tidak
12
Expected Count
3.0
9.0
12.0
Count
29
87
116
29.0
87.0
116.0
32
96
128
32.0
96.0
128.0
Expected Count
Total
Total
Count
Expected Count
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
sided)
sided)
sided)
df
a
1.000
.000
1.000
.000
1.000
.000
b
1.000
N of Valid Cases
128
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for Penggunaan
Lower
Upper
1.000
.253
3.945
1.000
.357
2.799
.652
1.000
.710
1.409
tidak
N of Valid Cases
128
ya
tidak
Count
tidak
15
Expected Count
3.8
11.3
15.0
Count
25
88
113
28.3
84.8
113.0
32
96
128
32.0
96.0
128.0
Expected Count
Total
Total
Count
Expected Count
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
sided)
sided)
sided)
df
a
.039
3.046
.081
3.796
.051
4.254
b
.055
N of Valid Cases
128
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.75.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for Perawatan
PICU sblmnya (ya / tidak)
3.080
Lower
1.018
Upper
9.321
.046
2.109
1.110
4.009
.685
.422
1.111
ya
For cohort Diagnosis HAP =
tidak
N of Valid Cases
128
ya
tidak
Count
sblmnya
Expected Count
tidak
28
48
76
19.0
57.0
76.0
48
52
13.0
39.0
52.0
32
96
128
32.0
96.0
128.0
Count
Expected Count
Total
Count
Expected Count
Total
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
sided)
sided)
sided)
df
a
.000
12.480
.000
15.721
.000
13.992
b
.000
N of Valid Cases
128
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for Penggunaan
antibiotik sblmnya (ya / tidak)
7.000
Lower
2.281
Upper
21.485
.000
4.789
1.786
12.844
.684
.567
.826
ya
For cohort Diagnosis HAP =
tidak
N of Valid Cases
128
tidak
Count
Expected Count
21
31
52
13.0
39.0
52.0
11
65
76
19.0
57.0
76.0
32
96
128
32.0
96.0
128.0
Count
dengan 7 hari
Expected Count
Total
Count
Expected Count
Total
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
sided)
sided)
sided)
df
a
.001
9.717
.002
10.958
.001
11.055
b
Likelihood Ratio
.002
N of Valid Cases
128
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for penggunaan
AB > 1 minggu (AB lebih dari
7 hari / AB kurang atau sama
dengan 7 hari)
4.003
Lower
1.718
Upper
9.325
.001
2.790
1.473
5.284
.697
.547
.888
ya
For cohort Diagnosis HAP =
tidak
N of Valid Cases
128
AB > 14 hari
Total
Count
15
24
Expected Count
6.0
18.0
24.0
Count
17
87
104
26.0
78.0
104.0
32
96
128
32.0
96.0
128.0
Expected Count
Total
tidak
Count
Expected Count
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
sided)
sided)
sided)
df
a
.000
19.761
.000
19.567
.000
22.154
b
.000
N of Valid Cases
128
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
.000
8.529
3.213
22.641
3.824
2.242
6.521
.448
.266
.757
128
> 3 minggu
diagnosis HAP
< 3 minggu
Total
Count
18
21
39
Expected Count
9.8
29.3
39.0
Count
14
75
89
22.3
66.8
89.0
32
96
128
32.0
96.0
128.0
Expected Count
Total
Tidak HAP
Count
Expected Count
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
sided)
sided)
sided)
df
a
.000
11.813
.001
12.663
.000
13.386
b
.001
N of Valid Cases
128
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.75.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
.000
4.592
1.963
10.740
2.934
1.629
5.284
.639
.471
.866
128
ya
tidak
Count
Total
17
26
Expected Count
6.5
19.5
26.0
Count
23
79
102
25.5
76.5
102.0
32
96
128
32.0
96.0
128.0
Expected Count
Total
Tidak
Count
Expected Count
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
sided)
sided)
sided)
.205
1.030
.310
1.527
.217
1.609
b
df
.213
128
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.50.
