Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
Fistula preaurikular adalah kelainan malformasi kongenital pada daun telinga
berupa lubang atau cekungan kecil yang temuka pada daerah preaurikular. Fistula
preaurikular merupakan kelainan kongenital umum yang

pertama kali

digambarkan oleh Heusinger pada tahun 1864.1


Fistula preaurikular pada umumnya terjadi akibat kegagalan penyatuan atau
penutupan dari tonjolan-tonjolan (hillocks) pada masing-masing arkus brakialis
pertama dan kedua yang akan membentuk daun telinga pada masa pembentukan
embrional. Biasanya terjadi dibagian anterior tragus atau crus helicis, tetapi jarang
ditemukan dibagian superior atau inferior perlekatan telinga.2
Dalam sebuah studi, insidensi fistula preaurikular di Amerika Serikat sekitar
0,1-0,9% dan insidensinya di kota New York sekitar 0,23%. Ditaiwan,
insidensinya sekitar 1,6-2,5%, di Skotlandia sekitar 0,06% dan di Hungaria sekitar
0,47%. Di beberapa bagian Asia dan Afrika, insidensinya sekitar 4-10%.3
Pada keadaan tenang tampak muara fistula berbentuk bulat atau lonjong,
berukuran seujung pensil. Dari muara fistula sering keluar sekret yang berasal dari
kelenjer sebasea dan bila infeksi dapat mengeluarkan sekret yang berbau busuk.
Biasanya pasien datang berobat oleh karena terdapat obstruksi dan infeksi fistula,
sehingga terjadi pioderma atau selulitis fasial.3
Bila tidak ada keluhan tidak diperlukan tindakan operasi. Tindakan operasi
baru diperlukan bila sering timbul infeksi atau keluarnya sekret yang
berkepanjangan sehingga mengganggu aktivitas. Dalam operasi fistel harus
diangkat seluruhnya untuk mencegah kekambuhan.4,5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Embriologi
Pembentukan sinus preaurikular terjadi sejak proses embriogenesis dan
berkaitan erat dengan pembentukan telinga selama 6 minggu gestasi. Telinga
terbentuk dari arkus brakial ke 1 dan ke 2. Tuba eutasius tumbuh dari faringeal
pouch pertama. Jaringan dari brakial kleft pertama kedua berkembang menjadi 6
auditori hillocks yang menyatu untuk membentuk telinga luar. Jadi telinga
terbentuk dari batas sefalik arkus brakial kedua. Hillocks-hillocks ini nantinya
menyatu untuk membentuk telinga.1

Gambar 1. Embriologi aurikular6


2

Pada minggu ketujuh pembentukan dari kartilago masih dalam proses dan
pada minggu ke 12 daun telinga dibentuk oleh penggabungan dari tonjolantonjolan tersebut. Pada minggu ke 20 daun telinga sudah seperti telinga dewasa,
tetapi ukurannya belum seperti ukuran dewasa sampai 9 tahun. Terdapat 3 teori
yang menjelaskan pembentukan sinus preaurikula.1
1. Teori pertama mengatakan terjadi dari fusi yang tidak sempurna dari 6
hillocks aurikula sehingga menghasilkan fistula preaurikula. Hillocks
pertama membentuk tragus, kedua menjadi krus heliks, ketiga menjadi sisa
atau kelebihan heliks, keempat menjadi antiheliks, kelima menjadi
antitragus dan keenam berkembang menjadi heliks bawah dan lobus.
2. Teori kedua menyatakan adanya penutupan yang tidak sempurna pada
bagian dorsal dari tonjolan faringeal pertama.
3. Teori ketiga menyatakan bahwa perkembangan sinus preaurikular dari
lekukan ektodermal yang terpisah-pisah selama pembentukan aurikula.
Sinus preaurikula sering dikaburkan dengan fistula brakial. Dimana anomali
kleft brakial berkaitan erat dan melibatkan meatus akustikus eksternus, membrana
timpani, atau angulus mandibula. Sedangkan fistula preaurikular tidak melibatkan
cabang saraf fasial, meskipun penatalaksanaannya dapat saja merusak saraf
fasial.1

2.2. Anatomi Telinga


Telinga terdiri atas telinga luar, tengah dan telinga dalam:

