Anda di halaman 1dari 13

KELAINAN ENDOKRIN

Tanda
dan
gejala
pada
kelainan endokrin tergantung pada
kelenjar endokrin yang mengalami
kelainan.
Bentuk-bentuk
kelainan
endokrin,
antara
lain
:
hiperpituitarisme, hipopituitarisme,
diabetes insipidus, diabetes mellitus,
hipotiroidisme, tiroiditis, karsinoma
tiroid,
hipoparatiroidisme,
pseusoparatiroidisme,
hiperparatiroidisme,
insufisiensi
adrenokorteks,
sindrom
adenogenital,
sindrom
cushing,
hipogonadisme
hipergonadotropik,
hipogonadisme hipogonadotropik.
1. Gangguan kelenjar paratiroid
Fungsi:
kelenjar paratiroid terletak di
sebelah kelenjar tiroid; mensekresi
hormon
paratiroid
(parathyroid
hormone, PTH) yang merupakan
regulator primer kalsium serum; PTH
meningkatkan kalsium serum dengan
memobilisasi kalsium dari tulang,
meningkatkan reabsorpsi kalsium di
ginjal, dan secara tak langsung
berperan pada pembentukan vitamin
D.
a. Hipoparatiroidisme
1. Pengertian
Hipoparatiroid adalah gabungan
gejala
dari
produksi
hormon
paratiroid
yang
tidak
adekuat.
Keadaan ini jarang sekali ditemukan
dan
umumnya
sering
sering
disebabkan oleh kerusakan atau
pengangkatan kelenjar paratiroid
pada saat operasi paratiroid atau
tiroid, dan yang lebih jarang lagi
ialah tidak adanya kelenjar paratiroid
(secara congenital). Kadang-kadang
penyebab
spesifik
tidak
dapat
diketahui. (www.endocrine.com)
2. Etiologi
Jarang
sekali
terjadi
hipoparatiroidisme primer, dan jika
ada biasanya terdapat pada anakanak dibawah umur 16 tahun. Ada
tiga kategori dari hipoparatiroidisme:

Defisiensi
sekresi
hormon
paratiroid, ada dua penyebab
utama:
1) Post operasi pengangkatan
kelenjar partiroid dan total
tiroidektomi.
2) Idiopatik, penyakit ini jarang
dan dapat kongenital atau
didapat (acquired).
Hipomagnesemia.
Sekresi
hormon
paratiroid
yang tidak aktif.
Resistensi terhadap hormon
paratiroid
(pseudohipoparatiroidisme)
3. Patofisiologi
Pada hipoparatiroidisme terdapat
gangguan dari metabolisme kalsium
dan fosfat, yakni kalsium serum
menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan
fosfat serum meninggi (bisa sampai
9,5-12,5 mgr%).
Pada
yang
post
operasi
disebabkan tidak adekuat produksi
hormon
paratiroid
karena
pengangkatan kelenjar paratiroid
pada saat operasi. Operasi yang
pertama adalah untuk mengatasi
keadaan
hiperparatiroid
dengan
mengangkat
kelenjar
paratiroid.
Tujuannya adalah untuk mengatasi
sekresi hormon paratiroid yang
berlebihan, tetapi biasanya terlalu
banyak jaringan yang diangkat.
Operasi kedua berhubungan dengan
operasi total tiroidektomi. Hal ini
disebabkan karena letak anatomi
kelenjar tiroid dan paratiroid yang
dekat (diperdarahi oleh pembuluh
darah yang sama) sehingga kelenjar
paratiroid dapat terkena sayatan
atau terangkat. Hal ini sangat jarang
dan biasanya kurang dari 1 % pada
operasi tiroid. Pada banyak pasien
tidak adekuatnya produksi sekresi
hormon paratiroid bersifat sementara
sesudah operasi kelenjar tiroid atau
kelenjar paratiroid, jadi diagnosis
tidak dapat dibuat segera sesudah
operasi.
Pada pseudohipoparatiroidisme
timbul
gejala
dan
tanda
hipoparatiroidisme tetapi kadar PTH
dalam darah normal atau meningkat.

Karena jaringan tidak berespons


terhadap hormon, maka penyakit ini
adalah penyakit reseptor. Terdapat
dua bentuk: (1) pada bentuk yang
lebih sering, terjadi pengurangan
congenital aktivitas Gs sebesar 50 %,
dan PTH tidak dapat meningkatkan
secara normal konsentrasi AMP siklik,
(2) pada bentuk yang lebih jarang,
respons AMP siklik normal tetapi efek
fosfaturik hormon terganggu.
4. Faktor risiko: kongenital (mis.,
hipoparatiroidisme
tersendiri
familial, sindrom DiGeorge, atau
sindrom Kerry-Caffy); transien
atau
sekunder
(mis.,
hipoparatiroidisme
maternal,
bayi prematur, bay] dari ibu DM,
dan asfiksia kelahiran).
5. Diagnosis: kalsium serum rendah
dan fosfor serum tinggi dengan
fungsi ginjal normal: kadar PTH
akan tetap rendah atau tinggi
bila masalah pokoknya adalah
responsivitas organ akhir.
6. Manifestasi klinis: bisa samar;
retleks dalam otot; kedutan; dan
kejang; letargi; susah makan;
apnea;
perdarahan
lama;
kontraktilitas jantung berkurang,
perfusi
buruk,
takikardia,
dan/atau hipotensi; mineralisasi
tulang rendah; serta dieurigai
bila
tak
mampu
mempertahankan kadar kalsium
serum normal.
7. Penanganan
Hipoparatiroidisme
transien
memerlukan
suplementasi
kalsium jangka pendek.
Gangguan
kongenital
memerlukan
suplementasi
kalsium
dan
vitamin
D
sepanjang
hidup
dengan
pengurangan asupan fosfor.
Pemberian
PTH
masih
eksperimental (St c~ensnud',
2000).
b. Hiperparatiroidisme
1. Pengertian:

