Anda di halaman 1dari 3

Depresi dikenal sebagai keluhan umum yang dialami masyarakat biasa maupun penderita yang berobat.

Dari penelitian
penelitian yang dilakukan di Eropah dan Amerika Serikat, diperkirakan 4,5 9,3 % wanita dan 2,3 3,2 % pria pernah
menderita penyakit depresi yang gawat didalam kehidupan mereka. Secara kasar dapat dikatakan bahwa wanita dua kali lebih
banyak daripada pria akan menderita depresi pada setiap saat dan perbandingan ini terlihat pada masyarakat yang berobat.
Hal ini juga terutama berlaku pada kelompok anak muda. Orang-orang yang lebih muda mempunyai kemungkinan lebih besar
untuk sembuh dari pada kelompok yang lebih tua, dan kecil kemungkinan penyakitnya kambuh.

(1)

DEFENISI
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala
penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, dan rasa putus asa
dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri.(2)

EPIDEMIOLOGI
Gangguan depresi berat merupakan gangguan yang sering terjadi, dengan prevalensi seumur hidup sekitar 15%, kemungkinan
sekitar 25 % terjadi pada wanita.
Terlepas dari kultur atau negara terdapat prevalensi gangguan depresi berat yang dua kali lebih besar pada wanita dibanding
laki-laki. Usia onset untuk gangguan depresi berat mungkin meningkat pada orang-orang yang berusia kurang dari 20 tahun,
jika pengamatan tersebut benar, mungkin berhubungan dengan meningkatnya pengunaan alkohol dan zat-zat lain pada
kelompok usia tersebut. (1)
Angka gangguan depresi berat pada anak-anak pra sekolah diperkirakan adalah sekitar 0,3 % dalam masyarakat,
dibandingkan dengan 0,9% dalam lingkungan klinis. Diantara anak anak usia sekolah dalam masyarakat, kira kira 2 %
memiliki gangghuan depresi berat. Depresi adalah lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan pada anak
usia sekolah(1).

ETIOLOGI
Dasar umum untuk gangguan depresi berat tidak diketahui, tetapi diduga faktor faktor dibawah ini yang berperan.
a. Faktor Bilogis
Data yang dilaporkan paling konsisten dengan hipotesis bahwa gangguan depresi berat berhubungan dengan disregulasi
heterogen pada amin biogenik ( norepinefrin dan serotonin ). Penurunan serotonin dapat encetuskan depresi, dan pada
beberapa pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi metabolik serotonin di dalam cairan serebrospinal yang rendah serta
konsentrasi tempat ambilan serotonin yang rendah di trombosit. Faktor neurokimia lain seperti adenilate cyclase, phsphotidyl
inositol, dan regulasi kalsium mungkin juga memiliki relevansi penyebab.
Peneltian anak pra pubertas dengan gangguan depresif berat dan remaja-remaja dengan gangguan mood telah menemukan
kelainan biologis.(1)
Anaka pra pubertas dalam suatu episode gangguan depresif berat mensekresikan hormon pertumbuhan yang secara
bermakna lebih banyak selama tidur dibandingkan dengan anak normal dan anak dengan gangguan mental nondepresi.
b.

(1)

Faktor Genetika
Data genetik menyatakan bahwa sanak saudara derajat pertama dari pasien gangguan depresi berat kemungkinan
1,5 2,5 kali lebih besar daripada sanak saudara derajat pertama ubjk kontrol. Memiliki satu orang tua yang terdepresi
kemungkinan meningkatkan resiko dua kali untuk keturunan, memiliki kedua orang tua terdepresi kemungkinan meningkatkan
resiko empat kali bagi keturunan untuk terkena gangguan depresi sebelum usia 18 tahun.(1)

c.

Faktor Psikososial
Peistiwa kehidupan dan stess lingkungan, suatu pengalamn klinis yang telah lama direplikasikan adalah bahwa peristiwa
kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya.
Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk gangguan depresi berat. (1)
Data yang paling endukung menatakan bahwa peristiwa kehidupan paling berhubungan dengan perkembangan depresi
selanjutnya adalah kehilangan orang tua sebelum usia 13 tahun. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset
suatu episode deprei adalah kehilangan pasangan. (1)

Bebeapa artikel teoritik mempermasalakan hubungan antara fungsi keluarga dan onset serta perjalanan gangguan depresi
berat. Selain itu, derajat psikopatologi di dalam keluarga mungkin mempergaruhi kcepatan pemulihan, berkurangnya gejala,
dan penyusaian pasien pasca pemulihan. (1)

GEJALA KLINIS (3,4,5)


Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat)
Efek depresif,
Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan
menurunnya aktivitas.
Gejala lainnya (4)
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d. Pandangan masa depan yang suram
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri.
f.

Gangguan tidur

g. Nafsu Makan berkurang


Untuk episode depresi dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan
diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung lama

PEDOMAN DIAGNOSTIK
Pedoman diagnostik untuk episode depresi berat tanpa gejala psikotik : (4)
Semua 3 gejala utama depresi harus ada.
Ditambah sekurang-kurangnya 4 gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat.
Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau refardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak
mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci.
Episode depresi biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, tetapi jika gejala amat berat dan beronset cepat,
maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu.
Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf
yang sangat terbatas.
Pedoman diagnostik untuk episode defresif berat dengan gejala psikotik (4)
Episode depresif berat yang memenuhi kriteria tanpa gejala psikotik tersebut diatas ;
Disertai waham, halusinasi, atau stupor depresi. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa , kemiskinan atau malapetaka
yang mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau alfatorik biasanya berupa
suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat
menuju stupor.

