Anda di halaman 1dari 58

PEMBUATAN ROTI TAWAR

Rabu, 26 Juni 2013


ROTI TAWAR DARI TEPUNG JAGUNG (Zea mays L.) DAN TERIGU

PROPORSI TEPUNG JAGUNG (Zea mays L.) DAN TERIGU DALAM PEMBUATAN ROTI
TAWAR SERTA ANALISA FINANSIALNYA

ISAAC PEREIRA
2007340021

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
201

I.

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Tumbuhnya usaha sektor pertanian akan berdampak langsung terhadap


pertumbuhan industri produksi pangan. Konsumen tepung terigu pada usaha sektor
pertanian sangat di perlukan dalam mendukung perkembangan industri yang lebih
besar bergerak dibidang pangan yang berkaitan dengan strategi pemasaran,
khususnya untuk mempertemukan tingkat produksi dan permintaaan produk tepung
terigu dalam memenuhi kebutuhan konsumen tepung.
Terigu memiliki sifat yang istimewa karena dapat menghasilkan adonan yang dapat
menahan gas dan dapat berkembang secara elastis ketika gas memuai pada waktu
proses pembakaran. Sifat itu disebabkan sifat gluten yang terhidrasi dan
mengembang bila tepung terigu dicampur dengan air dan ragi (Winarno, 1997).
Industri pangan maupun industri lain yang menggunakan tepung, maka kebutuhan
akan tepung makin meningkat. Umumnya berbagai produk makanan seperti roti,
biskuit, kue dan mie adalah tepung terigu sedangkan bahan dasar pembuatan
tepung terigu adalah gandum. Gandum sampai saat ini masih diimpor dari luar
negeri. Salah satu cara untuk mengurangi kebutuhan tepung terigu pada
pembuatan roti tawar yaitu dengan menggantikan sebagian tepung terigu dengan
tepung lain misalnya tepung jagung.
Jagung berperan penting dalam perekonomian nasional dengan berkembangnya
industri pangan yang ditunjang oleh teknologi budi daya dan varietas unggul.
Peningkatan Produksi jagung pada tahun 2009 menjadi 699.193 ton pipilan kering
(pk) dengan 3%, pada tahun 2010 menjadi 846.693 ton meningkat 21%, Penigkatan
Pertahun >6% akhir tahun 2013 mencapai > 1 juta ton.
Jagung mempunyai kandungan protein dan kalori yang sangat dibutuhkan oleh
manusia, dan mempunyai nilai nutrisi yang hampir sama dengan beras dan sering
kali dikonsumsi sebagai pengganti beras sebagai bahan makan pokok. Persentase
penggunaan jagung di Indonesia adalah 71,7% untuk bahan makanan manusia,
15,5% untuk pakan ternak, 0,8% untuk industri, 0,1% untuk diekspor, dan 11,9%
untuk kegunaan lainnya. Persentase penggunaan jagung di Indonesia adalah 71,7%
untuk bahan makanan manusia, 15,5% untuk pakan ternak, 0,8% untuk industri,
0,1% untuk diekspor, dan 11,9% untuk kegunaan lainnya (Sudjana, 1991).
Dari Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Timotius T., 2008) Pencampuran
tepung terigu dengan tepung jagung sebesar 80:20 dan konsentrasi natrium
propionat sebesar 0,3% menghasilkan roti tawar yang lebih baik dan dapat
diterima.
1.2.

Tujuan Penelitian

1.
Menentukan proporsi tepung jagung dan tepung terigu yang tepat pada
pembuatan roti tawar.

2.

Menganalisa kelayakan usaha roti tawar.

1.3.
1.

Manfaat Penelitian
Dapat meningkatkan nilai ekonomis jagung.

2.
Memberikan informasi kepada masyarakat tentang metode pembuatan roti
tawar dengan proporsi tepung jagung dan tepung terigu.
1.4.

Hipotesis

1.
Proporsi tepung jagung dan tepung terigu berpengaruh terhadap kualitas roti
tawar.
2.

Usaha pembuatan roti tawar layak diusahakan.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1.

Jagung (Zea Mays L)

Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan


dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan
vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman
jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian
antara 1-3 m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6 m. Tinggi tanaman biasa
diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. (Anonim,
2006).
Menurut Tjitrosoepomo (1991), tanaman jagung dalam tata nama atau sistematika
(Taksonomi) tumbuh-tumbuhan jagung diklasifikasi sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledoneae

Ordo

: Graminae

Famili

: Graminaceae

Genus

: Zea

Spesies

: Zea mays L.

Menurut Suprapto dan Marzuki (2005), jagung yang banyak ditanam di Indonesia
adalah tipe mutiara (flint) dan setengah mutiara (semiflint), seperti jagung Arjuna
(mutiara), jagung Harapan (setengah mutiara), Pioneer-2 (setengah mutiara),

Hibrida C-1 (setengah mutiara), dan lain-lain. Selain jagung tipe mutiara dan
setengah mutiara, jagung tipe berondong (pop corn), jagung gigi kuda (dent corn),
dan jagung manis (sweet corn) juga terdapat di Indonesia.
Jagung normal mengandung 10-12% lembaga dari berat biji. Lembaga tersusun dari
dua bagian, yaitu embrio dan skutelum. Embrio mencakup 1,1% dari berat biji
jagung (sekitar 10% bagian lembaga) dan mengandung 30,8% protein. Sedangkan
skutelum merupakan tempat penyimpanan cadangan makanan selama
perkecambahan biji. Skutelum terdiri dari beberapa jaringan, yaitu epithelium,
parenkim, epidermis, dan provaskular. Jaringan parenkim terdiri dari sel yang
mengandung nukleus, sitoplasma, beberapa granula pati, dan oil bodies yang
mencakup 83% dari total lemak dalam biji jagung (Watson, 2003).
Tabel 1. Bagian-Bagian Anatomi Biji Jagung
Bagian Anatomi
Jumlah (%)
Pericarp (bran)
5,3
Endosperma
82,9
Lembaga (germ)
11,1
Tip cap
0,8
Sumber: Watson (2003)
2.2.