Hiperparatiroidisme
adalah
berlebihnya produksi hormon
paratiroid oleh kelenjar paratiroid
ditandai
dengan
dekalsifikasi
tulang dan terbentuknya batu
ginjal yang mengandung kalsium.
2. Etiologi:
Kira-kira 85% dari kasus
hiperparatiroid
primer
disebabkan
oleh
adenoma
tunggal.
Sedangkan
15%
lainnya
melibatkan berbagai kelenjar
(contoh berbagai adenoma
atau hyperplasia). Biasanya
herediter dan frekuensinya
berhubungan dengan kelainan
endokrin lainny
Sedikit
kasus
hiperparatiroidisme
utama
disebabkan oleh paratiroid
karsinoma.
Etiologi
dari
adenoma
dan
hyperplasia
pada kebanyakan kasus tidak
diketahui.
Kasus
keluarga
dapat terjadi baik sebagai
bagian dari berbagai sindrom
endrokin neoplasia, syndrome
hiperparatiroid tumor atau
hiperparatiroidisme
turunan.
Familial
hypocalcuric
dan
hypercalcemia dan neonatal
severe
hyperparathyroidism
juga
termasuk
kedalam
kategori ini.
Beberapa ahli bedah dan ahli
patologis melaporkan bahwa
pembesaran dari kelenjar yang
multiple
umumnya
jenis
adenoma yang ganda. Pada
15 % pasien semua kelenjar
hiperfungsi;
chief
cell
parathyroid hyperplasia.
jarang
tetapi
mengancam
jiwa;
hiperparatiroidisme
primer
ditandai dengan hipeiplasia ke
semua empat kelenjar dan
dapat
diturunkan,
hiperparatiroidisme sekunder
biasanya
akibat
hipoparatiroidisme maternal.
3. Patofisiologi :

Hiperparatiroidisme
dapat
bersifat
primer
(yaitu
yang
disebabkan oleh hiperplasia atau
neoplasma paratiroid) atau sekunder,
dimana kasus biasanya berhubungan
dengan gagal ginjal kronis.
Pada
80%
kasus,
hiperparatiroidisme
primer
disebabkan oleh adenoma paratiroid
jinak; 18% kasus diakibatkan oleh
hiperplasia kelenjar paratiroid: dan
2% kasus disebabkan oleh karsinoma
paratiroid
(damjanov,1996).
Normalnya terdapat empat kelenjar
paratiroid. Adenoma atau karsinoma
paratiroid ditandai oleh pembesaran
satu
kelenjar,
dengan
kelenjar
lainnya
tetap
normal.
Pada
hiperplasia
paratiroid,
keempat
kelenja membesar. Karena diagnosa
adenoma atau hiperplasia tidak
dapat ditegakan preoperatif, jadi
penting bagi ahli bedah untuk
meneliti keempat kelenjar tersebut.
Jika teridentifikasi salah satu kelenjar
tersebut mengalami pembesaran
adenomatosa,
biasanya
kelenjar
tersebut diangkat dan laninnya
dibiarkan
utuh.
Jika
ternyata
keempat
kelenjar
tersebut
mengalami pembesaran ahli bedah
akan mengangkat ketiga kelelanjar
dan meninggalkan satu kelenjar saja
yang seharusnya mencukupi untuk
mempertahankan
homeostasis
kalsium-fosfat.
Hiperplasia paratiroid sekunder
dapat dibedakan dengan hiperplasia
primer, karena keempat kelenjar
membesar
secara
simetris.
Pembesaran kelanjar paratiroid dan
hiperfungsinya adalah mekanisme
kompensasi yang dicetuskan oleh
retensi format dan hiperkalsemia
yang berkaitan dengan penyakit
ginjal kronis. Osteomalasia yang
disebabkan oleh hipovitaminosis D,
seperti
pada
riketsia,
dapat
mengakibatkan dampak yang sama.
Hiperparatiroidisme ditandai oleh
kelebihan PTH dalam sirkulasi. PTH
terutama bekerja pada tulang dan
ginjal.
Dalam
tulang,
PTH

meningkatkan resorpsi kalsium dari


limen
tubulus
ginjal.
Dengan
demikian
mengurangi
eksresi
kalsium dalam urine. PTH juga
meningkatkan bentuk vitamin D3
aktif dalam ginjal, yang selanjutnya
memudahkan ambilan kalsium dari
makanan dalam usus. Sehingga
hiperkalsemia
dan
hipofosatmia
kompensatori adalah abnormlitas
biokimia yang dideteksi melalui
analisis darah. Konsentrasi PTH
serum
juga
meningkat.
( Rumahorbor, Hotma,1999)
Produksi hormon paratiroid yang
berlebih disertai dengan gagal ginjal
dapat
menyebabkan
berbagai
macam penyakit tulang, penyakit
tulng yang sering terjadi adalah
osteitis
fibrosa
cystica,
suatu
penyakit
meningkatnya
resorpsi
tulang karena peningkatan kadar
hormon paratiroid. Penyakit tulang
lainnya juga sering terjadi pada
pasien, tapi tidak muncul secara
langsung. (Lawrence Kim, MD, 2005,
section.
Kelebihan jumlah sekresi PTH
menyebabkan hiperkalsemia yang
langsung bisa menimbulkan efek
pada reseptor di tulang, traktus
intestinal,
dan
ginjal.
Secara
fisiologis sekresi PTH dihambat
dengan tingginya ion kalsium serum.
Mekanisme ini tidak aktif pada
keadaan adenoma, atau hiperplasia
kelenjar, dimana hipersekresi PTH
berlangsung
bersamaan
dengan
hiperkalsemia. Reabsorpsi kalsium
dari tulang dan peningkatan absorpsi
dari usus merupakan efek langsung
dari peningkatan PTH.
Pada saat kadar kalsium serum
mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal
mereabsorpsi
kalsium
secara
berlebihan sehingga terjadi keadaan
hiperkalsiuria.
Hal
ini
dapat
meningkatkan insidens nefrolithiasis,
yang mana dapt menimbulkan
penurunan kreanini klearens dan
gagal ginjal. Peningkatan kadar
kalsium
ekstraselular
dapat
mengendap pada jaringan halus.
Rasa sakit timbul akibat kalsifikasi

