Anda di halaman 1dari 36

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT DUSTIRA/FAK KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI

CIMAHI
Nama Penderita : Ny. Lia Yuliani

Ruangan : X

Jenis kelamin

: Perempuan

Umur

Pekerjaan

: Karyawan Pabrik

Bangsa : Indonesia

No.Cat. Med. : 3271088

: 29 tahun Agama

: Islam

Nama & Alamat keluarga

: Tn. Rohman/ Cibaligo RT 01/RW 30 Cibeureum-Cimahi

Jabatan/pekerjaan

: Karyawan Pabrik

Dikirim oleh

: Keluarga

Tgl.Dirawat : 24 Juni 2011 Jam : 12.00 WIB

Tgl. Diperiksa (Co-Ass) : 27 Juni 2011


Tgl. Keluar

:-

Jam : -

Keadaan waktu pulang : sembuh/perbaikan /pulang paksa/lain-lain


Penderita meninggal pada tgl. : -

Jam : -

Diagnosa/Diagnosa Kerja :
Dokter : Efusi pleura dextra e.c. tuberkulosis paru
Co-Ass : Efusi pleura dextra e.c suspek tuberkulosis paru

A. ANAMNESA (Auto/Hetero)
KELUHAN UTAMA : Sesak napas
ANAMNESA KHUSUS :
Sejak 1 bulan sebelum masuk Rumah Sakit penderita mengeluh sesak napas yang
dirasakan terus menerus sepanjang hari dan semakin lama semakin bertambah berat.
Sesak napas timbul disertai dengan nyeri dada yang terasa seperti ditusuk-tusuk terutama
jika penderita batuk. Keluhan sesak napas akan berkurang jika penderita tidur miring ke
arah kanan, namun karena penderita mengalami nyeri pada punggung kanannya, maka
penderita lebih memilih tidur miring ke arah kiri untuk mengurangi rasa nyeri pada
punggungnya.
1

Keluhan sesak napas disertai dengan batuk, panas badan, penurunan berat badan,
dan keringat malam. Batuk yang dirasakan sejak 1 bulan sebelum masuk Rumah Sakit ini
tidak disertai dengan dahak. Panas badan yang dirasakan tidak terlalu tinggi terutama
pada siang hingga sore hari. Penderita juga mengeluh adanya lemah badan dan napsu
makan yang berkurang sehingga terjadi penurunan berat badan sebanyak 5 kg (53 kg
menjadi 48 kg) selama 1 bulan terakhir. Selain itu, penderita juga mengeluh berkeringat
banyak pada malah hari dibanding dengan siang hari walaupun penderita tidak
melakukan aktivitas.
Keluhan sesak napas tidak dipengaruhi oleh cuaca dan tidak disertai bunyi mengi
saat penderita menarik napas maupun mengeluarkan napas.
Keluhan sesak napas tidak dipengaruhi oleh aktivitas sehari-hari yang biasa
dilakukan penderita. Penderita juga tidak terbangun pada malam hari karena sesak napas
yang tiba-tiba.
Keluhan sesak napas tidak disertai bengkak pada kedua kelopak mata yang timbul
pada pagi hari dan berkurang pada siang dan sore hari. Keluhan sesak napas juga tidak
diikuti bengkak pada kedua tungkai dan perut.
Penderita mengaku baru pertama kali mengalami keluhan seperti saat ini.
Penderita tidak mempunyai riwayat mengkonsumsi obat selama 6 bulan. Riwayat
keluarga atau orang-orang sekitar penderita yang mempunyai penyakit TB paru tidak
diketahui.
Riwayat sakit kuning pada 3 minggu yang lalu.
Keluhan buang air besar dan buang air kecil tidak ada.
Riwayat sering kencing dimalam hari,cepat terasa haus,dan cepat terasa lapar
disangkal.

a.

Keluhan keadaan umum :

Nyeri lokal

: Tidak ada

Panas badan

: Ada

Nyeri tekan

: Ada

Tidur

: Ada, berkurang

Nyeri seluruh perut : Tidak ada

Edema

: Tidak ada

Nyeri berhubungan dengan :

Ikterus

: Tidak ada

Makanan

: Tidak ada

Haus

: Tidak ada

BAB

: Tidak ada

Nafsu makan

: Ada, berkurang

Haid

: Tidak ada

Berat badan

: Ada, menurun

b. Keluhan organ kepala :

Perasaan tumor di perut: Tidak ada


Muntah-muntah

: Tidak ada

Penglihatan

: Tidak ada

Diare

: Tidak ada

Hidung

: Tidak ada

Obstipasi

: Tidak ada

Lidah

: Tidak ada

Tenesmi ad ani

: Tidak ada

Gangguan menelan : Tidak ada

Perubahan dalam BAB: Tidak ada

: Tidak ada keluhan

Perubahan dalam miksi: Tidak ada

Pendengaran

: Tidak ada

Perubahan dalam haid: Tidak ada

Mulut

: Tidak ada

Gigi

: Tidak ada

Rasa kaku

: Tidak ada

Suara

: Tidak ada

Rasa lelah

: Ada

Nyeri otot/sendi

: Tidak ada

Rasa sesak di leher : Tidak ada

Kesemutan/baal

: Tidak ada

: Tidak ada

Patah tulang

: Tidak ada

Pembesaran kelenjar : Tidak ada

Nyeri belakang sendi lutut: Tidak ada

: Tidak ada

Nyeri tekan

: Tidak ada

Luka/bekas luka

: Tidak ada

Bengkak

: Tidak ada

c. Keluhan organ di leher :

Kaku kuduk

: Tidak ada

d. Keluhan organ di thorax :

f. Keluhan tangan dan kaki :