.155
Crosstab
Diagnosis HAP
ya
Status gizi buruk
ya
Count
tidak
Total
17
26
Expected Count
6.5
19.5
26.0
Count
23
79
102
25.5
76.5
102.0
32
96
128
Expected Count
Total
Tidak
Count
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for Status gizi
Lower
Upper
1.818
.716
4.618
1.535
.810
2.909
.844
.626
1.138
128
Penurunan kesadaran
Crosstab
Diagnosis HAP
ya
Penurunan kesadaran
ya
tidak
Count
Total
13
Expected Count
3.3
9.8
13.0
Count
25
90
115
28.8
86.3
115.0
32
96
128
32.0
96.0
128.0
Expected Count
Total
tidak
Count
Expected Count
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
sided)
sided)
sided)
Df
a
.011
4.823
.028
5.588
.018
6.421
b
.018
N of Valid Cases
.018
128
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.25.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for Penurunan
Lower
Upper
4.200
1.294
13.628
2.477
1.344
4.564
.590
.325
1.069
128
Penggunaan Antijamur
Penggunaan antijamur sblmnya * Diagnosis HAP Crosstabulation
Diagnosis HAP
ya
Penggunaan antijamur
ya
sblmnya
tidak
Count
Total
13
Expected Count
3.3
9.8
13.0
Count
24
91
115
28.8
86.3
115.0
32
96
128
32.0
96.0
128.0
Expected Count
Total
tidak
Count
Expected Count
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
sided)
sided)
sided)
df
a
.001
8.248
.004
8.823
.003
10.303
b
.004
N of Valid Cases
128
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.25.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for Penggunaan
Lower
Upper
6.067
1.819
20.232
2.949
1.688
5.152
.486
.243
.973
128
.004
Analisis Multivariat
Variables in the Equation
95% C.I.for EXP(B)
B
Step 1
NGT(1)
Upper
.567
.114
2.829
.374
.838
.199
.655
1.453
.281
7.505
1.099
.601
3.343
.067
3.001
.924
9.747
MingguAB(1)
.165
.622
.071
.791
1.180
.349
3.991
Minggu2AB(1)
1.575
.672
5.489
.019
4.831
1.294
18.045
PenurunanGCS(1)
.507
.936
.293
.588
1.660
.265
10.398
Giziburuk(1)
.064
.769
.007
.934
1.066
.236
4.808
Antijamur(1)
.134
.783
.029
.864
1.143
.246
5.307
-1.962
.353
30.819
.000
.141
-.525
.642
.669
.414
.592
.168
2.082
.354
.803
.194
.660
1.425
.295
6.878
1.099
.601
3.339
.068
3.000
.923
9.746
MingguAB(1)
.168
.621
.074
.786
1.183
.351
3.994
Minggu2AB(1)
1.581
.669
5.583
.018
4.859
1.309
18.031
PenurunanGCS(1)
.488
.909
.289
.591
1.630
.274
9.675
Antijamur(1)
.141
.779
.033
.857
1.151
.250
5.298
-1.959
.351
31.209
.000
.141
-.530
.640
.686
.407
.588
.168
2.063
.362
.804
.203
.652
1.436
.297
6.938
1.136
.564
4.060
.044
3.115
1.031
9.410
MingguAB(1)
.156
.617
.064
.800
1.169
.349
3.915
Minggu2AB(1)
1.627
.620
6.873
.009
5.087
1.508
17.166
.489
.910
.288
.591
1.630
.274
9.696
-1.960
.351
31.245
.000
.141
-.519
.643
.652
.419
.595
.169
2.097
.363
.807
.202
.653
1.437
.295
6.989
1.183
.536
4.878
.027
3.264
1.142
9.325
NGT(1)
Constant
NGT(1)
RawatPICU(1)
Rawat3minggu(1)
PenurunanGCS(1)
Constant
a
Lower
.489
Rawat3minggu(1)
Step 4
Exp(B)
RawatPICU(1)
Step 3
Sig.
.478
Constant
df
.820
Rawat3minggu(1)
Step 2
Wald
-.567
RawatPICU(1)
S.E.
NGT(1)
RawatPICU(1)
Rawat3minggu(1)
Minggu2AB(1)
1.695
.562
9.099
.003
5.447
1.811
16.389
.531
.900
.348
.555
1.701
.291
9.927
-1.928
.324
35.341
.000
.145
NGT(1)
-.502
.639
.616
.433
.605
.173
2.120
Rawat3minggu(1)
1.185
.533
4.943
.026
3.272
1.151
9.302
Minggu2AB(1)
1.702
.560
9.239
.002
5.483
1.830
16.426
.728
.782
.867
.352
2.072
.447
9.600
-1.913
.322
35.272
.000
.148
Rawat3minggu(1)
1.008
.482
4.385
.036
2.741
1.067
7.045
Minggu2AB(1)
1.657
.552
9.025
.003
5.243
1.779
15.454
.474
.697
.462
.497
1.606
.410
6.299
-1.948
.320
37.052
.000
.142
Rawat3minggu(1)
1.034
.480
4.654
.031
2.814
1.099
7.201
Minggu2AB(1)
1.771
.529
11.225
.001
5.875
2.085
16.553
-1.925
.317
37.001
.000
.146
PenurunanGCS(1)
Constant
Step 5
PenurunanGCS(1)
Constant
Step 6
PenurunanGCS(1)
Constant
Step 7
Constant