berbentuk nodul pada kulit, jaringan


subkutis,
tendon
(kalsifikasi
tendonitis),
dan
kartilago
(khondrokalsinosis).
Vitamin
D
memainkan peranan penting dalam
metabolisme
kalsium
sebab
dibutuhkan oleh PTH untuk bekerja di
target organ
4. Diagnosis:
riwayat
keluarga;
kalsium serum tinggi, fosfor
serum rendah, dan PTH tinggi;
peningkatan ekskresi natrium,
kalium, dan bikarbonat ginjal.
5. Manifestasi klinis:
Pasien
mungkin
tidak
atau
mengalami tanda-tanda dan gejala
akibat
terganggunya
beberapa
sistem organ. Gejala apatis, keluhan
mudah lelah, kelemahan otot, mual,
muntah, konstipasi, hipertensi dan
aritmia jantung dapat terjadi; semua
ini berkaitan dengan peningkatan
kadar
kalsium
dalam
darah.
Manifestasi
psikologis
dapat
bervariasi mulai dari emosi yang
mudah tersinggung dan neurosis
hingga
keadaan
psikosis
yang
disebabkan oleh efek langsung
kalsium pada otak serta sistem saraf.
Peningkatan kadar kalsium akan
menurunkan
potensial
eksitasi
jaringan saraf dan otot.
Pembentukan batu pada salah
satu
atau
kedua
ginjal
yang
berkaitan
dengan
peningkatan
ekskresi
kalsium
dan
fosfor
merupakan salah satu komplikasi
hiperparatiroidisme
primer.
Kerusakan
ginjal
terjadi
akibat
presipitasi kalsium fosfat dalam
pelvis da ginjal parenkim yang
mengakibatkan batu ginjal (rena
calculi), obstruksi, pielonefritis serta
gagal ginjal.
Gejala
muskuloskeletal
yang
menyertai hiperparatiroidisme dapat
terjadi akibat demineralisasi tulang
atau tumor tulang, yang muncul
berupa sel-sel raksasa benigna
akibat pertumbuhan osteoklast yang
berlebihan. Pasien dapat mengalami
nyeri skeletal dan nyeri tekan,
khususnya di daerah punggung dan

persendian; nyeri ketika menyangga


tubuh; fraktur patologik; deformitas;
dan
pemendekkan
badan.
Kehilangan tulang yang berkaitan
dengan
hiperparatiroidisme
merupakan faktor risiko terjadinya
fraktur.
Insidens ulkus peptikum dan
prankreatis
meningkat
pada
hiperparatiroidisme
dan
dapat
menyebabkan
terjadinya
gejala
gastroitestinal. (Brunner & Suddath,
2001)
6. Pemeriksaan diagnostik
Hiperparatiroidisme
didiagnosis
ketika tes menunjukkan tingginya
level
kalsium
dalam
darah
disebabkan tingginya kadar hormone
paratiroid.
Penyakit
lain
dapat
menyebabkan
tingginya
kadar
kalsium dalam darah, tapi hanya
hiperparatiroidisme yang menaikkan
kadar kalsium karena terlalu banyak
hormon
paratiroid.
Pemeriksaan
radioimmunoassay
untuk
parathormon sangat sensitif dan
dapat
membedakan
hiperparatiroidisme primer dengan
penyebab hiperkalasemia lainnya
pada lebih dari 90 % pasien yang
mengalami kenaikan kadar kalsium
serum.
Kenaikkan kadar kalsium serum
saja merupakan gambaran yang
nonspesifik karena kadar dalam
serum ini dapat berubah akibat diet,
obat-obatan dan perubahan pada
ginjal serta tulang. Perubahan tulang
dapat dideteksi dengan pemeriksaan
sinar-x atau pemindai tulang pada
kasus-kasus penyakit yang sudah
lanjut. Penggambaran dengan sinar
X
pada
abdomen
bisa
mengungkapkan adanya batu ginjal
dan jumlah urin selama 24 jam dapat
menyediakan informasi kerusakan
ginjal
dan
resiko
batu
ginjal.
Pemeriksaan antibodi ganda hormon
paratiroid
digunakan
untuk
membedakan
hiperparatiroidisme
primer dengan keganasan, yang
dapat menyebabkan hiperkalsemia.
Pemeriksaan USG, MRI, Pemindai

thallium serta biopsi jarum halus


telah digunakan untuk mengevaluasi
fungsi
paratiroid
dan
untuk
menentukan lokasi kista, adenoma
serta hiperplasia pada kelenjar
paratiroid.
Tes
darah
mempermudah
diagnosis hiperparatiroidisme karena
menunjukkan penilaian yang akurat
berapa jumlah hormon paratiroid.
Sekali diagnosis didirikan, tes yang
lain sebaiknya dilakukan untuk
melihat adanya komplikasi. Karena
tingginya kadar hormon paratiroid
dapat
menyebabkan
kerapuhan
tulang karena kekurangan kalsium,
dan pengukuran kepadatan tulang
sebaiknya
dilakukan
untuk
memastikan keadaan tulang dan
resiko fraktura.
Salah satu kelemahan diagnostik
adalah
terjadinya
penurunan
bersihan fragmen akhir karboksil PTH
pada
pasien
gagal
ginjal,
menyebabkan peningkatan palsu
kadar PTH serum total. Penetuan PTH
amino
akhir
atau
PTH
utuh
direkomendasikan
untuk
menilai
fungsi paratiroid pasien gagal ginjal.
(Clivge R. Taylor, 2005, 783)
7. Penanganan
Terapi
segera:
mempertahankan
status
pernapasan
dan
tekanan
darah;
k`ireksi
asidosis;
turunkan kadar kalsium serum
dengan pemberian furosemid.
Terapi
jangka
panjang
sekunder
akibat
hiperparatiroidisme
primer:
restriksi kalsium dan vitamin D
(termasuk restruksi pajanan
sinar
matahari)
senta
suplemen fosfor.
Paratiroidektomi total dcngan
autotransplantasi
mungkin
dilakukan.
2. Gangguan kelenjar tiroid
Fungsi:
kelenjar tiroid memiliki dua
lobus yang dihubungkan oleh Ismus
glandula dan terletak di bawah