Sesak nafas

: Ada

Sakit dada

: Ada

Kulit

: Tidak ada

Nafas berbunyi

: Tidak ada

Ketiak

: Tidak ada

Batuk

: Ada

Keluhan kelenjar limfe : Tidak ada

Jantung berdebar : Tidak ada


e. Keluhan organ di perut :

g. Keluhan-keluhan lain :

Keluhan kelenjar endokrin :


1. Haid

: Tidak ada

2. DM

: Tidak ada

3. Tiroid

: Tidak ada

4. Lain-lain

: Tidak ada

ANAMNESA TAMBAHAN
a. Gizi : kualitas
kuantitas

: Kurang
: Kurang

b. Penyakit menular : Tidak ada


c. Penyakit turunan

: Tidak ada

d. Ketagihan

: Tidak ada

e. Penyakit venerik

: Tidak ada

B. STATUS PRAESEN
I. KESAN UMUM :
a. Keadaan Umum
Kesadarannya

: Composmentis

Watak

: Kooperatif

Kesan sakit

: Tampak sakit sedang

Pergerakan

: Terbatas

Tidur

: Terlentang dengan 1 bantal

Tinggi badan

: 149 cm

Berat badan

: 48 kg

Keadaan gizi
- Gizi kulit

: Baik

- Gizi otot

: Baik

Bentuk badan

: Atletikus

Umur yang ditaksir : Sesuai


Kulit

: Anemis (-), ikterik (-), turgor kembali cepat

b. Keadaan Sirkulasi
Tekanan darah kanan : 110/70 mmHg
Nadi

kiri : 110/70 mmHg

kanan : 88 x/menit, regular, equal, isi cukup


kiri

: 88 x/menit,regular, equal, isi cukup

Suhu

: 37,1 0C

Keringat dingin

: Tidak ada

Sianosis

: Tidak ada

c. Keadaan Pernafasan :
Tipe

: Thoracoabdominal

Frekwensi

: 24 x/menit

Corak

: Normal

Hawa/bau nafas : Tidak ada


Bunyi nafas

: Tidak ada

II. PEMERIKSAAN KHUSUS :


a. Kepala
1. Tengkorak
- Inspeksi

: Simetris

- Palpasi

: Tidak ada kelainan

2. Muka
- Inspeksi

: Simetris

- Palpasi

: Tidak ada kelainan

3. Mata
Letak

: Simetris

Kelopak mata

: Tidak ada kelainan

Kornea

: Tidak ada kelainan

Refleks kornea

: +/+

Pupil

: Kanan = kiri, bulat, isokor

Reaksi konvergensi : +/+


Sklera

: Ikterik -/-

Konjungtiva

: Anemis -/-

Iris

: Tidak ada kelainan

Pergerakan

: Normal, ke segala arah

Reaksi cahaya

: Norma, direk +/+, indirek +/+

Visus

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Funduskopi

: Tidak dilakukan pemeriksaan

4. Telinga
Inspeksi

: Simetris

Palpasi

: Tidak ada kelainan

Pendengaran

: Tidak ada kelainan

5. Hidung
Inspeksi

: Simetris, pernapasan cuping hidung (-)

Sumbatan

: Tidak ada

Ingus

: Tidak ada

6. Bibir
Sianosis

: Tidak ada

Kheilitis

: Tidak ada

Stomatitis angularis : Tidak ada


Rhagaden

: Tidak ada

Perleche

: Tidak ada

7. Gigi dan gusi

87654321

12345678

x: karies

87654321

12345678

o: tanggal

8. Lidah
Besar

: Normal

Bentuk

: Simetris

Pergerakan

: Normal

Permukaan

: Basah bersih

9. Rongga mulut
Hiperemis

: Tidak ada

Lichen

: Tidak ada

Aphtea

: Tidak ada

Bercak

: Tidak ada

10. Rongga leher


Selaput lendir

: Tidak ada kelainan

Dinding belakang pharynx : Tidak hiperemis


Tonsil

: T1- T1 tenang

b. Leher
1. Inspeksi
Trakea

: Tidak ada deviasi

Kel.tiroid

: Tidak terlihat membesar

Pembesaran vena

: Tidak ada

Pulsasi vena leher

: Tidak ada

2. Palpasi
- Kel. getah bening : Tidak teraba membesar
- Kel. Tiroid

: Tidak teraba membesar

- Tumor

: Tidak ada

- Otot leher

: Tidak ada kelainan

- Kaku kuduk

: Tidak ada

3. Pemeriksaan Tekanan Vena Jugularis : 5+1 cmH2O


Hepato Jugular Refluk : Tidak ada
c. Ketiak
-

Inspeksi
- Rambut ketiak

: Tidak ada kelainan

- Tumor

: Tidak ada

Palpasi
- Kel. getah bening : Tidak teraba membesar
- Tumor

: Tidak ada

d. Pemeriksaan Thorax
Thorax depan
1. Inspeksi
Bentuk umum : Asimetris, thorax kanan terlihat lebih cembung
dibanding thorax kiri
Sela iga

: tidak melebar, tidak menyempit

Sudut epigastrium

: < 90

Diameter frontal - sagital : Diameter frontal < diameter sagital


Pergerakan

: Asimetris, pergerakan thorax kanan tertinggal

Muskulatur

: Tidak ada kelainan

Kulit

: Sianosis (-)

Tumor

: Tidak ada

Ictus cordis

: Tidak terlihat

Pulsasi lain

: Tidak ada

Pelebaran vena

: Tidak ada

2. Palpasi
Kulit

: Tidak ada kelainan

Muskulatur

: Tidak ada kelainan

Mammae

: Tidak ada kelainan

Sela iga

: Sela iga thorax kanan melebar mulai dari ICS IV,


ICS kiri normal

Paru-paru :
-

Pergerakan

: Asimetris

Vocal Fremitus :