Gambar 1. Anatomi Telinga7


1. Telinga luar
Telinga luar ialah bagian telinga yang terdapat sebelah luar
membran timpani. Telinga luar terdiri dari aurikular dan meatus
acusticus externus. Aurikular memiliki bentuk yang khas dan berfungsi
untuk mengumpulkan getaran udara. Aurikular terdiri atas lempeng
tulang rawan elastis tipis yang ditutupi kulit. Aurikular memiliki otot
intrinsik dan ekstrinsik yang keduanya dipersarafi oleh N. Fasialis.8,9
Aurikula terdiri dari tragus, antitragus,krus helix, krus antihelix,
dan konka. Satu-satunya bagian daun telinga yang tidak mengandung
tulang rawan ialah lobus.1
Meatus acusticus externus

adalah

tabung

berkelok

yang

menghubungkan aurikular dengan membrana timpani. Pada orang


dewasa panjangnya 1 inchi (2,5 cm). Rangka sepertiga bagian luar
meatus adalah kartilago elastis dan dua pertiga bagian dalam adalah
tulang yang dibentuk oleh lempeng timpani.8
Meatus dilapisi oleh kulit pada sepertiga bagian luarnya, memiliki
rambut, kelenjer sebasea dan glandula seruminosa. Glandula ini adalah
modifikasi kelenjer keringat yang menghasilkan sekret lilin berwarna
coklat kekuningan. Rambut dan sekret lilin ini merupakan barier untuk
4

mencegah masuknya benda asing. Pada dua pertiga bagian dalam


sedikit dijumpai kelenjer serumen. Saraf sensorik yang melapisi kulit
meatus adalah N. Auriculotemporalis dan ramus auricular N.
Superficialis.5,8

Gambar 2. Daun Telinga (aurikula)7


2. Telinga tengah
Telinga tengah adalah ruang yang berisi udara didalam pars petrosa
ossis temporalis yang dilapisi oleh membrane mukosa. Telinga tengah
dapat dibayangkan sebagai suatu kotak dengan enam sisi (berbentuk
seperti kubus). Ruang ini berisi tulang-tulang pendengaran yang
berfungsi meneruskan getaran membrane timpani ke perilimf telinga
dalam. Cavum timpani berbentuk celah sempit yang miring dengan
sumbu panjang terletak lebih kurang sejajar dengan bidang membrane
timpani. Didepan ruangan ini berhubungan dengan nasopharing
melalui tuba eustasius dan dibelakang dengan antrum mastoideum.5,8,10
Telinga tengah mempunyai atap, lantai, dinding anterior, dinding
posterior, dinding lateral dan dinding medial. Batas atas dibentuk oleh
lempeng tulang yang disebut tegmen timpani yang merupakan bagian
5

dari pars petrosa ossis temporalis. Lempeng ini memisahkan cavum


timpani dari meningens dan lobus temporalis otak didalam fossa cranii
media. Batas bawah dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang mungkin
tidak lengkap dan mungkin sebagian diganti oleh jaringan fibrosa,
lempeng ini memisahkan cavum timpani dari bulbus superior V.
Jugularis interna.8
Batas luar cavum timpani adalah membrane timpani, batas dalam
berurutan dari atas ke bawah berupa kanalis semisirkularis horizontal,
kanalis facialis, oval window, round window dan promontorium. Batas
depan adalah tuba eutasius dan batas belekang adalah aditus ad anturm
dan kanalis fasialis pars verticalis.8
Membrane timpani berbentuk bundar dan cekung, bagian atas
disebut pars flaksida (membra Shrapnell) sedangkan bagian bawah
disebut pars tensa (membran proria). Pars flaksida hanya berlapis dua
yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian
dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia. Lanjutan epitel kulit liang
telinga dan bagian dalam dilapisi sel kubus bersilia. Pars tensa
mempunyai satu lapis lagi ditengah yaitu lapisan yang terdiri dari serat
kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian
luar dan sirkuler pada bagian dalam. Membran timpani terdiri dari tiga
lapisan lapisan skuamosa membatasi telinga luar sebelah medial,
lapisan mukosa membatasi telinga tengah sebelah lateral dan jaringan
fibrosa terletak diantara kedua lapisan tersebut. Bayangan penonjolan
bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut umbo, dari
umbo bermuara refleks cahaya kearah bawah (pada pukul 7 pada
membrane timpani kiri dan arah pukul 5 untuk membrane timpani
kanan. Membrane timpani dibagi menjadi 4 kuadran dengan menarik
garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus
di umbo.5,8,9

Gambar 3. Membrana tympanica7


Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yaitu
maleus, inkus dan stapes yang saling berhubungan yang nanti pada
bagian ujung akan berhubungan dengan koklea. Tuba eustachius
termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah
nasopharing dengan telinga tengah.8