Jenis Jagung

Tanaman jagung (Zea mays L.) adalah salah satu jenis tanaman biji-bijian dari
keluarga rumput-rumputan (Graminaceae). Varietas jagung dapat dibedakan
berdasarkan beberapa kriteria, antara lain: tinggi tempat penanaman, umur
varietas, perbenihannya, serta warna dan tipe biji. Namun secara umum,
pengklasifikasian jagung dibedakan berdasarkan bentuk kernelnya (Suprapto 1998).
Berdasarkan bentuk kernelnya, ada 6 tipe utama jagung, yaitu: dent, flint, flour,
sweet, pop, dan pod corns. Perbedaan terutama didasarkan pada kualitas, kuantitas
dan komposisi endosperma. Jagung jenis dent dicirikan dengan adanya selaput
corneous, horny endosperm, pada bagian sisi dan belakang kernel, pada bagian

tengah inti jagung lunak dan bertepung. Endosperma yang lunak akan menjulur
hingga mahkota membentuk tipe tertentu, yang merupakan ciri khas jagung jenis
dent (Johnson, 1991).
Jagung jenis flint memiliki bentuk agak tebal, keras, lapisan endosperma yang
seperti kaca, kecil, lunak, dengan granula tengah. Jagung jenis pop, merupakan
salah satu jenis jagung yang paling primitif. Ciri-cirinya adalah selaput
endospermanya sangat keras dan memiliki kernel kecil seperti jenis flint. Jagung
jenis flour juga merupakan jenis jagung yang sangat tua, dicirikan dengan adanya
endosperma lunak yang menembus kernel, sangat mudah untuk dihancurkan tetapi
sangat mudah juga ditumbuhi kapang, terutama bila ditanam di lahan basah
(Anonim, 2007). Jagung jenis sweet diyakini sebagai jenis jagung mutasi. Kadar
sakarida terlarutnya mencapai 12% berat kering. Sedangkan jagung jenis pod,
merupakan jagung hias dengan kernel tertutup, dan pada umumnya jagung jenis ini
tidak ditanam secara komersial (Johnson, 1991).

Tabel 2. Jenis Jagung dan Sifat-Sifatnya


Jenis jagung
Sifat-sifat
Jagung gigi kuda
(Zea mays identata)
Biji berbentuk gigi, pati yang keras menyelubungi pati yang lunak sepanjang tepi
biji tetapi tidak sampai ke ujung.
Jagung mutiara

(Zea mays indurata)


Biji sangat keras, pati yang lunak sepenuhnya diselubungi pati yang keras, tahan
terhadap serangan hama gudang.
Jagung bertepung
(Zea mays amylacea)
Endosperma hampir seluruhnya berisi pati yang lunak, biji mudah dibuat tepung, biji
yang sudah kering permukaannya berkerut.
Jagung berondong
(Zea mays evertia)
Butir biji sangat kecil, keras seperti pada tipe mutiara, proporsi pati lunak lebih kecil
dibandingkan pada tipe mutiara
Jagung manis
(Zea mays saccharata)
Endosperma berwarna bening, kulit biji tipis, kandungan pati sedikit, pada waktu
masak biji berkerut
Sumber : Suprapto (1998)
Menurut Suprapto (1998), jagung yang banyak ditanam di Indonesia adalah tipe
mutiara (flint) dan setengah mutiara (semiflint), seperti Jagung Arjuna (mutiara),
Jagung Harapan (setengah mutiara), Pioneer-2 (setengah mutiara), Hibrida C-1
(setengah mutiara), dan lain-lain. Selain jagung tipe mutiara dan setengah mutiara,
di Indonesia juga terdapat jagung tipe berondong (pop corn), jagung gigi kuda (dent
corn), dan jagung manis (sweet corn).
2.3.

Komposisi Kimia Biji Jagung

Menurut Boyer dan Shannon (2003), komponen kimia terbesar dalam biji jagung
adalah karbohidrat (72% dari berat biji) yang sebagian besar berisi pati dan
mayoritas terdapat pada bagian endosperma. Endosperma matang terdiri dari 86%
pati dan sekitar 1% gula. Pati terdiri dari dua polimer glucan, yaitu amilosa dan
amilopektin. Secara umum, pati jagung mengandung amilosa sekitar 25-30% dan
amilopektin sekitar 70-75%.
Gula dalam biji jagung terdapat dalam bentuk monosakarida (D-glukosa dan Dfruktosa), disakarida dan trisakarida, serta gula alkohol. Sukrosa merupakan
disakarida terbanyak dalam biji jagung (2-3 mg per endosperma). Sedangkan
maltosa, trisakarida, dan oligosakarida terdapat dalam jumlah sedikit. Adapun
phytate (hexaphosphoric ester dari myo-inositol) diketahui sebagai satu-satunya

gula alkohol yang terdapat dalam biji jagung. Sekitar 90% phytate ditemukan di
dalam skutelum dan 10%-nya terdapat di dalam aleuron (Boyer dan Shannon,
2003).
Tabel 3. Komposisi Kimia Biji Jagung
Komponen
Pati
(%)
Protein
(%)
Lipid
(%)
Gula
(%)
Abu
(%)
Serat
(%)
Biji utuh
73,4
9,1
4,4
1,9
1,4
9,5
Endosperma
87,6
8,0

0,8
0,62
0,3
1,5
Lembaga
8,3
18,4
33,2
10,8
10,5
14
Perikarp
7,3
3,7
1,0
0,34
0,8
90,7
Tip cap
6,3
9,1
3,8
1,6
1,6
95
Sumber: Watson (2003)

Menurut Lawton dan Wilson (2003), kadar protein pada biji jagung bervariasi dari 618%. Protein tersebut meliputi albumin, globulin, prolamin (zein), dan glutelin.
Albumin dan globulin terdapat pada lembaga (30% dari total protein) dan
endosperma (6% dari total protein). Prolamin banyak terdapat pada endosperma
(60% dari total protein) dan lembaga (5% dari total protein). Glutelin banyak
terdapat pada endosperma jagung (26% dari total protein) dan lembaga (23% dari
total protein). Sedangkan prolamin dan globulin banyak ditemukan pada
endosperma. Protein terbanyak dalam jagung adalah zein dan glutelin. Zein
diekstrak dari gluten jagung. Zein merupakan prolamin yang tak larut dalam air.
Ketidaklarutan dalam air disebabkan karena adanya asam amino hidrofobik seperti
leusin, prolin, dan alanin. Ketidaklarutan dalam air juga disebabkan karena
tingginya proporsi dari sisi rantai grup hidrokarbon dan tingginya prosentase grup
amida yang ada dengan jumlah grup asam karboksilat bebas yang relatif rendah
(Johnson, 1991).
Tabel 4. Distribusi Protein Di Dalam Endosperma Jagung
Protein
Kandungan pada jagung
Normal (%)
Opaque-2 (%)
Floury-2 (%)
Albumin
4,7
20,2
5,6
Globulin
3,5
3,4
Prolamin
45,8
14,6