Kanan

Kiri

Tertinggal

Normal

Menurun mulai ICS IV

Normal

Ictus Cordis

: Teraba

Lokalisasi

: ICS V linea midclavicularis sinistra

Intensitas

: Cukup

Pelebaran

: tidak ada

Thrill

: tidak ada

3. Perkusi
Paru-paru :

Kanan

Suara perkusi

Batas paru-hepar

: Sulit dinilai

Peranjakan

: Sulit dinilai

Kiri

Redup mulai ICS IV

Normal

Jantung :
Batas kanan

: Sulit dinilai

Batas kiri

: ICS V linea midclavicularis sinistra

Batas atas

: ICS II Linea Parasternalis Sinistra

4. Auskultasi
Paru-paru :

Kanan

Kiri

Suara pernafasan pokok : Vesikuler, Menurun mulai ICS IV Vesikuler


Suara tambahan

: Ronkhi -/- , Wheezing -/-

Vokal Resonansi

Menurun mulai ICS IV

Normal

Jantung :
Irama

: reguler

Bunyi jantung pokok

: M1 > M2

P1 < P2

T1 > T2

A1< A2

A2 < P2

Bunyi jantung tambahan : Tidak ada


Bising jantung

: Tidak ada

Bising gesek jantung

: Tidak ada

Thorax belakang
1. Inspeksi :
Bentuk

: Simetris

Pergerakan

: Simetris

Kulit

: Tidak ada kelainan

Muskulator

: Tidak ada kelainan

2. Palpasi :

Kanan

Kiri

Sela iga

Melebar mulai dari ICS IV

Muskulatur

: Tidak ada kelainan, kanan = kiri

Vocal Fremitus :

Menurun mulai ICS IV

3. Perkusi :

Normal

Kanan

Perkusi Perbandingan : Redup mulai ICS IV


Batas bawah

Sulit dinilai

Peranjakan

Sulit dinilai

4. Auskultasi :

Kiri
Sonor
Vertebra Th XI

Kanan

Suara pernafasan : Vesikuler,Menurun mulai ICS IV


Suara tambahan

Normal

Kiri
Vesikuler

: Ronkhi -/-, wheezing -/-

Vokal resonance :

Menurun mulai ICS IV

Normal

e. Abdomen
1. Inspeksi :
Bentuk

: Datar

Otot dinding perut

: Tidak ada kelainan

10

Kulit

: Tidak ada kelainan

Pergerakan waktu nafas : Tidak ada kelainan


Pergerakan usus

: Tidak terlihat

Pulsasi

: Tidak ada

Venektasi

: Tidak ada

2. Auskultasi
Bising usus

: (+) Normal

Bruit

: Tidak ada

Lain-lain

: Tidak ada

3. Perkusi :
-

Suara perkusi

Ascites

: Tympani

Pekak samping : Tidak ada

Pekak pindah

: Tidak ada

Fluid Wave

:-

3. Palpasi :
Dinding perut

: Lembut

Nyeri tekan lokal

: Ada a/r epigastrium dan suprapubis

Nyeri tekan difus

: Tidak ada

Nyeri lepas

: Tidak ada

Defence Musculair

: Tidak ada

Hepar

: Tidak teraba

Besar

:-

Konsistensi

:-

Permukaan

:-

Tepi

:-

Nyeri tekan

:-

Lien

: Tidak teraba

Pembesaran

:-

Konsistensi

:-

Permukaan

:-

11

Incissura

:-

Nyeri tekan

:-

Tumor/massa

: Tidak ada

Ginjal

: Tidak teraba

Nyeri tekan : Tidak ada

f. CVA (Costovertebra Angle) : Nyeri ketok -/g. Lipat paha :


Inspeksi : Tumor

Palpasi :

: Tidak ada

Kel.getah bening

: Tidak terlihat pembesaran

Hernia

: Tidak ada

Tumor

: Tidak ada

Kel. Getah bening

: Tidak teraba pembesaran

Hernia

: Tidak ada

Pulsasi A. femoralis : Ada


Auskultasi : A. femoralis

: Tidak dilakukan pemeriksaan

h. Genitalia

: Tidak dilakukan pemeriksaan

i. Sakrum

: Tidak dilakukan pemeriksaan

j. Rectum & anus

: Tidak dilakukan pemeriksaan

k. Extremitas (anggota gerak) :


Inspeksi : Bentuk

atas

bawah

: Tidak ada kelainan

Tidak ada

kelainan
Pergerakan

: Tidak terbatas

Tidak terbatas

Kulit

: Tidak ada kelainan

Tidak ada

kelainan
Otot

: Tidak ada kelainan

Edema

: Tidak ada

Clubbing finger

: Tidak ada

Palmar eritem

: Tidak ada

Palpasi : Nyeri tekan

Tidak ada kelainan


Tidak ada

: Tidak ada

Tidak ada

Tumor

: Tidak ada

Tidak ada

Edema

: Tidak ada

Tidak ada

Pulsasi arteri

: Ada, a. brachial

Ada, a. dorsum pedis

12

l. Sendi-sendi :
Inspeksi : Kelainan bentuk

: Tidak ada

Tanda radang

: Tidak ada

Lain-lain

: Tidak ada

Palpasi : Nyeri tekan

: Tidak ada

Fluktuasi

: Tidak ada

Lain-lain

: Tidak ada

m. Neurologik :
Refleks fisiologik : - KPR : +/+
- APR : +/+
Refleks patologik

-/-

Rangsangan meningen

: Tidak ada

Sensorik

: +/+

III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


DARAH

13

Hb

: 15,6 gr/dL

Lekosit : 10.800/mm3
Eritrosit : Hitung jenis :
-

Basofil

Eosinofil : 2 %

Batang

:1%

Segmen

: 70 %

Limfosit

: 26 %

Monosit

:1%

LED : I = 70

:0%

mm/jam

II= 100 mm/jam


URINE dan FAECES : tidak dilakukan pemeriksaan
KIMIA KLINIK
Diabetes
Glukosa darah puasa