Gambar 4. Tulang-tulang Pendengaran7


3. Telinga Dalam
Bentuk telinga dalam sedimikian kompleksnya sehingga disebut
sebagai labirin. Telinga dalam terdiri atas koklea (rumah siput) berupa
dua setengah lingkaran dan vestibular yang terdiri dari 3 buah kanalis
7

semisirkularis. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secra tidak


lengkap dan membentuk suatu lingkaran yang tidak lengkap, pada
irisan koklea melintang tampak adanya skala vestibuli sebelah atas,
skala timpani sebelah bawah dan skala media diantaranya. Skala
vestibuli dan skala timpani terdapat perilimf, sedangkan skala media
berisi endolimf yang sanga penting untuk pendengaran. Dasar skala
vestibulu disebut sebagai mambrana reissners membrane sedangkan
dasar skala media adalah membrane basalis pada membrane ini
terdapat organ korti.5,8,10,11
Rongga timpani melalui suatu membrane yang dikenal sebagai
fenestra ovale. Ke dalam vestibulum bermura tiga buah kanalis
semisirkularis yaitu kanalis semisirkularis superior, posterior lateral
yang masing-masing saling tegak lurus. Setiap saluran semisirkularis
mempunyai pelebaran atau ampula. Walaupun ada tiga saluran tetapi
muaranya hanya lima karena ujung posterior saluran posterior yang
tidak berampula menyatu dengan ujung medial saluran anterior yang
tidak berampula dan bermuara ke dalam bagian medial vestibulum
oleh krus kommune. Ke arah anterior rongga vestibulum berhubungan
dengan koklea tulang dan fenestra rotundum.5,8,11
Koklea merupakan tabung berpilin mirip rumah siput. Bentuk
keseluruhannya mirip kerucut dengan dua tiga-perempat putaran.
Sumbu koklea tulang disebut mediolus. Tonjolan tulang yang terjulur
dari modiolus membentuk tabung spiral dengan suatu tumpukan tulang
yang disebut lamina spiralis. Lamina spirlis ini terdapat pembuluh
darah dan ganglion spiralis, yang merupakan bagian koklear nervus
akustikus.5,8,10
Ada tiga buah semisirkularis yaitu kanalis semisirkularis superior,
posterior dan lateral yang terletak dia atas dan dibelakang vestibulum.
Bentuknya seperti dua pertiga lingkaran dengan panjang yang tidak
sama tetapi dengan diameter yang hampir sama sekitar 0,8 mm. Pada
salah satu ujungnya masing-masing kanalis ini melebar disebut ampula
yang berisi epitel sensoris vestibular dan terbuka ke vestibulum.8,10
Ampula kanalis superior dan lateral letaknya bersebelahan pada
masing-masing ujung anterolateralnya, sedangkan ampula kanalis
8

posterior bersebelahan pada masing-masing ujung anterolateralnya,


sedangkan ampula kanalis posterior terletak dibawah dekat lantaai
vestibulum. Ujung kanalis superior dan inferior yang tidan mempunyai
ampula bertemu dan bersatu membentuk crus communis yang masuk
vestibulum pada dinding posterior bagian tengah. Ujung kanalis
lateralis yang tidah memiliki ampula masuk vestibulum sedikit
dibawah cruss communis.8,10
Labirin membranasea terletak didalam labirin tulang, merupakan
suatu sistem saluran yang saling berhubungan dilapisi epitel dan
mengandung endolimf. Labirin ini dipisahkan dari labirin tulang oleh
ruang perilimf yang berisi cairan perilimf. Pada beberapa tempat
terdapat lembaran-lembaran jaringan ikat yang mengandung pembuluh
darah

melintasi

ruang

perilimf

untuk

menggattung

labirin

membranasea. Labirin membranasea terdiri atas duktus semisirkularis


membranasea, ultikulus, sakulus dan duktus koklearis.8,10
Kanalis lateralis kedua telinga terletak pada bidang yang hampir
sama yaitu bidang miring ke bawah dan kebelakang dengan sudut 30
derajat terhadap bidnag horizontal bila orang berdiri. Kanalis lainnya
letaknya tegak lurus terhadap kanal ini sehingga kanalis superior sisi
telinga kiri letaknya hampir sejajar dengan posterior telinga kanan
demikian pula dengan kanalis posterior telinga kiri sejajar dengan
kanalis superior telinga kanan.8,10

2.3. Fisiologi Pendengaran


Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang di alirkan melalui udara atau tulang ke
koklea. Getaran tersebut menggetarkan membrane timpani diteruskan ke telinga
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplikasi getaran

melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas


membrane timpani dan tingkap lonjong ( oval window).5
Energi getar yang telah diamplikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak.
Getaran diteruskan melalui membrane reissner yang mendorong endolimfa.
Sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membrane basilaris dan
membrane tektoria. 5
Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya
defleksi stereosilia sel-sel rambut. Sehingga kanal ion bermuatan listrik dari badan
sel. Keadaan ini menimbulkan depolarisasi sel rambut , sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada
saraf auditorius. Lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.5