32,3
Glutelin
38,0
53,2
44,3
Residu
9,0
12,0
14,5
Sumber: Lawton dan Wilson (2003)
Protein terbanyak dalam jagung adalah prolamin (zein) dan glutelin. Kandungan
zein berkisar antara 44-79% dari endosperma jagung. Zein merupakan protein yang
larut dalam pelarut alkohol dan terdiri dari beberapa komponen, yaitu , , , dan zein. -zein merupakan prolamin terbanyak dalam biji jagung (70% dari total zein).
Bila dibandingkan dengan -zein, -zein mengandung sejumlah besar asam amino
sistein dan metionin, tetapi kekurangan asam amino glutamin, leusin, dan prolin. zein merupakan prolamin terbanyak kedua dalam biji jagung (20% dari total zein).
Seperti halnya -zein, dan -zein, -zein juga kekurangan asam amino lisin dan
triptofan tetapi kaya akan asam amino prolin dan sistein. Sedangkan -zein kaya
akan asam amino metionin (Lawton 2003) Adapun glutelin yang larut dalam asam
atau basa memiliki jumlah asam amino lisin, arginin, histidin, dan triptofan yang
lebih tinggi daripada zein, tetapi kandungan asam glutamatnya lebih rendah
(Laztity, 1996).
Menurut Lawton (2003), sekitar 76-83% lipid dalam biji jagung terdapat di bagian
lembaga. Kandungan lipid tersebut terutama adalah triasilgliserols (TAGs), yaitu
sekitar 95%. Selain itu, biji jagung juga mengandung fosfolipid, glikolipid,
hidrokarbon, fitosterol (sterol dan stanol), asam lemak bebas, karotenoid (vitamin
A), tocol (vitamin E), dan waxes yang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan TAG.
Asam lemak yang terkandung pada minyak jagung antara lain asam linoleat
(59,7%), asam oleat (25,2%), asam palmitat (11,6%), asam stearat (1,8%), dan
asam linolenat (0,8%).
Biji jagung juga mengandung beberapa vitamin seperti kolin (567 mg/kg), niasin (28
mg/kg), asam pantotenat (6,6 mg/kg), piridoksin (5,3 mg/kg), tiamin (3,8 mg/kg),
riboflavin (1,4 mg/kg), asam folat (0,3 mg/kg), biotin (0,08 mg/kg), serta vitamin A
(-karoten) dan vitamin E (-tokoferol) masing-masing sebesar 2,5 mg/kg dan 30 IU/kg

(Watson, 2003). Sedangkan mineralmineral yang terdapat pada biji jagung dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan mineral biji jagung (berdasarkan berat kering)
Mineral
Rata Rata (%)
Fosfor
0,29
Potasium
0,37
Magnesium
0,14
Sulfur
0,12
klorin
0,05
Kalsium
0,03
Sodium
0,03
Sumber: Watson (2003)
2.4.

Tepung Jagung

Menurut Asmarajati (1999), penepungan adalah suatu proses penghancuran bahan


pangan yang didahului suatu proses pengeringan menjadi butiran-butiran yang
sangat halus, kering dan tahan lama, serta fleksibel dalam penggunaannya.
Penggilingan biji jagung ke dalam bentuk tepung merupakan suatu proses
memisahkan kulit, endosperma, lembaga dan tip cap. Pengolahan biji jagung
menjadi tepung telah lama dikenal masyarakat, namun diperlukan sentuhan
teknologi untuk meningkatkan mutu tepung jagung yang dihasilkan.

Menurut SNI 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan
cara menggiling biji jagung (zea mays LINN.) yang bersih dan baik. Proses
pembuatan tepung jagung adalah biji jagung disortasi kemudian disosoh. Proses
sortasi untuk menggolongkan bahan atas tingkat kebagusan dan keseragaman
serta untuk memisahkan bahan dari benda asing. Sedang penyosohan bertujuan
untuk memisahkan kulit, endosperm, lembaga dan tip cap sehingga yang tersisa
hanya endosperma saja. Endosperm merupakan bagian biji jagung yang digiling
menjadi tepung dan memiliki kadar karbohidrat yang tinggi. Kulit memiliki
kandungan serat yang tinggi sehingga harus dipisahkan karena dapat
menyebabkan tekstur tepung menjadi kasar dan tidak sesuai SNI 01-3727-1993
sedangkan germ merupakan bagian yang paling tinggi kandungan lemaknya
sehingga perlu dipisahkan karena dapat menyebabkan tengik. Tip cap merupakan
tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung. Tip cap juga merupakan bagian
yang harus dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar. Apabila
pemisahan tip cap tidak sempurna maka akan terdapat butir-butir hitam pada
tepung.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Juniawati (2003), pembuatan tepung jagung
dilakukan menggunakan metode penggilingan kering. Penggilingan dilakukan
sebanyak dua kali. Penggilingan pertama (penggilingan kasar) dilakukan dengan
menggunakan hammer mill. Hasil penggilingan kasar berupa grits, kulit, lembaga
dan tip cap. Kemudian kulit, lembaga dan tip cap dipisahkan melalui pengayakan.
Selanjutnya, grits jagung yang diperoleh dari penggilingan kasar dicuci dan
direndam dalam air selama 3 jam. Tujuan dilakukannya perendaman adalah untuk
membuat grits jagung tidak terlalu keras sehingga memudahkan proses
penggilingan grits jagung. Penggilingan kedua yang merupakan penggilingan grits
jagung menggunakan disc mill (penggiling halus). Hasil penggilingan halus berupa
tepung jagung. Tepung jagung tersebut kemudian diayak dengan menggunakan
pengayak berukuran 100 mesh (Juniawati 2003).
Jagung tidak mengalami perendaman yang lama pada proses penggilingan kering.
Pembasahan hanya dilakukan untuk mengkondisikan agar endosperma jagung
melunak sebelum jagung dipaparkan pada hammer mill. Penggilingan kedua
merupakan penggilingan grits jagung yang telah dikeringkan menggunakan disc mill
(penggiling halus) sehingga dihasilkan tepung jagung. Proses pengayakan dengan
saringan berukuran 80 atau 100 mesh dapat dilakukan untuk memperoleh tepung
jagung dengan ukuran partikel yang diinginkan sesuai kebutuhan (Hoseney, 1998).
Penggilingan jagung merupakan proses pengecilan ukuran dengan gaya mekanis
menjadi beberapa fraksi ukuran yang lebih kecil. Alat penggilingan yang digunakan
untuk membuat tepung dari serealia terdiri dari alat penghancur dan penggilas
(grinder dan ultra fine grinder). Hasil penggilingan kemudian diayak untuk
memisahkan bagian kulit dan serat-seratnya. Hasil gilingan diayak dengan
pengayak bertingkat untuk mendapat berbagai tingkat hasil giling (Rosmisari,
2006).

Selama proses pengolahan tepung jagung, cara-cara penanganan yang diterapkan


oleh pekerja akan berdampak terhadap mutu jagung. Cara-cara yang kasar, tidak
bersih dan higienis akan menyebabkan penurunan mutu dan tercemarnya jagung
hasil olahan. Untuk dapat menjangkau pasaran secara luas, maka ketentuan
persyaratan kualitas tepung jagung harus terpenuhi sesuai dengan SNI (Standar
Nasional Indonesia). Syarat mutu jagung meliputi keadaan bau, rasa, warna,
cemaran benda asing, kehalusan, kadar air, abu, serat kasar, derajat asam,
kandungan logam, dan mikroba. Syarat mutu tepung jagung menurut SNI 01-37271995 sebagai berikut (Tabel 6).

