Etika Penelitian Ok
Etika Penelitian Ok
A. Etika Penelitian
Istilah etika sering disamakan dengan moral. Etika berasal dari bahasa
yunani ethos, ethikos. Dalam bahasa latin istilah ethos, ethikos disebut mos
atau moralitas. Baik ethos maupun moral artinya : adat istiadat, kebiasaan. Dalam
bahasa Indonesia kedua-duanya diterjemahkan dengan kesusilaan (Frans von
Magnis, 1975). Tetapi antara kedua istilah tersebut terdapat perbedaan. Perbedaan
tersebut menurut J. Verkuyl (1979 : 15) yaitu dalam pemakaian di kalangan ilmu
pengetahuan kata etika itu telah mendapat arti yang lebih dalam dari pada kata
moral. Kata moral telah mendangkal artinya. Kadang-kadang moral dan mos
atau mores hanya kelakuan lahir saja, tetapi senantiasa menyinggung juga
kaidah dan motif-motif perbuatan seseorang yang lebih dalam. Dari beberapa
penulis filsafat mengatakan bahwa atika adalah filsafat moral.
Istilah moral biasanya dipergunakan untuk memberikan penilaian atau
predikat terhadap tingkah laku manusia. Karena itu, untuk memahami pengertian
moral sangat erat hubungannya dengan etika. Etika adalah suatu ilmu cabang
filsafat yang objek kajiannya adalah tingkah laku manusia ditinjau dari nilai baik
atau buruknya. Berkenaan dengan hal diatas, dalam ranah kegiatan penelitian
etika dijadikan ukuran kepatutan tentang boleh atau tidaknya, baik atau
buruknya sebuah aspek-aspek tertentu dalam kegiatan penelitian. Hal ini
diperlukan karena bagaimanapun juga esensi penelitian adalah untuk mencari
kebenaran dari sebuah gejala yang muncul. Kebenaran yang dihasilkan dalam
sebuah penelitian adalah kebenaran empirik dan kebenaran logis. Ford dalam
Lincoln dan Guba (1985 : 14) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
kebenaran empirik yaitu apabila konsisten dengan alam, dalam bentuk menerima
atau menolak hipotesis atau prediksi. Sedangkan kebenaran logis yaitu apabila
hipotesis atau prediksi konsisten atau sesuai secara logis dengan hipotesis atau
prediksi terdahulu yang sudah dinyatakan benar. Untuk itu, dalam rangka
melahirkan sebuah kebenaran empirik dan logis sebagai hasil penelitian yang
sitematis dan logis pula maka dibutuhkan etika sebagai piranti sekaligus rambu
bagi peneliti dalam melakukan kegiatan penelitian. Berikut etika penelitian yang
dimaksud :
1.
pelaksana.
Suatu teori dapat menjelaskan dan meramalkan fenomena-fenomena alamiah. Dari
perilaku atau kegiatan-kegiatan terlepas yang dilakukan oleh siswa atau guru
umpamanya, peneliti dapat memberikan penjelasan umum tentang hubungan
diantara perilaku atau kegiatan pembelajaran. Dari penjelasan-penjelasan umum
tersebut terbentuk prinsip-prinsip dasar, dalil konstruk, proposisi yang
kesemuanya akan membentuk teori. Mengenai teori ini, lebih jauh Fred N
Kerlinger (1986) mengemukakan bahwa . a theory as a set of interrelated
constructs and proposition that specify relations among variables to explain and
predict phenomena. Dalam rumusan Kerlinger tersebut ada tiga hal penting
dalam suatu teori yaitu: (1) suatu teori dibangun oleh seperangkat proposisi dan
kontruk, (2) teori menegaskan hubungan di antara sejumlah variabel, (3) teori
menjelaskan dan memprediksi fenomena- fenomena.
Pencarian Ilmiah. Pencarian ilmiah (scintific inquiry) adalah suatu
kegiatan untuk menemukan pengetahuan dengan menggunakan metode-metode
yang diorganisasikan secara sistematis, dalam mengumpulkan, menganalisis dan
menginterpretasikan data. Pengertian ilmiah berbeda dengan ilmu. Ilmu
merupakan struktur atau batang tubuh pengetahuan yang telah tersusun, sedang
ilmiah adalah cara mengembangkan pengetahuan.
Metode ilmiah merupakan suatu cara pengkajian yang berisi proses
dengan langkah-langkah tertentu. MicMilan dan Schumacher (2001) membaginya
atas empat langkah yaitu: (1) define a problem, (2) state the hypotthesis to be
tested, (3) colect and analyze data, and (4) interprete the results and draw
conclusions obout the problem. Hampir sama dengan McMilan dan Schumacher,
John Dewey membagi langkah-langkah pencarian ilmiah yang disebutnya sebagai
reflective thinking, atas lima langkah yaitu: (1) mengedentifkasi masalah, (2)
merumuskan dan membatasi masalah, (3) menyusun hiotesis, (4) mengumpulkan
dan menganalisis data, (5) menguji hipotesis dan menarik kesimpulan.