Gambar 5. Fisiologi Pendengaran12


2.3. Fistula Preaurikula
2.3.1. Definisi
Fistula preaurikula merupakan suatu kelainan kongenital, berupa cekungan
kecil atau lubang yang didasari oleh epitel skuamos yang bermula didepan daun
telinga atau letaknya berdekatan dengan liang telinga pada margin anterior dari
limb heliks asenden. Sinus preaurikularis ialah kelainan yang sering ditemukan
dan tidak berat. Disamping lokasi tersebut, fistula preaurikula juga dapat
10

ditemukan posterior dari liang telinga luar yang dikenal sebagai fistula preaurikula
tipe varian.1,2,13
Kelainan bervariasi dari hanya lubang buntu hingga bentuk yang lebih
kompleks yang bercabang-cabang.kelainan ini biasanya asimptomatik, meskipun
adapula yang mengalami infeksi dari yang keluar cairan terus menerus ataupun
telah terbentuk abses. Fistula preaurikula bervariasi dapat dikenal

sebagai

preauricular pit, preauricular sinus, preaurikula fistula, preauricular tract dan


preauricular cyst.2,3
Fistula preaurikular pada umumnya terjadi akibat kegagalan penyatuan atau
penutupan dari tonjolan-tonjolan (hilokz) pada masing-masing arkus brankialis
pertama dan kedua yang akan membentuk daun telinga pada pembentukan
embrional. Pada masa janin 4 minggu arkus brankialis tampak dipermukaan janin.
Setelah minggu keenam arkus hyoid dan arkus mandibular menyatu dan melintas
dibawah kedudukan kanalis aurikularis eksterna, lalu kemudian menutup. Daerah
penyatuan terletak didaerah leher pada regio sub mandibular. Biasanya terdapat
dibagian anterior tragus atau crus helicis.1,2,3

Gambar 6. Fistel preaurikular 14

11

Gambar 7. Fistula preuarikular 15


2.3.2. Epidemiologi
Fistula preaurikula merupakan kelainan yang umum terjadi, dengan insiden
15,5 sampai 43,7 per 10.000 kelahiran hidup. Selkrik dan skokan melaporkan
insiden fistula kurang dari 1% pada ras Eropa dan Amerika, 5,2% pada ras negro
dan 10% pada ras oriental. Laki-laki dan perempuan perbandingannya hamper
seimbang. Kasus bilateral sekitar 35-50 %.1
Di USA insidennya sekitar 0,1-0,9% dan insidensinya di kota New York sekitar
0,23%. Ditaiwan, insidensinya sekitar 1,6-2,5%, di Skotlandia sekitar 0,06% dan
di Hungaria sekitar 0,47%. Di beberapa bagian Asia dan Afrika, insidensinya
sekitar 4-10%. Namun insiden yang sebenarnya tidak tercatat. Karena banyak
yang tidak mengeluhkan gejalanya dan hanya pasien- pasienyang terinfeksi yang
baru datang untuk berobat.1,3
Elias dkk, melaporkan secarabretrospektif antara tahun 1970 hingga 1996 pada
62 pasien fistula preaurikula. Pada operasi pertama bervariasi antara usia 1 hingga
59 tahun dan pada operasi kedua bervariasi antara usia 3 hingga 57 tahun.
Didapatkan 46% pria dan 54% wanita.1

12

Dilaporkan ada 7 kasus fistula preaurikula yang dilakukan terapi operatif


standar dengan eksisi fistula di Departemen THT RS. Dr. Moh. Hoesin Palembang
selama 2 tahun terakhir, laki-laki 3 pasien dan perempuan 4 pasien. Namun
insiden yang sebenarnya tidak tercatat, karena banyak yang tidak mengeluhkan
gejalanya dan hanya pasien-pasien yang terinfeksi yang baru datang berobat. Di
RSUP Dr M Djamil Padang delama tahun 2010 telah dilakukan operasi sinektomi
sinus preaurikular sebanyak 4 orang semuanya merupakan tipe klasik.1,3
Mortalitas dan morbiditas fistula preaurikular:15
1. Fistula preaurikula tidak berhubungan dengan morbiditas
2. Morbiditas termasuk infeksi rekuren pada bagian tersebut, ulserasi,
jaringan parut, pioderma dan selulitis fasial. Secara spesifik, kondisi
ini dapat diikuti oleh terjadinya: abses pada anterior dari telinga yang
terlibat, drainase kronik dan rekuren dari lubang fistula, malar ulcerasi,
otitis eksterna dan selulitis fasial unilateral.
3. Terapi dengan operasi dihubungkan dengan angka kejadian morbiditas
ini dengan kemungkinan kekambuhan post operasi.