kartilago
krikoidea;
membantu
termogenesis,
curah
jantung,
eritropoiesis, gerakan pernapasan,
motilitas usus, serta metabolisme
karbohidrat,
protein,
dan
lipid;
pertumbuhan organ, jaringan, dan
SSP, terutama otak; serta aksi
katekolamin
dengan
cara
meningkatkan ikatan reseptor adrenergik.
a. Hipotiroidisme
1. Hipotiroidisme kongenital
Etiologi
disgenesis
tiroid
(absen,
hipoplastik, atau ektopik [paling
sering]; tiroid atau organ akhir tidak
berespons
terhadap
hormon;
dishormonogenesis familial; pajanan
maternal
terhadap
radioiodin,
prophylthiouracil
(PTU)
atau
methimazole
selama
kehamilan;
defek pada glandula pituitari; dan
defisiensi TBG.
Manifestasi klinis
1) Biasanya gejala tak terlihat,
kecuali bayi sakit sangat
berat.
2) Fontanel terbuka lebar; berat
badan lahir besar (>4 kg) atau
gestasi lebih dari 42 n;inggu.
3) Hipotermia; hipotonia; letargi.
4) Susah makan,
distensi
abdomen, dan ikterus yang
berlangsung lebih dari 3 hari.
5) Goiter.
6) Tanda akhir: kulit kering,
makroglosia, rambut kasar,
kelopak
mata
bengkak,
menangis parau, miksedema,
dun konstipasi
Pemeriksaan diagnostic
1) Biasanya terdiagnosis dengan
penapisan bayi baru lahir: T4
rendah (Ian "fSH tinggi; jaaang
T4 rendah dan TSH rendah; T4
rendah dan TSH normal dapat
dilihat pada tiroid ektopik atau
hipoplastik
2) Fungsi tiroid meningkat pada
periode baru lahir : periksa T4.
T4 bebas, TSH,T3, dan TBG;
Scull tyroid,
Penanganan
1) Konsultasi endokrinologis.

2) Levotiroksin; harus diberikan


segera
mungkin
dan
diteruskan
seumur
hidup;
dosis disesuaikan sesuai kadar
T4 dan TSH dan harus sering
dipantau.
3) Defisiensi TBG tidak ada
pengobatannya
Hasil
akhir:
progmosis
perkembangan
mental
bergantung
pada
awitan
terapi;
anak
yang
penanganannya dimulai pada
usia 1 bulan mempunyai
prognosis yang baik mengenai
perkembangan mentalnya.
2) Kondisi transient
a) Sindrom sakit eutiroid terjadi pada
penyakit akut dan kronis. Datang
dengan T4 rendah, T3 sangat
rendah, peningkatan cadangan T3,
dan kadar TSH normal. Biasanya tak
diperlukan penanganan.
b) Hipotiroidisme primer transien
jarang; terjadi lebih sering di Eropa
daripada Amerika Serikat. Datang
dengan T4 rendah dan TSH tinggi.
Pemberian
sementara
iodin
direkomendasikan
c) Hipotiroksinemia transient, umum
terjadi pada bayi prematur.
(1)
Etiologi:
diduga
sebagai
imaturitas
aksis
H-P-T,
Iodin
rendah/tinggi, dan faktor lain yang
berhubungan
dengan
imaturitas.
Biasanya, pada usia 4 sampai 6
minggu T4 akan cenderung ke arah
normal.
(2) Temuan laboratorium: T4 rendah
dan TSH normal.
(3) Intervensi: dianggap tak ada
pengobatan yang direkomendasikan
saat ini tetapi pemeriksaan masih
terus dijalankan. Bila etiologi tidak
jelas (yaitu transien vs kongenital),
pantau
kadar
tiroid
dan
pertimbangkan
risiko/manfaat
memulai Levotiroksin.
(4) Hasil akhir: bayi prematur dengan
T4 rendah berisiko mengalami IVH,
peningkatan mortalitas, skor rendah
pada has~l akhir perkembangan
neurologis, dan paralisis serebral.

b. Hipertiroidisme
1. Etiologi: jarang pada neonatus;
biasanya lahir dari ibu dengan
penyakit Grave atau lahir dari ibu
dengan tiroiditis Hashimoto.
2. Manifestasi klinis (awitan gejala
biasanya pada usia 2 minggu
pertama): iritabilitas, tremor, dan
hiperaktivitas,
hipertermia,
berkeringat,
serta
kemerahmerahan; muntah dan diare; GJK,
takikardia,
dan
hipertensi;
hepatosplenomegali dan ikterus;
serta eksoftalmos, melotot, dan
retraksi kelopak mata.
3. Pemeriksaan diagnostik: T4 total
dan bebas meningkat; TSH
rendah; kadar antibodi dapat
diukur.
4. lntervensi:
pertahankan
kepatenan jalan napas (tiroid
dapat menekan trakea); gunakan
penghambat (3-adrenergik atau
digoksin;
pertahankan
curah
jantung; sedatif; agens untvk
menekan fungsi tiroid (10%
larutan kalium iodida atau iodin
Lugol); dan pantau fungsi tiroid.
5. Hasil akhir: kebanyakan kasus
sembuh
dalam
9
bulan
mengalami pertumbuhan tulang
cepat
dan
kraniosinostosis
prematur.
3. Gangguan Glandula pituitary
Fungsi:
Hipotalamus
mengatur
hipotisis anterior dengan mensekrcsi
stimulating hormone dan inhibiting
hormone;
hipofisis
anterior
mensekresi honnon perhlmbuhan,
TSH,
ACTH,
prolaktin
(PR),
Icrteini=ing hormone (LH), dan
follicle-.stimulating hormone (FSH);
1lipofisis
posterior
mensekresi
vasopresin dan oksitosin.
a. Gangguan hipofisis anterior
1. Etiologi malformasi (mungkin
berhubungan dengan celah
bibir
dan
palahim,
atrofi
nervus
optikus,
displasia
septooptik,
ensefalokcl
transfenoidal,
holoprosensefali,
dan