2. Pencarian Berpola.
Pencarian berpola (disiplined inquiry), merupakan suatu prosedur
pencarian dan pelaporan dengan menggunakan cara-cara dan sistemtika tertentu,
disertai penjelasan dan alasan yang kuat. Pencarian berpola bukan merupakan
suatu pencarian yang bersifat sempit dan mekanistis, tetapi mengikuti prosedur
formal yang telah standar. Prosedur pencarian ini pada tahap awalnya bersifat
spekulatif, mencoba menggabungkan de-ide dan metode-metode, kemudian
menuangkan ide-ide dan metode tersebut dalam suatu prosedur yang baku.
Laporan dari pencarian berpola berisi perpaduan antara argumen-argumen yang
didukung oleh data dengan proses nalar, yang disusun dan dipadatkan
menghasilkan kesimpulan berbobot. Pencarian berpola terutama dalam ilmu sosial
termasuk pendidikan, bukan hanya menunjukkan pengkajian yang sistematik,
tetapi juga pengkajian yang sesuai dengan disiplin ilmunya.
3. Objektivitas
Penelitian harus memiliki objektiviatas (objektivity) baik dalam
karakteristik maupun prosedurnya. Objektivitas dicapai melalui keterbukaan,
terhindar dari bias dan subjektivitas. Dalam prosedurnya, penelitian menggunakan
tekhnik pengumpulan dan analisis data yang memungkinkan dibuat interpretasi
yang dapat dipertanggung jawabkan. Objetivitas juga menunjukkan kualitas data
yang dihasilkan dari prosedur yang digunakan yang dikontrol dari bias dan
subjektivitas.
4. Ketepatan
Penelitian juga harus memiliki tingkat ketepatan (precision), secara tekhnis
instrumen pengumpulan datanya harus memimiliki validitas dan reliabilitas yang
memadai, desain penelitian, pengambilan sampel dan tekhnik analisis datanya
tepat. Dalam penelitian kuantitatif, hasilnya dapat dilang dan diperluas, dalam
penelitian kualitatif memiliki sifat reflektif dan tingkat komparasi yang konstan.
5. Verifikasi
Penelitian dapat diverifikasi, dalam arti dapat dikonfirmasikan, direvisi
dan diulang dengn cara yang sama atau berbeda. Verifikasi dalam penelitian
kualitatif berbeda dengan kuantitatif. Penelitian kualitatif memberikan interpretasi
deskriptif, verifikasi berupa perluasan, pengembangan tetapi bukan pengulangan.
6. Empiris
Penelitian ditandai oleh sikap dan dan pendekatan empiris yang kuat.
Secara umum empiris berarti berdasarkan pengalaman praktis. Dalam penelitian
empiris kesimpulan didasarkan atas kenyataan-kenyataan yang diperoleh dengan
menggunakan metode penelitian yang sistematik, bukan berdasarkan pendapat
atau kekuasaan. Sikap empiris umumnya menuntut penghilangan pengalaman dan
sikap pribadi. Kritis dalam penelitian berarti membuat interpretasi berdasarkan
kenyataan dan nalar yang didasarkan atas kenyataan-kenyataan (evidensi).
Evidensi adalah data yang diperoleh dari penelitian, berdasarkan hasil analisis
data tersebut interpretasi dibuat.
7. Penjelasan Ringkas
Penelitian mencoba memberikan penjelasan tentang hubungan antar
fenomena dan menyederhanakannya menjadi penjelasan yang ringkas. Tujuan
akhir dari sebuah penelitian adalah mereduksi realita yang kompleks kedalam
penjelasan yang singkat. Dalam penelitian kuantitatif penjelasan singkat tersebut
berbentuk generalisasi, tetapi dalam penelitian kualitatif berbentuk deskriptif
tentang hal-hal yang esensial atau pokok.
8. Penalaran Logis
keadilan. Integritas peneliti melekat pada ciri seorang peneliti yang mencari
kebenaran ilmiah. Dengan menegakkan kejujuran, keberadaan peneliti diakui
sebagai insan yang bertanggung jawab. Dengan menjunjung keadilan, martabat
peneliti tegak dan kokoh karena ciri moralitas yang tinggi ini.
Penelitian ilmiah menerapkan metode ilmiah yang bersandar pada
penalaran ilmiah yang teruji. Sistem ilmu pengetahuan modern merupakan
sistem yanh dibangun di atas dasar kepercayaan. Bangunan sistem nilai ini
bertahan sebagai sumber nilai objektif karena koreksi yang tak putus-putus yang
dilakukan sesama peneliti.
Sesuai dengan nilai-nilai tersebut, seorang peneliti memiliki empat
tanggung jawab, yaitu:
1. Terhadap proses penelitian yang memenuhi baku ilmiah;
2. Terhadap hasil penelitiannya yang memajukan ilmu pengetahuan sebagai
landasan kesejahteraan manusia;
3. Kepada masyarakat ilmiah yang memberi pengakuan di bidang keilmuan
peneliti tersebut sebagai bagian dari peningkatan peradaban manusia, dan;
4. Bagi kehormatan lembaga yang mendukung pelaksanaan penelitiannya.
Kode Etika Peneliti (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2007)
1.
penelitian, baik dalam bentuk data atau kata-kata, termasuk bahan yang
diperoleh dalam penelitian terbatas (bersifat rahasia), usulan rencana
penelitian dan naskah orang lain tanpa menyatakan penghargaan;
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. IKIP :
Yogyakarta
Sukmadinata. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Remaja Rosdakarya : Bandung
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/6413/7 etika
peneliti.pdf;jsessionid=B027D4DB6734410D6A4E8A1BB159964E?sequence=