Jangan menyebut nama Tuhan Allahmu dengan sembarangan
Sering menyebut nama Tuhan mungkin terlihat rohani. Sebagai hamba Tuhan hal itu sering terjadi. Nama Tuhan disebut tanpa rasa takut dan gentar serta tanggung jawab. Bahkan terkadang menjadi allah atas jemaat dengan legitimasi dari Allah yang sebenarnya bukan berasal dari Allah. Pertama, bernyanyi menyebut nama Tuhan, seakan-akan hanyalah sebuah kata yang terselib di antara kata-kata dalam lagu yang terasa biasa dan tidak memiliki pengaruh apa-apa. begitu mudah mulut bernyanyi tanpa ada rasa hormat akan Tuhan. Mungkin karena mulut sudah terbiasa menyanyikannya, sering mendengar yang demikian, maka jadilah biasanya juga begitu. Seakan-akan bernyanyi, menyebut-nyebut nama Tuhan adalah hal yang lazim. Bernyanyi bersorak mengatakan Tuhan Yesus baik, padahal dalam hati tidak merasakan Tuhan Yesus baik. Mulut bernyanyi Tuhanku Maha Kuasa tetapi di dalam hati tidak meyakini kuasa Tuhan, berkata bahwa pertolongan Tuhan begitu ajaib, tetapi dalam hati sedang mengutuki Tuhan dan protes kepada Tuhan atas hidupnya. Mengatakan tanpa mengalami atau melakukan dianggap lumrah dan lazim. Mulut bernyanyi, hati menyangkal - mulut memuji Tuhan, tetapi tidak pernah menjadi kenyataan di dalam hidup sehari-hari. Hal kedua yang paling sering dilakukan adalah berdoa dengan nama Tuhan, yang isinya adalah segudang permintaan, seakan-akan datang pada Tuhan dengan deretan daftar belanja yang harus dipenuhi oleh Tuhan. Nama Tuhan menjadi resep paling manjur di dalam doa. Seakan-akan ia adalah dewa yang jika diberi sajian maka Dia akan mengabulkan semua permintaan. Tuhan sering disebut di dalam doa tetapi tidak meyakini akan doanya sendiri. Harapannya adalah doanya dikabulkan oleh Yesus yang pernah mengadakan hal-hal ajaib dijaman-Nya. Di dalam doa, Yesus adalah mantera paling manjur yang disanjung supaya berkatnya tercurah. Doa dengan menyebut Bapa di surga tetapi tidak mengalami kedekatan sebagai anak, adalah doa yang menipu Tuhan. Begitu mudah menyebut nama Tuhan, entah sebagai mantera dalam doa, entah juga sebagai ramuan doa agar terlihat rohani. Hal ketiga ialah khotbah. Khotbah tidak mungkin tanpa penyebutan nama Tuhan, tetapi pertanyaannya apakah penyebutan itu disertai dengan takut dan gentar bahkan percaya penuh pada Tuhan? berapa kali menyebut nama Tuhan di dalam khotbah? Bahkan seakan-akan Tuhan benar-benar berkata dalam hidupnya, dan menyampaikan kepada jemaat, Tuhan berkata kepada saya. Bagaimana hal ini dapat dipertanggungjawabkan dengan Tuhan itu Maha Kudus, Maha Kuasa, Nama di atas segala Nama? Menyebut Nama Tuhan di atas mimbar Gereja sebagai legitimasi untuk memperlihatkan kehebatannya adalah sebuah pengkhianatan akan karakter Tuhan. Ketiga hal ini sering bersentuhan dalam dunia pelayanan yang saat ini saya lakukan, baik dalam pujian, doa, dan khotbah. Belajar untuk dekat dengan Bapa dan sekaligus menghormatiNya sebagai Tuhan, sedang terus dikerjakan dalam setiap pelayanan. Hal ini terus mengingatkan saya, bahwa jika kita berani menipu Tuhan kita sendiri, bagaimana kita dengan orang lain, Tuhannya sendiri aja ditipu. Saya terus belajar menjadi orang yang tidak mengkhianati iman saya sendiri, di dalam penyebutan nama Tuhan.