anensefali); trauma; infeksi


kongenital: tumor; defisiensi
hormon pituitari familial atau
idiopatik
terscndiri
atau
kombinasi;
serta
panhipopihiitarisme
familial
resesif terkait-X atau autosom
resesif.
2. Manifestasi klinis: kecurigaan
pada defek garis tengah;
mungkin tidak jelas dalam
periode neonatal; gejala paling
sering adalah hipogltkemia,
mikropenis,
dan
iktems
kolestaisis
3. Pemeriksaan
diagnostik:
pencitraan otak; pemeriksaan
talmologis;
kadar
hormon
(ACTH, tiroid, dan hormon
pertunnbuhan);
serta
stemulasi
ACTH
dan
uji
hormon pertumbuhan.
4. Penanganan
Konsultasi endokrinologis.
Penanganan bergantung pada
beratnya gejala.
Mungkin memerlukan hormon
pertumbuhan,
penggantian
glukokortikoid,
human
chorionic gonadotropin (HCG),
testosteron, dan tiroksin.
Hasil akhir: bergantung pada
etiologi;
pemberian
HCG
dan/atau testosteron dapat
meningkatkan
pertumbuhan
penis
c. Gangguan glandula pituitari
posterior
a. Diabetes insipidus (DI)
1. Etiologi:
penyebab
primer
(autosom dominan, terkait-X,
dan
idiopatik);
penyebab
sekunder
(sekuens
malformasi, trauma kelahiran,
hemoragi periventrikular, dan
infeksi).
2. Manifestasi
klinis:
kemungkinan memiliki riwayat
polihidramnion;
mungkin
datang dengan gagal tumbuh,
iritabilitas, demam, muntah,
berat
badan
turun,
dan
hipernatremia; curigai selalu
pada bayi yang simtomatik,

3.

1)

2)
3)
4)

5)

6)

tampak
kakeksia,
dan
hipernatremik; haluaran urine
terus-menenus lebih dari 60%
asupan cairan dan/atau sekali
kencing
lebih
dari
6
mL/kg/jam.
Pemeriksaan diagmostik
elektrolit urine, berat jenis,
dan osmolaritas.
Elektrolit
dan
osmolaritas
serum.
Diagnosis: urine yang sangat
encer
sementara
serum
hiperosmolar dan haluaran
urine yang tepat setelah
pemberian vasopresin.
Intervensi
Tangani
syok
dengan
resusitasi
cairan;
berikan
beberapa kali rumatan air
bebas.
Dehidrasi
berat:
berikan
vasopresin aqueous karena
kerjanya pendek.
Pengobatan jangka panjang:
berikan
analog
vasopresin
kerja lama.
Hindari
pergeseran
cepat
natrium
serum
sekunder
akibat kelebihan asupan atau
haluaran
pertimbangkan
formula dengan pengenceram
sepertiga untuk menyediakan
air
bebas
sementara
mempertahankan kandungan
kalori untuk pertumbuhan.
Pertimbangkan
formula
dengan
pengenceran
sepertiga untuk menyediakan
air
bebas
sementara
mempertahankn
kandungan
kalori untuk pertumbuhan.
Pantau elektrolit serum dan
curah urine ketat.

b. Sindrom
sekresi
hormon
antidinretik tak tepat (SIADH)
1. Etiologi: kadar ADH meningkat
pada bayi prematur; neonahis
sakit
(asliksia
kelahiran,
pneumotoraks,
enntisema
interstisial
paru,
ventilasi
artifisial,
hemoragi,

pcmbedahan,
nyeri,
dan
hemoragi periventrikular).
2.
Manifestasi klinis: riwayat
sakit atau prematur; haluaran
urine rendah dengan berat
jenis tinggi; mungkin edema,
berat bertambah, takikardia,
peningkatan tekanan nadi, dan
peningkatan usaha bernapas.
3. Pemeriksaan diagnostic
Natrium urine, berat jenfs, dan
osmolaritas: natrivm
urine
bisa
>20-30
mhq/L;
osmolaritas
urine
>
osmolaritas serum.
Elektl-olit
dan
osmolaritas
serum:
natrium
serum
(rendah); csmolaritas serum <
osmolaritas urine.
Haluaran
urine
rendah.
natrium dan osniohii-flaa urine
tinggi
sementara
natrium
serum renclah dan osmolaritas
serum rendah.
4. Pengobatan: restriksi cairan
(40-CO mL/kg/hari); pamtau
natrium
dan
osmolaritas
serum,
natrium
dan
osmalaTitas urine, haluaran
urine-, tentukan penyebab
SIADH
4.
Gangguan
glandula
suprarenalis (kelenjar adrenal)
Fungsi:
glandula suprarenalis terletak
di atas, belakang, dan medial
terhadap ginjal. Ada dua kelenjar
tepisah: medula ad-renal mensekresi
epinefrin dan norepinefrin sebagai
respons
stimulasi
simpatis.
Gangguan ini jarang ditemukan pada
periode neonatal; korteks adrenal
mensekresi glukokortikoid (kortisol
atau hidrokortison), mineralokortikoid
(aldosteron
dan
desoksikortikosteron), dan hormon
androgenik melalui umpan balik
negatif dari aksis hipotalamushipofisis.
a. Hiperplasia adrenal kongenital
(congenital
adrenal
hyperplasia, CAH)

1. Etiologi
Defek diturunkan pada enzim
sintesis kortisol: defisie isi 21Hidroksilase (paling sering);
defisiensi
11--hidroksilase;
defisiensi
17-hidroksilase;
defisiensi 3- hidroksisteroid
dehidrogenase; dan defisiensi
20,22-desmolase.
Gangguan
sekresi
kortisol
yang berakibat hipersekresi
ACTH dan hiperplasia korteks
adrenal
sehingga
menyebabkan
kelebihan
produksi androgen adrenal.
2. Manifestasi klinis:
Bergantung pada tempat dan
beratnya blok enzim simple
virilizing formn (kehilangan
garam
ringan;
insufisiensi
adrenal terjadi hanya ketika
stres);
bentuk
kehilangun
garam
(biasanya
mengakibatkan krisis adrenal
selania periode neonatal).
Curigai CAH pada tiap anak
dengan
ambigus
genitalia
(termasuk
kriptorkidismus
bilateral tersendiri), bayi baru
lahir yang datang dengan syok
dan
dehidrasi,
atau
pria/wanita
dengan
tanda
maskulinisasi tak tepat.
Gejala krisis adrenal biasanya
terjadi dalam 5 sampai 30 hari
kehidupan
dan
meliputi
muntah,
susah
makan,
dehidrasi,
gagal
tumbuh,
hiponatremia,
hiperkalemia,
hipoglikemia, dan asidosis.
Hipertensi bisa terjadi pada
defisiensi 11-hidroksilase dan
defek 17 a-hidroksilase.
3. Pemeriksaan diagnostic
Penapisan bayi baru lahir
(beberapa negara bagian dan
negara
mengukur
17-OH
progesteron).
Pemeriksaan fisik
1) Wanita mungkin memiliki sinus
urogenital, skrotalisasi labia
mayora,
f-usi
labia,
klitoromegali,
atau

2)
3)
c.
1.