Tabel 6. Syarat Mutu Tepung Jagung Berdasarkan SNI


Kriteria Uji
Satuan
Persyaratan
Keadaan:

Bau

Rasa

Warna

Benda asing

Serangga

Pati selain jagung

Normal
Normal
Normal
Tidak boleh
Tidak boleh
Tidak boleh
Kehalusan:

Lolos 80 mesh

Lolos 60 mesh

%
Min 70
%
Min 99

Kadar air
% (b/b)
Maks 10
Kadar abu
% (b/b)
Maks 1.5
Silikat
% (b/b)
Maks 0.1
Serat kasar
% (b/b)
Maks 1.5
Derajat asam
ml N NaOH / 100 g
Maks 4.0
Timbal
Mg/kg
Maks 1.0
Tembaga
Mg/kg
Maks 10
Seng
Mg/kg
Maks 40
Raksa
Mg/kg

Maks 0.04
Cemaran arsen
Mg/kg
Maks 0.5
Angka lempeng total
Koloni/g
Maks 5 x 106
E.coli
APM/g
Maks 10
Kapang
Koloni/g
Maks 104
Sumber: Badan Standardisasi Nasional 01-3727-1995
Jagung yang digunakan dalam pembuatan tepung umumnya merupakan tipe putih
dan banyak ditanam di Sulawesi Selatan. Komposisi kimia dari tepung jagung dapat
dilihat pada Tabel 7. Masalah yang dihadapi dalam pengembangan teknologi
pembuatan tepung jagung adalah cukup banyaknya kulit biji dalam tepung. Hal ini
membuat tepung bertekstur kasar, sehingga rasanya kurang disukai. Untuk
mendapatkan tepung yang berstruktur halus maka tepung harus bebas dari kulit biji
jagung (GMSK, 1999). Menurut Hadiningsih (1999), rendemen tepung jagung yang
berukuran partikel 100 mesh adalah sebesar 72%, sisanya berupa biji-bijian yang
tidak lolos saringan, kulit dan tip cap.
Tabel 7. Komposisi Kimia Tepung Jagung
Komposisi
Tepung Jagung
Kalori (kal)
355
Protein (g)

9,2
Lemak (g)
3,9
Karbohidrat (g)
73,7
Kadar air (g)
12
Sumber: Direktorat Gizi, Komposisi Bahan Makanan (1990)
Table 8. Kandungan Nutrisi Tepung Jagung Dibanding Tepung Terigu
Kandungan Nutrisi
Tepung Jagung
Tepung Terigu
Kalori (Kal)
355
365
Lemak (%)
5,42
2,09
Serat kasar (%)
4,24
1,92
Abu (%)
1,35
1,83
Protein (%)
11,02

14,45
Pati (%)
79,95
18,74
Sumber: Suarni (2001)
2.5.
2.5.1.

Proses Pembuatan Tepung Jagung


Sortasi

Sortasi adalah merupakan langkah awal dari suatu kegiatan pengolahan bahan
pangan, yang dilakukan dengan cara memilih bahan-bahan pangan olahan yang
berkualitas serta kegiatan membersihkan bahan pangan tersebut mulai dari
pembersihan, pencucian, pengeringan sampai pada proses pengolahan bahan
pangan selanjutnya. Evaluasi mutu dilakuakan untuk menjaga agar bahan yang
digunakan dapat sesuai dengan syarat mutu untuk menjaga kualitas hasil olahan
bahan pangan yang dipandang dari aspek kebersihan bahan pangan tersebut.
Proses sortasi untuk menggolongkan bahan atas tingkat kebagusan dan
keseagaman serta untuk memisahkan bahan dari benda asing.
2.5.2.

Penggilingan I

Penggilingan pertama (penggilingan kasar) dilakukan dengan menggunakan


hammer mill yang bertujuan untuk memisahkan bagian endosperma jagung dengan
kulit, lembaga, dan tip cap. Kemudian kulit ari, lembaga dan tip cap dipisahkan
melalui pengayakan.
2.5.3.

Perendaman Dalam Air

Hasil dari penggilingan kasar tersebut kemudian direndam selama 4 jam dan dicuci
dalam air untuk memisahkan grits jagung yang banyak mengandung pati dari kulit,
lembaga, dan tip cap yang dapat menjadi sumber kontaminasi. Kulit harus
dipisahkan dari endosperma karena memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga
dapat membuat tepung bertekstur kasar. Lembaga merupakan bagian biji jagung
yang paling tinggi kandungan lemaknya sehingga harus dipisahkan karena
berhubungan erat dengan ketahanan tepung terhadap ketengikan akibat oksidasi
lemak. Tip cap juga harus dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar
dan menimbulkan butir-butir hitam pada tepung apabila pemisahannya tidak
sempurna.

2.5.4.

Pengeringan

Proses pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu sinar matahari sebagai
energi panas dan dengan menggunakan alat pengering. Pengeringan dengan cara
penjemuran sangat tergantung pada keadaan iklim, suhu dan kelembaban serta
kecepatan aliran udara tidak terkontrol. Pengeringan dengan menggunakan alat
pengering terjadi sebaliknya, sehingga dapat menghasilkan produk kering yang
bermutu baik sesuai dengan yang diharapkan, jika kondisi pengeringan benar-benra
terkontrol. Pengeringan dengan alat pengering umumnya lebih cepat dibandingkan
dengan penjemuran serta dapat lebih mempertahankan warna bahan baku yang
dikeringkan (Muchtadi dan Sugiyono. 1992).
2.5.5.

Penggilingan II

Penggilingan kedua yang merupakan penggilingan grits jagung menggunakan disc


mill (penggiling halus). Hasil penggilingan halus berupa tepung jagung.
Penggilingan kedua ini merupakan suatu tahap yang sangat penting untuk
mendapatkan kualitas tepung yang benar-benar berkualitas, maka penggilingan
harus dilakukan sesuai prosedur dan teliti.
2.5.6.

Pengayakan

Proses pengayakan dengan saringan berukuran 80 atau 100 mesh dapat dilakukan
untuk memperoleh tepung jagung dengan ukuran partikel yang diinginkan sesuai
kebutuhan. Proses akhir dari proses pembuatan tepung jagung, dan yang sangat
menentukan adalah jenis ayakan yang dipakai.

2.6.