2.3.3. Etiologi
Fistula preaurikula merupakan kelainan anomali telinga luar yang penyebabnya
tidak diketahui. Hipotesa yang paling bisa diterima adalah autosomal dominan
yang diturunkan atau bawaan. Sinus preaurikula lebih dari 50% kasus seluruhnya
unilateral dan tersering sporadik. Kebanyakan terjadi pada sebelah kanan. Pada
25-50% kasus sinus terjadi bilateral. Biasanya diturunkan, dimana terjadi pola
inkomplet autosomal dominan yang berkurang sekitar 85%.1
Penyebabnya:2
1. Kelainan ini disebabkan oleh kegagalan dari penutupan hollocks of his
(tonjolan) pada arkus brachialis pertama dan kedua yang akan membentuk
daun telinga, pada tahap embrionik. Pada waktu janin berusia 4 minggu,
arkus brachialis ini ada dipermukaan janin, kemudian ketika usia 6 minggu
arkus hioid dan arkus mandibular ini menyatu dibawah kedudukan canalis
aurikularis eksterna dan tertutup. Gangguan penutupan inilah yang
menyebabkan fistila preaurikula kongenital.
13

2. Embriologi, pengembangan lengkungan brachial daun telinga terbentuk


selama minggu ke enam kehamilan. Lengkungan brachial pertama dan
kedua menimbulkan serangkaian 9 proliferasi mesenkimal dikenal sebagai
hillocks, untuk membentuk daun telinga definitif. Lengkungan pertama
menimbulkan ke 3 hillocks pertama yang membentuk tragus, heliks crus
dan helix. Lengkungan kedua menimbulkan ke 3 hillocks kedua, yang
membentuk antihelix, scapha dan lobulus tersebut. Cacat atau tidak
lengkap penggabungan selama pembentukan aurikularis dianggap sebagai
sumber sinus preuarikular. Teori lain menunjukan bahwa lipatan lokal dari
ektoderm selama aurikularis pembangunan adalah penyebab sinus
preaurilukar. Ketiga hiloks pertama sering dikaitkan dengan hillocks
supernumerary yang menyebabkan terbentuknya tag preaurikular.
3. Genetic, aktifitas gen yang benar sekuensial diperlukan untuk telinga
normal dan prekembangan wajah. Mengganggu urutan aktivasi gen pada
hewan laboratorium pengembangan mengganggu telinga. Studi hubungan
genetik analisis menunjukan bahwa bawaan preaurikular sinus untuk
melokalisasi kromosom 8q11,1-q13,3
2.3.4. Gejala Klinis
Fistula preaurikula berupa lubang kecil yang berdekatan dengan telinga luar,
biasanya terletak pada margin anterior dari limb heliks asenden. Pit yang tampak
menggambarkan deformitas yang luas, ukuran panjang sinus yang bervariasi,
cabang dan jalan yang berliku. Hal ini disebabkan masalah kosmetik.1
Gejala fistula yakni adanya pembengkakan, nyeri dan keluar cairan. Keluarnya
cairan mempermudah berulang kali terjadinya infeksi. Beberapa pasien mengeluh
keluarnya cairan purulen kronis dan intermiten dari lubang tersebut. Sekalinya
sudah terinfeksi, sinus tersebut biasanya jarang asimptomatik. Seringnya terjadi
infeksi kronis eksaserbasi akut, kemudian dapat terbentuk jaringan parut dan
rusaknya kulit secara kosmetik.1,14
Keadaan ini sering kurang mendapat perhatian dari penderita karena pada
umumnya tidak menimbulkan gejala dan arena ukuran lubangnya yang kecil. Pada
14

keadaan tenang, tampak muara fistel berbentuk bulat dan lonjong, berukuran
seujung pensil, dari muara fistel keluar secret yang berasal dari kelenjar sebasea
dan bila infeksi dapat mengeluarkan secret yang berbau busuk. Penderita sering
datang pertama kali ke dokter karena obstruksi dan infeksi fistel ini sehingga
terjadi pioderma dan selulitis fasialis. Kelainan ini dapt terjadi unilateral atau
bilateral.2
2.3.5. Diagnosis
Diagnosis dari fistula preaurikula berdasarkan anamnesis dan gejala klinis.
Dari anamnesa didapatkan keluhan terdapat lubang didaun telinga dan terkadang
terdapat rasa gatal dan keluarnya sekret.apabila terjadinya infeksi maka sekret
yang keluar bisa purulen. Diagnosis fistula preaurikula congenital dapat
ditegakkan dengan ditemukannya muara fistula didepan telinga yang terdapat
sejak lahir.2,16
Dalam beberapa kasus, fistula ini ada yang pendek ada juga yang panjang.
Untuk melihat panjang dan pendeknya, ada beberapa cara, yaitu:2

Biasa diuji dengan larutan methyline blue kedalam saluran. Jaringan yang
berwarna inilah yang dijadikan petunjuk luas dan dalamnya jaringan.
Penyuntikan ini pun akan mengorbankan jaringan yang sehat. Dan tidak
semua jaringan bias dimasuki oleh pewarna ini. Sehingga petunjuk yang

dihasilkan bias keliru.