: 77 mg/dl

Fungsi Hati
SGOT

: 13 U/L

SGPT

: 30 U/L

Fungsi Ginjal
Ureum

: 18 mg/dl

Kreatinin

: 0,6 mg/dl

Asam Urat

: 3,5 mg/dl

IV. FOTO THORAX

14

Gambar 1. Terdapat perselubungan opak homogen di paru kanan

V. RESUME
Seorang wanita, umur 29 tahun. Pekerjaan karyawan pabrik, sudah
menikah. Datang dengan keluhan utama sesak napas. Pada anamnesa lebih lanjut
didapatkan :
Sejak 1 bulan sebelum masuk Rumah Sakit penderita mengeluh sesak
napas yang dirasakan terus menerus sepanjang hari dan semakin lama semakin
bertambah berat. Sesak napas timbul disertai dengan nyeri dada yang terasa

15

seperti ditusuk-tusuk terutama jika penderita batuk. Keluhan sesak napas akan
berkurang jika penderita tidur miring ke arah kanan, namun karena penderita
mengalami nyeri pada punggung kanannya, maka penderita lebih memilih tidur
miring ke arah kiri untuk mengurangi rasa nyeri pada punggungnya.
Keluhan sesak napas disertai dengan batuk, panas badan, penurunan berat
badan, dan keringat malam. Batuk yang dirasakan sejak 1 bulan sebelum masuk
Rumah Sakit ini tidak disertai dengan dahak. Panas badan yang dirasakan tidak
terlalu tinggi terutama pada siang hingga sore hari. Penderita juga mengeluh
adanya lemah badan dan napsu makan yang berkurang sehingga terjadi penurunan
berat badan sebanyak 5 kg (53 kg menjadi 48 kg) selama 1 bulan terakhir. Selain
itu, penderita juga mengeluh berkeringat banyak pada malah hari dibanding
dengan siang hari walaupun penderita tidak melakukan aktivitas.
Penderita mengaku baru pertama kali mengalami keluhan seperti saat ini.
Penderita tidak mempunyai riwayat mengkonsumsi obat selama 6 bulan. Riwayat
keluarga atau orang-orang sekitar penderita yang mempunyai penyakit TB paru
tidak tahu.
Riwayat sakit kuning pada 3 minggu yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Keadaan umum
Kesadaran
: Composmentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg

Kesan sakit : tampak sakit sedang


Nadi
: 88 x/menit
reguler,equal, isi cukup
Suhu
: 37,10C
Keringat dingin: Tidak ada

Pernafasan
: 24 X/menit
Sianosis
: Tidak ada
Pucat
: Tidak ada
Pada pemeriksaan fisik lebih lanjut,
1. Kepala
Muka : Simetris
Mata : Sklera ikterik -/Konjungtiva anemis -/Hidung : t.a.k
Mulut : Lidah : mukosa basah bersih
Tonsil : T1-T1 tenang
Pharing : tidak hiperemis
2. Leher
: KGB tidak membesar

16

3.

JVP tidak meningkat


Trakea tidak terdorong
Thoraks : Bentuk dan gerak asimetris
Cor
: Bunyi jantung I & II murni regular
- Batas kanan
: Sulit dinilai
- Batas kiri
: ICS V linea midclavikularis sinistra
- Batas atas
: ICS II linea parasternalis sinistra
Pulmo

: Thorax depan
Bentuk umum : Asimetris
Sela iga : Sela iga kanan menyempit mulai ICS IV ke bawah
Pergerakan : Asimetris (hemithorax kanan tertinggal)
Vocal Fremitus : Hemithorax dextra melemah mulai ICS IV ke bawah
Batas Paru Hepar : Sulit dinilai
Peranjakan : Sulit dinilai
Suara Perkusi :
Paru kanan
Paru kiri
Redup mulai ICS IV
Normal
Suara Pernapasan Pokok :Vesikuler melemah
Vesikuler
Mulai ICS IV
Suara tambahan :
tidak ada
tidak ada
Vocal resonansi : Menurun mulai ICS IV
Normal
Thorak belakang
Bentuk : Simetris
Sela iga : ICS kanan melebar mulai vert. Thoracal IV ke bawah
Vocal fremitus :
Paru kanan
Paru kiri
Menurun mulai Vert. Th IV
Normal
Batas bawah :
Sulit dinilai
Vert. Th XI
Suara pernapasan : Vesikuler,Menurun mulai vert.
Vesikuler
Th VI ke bawah
Suara tambahan : Ronkhi -/- Wheezing -/Vocal Resonansi : Menurun mulai Vert. Th. IV
Normal

4. Abdomen : datar, lembut


Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba, ruang traube kosong.
Ren : Tidak teraba
NT : Ada a/r epigastrium dan suprapubik
BU
: (+) normal
CVA : -/5. Extremitas : Tidak ada kelainan
6. Kulit : Tidak ada kelainan
Pada pemeriksaan Laboratorium didapatkan :