Roti

Roti memiliki definisi umum adalah makanan yang dibuat dari tepung terigu
(tepung gandum) diragikan oleh khamir (Saccharomyces cereviceae) yang
dipanggang lalu ke dalamnya ditambahkan bahan pelezat sebagai pelengkap
(Wikipedia. 2009).
Menurut Mudjadjanto dan Yulianti (2004) roti adalah produk makanan yang terbuat
dari fermentasi tepung terigu dengan ragi atau bahan pengembang lainnya,
kemudian dipanggang. Roti adalah makanan yang terbuat dari tepung terigu yang
diragikan dengan ragi roti dan dipanggang ke dalam adonan, serta boleh
ditambahkan garam, gula, susu, lemak, dan bahan-bahan pelezat seperti coklat,
dan kismis. Roti adalah makanan yang terbuat dari tepung terigu, air, dan ragi yang

pembuatannya melalui tahap pengulenan, fermentasi (pengembangan), dan


pemanggangan dalam oven.
Roti adalah produk makanan hasil fermentasi tepung dengan ragi atau bahan
pengembang lainnya, kemudian dipanggang. Roti merupakan salah satu produk
bioteknlogi konvensional karena didalam proses pembutannya berlangsung proses
fermentasi yang melibatkan mikroorganisme (Mudjajanto dan Yulianti, 2007).
Pembuatan roti dapat dibagi menjadi dua bagian utama yaitu proses pembuatan
adonan dan proses pembakaran. Kedua proses utama ini akan menentukan mutu
hasil akhir dari produksi roti tersebut. Roti dapat dibedakan menjadi tiga macam,
yaitu roti yang dikukus, dipanggang, dan yang digoreng. Bakpao dan mantao adalah
contoh roti yang dikukus. Donat dan panada merupakan roti yang digoreng.
Sedangkan aneka roti tawar, roti manis, pita bread, dan baquette adalah roti yang
dipanggang (Suprapti, 2003).
Manfaat roti diperkaya dengan berbagai macam zat gizi. Sebut saja -karoten,
thiamin (vit B1), riboflavin (vit B2), niasin, serta sejumlah mineral berupa zat besi,
iodium, kalsium dan sebagainya. Roti juga diperkaya dengan asam amino tertentu
untuk meningkatkan mutu protein bagi tubuh. kandungan protein yang terdapat
dalam roti mencapai 9,7%, lebih tinggi ketimbang nasi yang hanya 7,8%. Selain itu
tidak seperti nasi yang hanya memiliki kadar pati 4-8%, dalam roti terdapat 13%
pati (Jenie, 1993).
2.7.

Jenis-Jenis Roti

Roti dapat dibedakan atas roti putih (white bread) dan roti (whole wheat bread). Roti
putih dibuat dari tepung terigu, sedangkan roti cokelat dibuat dari tepung gandum
utuh. (Mudjajanto. dkk, 2004). Proses pengolahan gandum menjadi terigu akan
membuang bagian dedak yang kaya mineral dan serat pangan (dietary fiber).
Namun saat ini, roti dari tepung gandum utuh dihargai lebih mahal karena
kandungan gizi lebih banyak (Kusmiati, 2005).
Menurut Kusumastuti, (2006), Roti juga mempunyai beberapa variasi yang terbagi
menjadi lima jenis roti, yaitu:
1.
Bakery, jenis roti manis yang berbahan dasar tepung terigu, mentega, telur,
susu, air, dan ragi yang dalamnya dapat diisi keju, coklat, atau yang lainnya.
2.
Cake, jenis roti yang berasa (manis) dengan tambahan rasa (sense) rum, jeruk
atau coklat dengan bahan dasar tepung terigu, mentega, dan telur tanpa
menggunakan isi.
3.
4.

Pastry, jenis roti kering yang bisa berupa sus dan croissant.
Donut, jenis roti tawar atau manis yang digoreng dan berlubang di tengahnya

5.
Roti tawar, jenis roti yang berbahan dasar tepung terigu,susu, telur, mentega,
ragi, dan air tanpa menggunakan isi.
2.8.

Roti Tawar

Roti tawar umumnya dibuat dari tepung terigu yang ditambahkan gula, mentega
atau margarin, susu bubuk, garam, ragi roti, malt dan air. Tepung terigu yang paling
baik untuk bahan dasar roti adalah tepung terigu yang berprotein tinggi (Anonim,
2008).
Roti adalah produk makanan yang terbuat dari fermentasi tepung terigu dengan
ragi atau bahan pengembang lain, kemudian dipanggang. Roti beranekaragam
jenisnya. Adapun penggolongannya berdasarkan rasa, warna, nama daerah atau
negara asal, nama bahan penyusun, dan cara pengembangan (Mudjajanto dan
Yulianti, 2004).
Roti tawar merupakan salah satu jenis makanan yang berbentuk sponge, yaitu
makanan yang sebagian besar volumenya tersusun dari gelembung - gelembung
gas. Produk ini terdiri dari gas sebagai fase diskontinyu dan zat padat sebagai fase
kontinyu (Astawan, 2006). Berdasarkan bahan pengembang yang digunakan, roti
tawar termasuk dalam yeast raised goods, yaitu adonan yang mengembang karena
adanya karbondioksida yang dihasilkan dari proses fermentasi gula oleh yeast
(Apriyantono, 2009).

Tabel 9. Komposisi Kimia Roti Tawar Dalam 100 g Bahan


Komposisi
Jumlah
Protein (g)
8.0
Karbohidrat (g)
50.0
Lemak (g)
1.5
Air (g)

39.0
Vitamin dan mmineral
1.5
Sumber : Mantred Lange dan Bogasari Baking Center. (2006)
Pembuatan roti tawar perlu memperhatikan keseimbangan antara pembentukan gas
(gas production) dan kemampuan menahan gas (gas retention), karena kedua hal
tersebut mempengaruhi mutu roti tawar. Ada dua kriteria untuk menilai mutu roti
tawar, yaitu kriteria luar yang meliputi volume, warna kulit (color of crust),
keistimewaan bentuk (symetry of form), karakteristik kulit (character of crust), dan
hasil pemotongan, serta kriteria dalam yang meliputi porositas (grain), warna
daging roti (color of crumb), aroma, rasa, pengunyahan, dan tekstur (Mila, M. 1998).
Dari beberapa kriteria tersebut yang paling umum digunakan untuk menilai mutu
roti tawar adalah volume (tingkat pengembangan), porositas, tekstur, rasa, dan
aroma. Volume, porositas, dan tekstur sangat dipengaruhi oleh keseimbangan
antara pembentukan gas dan kemampuan menahan gas (Wahyudi. 2003).

Tabel 10. Syarat Mutu roti Tawar SNI 01-3840-1995


Kriteria uji
Satuan
Persyartan
Kenampakan
Normal, tidak berjamur
Bau
-

Normal
Rasa
Normal
Kadar air
%b/b
Maksimal 40
Kadar abu
%b/b
Maksimal 1
Kadar NaCl
%b/b
Maksimal 2,5
Serangga
Tidak boleh ada
Sumber: Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2007
Pembuatan roti merupakan bentuk lain dari pemanfaatan proses fermentasi yang
dilakukan oleh jamur ragi (Saccharomyce sp). dalam proses fermentasi,
Saccharomyces sp merubah karbohidrat menjadi karbondiokasida dan alkohol.
Karbondioksida merupakan gas yang dapat dilepaskan ke udara bebas. Di dalam
sebuah adonan, gas yang dihasilkan dari proses fermentasi oleh Saccharomyces sp
terjebak oleh pekatnya adonan tersebut, sehingga gas tersebut tidak dapat
dilepaskan ke udara bebas (Winarno, 2004). Gas yang dihasilkan dari proses
fermentasi ini dimanfaatkan untuk mengembangkan adonan. Dengan pemanasan
pada oven dengan suhu tinggi gas akan memuai, sehingga adonan akan tambah
mengembang. Pemanasan juga berfungsi untuk mematikan sel-sel ragi (Mudjajanto
dan Yulianti, 2004).
Selain hal tersebut, terbentunya alkohol dari proses fermentasi juga dapat
meberikan aroma khas pada adonan. Dengan demikian pemberian Saccharomyces
sp dalam pembuatan roti selain berperan dalam mengembangkan adonan juga