Menggunakan fistulografi, yaitu dengan ,memasukkan zat kontras
kedalam muara fistel, kemudian diperiksa dengan radiologik.

15

Gambar 8. Infeksi fistul preaurikular16


2.3.6. Diagnosis Banding
Banyak diagnosis banding yang dapat dipertimbangkan, furunkel, atau infeksi
kiste sebaseus, seringkali salah didiagnosa menjadi diagnosis banding pada fistula
preaurikula yang telah terbentuk abses.1

2.3.7. Prognosis
Eksisi yang tidak komplet akan mengakibatkan rekurensi dari sinus
preaurikula. Angka rekurensi pernah dilaporkan 0 dan 42 %. Tingginya angka
rekurensi berkaitan dengan kenyataan bahwa sinus preaurikula sering dianggap
keadaan yang sepele dan operasinya dilakukan oleh ahli yang tidak
berpengalaman.1
Currie dkk melakukan penelitian secara retrospektif selama periode 8 tahun di
hongkong untuk mencari faktor-faktor yang mempengaruhi jasil dilanjutkan eksisi
bedah sinus preaurikular. Dari 159 pasien dilakukan operasi pada 117 pasien.
Ditemukan eksisi sebelumnya, penggunaan probe untuk alur sinus, luka sepsis
16

post opertif dan selama operasi dengan anestesi lokal. Keseluruhan mempengaruhi
peningkatan rekurensi (faktor pembedahan dan pasien tidak dihitung dan analisis
statistik tidak dibuat. Mereka mengobservasi faktor-faktor yang muncul untuk
mengurangi kemungkinan rekuren. Hal ini termasuk diseksi yang teliti pada sinus
berdasarkan pengalaman ahli THT dalam anestesi umum. Menggunakan
pendekatan supra- aurikula ke fasia temporalis, menghindari rupturnya sinus dan
penutupan wound dead spase (space bekas operasi).1
Perbandingan teknik simpel sinektomi dengan pendekatan supra aurikula
yang dilaporkan prase dkk tahun 1990 dan lam tahun 2001 adalah sebagai berikut
teknik pendekatan supra aurikula memiliki rasio rekurensi lebih rendah yaitu
sekitar 5 % pada 21 pasien dibandingkan simpel sinektomi 42 % pada 12 pasien
dan 37% (27 pasien) dibandingkan 32%(25%). Sedangkan baantenburg de jong
menjelaskan angka rekurensi 0% pada 23 pasien berdasarkan teknik inside out.1
2.3.8. Penatalaksanaan
Mayoritas pasien-pasien dengan fistula preaurikula adalah asimptomatik.
Terapi dari kista dan fistula baru diindikasikan bila ada gejala dan keluhan. Hal ini
dijadikan prinsip bagi sebagian besar ahli THT. Meskipun ada beberapa yang
beranggapan bahwa fistula yang tenang tetap harus diterapi karena mekanismenya
yang belum jelas.1
Penatalaksanaan fistula preaurikula ini tidak diperlukan kecuali pencegahan
terjadinya infeksi yaitu menghindari manipulasi dan membersihkan muara dari
sumbatan dengan alcohol atau antiseptic lainnya secara rutin. Melakukan aspirasi
jarum, atau sayatan dan dreinase mungkin diperlukan untuk beberapa infeksi dan
yang sudah menyebabkan terbentuknya abses.

Pada kasus dengan infeksi

biasanya juga diberikan antibiotic dan kompres hangat.1,2


Pembedahan dapat dilakukan, tetapi ini sulit dilakukan, karena percabangan
dan salurannya yang berkelok-kelok di subkutaneus. Cabang-cabang ini harus
diangkat seluruhnya, jika ada yang tersisa maka akan butuh pengangkatan yang
lebih sulit, dan berbahaya karena didalamnya ada juga saluran cabang-cabang
nervus fasialis yang tidak boleh terpotong. Pembedahan fistula adalah dengan