17

1. Darah : Hb (N), Leukosit (N), Hitung jenis (Limfositosis), LED meningkat


2. Kimia : Glukosa darah puasa (N), Fungsi hati (N), Fungsi ginjal (N)

V. DIFFERENTIAL DIAGNOSA
1. Efusi pleura e.c. suspek tuberkulosis paru
2. Efusi pleura e.c non-tuberkulosis
VI. DIAGNOSA KERJA
Efusi pleura e.c suspek tuberkulosis paru
VII. USUL PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu
2. Uji tuberkulin
3. Punksi pleura + analisa cairan pleura
Makroskopis : Warna, kekeruhan
Mikroskopis : Jumlah sel,hitung jenis sel
Biokimiawi : BJ,PH,Protein,glukosa,rivalta
VIII. PENGOBATAN
1. Non farmakologis :
- Istirahat
- Pungsi cairan pleura
- Diet tinggi kalori, tinggi protein
2. Farmakologis
:
Rencana terapi kategori I (2HRZE/4R3H3)
o

Tahap intensif : Selama 2 bulan pertama

Isoniazid

1 x 300 mg setiap hari

Rifampisin

1 x 450 mg setiap hari

Pirazinamid

3 x 500 mg setiap hari

Ethambutol

3 x 250 mg setiap hari

Tahap lanjutan : Selama 4 bulan berikutnya


Rifampisin

1 x 450 mg 3 x seminggu

Isoniazid

2 x 300 mg 3 x seminggu

IX. PROGNOSIS

18

Quo ad vitam
Quo ad functionam

: ad bonam
: dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis
dan parietalis. Pleura dan rongga pleura dapat menjadi tempat sejumlah gangguan
yang menghambat pengembangan paru-paru atau alveolus atau keduanya. Reaksi
ini dapat diakibatkan penekanan pada paru-paru akibat penimbunan udara, cairan
darah atau nanah dalam rongga pleura. Nyeri akibat peradangan atau fibrosis
pleura juga dapat menyebabkan pembatasan pengembangan dada.
Salah satu gangguan pada pleura yaitu berupa efusi pleura dimana terjadi
peningkatan jumlah cairan dalam rongga pleura yang normalnya berisi sekitar 10-

19

200 ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecali pada
cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.
Etiologi terjadinya efusi pleura bermacam-macam, yaitu : tuberkulosis
paru (merupakan penyebab yang palng sering di Indonesia), penyakit primer pada
pleura, penyakit penyakit sistemik dan keganasan baik pada pleura maupun diluar
pleura.
ANATOMI DAN FISIOLOGI PLEURA
Thorax adalah bagian atas batang tubuh yang terletak antara leher dan
abdomen. Cavitas thoracis terbagi menjadi dua kompartemen lateral yang berisi
pleura dan paru-paru, dan satu kompartemen tengah yang disebut mediastinum.
Paru-paru masing-masing diliputi oleh sebuah kantong pleura yang terdiri
dari dua selaput serosa yang disebut pleura, yakni pleura parietalis melapisi
dinding thorax dan pleura visceralis melapisi paru-paru.

Gambar 2. Anatomi Pleura.


Pleura parietalis melekat pada dinding thorax, mediastinum dan
diaphragma. Pleura parietalis mencakup bagian-bagian berikut :1
a. Pleura kostal menutupi permukaan dalam dinding thorax (sternum, cartilago
costalis, costa, musculus intercostalis, membran intercostalis, dan sisi-sisi
vertebra thoracica).
b. Pleura mediastinal menutupi mediastinum.

20

c. Pleura diafragmatik menutupi permukaan torakal diaphragma.


d. Pleura servikal menjulang sekitar 3 cm ke dalam leher, dan puncaknya
membentuk kubah seperti mangkuk di atas apex pulmonis.
Diantara pleura parietal dan pleura visceral terdapat ruangan yang disebut
kavum pleura yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan
permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser secara bebas saat ventilasi.
Cairan tersebut dinamakan cairan pleura. Jumlah normal cairan pleura adalah 1020 cc. Cairan pleura ini berfungsi untuk memudahkan pleura parietalis dan pleura
visceralis bergerak selama pernapasan. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura
parietalis karena adanya tekanan hidrostatik, tekanan koloid osmotik dan daya
tarik elastik.
Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam
pleura parietalis ke cavum pleura kemudian diserap kembali melalui pleura
visceralis. Hal ini disebabkan karena perbedaan tekanan antara tekanan hidrostatik
daerah yang cenderung mendorong cairan keluar dan tekanan osmotik dari protein
plasma yang cenderung menahan cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan
absorpsi cairan pleura melalui pleura visceralis lebih besar daripada selisih
perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis. Dan permukaan pleura
visceralis lebih besar daripada pleura parietalis sehingga dalam keadaan normal
hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga pleura.

21

Gambar 3. Fisiologi Pleura


PATOFISIOLOGI
Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 10-20 cc. Cairan di
rongga pleura jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara produksi oleh
pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura visceralis. Keadaan ini dapat
dipertahankan karena adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis pleura
parietalis sebesar 9 cm H2O dan tekanan koloid osmotik pleura visceralis. Namun,
dalam keadaan tertentu, sejumlah cairan abnormal dapat terakumulasi di rongga
pleura. Cairan pleura tersebut terakumulasi ketika pembentukkan cairan pleura
lebih besar daripada absorbsi cairan pleura, misalnya reaksi radang yang
meningkatkan permeabilitas vaskuler. Selain itu, hipoproteinemia dapat
menyebabkan efusi pleura karena rendahnya tekanan osmotik di kapiler darah.
Secara garis besar akumulasi cairan pleura disebabkan karena :