dapat menambah aroma, sehingga meningkatkan cita rasa konsumen (Hidayat,


2007).
Setiap bahan juga mempunyai karakteristik fisik, kimia dan mekanik yang berbeda,
demikian juga perubahan sifatsifat tersebut akibat pengolahan mungkin berbeda.
Oleh karena itu sebelum mengetahui cara pembuatan roti, terlebih dahulu
mengenal jenis bahan yang akan digunakan, fungsi dalam pembuatan roti serta
sifatsifat yang dibutuhkan. Hal ini perlu diketahui untuk bisa memilih bahan secara
ekonomis dan mengendalikan mutu produk sesuai dengan keinginan (Buckle, 1985).
Pada prinsipnya roti dibuat dengan cara mencampurkan tepung dan bahan
penyusun lain menjadi adonan kemudian di fermentasi dan dipanggang. Pembuatan
roti dapat dibedakan atas dua bagian utama yaitu proses pembuatan adonan dan
proses pembakaran. Kedua proses utama ini akan menentukan mutu hasil akhirnya.
Proses pengadukan bahan baku roti erat kaitannya dengan pembentukan zat
gluten, sehingga adonan siap menerima gas CO2 dari aktifitas fermentasi. Prinsip
dari proses pengadukan ini adalah pemukulan dan penarikan jaringan zat glutenya
sehingga struktur spiralnya akan berubah sejajar satu dengan yang lainnya. Jika
struktur ini tercapai, maka permukaan adonan terlihat mengkilap dan tidak lengket
dan adonan akan mengembang pada titik optimum dimana zat gluten dapat ditarik
atau dikerutkan (Subarna. 2002). Proses yang terpenting dalam pembuatan roti
adalah pemanggangan. Melalui proses ini adonan roti diubah menjadi produk yang
ringan dan berongga, mudah dicerna dan aromanya merangsang. Pada saat yang
sama substansi rasa terbentuk meliputi karamelisasi gula, pirodekstrin, dan
melanoidin sehingga menghasilkan produk dengan sifat organoleptik yang
dikehendaki (Anonim, 2009a).

2.9.
2.9.1.

Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pembuatan Roti Tawar


Tepung Terigu

Dalam pembuatan roti tawar, tepung yang digunakan yaitu tepung terigu yang
mengandung protein tinggi seperti tepung terigu hard wheat yang mengandung 1113% protein sementara yang protein rendah maksimal 11%. Tingginya protein yang
terkandung menjadikan sifatnya mudah dicampur, difermentasikan, daya serap
airnya tinggi, elastis dan mudah digiling. Karakteristik ini menjadikan tepung terigu
hard wheat sangat cocok untuk bahan baku roti tawar (Jaya, 2008). Terigu
berprotein tinggi tidak saja menambah nilai gizi roti tetapi akan menentukan tekstur
akhir roti. Selain itu, tekstur roti juga ditentukan oleh keseimbangan antara
mentega dan telur (Anonim, 2008).
Tepung terigu hasil penggilingan harus bersifat mudah tercurah, kering, tidak
mudah menggumpal jika ditekan, berwarna putih, bebas dari kulit, tidak berbau
asing seperti busuk, tidak berjamur atau tengik, juga bebas dari serangga tikus,

kotoran, dan kontaminasi benda-benda asing lainnya. Yang harus dipertimbangkan


adalah terutama kadar protein tepung terigu dan kadar abunya. Kadar protein
mempunyai korelasi yang erat dengan kadar glutein, sedangkan kadar abu erat
hubungannya dengan tingkat dan kualitas adonan (Sriboga, 2005).
Tepung merupakan bahan baku utama roti. Tepung yang biasa digunakan untuk roti
adalah tepung gandum, jagung, havermouth. Untuk roti yang memerlukan
pemuaian, lebih baik digunakan tepung gandum, karena beberapa jenis protein
yang terdapat pada gandum jika dicampur dengan air akan menghasilkan glutein.
Glutein inilah yang dapat membuat roti mengembang selama proses pembuatan.
Jaringan sel-sel ini juga cukup kuat untuk menahan gas yang dibuat oleh ragi
sehingga adonan tidak mengempis kembali (Bogasari. 2010).
Tabel 11. Komposisi Kimia Tepung Terigu dalam 100 gr bahan
Komposisi
Jumlah
Bdd (%)
100
Energi (kal)
375
Air (g)
12.0
Protein (g)
8.9
Lemak (g)
1.3
Karbohidrat (g)
77.3
Mineral (g)
0.5
Kalsium (g)
16

Phosphor (mg)
10.6
Besi (mg)
1.2
Vitamin B1 (mg)
1.2
Vitamin C (mg)
0
Sumber: Wijandi dan Saillah (2003)
Menurut Astawan (2008) berdasarkan kandungan glutein (protein), tepung terigu
yang beredar dipasaran dapat dibedakan atas 3 macam yaitu:
1.
Hard flour (terigu protein tinggi). Tepung ini berkualitas paling baik.
Kandungan proteinnya 12-13%. Tepung ini biasanya digunakan untuk pembuatan
roti dan mie berkualitas tinggi. Contohnya, terigu dengan merk dagang Cakra
Kembar.
2.
Medium hard flour (terigu protein sedang). terigu ini mengandung protein
sebesar 9,5-11%. Tepung ini banyak digunakan untuk pembuatan roti, mie dan
macam-macam kue, serta biscuit. Contohnya terigu dengan merk dagang segitiga
biru.
3.
Soft flour (tepung protein rendah). terigu ini mengandung protein sebesar 78,5%. Penggunaannya cocok sebagai bahan pembuatan kue dan biscuit. Contohnya
terigu dengan merk dagang kunci biru.
Tepung terigu diperoleh dari hasil penggilingan gandum yang banyak dipergunakan
dalam industri pangan. Komponen terbanyak dari tepung terigu adalah pati sekitar
70% yang terdiri dari amilosa dan amilopektin. Kandungan amilosa dalam pati
sekitar 20% dengan suhu gelatinisasi 560C-620C (Astawan, 2008).
Tabel 12. Syarat Mutu Tepung Terigu
Karakteristik
Mutu
Kadar air, maksimum
12,5 %

Kadar abu, maksimum


2,2 %
Kadar silika, maksimum
0,1 %
Derajat asam, maksimum (ml NaOH 1 N/100 gr)
4
Bau dan rasa
Normal
Serangga, sisa serangga (telur, larva, kepompong dan lain-lain)
Tidak ada
Bahan pengawet dan atau pemanis tambahan
Tidak ada
Keadaan
Harus baik, tidak rusak dan tidak mengandung campuran
Sumber : SNI 01-3751-1995
2.9.2.