17

diseksi dan eksisi komplit dari fistula dan salurannya, hanya dilakukan pada
infeksi yang berulang oleh karena sulitnya mengeluarkan fistula secara lengkap.2,17
Teknik operasi standar berupa insisi elips yang mengitari sinus dan jarang
melakukan diseksi pada lubang saluran. Sebelumnya dilakukan infiltrasi dengan
vasokonstriksi. Memeriksa saluran fistula dapat membantu diseksi secara tepat.
Sebelumnya dilakukan pewarnaan dengan metilen biru untuk mengikuti aliran
lubang dan pewarnaan fistula. Beberapa ahli berpendapat dengan menggunakan
mikroskop operasi dapat memberikan keuntungan yang berbeda ketika mengikuti
saluran fistula dan mempermudah eksisi secara komplit.1
Pembedahan baru bisa dilakukan setelah infeksi mereda. Aspirasi jarum
diperuntukkan pada pasien-pasien dengan lesi infeksi yang tidak respon dengan
terapi antibiotik oral. Wide eksisi berguna jika terjadi edema dan inflamasi yang
berhubungan dengan infeksi berulang fistula yang tidak sembuh dengan
antibiotik.1
Ellies menyuntikan lubang dengan metilen biru sebelum dilakukan eksisi lalu
dilanjutkan dengan sirkumskripsi oval pada orificium dan eksisi keseluruhan pada
panjangnya saluran, dibantu dengan kaca pembesar atau mikroskop operasi.1
Granizo dkk memperkenalkan teknik operasi kombinasi. Dengan
menggunakan lakrimal probe untuk mengkanalisasi lubang saluran dan
penyuntikan metilen biru yang biasanya refluks melalui aurificium tersebut.
Sebelum dilakukan operasi diberikan antibiotika.1
Beberapa ahli bedah, mulai dari Scheinfeld melakukan-kanalisasi orificium
dan menyuntikkan pewarnaan metilen biru ke dalam saluran selarna 3 hari
sebelum operasi dalam keadaan yang steril. Lubang yang terbuka dijahit dengan
benang. Teknik ini menggembungkan saluran dan memperluas saluran oleh
pewarnaan metilen biru tersebut.1,2
Hasil penelitian dari dua puluh sembilan pasien (20 laki-laki, 9 perempuan)
dengan preaurikular sinus yang menjalani dua jenis prosedur operasi

yang

terpisah dilibatkan dalam penelitian tersebut. Prosedur diadopsi termasuk teknik


standar (sinectomy sederhana) yang menggunakan pewarna biru metilen di 13
18

pasien dan teknik standar yang sama tanpa penggunaan pewarna biru metilen pada
16 pasien Ada 8 pasien (61,5%) kambuh dalam standar metode dengan
menggunakan pewarna, yang kemudian menjalani re-operasi. Pada metode kedua
tanpa penggunaan pewarna 3 pasien (18,5%) yang kambuh Semua kekambuhan
terjadi dalam waktu rata-rata empat bulan dari saat operasi.18
Tehnik standar adalah eksisi bentuk elips pada kulit rnengelilingi lubang sinus
yang terbuka dan mengangkat saluran sinus., dikenal sebagai simpel sinektomi.
Pada pendekatan supra aurikula dapat melibatkan post aurikula dengan insisi elips
mengitari orificium sinus. Diseksi untuk mengidentifikasi fasciatemporalis
sebagai batas medial diseksi dan berlanjut sampai kartilago anterior heliks,
sebagai batas posterior diseksi.10,19
Jaringan superflsial sampai fasia temporalis diangkat bersama dengan sinus
preaurikula. Bagian kartilago atau perikondrium dari heliks pada dasar sinus harus
dieksisi untuk mengangkat secara komplet epitel. Dead space harus ditutup
dengan lapis demi lapis dengan atau tanpa drain ataupun bebat tekan.
Baatenburg de Jong memperkenalkan teknik terbaru 2005 tentang modifikasi
teknik wide lokal eksisi. Yang hampir sama tetapi dimodifikasi untuk
meminimalkan resiko kekambuhan. Prosedur teknik ini diperkenalkan sebagai
"inside out". yang pertamakalinya dulu pernah diperkenalkan oleh Jesma dari
Rotterdam, tetapi tidak dipublikasikan.
Metode ini menggunakan mikroskop. Sinus yang tampak diikuti baik dari luar
( seperti teknik klasik ) dan dalam. Cahang - cabang trakturs yang terbuka diikuti
sampai ujungnya diident:iikasi dan dieksisi. Menurut Baatenburg de Jong angka
rekurensi dilaporkan 0% dengan teknik inside ouf ini.1
Untuk mengurangi kekambuhan akibat pengangkatan sinus yang tidak
lengkap Prasad pada tahun 1990 memperkenalkan teknik pengangkatan sinus
dengan pendekatan supra aurikuler. Angka kekambuhan dengan menggunakan
teknik pendekatan supra aurikuler ini dilaporkan kurang dari 5%. Lam dkk
melaporkan angka kekambuhan sinus preaurikuler dengan teknik pendekatan
supraurikuler 3,7%.20