22

a. Pembentukan cairan pleura berlebih


Hal ini dapat terjadi karena

peningkatan

permeabilitas

kapiler

(peradangan, neoplasma), tekanan hidrostatis di pembuluh darah ke jantung atau


vena pulmonalis (gagal jantung kiri), tekanan negatif intrapleura (atelektasis).
Neoplasma primer ataupun sekunder dapat menyerang pleura dan
umumnya menyebabkan efusi pleura. Efusi bersifat eksudat, tapi sebagian kecil
(10%) bisa sebagai transudat. Di dalam cairan ditemukan sel-sel limfosit dan
banyak sel mesotelial. Terdapat beberapa teori tentang timbulnya efusi pleura
pada neoplasma, yakni :
1. Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatkan permeabilitas pleura
terhadap air dan protein.
2. Adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh darah
vena dan getah bening, sehingga rongga pleura gagal dalam memindahkan
cairan dan protein.
3. Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya timbul
hipoproteinemia.
Efusi pleura karena neoplasma biasanya unilateral, tetapi bisa juga
bilateral karena obstruksi saluran getah bening.
b. Penurunan kemampuan absorbsi sistem limfatik
Hal ini disebabkan karena beberapa hal antara lain obstruksi stomata,
gangguan kontraksi saluran limfe, infiltrasi pada kelenjar getah bening,
peningkatan tekanan vena sentral tempat masuknya saluran limfe dan tekanan
koloid osmotik yang menurun dalam darah, misalnya pada hipoalbuminemia.
Efusi pleura juga terdapat pada keadaan hipoalbuminemia seperti sindrom
nefrotik, malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites serta edema anasarka. Efusi
terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan plasma dibandingkan
dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan
bersifat transudat.

23

DIAGNOSIS
Diagnosis efusi pleura dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, foto thoraks, torakosintesis, biokimia, sitologi, bakteriologi,
dan biopsi pleura.
Pada anamnesis, gejala yang sering ditemukan pada efusi pleura adalah
dispnea, nyeri dada, dan batuk. Untuk pemeriksaan fisik pada efusi pleura dengan
jumlah cairan lebih dari 300 cc dapat ditemukan:
a. Inspeksi
- Thorax asimetris, bagian sakit terlihat cembung
- Pergerakan thorax pada sisi yang sakit tertinggal
- Sela iga melebar
- Pergerakan napas terbatas
b. Palpasi
- Deviasi trakea ke sisi yang sehat
- Sela iga melebar
- Vokal fremitus melemah
c. Perkusi : Redup
d. Auskultasi : Suara melemah sampai dengan tidak terdengar vesikuler
Pemeriksaan foto thoraks pada efusi pleura, tidak dapat membedakan jenis
cairan. Mungkin dengan tambahan keterangan-keterangan klinis atau kelainan lain
yang ikut serta terlihat dapat diperkirakan jenis cairan tersebut. Pada pemeriksaan
foto thoraks rutin tegak, cairan pleura tampak berupa perselubungan homogen
menutupi struktur paru bawah yang biasanya relative radio-opak dengan
permukaan atas cekung, berjalan dari lateral atas ke arah medial bawah. Karena
cairan mengisi ruang hemithoraks sehingga jaringan paru akan terdorong ke arah
sentral/hilus, dan kadang-kadang mendorong mediastinum ke arah kontralateral.
Torakosintesis atau aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk
diagnostik maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada pasien
dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis
aksilaris posterior dengan menggunakan jarum abbocath nomor 14 atau 16.

24

Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap kali
aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang daripada satu kali aspirasi
sekaligus karena dapat menyebabkan pleural shock (hipotensi) atau edema paru
akut.
Secara biokimia, efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat. Dilakukan
pemeriksaan kadar protein dalam efusi, kadar protein dalam serum, kadar LDH
dalam serum, kadah pH dan glukosa, serta kadar amilase.
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik
penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel
tertentu.
Pada pemeriksaan bakteriologi, dapat ditemukan efusi yang purulen dapat
mengandung kuman-kuman yang aerob atau anaerob. Jenis kuman yang sering
ditemukan adalah Pneumokokus, E. coli, pseudomonas, dan enterobacter.
Pemeriksaaan histopatologi satu atau beberapa contoh jariangan pleura
dapat menunjukkan 50-70% diagnosis pleuritis tuberkulosa dan tumor pleura. Bila
ternyata hasil biopsi tidak memuaskan, dapat dilakukan beberapa biopsi ulangan.
Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau
tumor pada dinding dada.

ETIOLOGI
A. Berdasarkan jenis cairan
Ada banyak macam penyebab terjadinya pengumpulan cairan pleura.
Tahap yang pertama adalah menentukan apakah pasien menderita efusi pleura
jenis transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif terjadi jika faktor
sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura
mengalami perubahan. Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang

25

mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami


perubahan.
Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui
pengukuran kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan
pleura. Efusi pleura eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga
kriteria berikut ini, sementara efusi pleura transudatif tidak memenuhi satu
pun dari tiga kriteria ini :
1. Protein cairan pleura / protein serum > 0,5
2. LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6
3. LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang
normal di dalam serum.
PARAMETER
Warna

TRANSUDAT
Jernih

EKSUDAT
Jernih,keruh,berdarah

BJ

< 1,016

> 1,016

Jumlah set

Sedikit

Banyak (> 500 sel/mm2)

Jenis set

PMN < 50 %

PMN < 50 %

Rivalta

Negatif

Positif

Glukosa

>

Protein

plasma)

Rasio

protein

T-E

60

mg/dl

/ < 2,5 g/dl

(=GD < 60 mg/dl (bervariasi)


> 2,5 g/dl
>0,5

plasma

<0,5

>200 IU/dl

LDH

<200 IU/dl

>0,6

Rasio,LDH T-E / plasma

<0,6

Efusi pleura berupa :


a. Eksudat, disebabkan oleh :
1. Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia,
Chlamydia. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 1006000/cc. Gejala penyakit dapat dengan keluhan sakit kepala, demam,
malaise, mialgia, sakit dada, sakit perut, gejala perikarditis. Diagnosa
dapat dilakukan dengan cara mendeteksi anti bodi terhadap virus dalam
cairan efusi.