Tepung Jagung

Proses pembuatan tepung jagung melalui tahap-tahap penggilingan kasar hingga


diperoleh beras jagung, pemisahan kulit dan lembaga, penggilingan halus dan
pengayakan (Richana N, Suarni. 2007).
Tepung jagung dibuat dari jagung pipil yang sudah betul-betul tua dan kering.
Caranya sebagai berikut: jagung dicuci, direndam beberapa jam, lalu ditiriskan.
Kemudian ditumbuk sampai halus, kalau masih basah dapat dijemur. Tepung jagung
dapat dimasak menjadi nasi jagung yang disebut tiwul jagung (Kent & Evers,
1994).
Jagung mengandung karbohidrat sekitar 7173% yang terutama terdiri dari pati,
sebagian kecil gula dan serat. Jagung mengandung sekitar 10% protein. Kandungan
lemak sekitar 5%. Jagung hanya mengandung sedikit kalsium, kemudian fosfor dan
zat besi terdapat dalam jumlah yang sedikit banyak (Koswara. 2000).
Tabel 13. Komposisi Kimia Tepung Jagung dalam 100 g Bahan
Komposisi

Jumlah
Kalori (kal)
355
Kalsium (mg)
10
Protein (g)
9.2
Besi (mg)
2,4
Air (g)
12.0
Karbohidrat (g)
73.7
Lemak (g)
3.9
Fosfor (mg)
256
Vit A (SI)
510
Vit B1 (mg)
0.38
Vit C (mg)
0
Bdd ( %)
100
Sumber : Direktorat Gizi, Depkes RI. 1990

Semua bahan makanan mengandung nilai gizi, dengan komposisi yang berbedabeda. Begitu pula jagung. Jika diolah dengan tambahan aneka bahan lain, jagung
dapat memenuhi kebutuhan gizi seseorang, hingga sesuai dengan prinsip menu
sehat seimbang. Bahan makanan yang mengandung gluten dicurigai dapat
mempengaruhi kesehatan usus pada penderita autis. Bagi penderita autis, gluten
dianggap sebagai racun karena tubuh penderita autis tidak menghasilkan enzim
untuk mencerna protein jenis ini. Akibatnya protein yang tidak tercerna ini akan
diubah menjadi komponen kimia yang disebut opioid. Opioid bersifat layaknya obatobat seperti opium yang bekerja seperti toksin yang dapat mengganggu fungsi otak
dan sistem imunitas serta gangguan perilaku (Nirmala, 2008).
2.9.3.

Ragi atau yeast

Ragi berfungsi sebagai pengembang adonan dengan produksi gas CO2, serta
sebagai pelunak gluten dengan asam yang dihasilkan, pemberi rasa dan aroma.
Ragi/yeast sendiri sebetulnya mikroorganisme, suatu mahkluk hidup berukuran
kecil, biasanya dari jenis Saccharomyces cerevisiae yang digunakan dalam
pembuatan roti (Apriyantono, 2009).
Menurut Mudjajanto dan Yulianti, (2004) menyatakan bahwa untuk pembuatan roti,
sebagian besar ragi berasal dari mikroba jenis Saccharomyces cerevisiae. Agar
mikroba dapat beraktivitas optimal maka beberapa persyaratan harus dipenuhi
diantaranya sebagai berikut:
1.

Adanya keseimbangan gula, garam, terigu dan air.

2.
Agar mikroba tumbuh baik maka pH diatur berkisar 2,04,5, oksigen cukup
tersedia karena mikroba yang hidup bersifat aerob dan suhu pengolahan sekitar
30oC.
Ragi untuk terciptanya keseimbangan gula, garam, terigu, air dan mikroba tumbuh
dengan baik maka pH diatur berkisar 2,0-4,5 sehingga oksigen cukup tersedia
karena mikroba yang hidup bersifat aerob dan suhu pengolahan sekitar 30oC,
sementara ragi yang dikehendaki harus dapat menghsilkan CO2 pada saat
pengadukan adonan sampai dimatikan dan harus sehat dengan ciri berwarna bagus
dan mudah larut dalam air (Utomo, 2006)
Ada 3 jenis ragi yang umum dikenal, yaitu ragi tapai berbentuk bulat pipih berwarna
putih, ragi roti berbentuk butiran, dan ragi tempe berbentuk bubuk. Umumnya
mikroorganisme pada ragi dibiarkan tumbuh pada bahan pengisi berupa tepung
beras atau bahan lain mengandung karbohidrat tinggi, kemudian dikeringkan. Ragi
roti dan ragi tapai mengandung khamir yang sama, yaitu Saccharomyces cereviciae
(Andarwulan, 2009).
Semua jenis ragi untuk membuat roti merupakan spesies dari Saccharomyces
cerevisiae, yang berasal dari kata Saccharo yang berarti gula, myces yang brarti

makan, dan cerevisae yang berarti berkembang biak. Berarti ragi roti adalah
spesies yang hidup dalam berkembang biak dengan memakan gula. Enzim ragi
yang disebut zymase dan karbon dioksida. Prosesnya disbut fermentasi alkohol
(Lange dan Bogasari, 2004).
2.9.4.

Bread Improver

Bread improver ditambahkan pada proses pencampuran dengan dosis pemakaian


0,3%-1,5% dari berat tepung. Bread improver dapat memperbaiki karakteristik
adonan, sehingga adonan dapat beradaptasi terhadap peralatan. Bread improver
juga memiliki proses fermentasi yang teratur dan membantu pengembangan
selama proses baking. Selain itu juga bread improver juga dapat mendiversifikasi
produk roti dengan mempengaruhi struktur daging roti (crumb tekstur), warna kulit
roti (crust), tampilan roti, volume, aroma, rasa dan simpannya (Hamidah, 2008:34).
Untuk meningkatkan kualitas roti baik dari segi volume maupun tekstur sehingga
roti semakin mengembang dan empuk. Bread Improved berfungsi untuk:
1.
Melengkapi zat makanan yang dibutuhkan ragi, sehingga ragi tumbuh
sempurna
2.

Menghasilkan gas serta prekursor flavor pada produk

3.

Merupakan penstabil (buffer) agar kondisi adonan tetap sesuai

4.

Perkembangan ragi

5.

Penguat gluten

6.

Memperbaiki warna kulit dan remah (crumb)

7.
8.

Meningkatkan volume
Memperpanjang masa simpan.

2.9.5.

Gula Pasir

Menurut Wahyudi (2003) gula yang biasa digunakan dalam pembuatan roti tawar
adalah gula sukrosa (gula putih dari tebu atau dari beet) baik berbentuk kristal
maupun berbentuk tepung, Penggunaan gula pada roti tawar ditujukan untuk:
1.

Menyediakan makananan bagi ragi dalam fermentasi

2.

Membantu dalam pembentukan krim dari campuran

3.