2.

3.

4.

5.

pembentukan pcnis uretra.


Hal-aal
di
atas
mungkin
terlihnt
normal
dulam
beberapa bentuk CAH.
Ini
mungkin
terlihat
undernirilized,
hipospadin,
atau penampilan normal.
Hiperpigmentasi.
terutama
lipatan ekstensor dan genitalia
Insufisiensi adrenal
Etiologi: hemoragi adrenal;
insufisiepsi adrenal transien
atau iatrogenik; hipoplasia
adrenal kongenital; defisiensi
aldosteron
saja;
pseudohipoaldosteronisme;
tahanan
ACTH
adrenal
kongenital; adrenoleukodistrofi
neonatal; defisiensi kinase
gliserol infantil.
Manifestasi klinis
Hipoplasia kongenital datang
sebagai
neonatus
dengan
hipoglikemia
berat,
sukar
makan, dan gagal tumbuh.
Insufisiensi
transien
bisa
terlihat sebagai hiponatremia,
hiperkalemia,
poliuria,
dehidrasi, dan gagal tumbuh.
Pemeriksaan diagnostic
Elektrolit
serum;
glukosa
serum; kadar kortisol serum
dan urine.
Kadar ACTH dan renin; uji
stimulasi ACTH.
Ultrasonografi adrenal.
Intervensi: perawatan suportif;
mungkin
perlu
mempertimbangkan
pengobatan jangka pendek
dengan
glukokortikoid
bila
transien. Hipoplasia kongenital
memerlukan
penggantian
kortisol selama hidup.
Hasil
akhir:
insufisiensi
transien tidak memerlukan
terapi penggantian sepanjang
hidup; hasil akhir penyebab
lain bergantung pada etiologi.

d. Hemoragi adrenal

1. Etiologi:
biasanya
karena
trauma
mekanis
selama
proses kelahiran.
2. Manifestasi klinis
Bisa asimtomatik.
Biasanya
datang
dengan
pucat,
apnea,
hipotermia
dengan penurunan hematokrit
(Hct), dan ikterus. Bisa datang
dengan syok hipovolemik bila
cukup berat.
Massa latus
(biasanya
sisi
kanan).
Tanda
insufisiensi
adrenal
tidak
selalu
ada, kecuali
terdapat perdarahan bilateral
dengan kerusakan jaringan
adrenokortikal 90%
3. Pemeriksaan
diagnostik:
ultrasonogl-ati adrenal.
4. Intervensi:
tak ada intervensi bila tak
bergejala;
tangani
syok
dengan penggantian volume.
Penggantian
steroid
direkomendasikan
bila
terdapat hcmoragi bilateral
dan gejala insutisiensi adrenal.
Uji stimulasi ACTH dilakukan
setelah fase akut.
5. Hasil
akhir:
pembentukan
kalsitikasi;
fungsi
adrenal
umumnya membaik.
DIABETES MELITUS
Diabetes
Mellitus
adalah
penyakit
gangguan
metabolisme
tubuh dimana hormon insulin tidak
bekerja sebagai mana mestinya.
Insulin
adalah
hormon
yang
diproduksi oleh kelenjar pankreas
dan berfungsi untuk mengontrol
kadar gula dalam darah dengan
mengubah karbohidrat,
lemak dan protein menjadi energi.
Diabetes Melitus (DM) atau
penyakit kencing manis merupakan
suatu
penyakit
menahun
yang
ditandai dengan kadar gula glukosa
darah (gula darah) melebihi nilai
normal yaitu kadar gula darah darah
sewaktu sama atau lebih dari 200

mg/dl, dan kadar gula darah puasa


diatas atau sama dengan 126 mg/dl.
Hal ini dapat disebabkan oleh
kurangnya
pembentukan
atau
keaktifan
insulin yang dihasilkan oleh sel beta
dari pulau-pulau Langerhans di
Pankreas
atau
adanyakerusakan
pada pulau Langerhans itu sendiri
Diabetes Mellitus dapat dibagi
dalam dua tipe,
yaitu: Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (IDDM) disebut Diabetes
Mellitus tipe 1, Serta Non
insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM) atau Diabetes Mellitus tipe
2.
Pada penderita Diabetes tipe
1, kelenjar pankreas tidak mampu
memproduksi
insulin,
sehingga
jumlah insulin beredar dalam tubuh
tidak mencukupi kebutuhan. Lain
halnya pada Diabetes tipe 2, Hormon
Insulin tetap diproduksi namun tidak
dapat berfungsi dengan baik.
Menurut Prof. Sidartawan,
Sp.PD, sebagian besar penderita
Diabetes di Indonesia mengidap
Diabetes tipe 2. Diabetes tipe ini
secara umum biasa dikaitkan dengan
usia lanjut. Diabetes tipe 2 ini juga
disebabkan
karena
obesitas
(kegemukan) dan gaya hidup yang
tidak sehat (pola makan tinggi
lemak, dan jarang
berolah raga).
Diagnosis khas DM pada
umumnya adalah bahwa terdapat
keluhan khas DM yaitu : Poliuria
(banyak kencing), Polidipsia (banyak
minum), Polifagia (banyak makan),
dan penurunan
berat badan yang tidak jelas
sebabnya, dan keluhan lainnya
seperti : kesemutan, gatal, mata
kabur, dan impotensi pada pria,
pruritis vulva pada wanita. Kedua
tipe ini ditandai dengan hiperglikemi,
hiperlipidemi,
dan
komplikasi
lainnya.
Diabetes Mellitus mempunyai
komplikasi
yang
utama,
yaitu:
mikroangiopati, nefropati, neuropati,
penyakit makro vaskuler dan

penyembuhan luka yang lambat.