26

2. Pleuritis karena bakteri piogenik : permukaan pleura dapat ditempeli oleh


bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara
hematogen. Bakteri penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun
anaerob (Streptococcus pneumonie, Staphylococcus aureus, Pseudomonas,
Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, bakteriodes, Fusobakterium, dan
lain-lain). Penatalaksanaan dilakukan dengan pemberian antibotika
ampicillin dan metronidazol serta mengalirkan cairan infus yang terinfeksi
keluar dari rongga pleura.
3. Pleuritis karena fungi penyebabnya : Aktinomikosis, Aspergillus,
Kriptococcus, dll. Efusi timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat
terhadap organisme fungi.
4. Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi
melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening.
Dapat juga secara hematogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral.
Timbulnya cairan efusi disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari
jaringan nekrosis perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada
didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbukan reaksi hipersensitivitas
tipe lmbat. Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada
hemithoraks kiri dan jarang yang masif. Pada pasien pleuritis tuberculosis
ditemukan gejala febris, penurunan berat badan, dyspneu, dan nyeri dada
pleuritik.
5. Efusi Pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paruparu, mammae, kelenjar limfe, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi
bilateral dengan ukuran jantung yang tidak membesar. Patofisiologi
terjadinya efusi ini diduga karena :
Invasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan
terjadi kebocoran kapiler.
Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan limfe pleura,
bronkhopulmonary,

hillus

atau

mediastinum,

menyebabkan

gangguan aliran bailk sirkulasi.

27

Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan


negatif intra pleural, sehingga menyebabkan transudasi. Cairan
pleura yang ditemukan berupa eksudat dan kadar glukosa dalam
cairan pleura tersebut mungkin menurun jika beban tumor dalam
cairan pleura cukup tinggi. Diagnosis dibuat melalui pemeriksaan
sitologik cairan pleura dan tindakan biopsi pleura yang
menggunakan jarum (needle biopsy).
6. Efusi Parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia
bakteri, abses paru atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah
dijumpai predominan sel-sel PMN dan pada beberapa penderita cairannya
berwarna purulen (empiema). Meskipun pada beberapa kasus efusi
parapneumonik ini dapat diresorpsis oleh antibiotik, namun drainage
kadang diperlukan pada empiema dan efusi pleura yang terlokalisir.
Menurut Light, terdapat 4 indikasi untuk dilakukannya tube thoracostomy
pada pasien dengan efusi parapneumonik :
Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum
pleura
Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan
pleura
Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl
Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah
daripada nilai pH bakteri
Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi
parapneumonik yang mengalir bebas dapat berkumpul hanya dalam
waktu beberapa jam saja.
7. Efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri, abses paru atau
bronkhiektasis
8. Efusi pleura karena penyakit kolagen : SLE, Pleuritis Rheumatoid,
Skleroderma
9. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi
parapneumonik.

28

b. Transudat, disebabkan oleh :


1. Gangguan kardiovaskular
Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab
lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior.
Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik
dan tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada
pleura parietalis. Di samping itu peningkatan tekanan kapiler pulmonal akan
menurunkan kapasitas reabsorpsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah
bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongg
pleura dan paru-paru meningkat.
Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat juga
menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Tapi yang agak sulit menerangkan
adalah kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan.
Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi
dengan istirahat, digitalis,diuretik dll, efusi pleura juga segera menghilang.
Kadang-kadang torakosentesis diperlukan juga bila penderita amat sesak.
2. Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura
dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan
bilateral

dan cairan berifat

transudat. Pengobatan

adalah dengan

memberikan diuretik dan restriksi pemberian garam. Tapi pengobatan yang


terbaik adalah dengan memberikan infus albumin.
3. Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui
lubang kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi
biasanya di sisi kanan dan biasanya cukup besar untuk menimbulka dyspneu
berat. Apabila penatalaksanaan medis tidak dapat mengontrol asites dan
efusi, tidak ada alternatif yang baik. Pertimbangan tindakan yang dapat
dilakukan adalah pemasangan pintas peritoneum-venosa (peritoneal venous
shunt, torakotomi dengan perbaikan terhadap kebocoran melalui bedah, atau
torakotomi pipa dengan suntikan agen yang menyebakan skelorasis.

29

4. Meigs Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita
dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan
sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor
ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis. Asites
timbul karena sekresi cairan yang banyak oleh tumornya dimana efusi
pleuranya terjadi karena cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus di
diafragma. Klinisnya merupakan penyakit kronis.
5. Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi
unilateral ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga
peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti
dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan dialisat.
c. Darah
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb pada
hemothoraks slalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak
yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena
faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukn pleura.
Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah tersebut berasal dari
trauma dinding dada.
B. Berdasarkan kuman penyebab
I. Mycobacterium Tuberculosis
a. Bakteriologi
Penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini adalah
sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 m dan tebal
03-0,6 m. Kuman ini tahan terhadap asam dikarenakan kandungan asam
lemak (lipid) di dindingnya. Kuman ini dapat hidup pada udara kering
maupun dingin. Hal ini karena kuman berada dalam sifat dormant yang
suatu saat kuman dapat bangkit kembali dan aktif kembali.
Kuman ini hidup sebagai parasit intraseluler didalam sitoplasma makrofag.
Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenaginya

30

karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat
ini menunjukan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi
kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal
paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apikal
inibmerupakan predileksi penyakt tuberkulosis.
b. Patogenesis
- Tuberkulosis Primer
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel
infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada
tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana
lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila
partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas
atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5
mikrometer. Kuman akan dihadadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru
oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag
keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag. Di sini ia dapat terbawa ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang
di jaringan paru akan berbentuk sarang pneumonia kecil dan disebut sarang
primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi
di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah
efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan
limfe, orofaring, dah kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk
ke dalam vena menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila

31

masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru


menjadi TB milier.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju
hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal dan limfangitis regional
disebut kompleks primer (Ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu.
Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi sembuh sama sekali tanpa
meninggalkan cacat, sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garisgaris fibrotik, atau berkomplikasi dan menyebar.
Apabila berkomplikasi dan menyebar, penyebarannya dapat terjadi secara
perkontinuitatum, bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru
disebelahnya, limfogen, dan hematogen.
- Tuberkulosis Post-Primer
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahuntahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa
(tuberkulosis post primer = TB pasca primer = TB sekunder). Mayoritas reinfeksi
mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti
malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis
pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru
(bagian apikal-posterior lobus superior atau inferior). Invasi adalah ke daerah
parenkim paru-paru dan tidak ke nodul hiler paru.
Sarang dini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 310 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari
sel-sel Histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang
dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.

32

TB pasca primer sering juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia
muda menjadi TB usia tua (elderly tuberculosis). Tergantung dari jumlah kuman,
virulensinya dan imunitas pasien, sarang dini ini dapat menjadi sembuh tanpa
meninggalkan cacat atau sembuh dengan serbukan jaringan fibrosis.
Sarang dini yang sembuh dengan serbukan jaringan fibrosis disebabkan
sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan
jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi
lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan
terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya
menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar sehingga
menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah
karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh
makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan TNF-nya. Bentuk perkijuan
lain yang jarang adalah cryptic disseminate TB yang terjadi pada imunodefisiensi
dan usia lanjut. Disini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak.
Kavitas dapat meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi
kavitas ini masuk dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB milier.
Dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk ke lambung dan
selanjutnya ke usus menjadi TB usus. Bisa juga terjadi TB endobronkial dan TB
endotrakeal atau empiema bila ruptur ke pleura. Selain itu, kavitas juga dapat
memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma ini
dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi
kavitas lagi. Namun, kavitas juga dapat bersih dan menyembuh yang disebut
open healed cavity.

33

c. Terapi
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif) diberikan pada pasien setiap hari dan vperlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap
intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak
menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif
menjadi BTA negatif (konversi)

dalam 2 bulan. Setelah tahap awal selesai,

pengobatan dilanjutkan ke tahap lanjutan. Pada tahap lanjutan pasien mendapat


jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama Tahap
lanjutan penting

untuk membunuh kuman

persister

sehingga mencegah

terjadinya kekambuhan.
Jenis obat yang digunakan adalah :

34

Rifampisin (R)
Bakterisida,membunuh kuman semi dorman yang tidak daat dibunuh oleh
Isoniazid. Dosis harian maupun dosis intermitten 3 kali seminggu = 10

mg/kgBB
Pirazinamid (Z)
Bakterisida, membunuh kuman di dalam sl dengan suasana asam. Dosis

harian = 25 mg/kgBB, Dosis intermitten 3 kali seminngu 35 mg/kgBB


Etambutol (E)
Bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kgBB. Dosis

intermiten 3 kali seminggu = 30 mg/kgBB


Streptomisin (S)
Bakterisida. Dosis harian ataupun dosis intermitten 3 kali seminggu = 15
mg/kgBB.

Penderita

berumur

sampai

60

tahun,

dosisnya

0,75

mg/kgBB.Penderita berumur > 60 tahun dosisnya 0,5 mg/kgBB.


Untuk Kategori I : 2RHEZ/4H3R3
Diberikan untuk :

Penderita baru TB paru BTA (+)

Penderita TB paru BTA (-) Roentgen (+)

Penderita TB ekstra paru

Tahap Intensif : 2 bulan :

Tahap lanjutan : 4 bulan :

Isoniazid

1 x 300 mg setiap hari

Rifampsin

1 x 450 mg setiap hari

Pirazinamid

3 x 500 mg setiap hari

Ethambutol

3 x 250 mg setiap hari

Isoniazid

2 x 300 mg 3 x seminggu

Rifmpisin

1 x 450 mg 3 x seminggu

DAFTAR PUSTAKA

35

1. Moore, Keith L., Dalley, Arthur F. Clinically oriented anatomy. 5th edition.
Lippincott Williams & Wilkins, 2006.
2. Halim, Hadi. Penyakit-penyakit pleura. In : Aru W. Sudoyo, Bambang
Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti Setiati, Eds. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 4. Jakarta: FKUI, 2006: 1056-59.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman penanggulangan
tuberkulosis. Edisi 2 cetakan pertama. Jakarta: Depkes RI, 2007.
4. Zulkifli Amin, Asril Bahar. Tuberkulosis paru. In: Aru W. Sudoyo,
Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti Setiati,
Eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 4. Jakarta: FKUI, 2006: 988-93.
5. Rubins, Jeffrey. Pleural Effusion. eMedicine Journal 2011. Didapatkan
dari : http://www.eMedicine.com.
6. Kusumawidjaja, Kahar. Pleura dan mediastinum. In : Sjahriar Rasad, Eds.
Radiologi Diagnostik. Ed 2. Jakarta : FK UI, 2005: 116-19.

36

Anda mungkin juga menyukai