DIAGNOSA BANDING
Dalam menegakkan suatu gangguan depresi, diagnosa lain perlu dipikirkan, seperti adanya gangguan organik, intoksikasi atau
ketrgantungan zat dan abstinensia, distimia, siklotimia, gangguan kepribadian, berkabung dan gangguan penyesuaian.
Perubahan instrinsik yang berhubungan dengan epilepsi lobus temporalis dapat menyerupai gangguan depresi, khususnya jika
fokus epileptik adalah sisi kanan.
Berkabung merupakan suatu respion normal yang hebat, dan menyakitkan karena kehilangan, tetapi responsif terhadap
dukungan dan empati dapat membuat berangsur mereda atau sembuh seiring berjalannya waktu.

TERAPI
Mekanisme kerja obat anti depresi adalah adalah :
Menghambat reuptake aminergic neurotransmitter

(1,2)

siklik

sible

Menghambat penghancuran oleh enzim monoamine oxidase sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergic transmitter pada
sinaps neuron di SSP. (1,3)
Golongan obat anti depresan antara (1,3)
: Amitriptyline, Tianeptine, imipramine, Ciomipramine, Opipramol.
: Maprotiline, Mianserin, Amoxapine
: Moclobemide
: Trazodone, mirtazepin

ive Serotonin Reuptake Inhibitor) : Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine, Citalopram.


Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan onset efek primer (efek klinis) sekitar 2 4 minggu, efek sekunder (efek
samping) sekitar 12 24 jam, serta waktu paruh saekitar 12 48 jam (pemberian) 1 2 kali perhari), Ada 5 proses dalam
pengaturan dosis, yaitu :
Initiating dosage (test dose), untuk mencapai dosis anjuran selama 1 minggu, misal amitriptylin 25 mg / hari pada hari 1 2 50
mg hari pada hari ke 3 dan ke 4, 100 mg / hari pada hari ke lima dan ke 6.
Titrating dosage, (optimal dose), dimulai pada dosis anjuran sampai dosis efektif, kemudian menjadi dosis optimal. Misalknya
amitriptylin 150 mg/ hari selama hari ke 7 15 minggu II, kemudian minggu ke III 200 mg / hari dan minggu ke iv 300 mg / hari.
Titrating dosage ( optima dose ), dimulai pada dosis anjuran sampai dosis efektif, kemudian menjadi dosis optimal. Misalnya
amitriptylin 150 mg / hari selama hari ke 7 15 minggu ke II, kemudian minggu ke III 200 mg / hari dan minggu ke IV 300 mg /
hari.
Maintaning dosage, (maintenance dose), selama 3-6 bulan. Biasanya dosis memelihara dosis optimal, misalnya amitriptylin
150 mg / hari.
Tapering dosage, (tapering dose), selama 1 bulan, kebalikan dari proses initaling dose. Misalnya amitriptylin 150 mg /
hari 100 mg / hari selama 1 minggu, 100 mg 75 mg / hari selama 1 minggu, 75 mg 50 mg / hari selama 1 minggu, 50
mg / hari 25 mg / hari selama 1 minggu.
Dengan demikian bat anti depresan dapat dihentikan total. Kalau kemudian sindrom depresi kambuh lagi, proses dimulai lagi
dari awal dn seterusnya. (4)
Pada dosis pemeliharan dianjurkan dosis tunggal pada malam hari (single dose one before slepp) untuk golongan
trisiklik dan tetrasiklik. Untuk golongan SSRI diberikan dosis tunggal pada pagi hari setelah sarapan.

(3)

Kesimpulan
Depresi merupkan suatu masa terganggu nya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih, dan gejala
penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur, nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan dan rasa putus asa dan
tak berdaya, serta gagasan bunuh diri.
Dasar umum untuk gangguan depresi berat tidak diketahui, tetapi diduga ada beberapa faktor yang berperan, yaitu faktor
biologis, faktor genetika dan faktor psikososial.
Untuk menegakkan diagnosa PPDGJ III mensyarati harus ada 3 gejala utama gangguan depresi dan minimal 4 gejala lainnya
dan beberapa di antaranya harus berintensitas berat.
Pemberian anti depresan dilakukan melalui tahapan tahapan, yaitu dosis initial, titrasi, stabilisasi, maintenance dan tapering
off, dimana dosis dan lama pemberiannya berbeda-beda.

DAFTAR RUJUKAN
1. Kaplan, Sadock, Sinopsis Psikiatri, Jilid II, edisi Ketujuh, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997, 685- 817.
2. Kaplan, Haroid I: Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat, Widya Medika, Jakarta, 1998, 227 32.
3. Maslim, R: Panduan Praktis Penggunaan Obat Psikotropika, edisi II, Jakarta, 2001 : 23 30.
4. Maslim, R : Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPGDJ III, Jakarta, 2001: 64 5.
5. Maramis WF. Catatan Kuliah Kedokteran Jiwa, Cetakan Ketujuh. Penerbit Airlangga University Press, Surabaya, 1998: 270 73.

Anda mungkin juga menyukai