MANIFESTASI DIABETES MELITUS
PADA RONGGA MULUT
1. Xerostomia (Mulut Kering)
Diabetes yang tidak terkontrol
menyebabkan
penurunan
aliran
saliva (air liur), sehingga mulut
terasa kering. Saliva memiliki efek
self-cleansing, di mana alirannya
dapat berfungsi sebagai pembilas
sisa-sisa makanan dan kotoran dari
dalam mulut. Jadi bila aliran saliva
menurun maka akan menyebabkan
timbulnya rasa tak nyaman, lebih
rentan untuk terjadinya ulserasi
(luka), lubang gigi, dan bisa menjadi
ladang subur bagi bakteri untuk
tumbuh dan
berkembang.
Berdasarkan literatur yang
saya
dapatkan
bahwa
pada
penderita
diabetes
salah
satu
tandanya adalah Poliuria, dimana
penderita banyak buang air kecil
sehingga cairan di dalam tubuh
berkurang
yang
dapat
mengakibatkan
jumlah
saliva
berkurang dan mulut terasa kering,
sehingga disarankan pada penderita
untuk mengkonsumsi buah yang
asam sehingga dapat merangsang
kelenjar air liur untuk mengeluarkan
air liur.
2. Gingivitis dan Periodontitis
Periodontitis
ialah
radang
pada jaringan pendukung gigi (gusi
dan tulang). Selain merusak sel
darah putih, komplikasi lain dari
diabetes
adalah
menebalnya
pembuluh
darah
sehingga
memperlambat aliran nutrisi dan
produk sisa dari tubuh. Lambatnya
aliran
darah
ini
menurunkan
kemampuan tubuh untuk memerangi
infeksi,
Sedangkan
periodontitis
adalah penyakit yang disebabkan
oleh infeksi bakteri. Dan hal ini
menjadi lebih berat dikarenakan
infeksi
bakteri
pada
penderita
Diabetes lebih berat.

Ada
banyak
faktor
yang
menjadi
pencetus
atau
yang
memperberat
periodontitis,
diantaranya akumulasi plak, kalkulus
(karang gigi), dan faktor sistemik
atau kondisi tubuh secara
umum.
Rusaknya jaringan Periodontal
membuat gusi tidak lagi melekat ke
gigi, tulang menjadi rusak, dan lama
kelamaan gigi menjadi goyang.
Angka kasus penyakit periodontal di
masyarakat cukup tinggi meski
banyak yang tidak menyadarinya,
dan
penyakit
ini
merupakan
penyebab
utama hilangnya gigi pada orang
dewasa.
Dari seluruh komplikasi Diabetes
Melitus,
Periodontitis
merupakan
komplikasi nomor enam terbesar di
antara berbagai macam penyakit
dan
Diabetes
Melitus
adalah
komplikasi nomor satu terbesar
khusus di rongga mulut. Hampir
sekitar 80% pasien Diabetes Melitus
gusinya bermasalah.
Tanda-tanda
periodontitis
antara lain pasien mengeluh gusinya
mudah berdarah,
warna gusi menjadi mengkilat,
tekstur kulit jeruknya (stippling)
hilang, kantong gusi menjadi dalam,
dan ada kerusakan tulang di sekitar
gigi, pasien mengeluh giginya goyah
sehingga mudah lepas.
Menurut teori yang saya
dapatkan hal tersebut diakibatkan
berkurangnya
jumlah
air
liur,
sehingga terjadi penumpukan sisa
makanan
yang
melekat
pada
permukaan gigi dan mengakibatkan
gusi menjadi infeksi dan mudah
berdarah.
3. Stomatitis Apthosa (Sariawan)
Meski sariawan biasa dialami
oleh banyak orang, namun penyakit
ini bisa menyebabkan
komplikasi parah jika dialami oleh
penderita
diabetes.
Penderita
Diabetes sangat rentan terkena
infeksi jamur dalam mulut dan lidah

yang
kemudian
menimbulkan
penyakit sejenis sariawan.
Sariawan ini disebabkan oleh
jamur yang berkembang seiring
naiknya tingkat gula dalam darah
dan air liur penderita diabetes.
4. Rasa mulut terbakar
Penderita diabetes biasanya
mengeluh tentang terasa terbakar
atau mati rasa pada mulutnya.
Biasanya, penderita diabetes juga
dapat mengalami mati rasa pada
bagian wajah.
5. Oral thrush
Penderita diabetes yang sering
mengkonsumsi
antibiotik
untuk
memerangi infeksi sangat rentan
mengalami infeksi jamur pada mulut
dan lidah. Apalagi penderita diabetes
yang merokok, risiko terjadinya
infeksi jamur jauh lebih besar.
Oral thrush atau oral candida
adalah infeksi di dalam mulut yang
disebabkan oleh jamur, sejumlah
kecil jamur candida ada di dalam
mulut. Pada penderita Diabetes
Melitus kronis dimana tubuh rentan
terhadap infeksi sehingga sering
menggunakan
antibiotik
dapat
mengganggu keseimbangan kuman
di dalam mulut yang mengakibatkan
jamur candida berkembang tidak
terkontrol sehingga menyebabkant
thrush.
6. Dental Caries (Karies Gigi)
Diabetes
Mellitus
bisa
merupakan faktor predisposisi bagi
kenaikan terjadinya dan jumlah dari
karies.
Keadaan
tersebut
diperkirakan karena pada diabetes
aliran cairan darah mengandung
banyak glukosa yang berperan
sebagai substrat kariogenik.
Karies
gigi
dapat
terjadi
karena interaksi dari 4 faktor yaitu
gigi, substrat , kuman dan waktu.
Pada penderita Diabetes Melitus
telah diketahui bahwa jumlah air liur
berkurang
sehingga
makanan
melekat pada permukaan gigi, dan
bila yang melekat adalah makanan

dari golongan karbohidrat bercampur


dengan kuman yang ada pada
permukaan gigi dan tidak langsung
dibersihkan dapat mengakibatkan
keasaman didalam mulut menurun,
sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya lubang
atau caries gigi.