19

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Fistula preaurikula adalah kelainan malformasi kongenital pada daun telinga
beupa lubang atau cekungan kecil yang terbuka pada daerah preaurikular. Bersifat
herediter yang dominan. Fistula dapat ditemukan didepan tragus, berbentuk bulat
atau lonjong dengan ukuran seujung pensil. Yang menyebabkan fistula
preaurikular adalah kelainan yang terjadi akibat kegagalan penggabungan tuberkel
satu dan dua.
Sebagian orang dengan kelainan ini asimtomatik. Penderita dengan fistula
preaurikular pada umumnya datang ke dokter setelah terjadi obstruksi dan infeksi
fistel baik yang infeksi pertama maupun infeksi yang berulang. Jika mengalami
infeksi akan muncul gejala berupa pembengkakan, terasa nyeri dan mengeluarkan
cairan yang berbau. Infeksi ini sering mengalami kekambuhan dan kadang dapat
terjadi abses.
Diagnosis dapat ditegakan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pembedahan fistula preaurikular sebaiknya dihindari,
kecuali bila terjadi infeksi yang berulang, karena sulit mengeluarkannya secara
lengkap. Pencegahan terjadinya infeksi yaitu menghindari manipulasi dan
membersihkan muara dari sumbatan dengan alkohol atau cairan antiseptic lainnya
secara rutin. Pada kasus infeksi biasanya diberikan antibiotika dan kompres
hangat.

20

DAFTAR PUSTAKA
1. Ghanie A. Terapi Operatif Fistula Preaurikula Kongenital. Jakarta, 2008.
2. Ostrower ST, Meyers HD. Preauricular Cyst, Pit and Fissures. 2012
Available at: http// emedecine. Medscape. Com/ article/ 845288- overview
3. Munilson J. Penatalaksanaan Sinus Preaurikula Tipe Varian Dengan Pit
Pada Heliks Desendens Postero-Inferior. 2012. Available at: http//jurnal.
Fk. Unand.ac.id.jurnal kesehatan andalas
4. Mardhiah A. Fistula Preaurikular Kongenital. 2009. Available at:
http//repository.usu.ac.id.bitstream
5. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Rastuti RD. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokkan Kepala & Leher. Edisi 6.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2007.
6. Munilson J, Huriyati E, Triana W. Management of infected preaurikular
sinus. 2012. Availableat: http// jurnal FK Unand. Ac. Id. Jurnal kesehatan
andalas.accesed
7. Putz R, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Jilid 1. Jakarta:
8.

EGC,2006
Snell RS. Anatomi Klinik. Alih bahasa: Hartanto H. Edisi 6. Jakarta:

EGC, 2006.
9. Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan leher.
Jilid 2. Binarupa Aksara, 2001.
10. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Boies: Buku Ajar Penyakit THT. Alih
bahasa, Caroline Wijaya, Edisi 6. Jakarta: EGC, 2012.
11. Lucente FE, El GH. Ilmu Kesehatan THT Esensial. Alih bahasa, Hartanto
H, Edisi 5. Jakarta: EGC, 2011.
12. Sherwood L, Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Alih bahasa, Pendit
BU, Edisi 6. Jakarta; EGC, 2011.
21

13. Broek VD, Feenstra L. Buku saku Ilmu Kesehatan Tenggorokan, Hidung
dan Telinga. Alih Bahasa, Hartanto A. Edisi 12. Jakarta: EGC, 2010.
14. Johnson JT and Rosen CA. Baileys Head & Neck Surgery
Otolaryngology. In Yellon RF. Congenital Cyst and Sinuses of the Head
and Neck. Wolters Klumer. Fifth Edition. 2001.
15. S Scheinfeld, JD, MD, FAAD. Preauricular Sinuses. 2016. Available:
http://emedicine.medscape.com/article/1118768-overview#showall
16. Ostrower ST, MD. Preauricular Cysts, Pits and Fisure. 2016. Available :
http://emedicine.medscape.com/article/845288-overview
17. Dhingra PL. Deaseas of Ear, Nose and Throat. Edisi 8. Elsevier. 2007.
18. Awuah P. Amedofu GK. Preauricular Sinus: My Surgical Experience At
Komfo Anokye Teaching Hospital, Kumasi, Ghana. 2012.
19. S Scheinfeld, JD, MD, FAAD. Preauriculr Sinus Follow Up. 2016.
20.

Available: http://emedicine.medscape.com/article/1118768-followup
Munilson J, Huryati E, M. Pulungan R. Penatalaksanaan sinus
Preaurikular tipe Varian dengan Pit pada heliks desendens posterior
inferior. 2012. Available: http://jurnal.fk.unand.ac.id

22

Anda mungkin juga menyukai