MENGAPA TERJADI PENURUNAN


STATUS
KESEHATAN
GIGI
PADAPENDERITA
DIABETES MELITUS?
Pada Diabetes Melitus dengan
kondisi kebersihan mulut yang jelek
dan
adanya
angiopati
diabetik
menyebabkan
suplai
oksigen
berkurang sehingga bakteri anaerob
mudah berkembang.
Karies gigi terjadi oleh karena
bakteri-bakteri
tertentu
yang
mempunyai sifat membentuk asam,
sehingga
pH
rendah
dapat
menyebabkan pelarutan progresif
mineral enamel secara perlahan dan
membentuk fokus perlubangan.
Pasien
dengan
Diabetes
Mellitus lama yang tidak terkontrol
akan berpengaruh pada karies gigi,
karena bertambahnya karbohidrat
yang dapat difermentasikan di dalam
saliva penderita dan merupakan
medium
yang
sesuai
untuk
pembentukan
asam
sehingga
memudahkan terjadinya karies.
Karena di mulut ada jutaan
bakteri
yang
dibutuhkan
(flora
normal). Tetapi ada bakteribakteri
tertentu
yang
disebut
bakteri
periodonpatik, karena bakteri ini
khas
terdapat
pada
jaringan
periodontal atau disebut bakteri
gram negatif yang anaerob (bakteri
yang mampu hidup tanpa oksigen).
Penderita Diabetes Melitus bila
mengalami periodontitis lebih parah
daripada
orang
yang
sehat,
dikarenakan Pertama, daya tahan
tubuh penderita Diabetes Melitus
rendah dibandingkan

orang sehat. Sel-sel pertahanan


tubuh (monocyt, neutrophil, dan
makrofag) juga lemah fungsinya.
Pada saat mulut mengalami
periodontitis
sel-sel
pertahanan
tubuh akan mengeluarkan TNF-alfa
(Tumor Necrosis Factor). Menurut
lembaga kesehatan AS, Mayo Clinic,
protein ini berfungsi memobilisasi sel
darah putih untuk melawan infeksi
dan antigen lainnya. Sayangnya,
hal ini mengakibatkan terjadinya
resistensi insulin. Karena tubuh jadi
tidak mampu
memanfaatkan
insulin
yang
diproduksi pankreas.
BAGAIMANA CARA PENCEGAHAN
DAN PENINGKATKAN KESEHATAN
RONGGA
MULUT
PADA
PENDERITA DIABETES MELITUS?
Berikut hal-hal yang perlu
dilakukan oleh penderita Diabetes
Mellitus agar dapat menjaga atau
mengupayakan supaya kesehatan
rongga mulut tetap terjaga dengan
baik :
Pertama dan yang terpenting
adalah mengontrol kadar gula darah.
Kemudian rawat gigi dan gusi,
serta
ke
dokter
gigi
untuk
pemeriksaan rutin setiap enam
bulan.
Untuk mengontrol sariawan dan
infeksi jamur, serta hindari merokok.
Kontrol gula darah yang baik juga
dapat membantu mencegah atau
meringankan mulut kering yang
disebabkan oleh diabetes.
Menggunakan dental floss paling
tidak sekali sehari untuk mencegah
plak muncul di gigi.
Menggunakan pembersih mulut
anti
bakteri
untuk
mengurangi
jumlah bakteri penyebab sakit gigi
pada mulut.
Menggosok gigi, terutama setelah
makan. Gunakan sikat gigi dengan
bulu yang lembut.
Perbaiki pola hidup, jauhkan dari
penyebab stres.

Bila ada gigi yang tanggal harus


segera ''diganti''.

Jangan
lupa
informasikan
mengenai kondisi diabetes bila
berkunjung ke dokter gigi, terutama
bila hendak mencabut gigi.

Kecuali
sangat
mendesak,
sebaiknya hindari perawatan gigi bila
kadar gula darah sedang tinggi.
Turunkan dahulu kadar gula darah,
baru kunjungi dokter gigi kembali.
Pemakaian alat-alat seperti gigi
tiruan atau kawat orthodontik perlu
mendapat
perhatian
khusus.
Pemakai gigi tiruan harus melepas
gigi tiruan sebelum tidur dan
dibersihkan dengan
seksama
agar
meminimalkan
kemungkinan
terjadinya
infeksi
jamur karena kebersihan yang tidak
terjaga.
KESIMPULAN
Jadi faktor fakrot yang harus
diperhatikan mengenai kesehatan
gigi dan mulut pada
penderita diabetes adalah :
1. Jaga kadar gula darah sedekat
mungkin dengan kadar gula darah
normal, terutama dengan
cara
menerapkan gaya hidup sehat.
2. Jaga kebersihan gigi dan mulut
sebaik mungkin, agar memperkecil
resiko terjadinya karies, gingivitis,
ataupun periodontitis.Masalah yang
terjadi di rongga mulut penderita

diabetes
dapat
penyakit lain.

mengarah

ke

3.
Jangan
lupa
informasikan
mengenai kondisi diabetes bila
berkunjung ke dokter gigi, terutama
bila hendak mencabut gigi. Seperti
yang telah dijelaskan di atas, luka
pada
penderita
diabetes
sukar
sembuh. Ini termasuk juga luka
setelah pencabutan gigi.
Selain itu juga ada resiko
terjadinya infeksi sekunder dan
pendarahan yang cukup banyak
setelah
tindakan
oleh
dokter
gigi.Oleh karena itu dokter gigi akan
memberikan tindakan pramedikasi
bila
dipandang
perlu,
sebelum
melakukan tindakan perawatan pada
penderita diabetes.
4.
Kecuali
sangat
mendesak,
sebaiknya hindari perawatan gigi bila
kadar gula darah sedang tinggi.
Normalkan dahulu kadar gula darah,
baru kunjungi dokter gigi kembali.
5. Pemakaian alat-alat seperti gigi
tiruan atau kawat orthodontic perlu
mendapat perhatian
khusus. Pemakai gigi tiruan harus
melepas gigi tiruan sebelum tidur
dan dibersihkan dengan seksama
agar meminimalkan kemungkinan
terjadinya infeksi jamur karena
kebersihan yang tidak terjaga

Anda mungkin juga menyukai