Memperbaiki tekstur produk,

4.

Membantu memepertahankan air sehingga memperpanjang kesegaran

5.

Menghasilkan kulit (crust) yang baik

6.

Menambah nilai nutrisi pada produk

Sukrosa atau gula pasir dikenal sebagai bubuk sweetener, yaitu bahan pemanis
yang biasanya digunakan dalam jumlah banyak. Sukrosa merupakan disakarida
yang tersusun atas sebuah D-glucopyranosil dan D-fructofuranosil yang berikatan
antar ujung reduksinya. Sukrosa tidak punya ujung pereduksi sehingga termasuk
dalam gula non perduksi. Sukrosa (C12H22O11) mempunyai sifat sedikit higroskopis
dan mudah larut dalam air semakin tinggi suhu kelarutan semakin besar (Tiench
Tirtowinata, 2006).
Di dalam adonan roti, gula berfungsi sebagai makanan ragi sehingga ragi bisa
berkembang lebih cepat dan proses fermentasi berjalan baik. Gula juga memberi
rasa manis serta memperbaiki warna dan aroma karena proses karamelisasi selama
pemanggangan. Sifat gula yang higroskopis menjadikan roti lebih awet (Anonim.
2009). Gula ditambahkan pada jenis roti tertentu untuk melengkapi karbohidrat
yang ada untuk proses fermentasi dan untuk memberikan rasa manis pada roti.
Akan tetapi gula lebih banyak dipakai dalam pembuatan biskuit dan kue, dimana
selain memberikan rasa manis gula juga mempengaruhi tekstur (Winarno, 2004).
2.9.6.

Telur

Telur merupakan suatu bahan pangan yang mempunyai kualitas protein terbaik jika
dibandingakan dari bahan pangan lainnya dan mengandung beberapa vitamin dan
mineral seperti vitamin A, riboflvin, asam folik, vitamin B6, B12, khalin, zat besi,
kalsium, fosfor dan fotossium. Seluruh vitamin A, D dan E terdapat pada kuning
telur. Kuning telur yang besar mengandung sekitar 60 kalori, sedang putih telur
mengandung 15 kalori. Kuning telur yang besar juga mengandung lebih dari 2/3
kebutuhan kolestrol yang direkomendasikan untuk kebutuhan tubuh sehari-hari
(Indarto, 1999).

Tabel 14. Komposisi Kimia Telur Ayam Segar


Komposisi kimia
Telur Ayam Segar
Utuh
Putih Telur
Kuning Telur
Kalori (kkal)

162
50
361
Air (gr)
74
87,8
49,4
Protein (gr)
12,8
19,8
16,3
Lamak (gr)
11,5
0
31,9
Karbohidrat (gr)
0,7
0,8
0,7
Kalsium (mg)
54
6
147
Phosphor (mg)
180
17

586
Vitamin A (SI)
900
0
2000
Sumber : Benion. (1980)
Telur dalam pembuatan produk roti berfungsi untuk membentuk suatu kerangka
yang bertugas sebagai pembentuk struktur. Telur juga berfungsi sebagai pelembut
dan pengikat. Fungsi lainnya adalah untuk aerasi, yaitu kemampuan menangkap
udara pada saat adonan dikocok sehingga udara menyebar rata pada adonan
(Astawan, 2008). Telur dapat mempengaruhi warna, rasa, dan melembutkan tekstur
produk bakeri dengan daya emulsi dari lesitin yang terdapat pada kuning telur.
Pembentukan adonan yang kompak terjadi karena daya ikat dari putih telur
(Indrasti, 2004).
Telur adalah suatu bahan makanan sumber zat protein hewani yang bernilai gizi
tinggi. Untuk dunia kuliner telur sangat penting, karena telur banyak kegunaannya
di dalam masak-memasak. Fungsi telur dalam penyelenggaraan gizi kuliner sebagai
pengental, perekat atau pengikat (Tarwotjo, 1998). Roti yang lunak dapat diperoleh
dengan penggunaan kuning telur yang lebih banyak. Kuning telur mengandung
lesitin (emulsifier). Bentuknya padat, tetapi kadar air sekitar 50% sedangkan putih
telur kadar airnya 86%. Putih telur memiliki creaming yang lebih baik dibandingkan
kuning telur (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
2.9.7.

Mentega Putih (shortening)

Astawan dan Wahyuni (1991), mentega putih mengandung 80% lemak dan 17%
air.,Mentega putih banyak digunakan dalam bahan pangan, terutama pada
pembuatan kue dan roti yang dipanggang. Tujuan penggunaan lemak dalam
pembuatan roti tawar terutama untuk meningkatkan volume, meningkatkan
keseragaman dan kelunakan remah, memperpanjang daya simpan dan
memudahkan proses pemotongan roti (slicing ability). Menurut Wahyudi (2003)
fungsi shortening dalam pembuatan roti tawar adalah :
1.

Memperkaya gizi dan memperbaiki tekstur/pori-pori.

2.

Meningkatkan kelezatan dan keempukan.

3.

Memperbaiki aerasi sehingga produk bisa mengembang.

4.

Memperbaiki cita rasa pada roti.

5.

Sebagai pengemulsi untuk mempertahankan kelembaban.

6.

Memperbaiki kehalusan kulit.

Lemak atau minyak tidak larut dalam air tetapi akan berada dalam bentuk emulsi
jika dibuat krim. Karena sangat berpengaruh terhadap tekstur produk, partikelpartikel lemak harus menyebar secara merata dalam campuran adonan. Mentega
putih dan margain umumnya dibuat dari minyak yang dihidrogenisasi. Mentega
(butter) dibuat dari lemak (bagian krim susu), jika jumlah mentega dalam resep
85% dari berat margarin maka air yang harus ditambahkan sekitar 10% dari berat
mentega. Lemak yang digunakan untuk pembuatan roti tawar biasanya
menggunakan mentega putih, karena mentega putih mempunyai warna yang putih
sehingga tidak mempengaruhi warna roti tawar yang dihasilkan, juga mempunyai
rasa yang tawar sehingga tidak mempengaruhi rasa roti tawar yang dihasilkan
(Ningrum, 2006).
2.9.8.

Garam

Garam dapur (NaCl) banyak digunakan dalam industri pangan. Garam dengan
konsentrasi rendah berfungsi sebagai pembentuk cita rasa, dalam konsentrasi
cukup tinggi berperan sebagai pengawet. Garam akan terionisasi dan menarik
sejumlah molekul air, peristiwa ini disebut hidrasi ion. Jika konsentrasi garam makin
besar, maka makin banyak ion hidrat dan moleku l air terjerat, menyebabkan Aw
bahan pangan menurun (Winarno, 1992).
Dalam bahan pangan garam biasanya digunakan sebagai bahan pengawet. Garam
pada pembuatan roti tawar akan memberikan rasa gurih, pemakaian garam kurang
dari 0,5% biasanya akan memberikan rasa hambar pada roti tawar (Tarigan, 2003).
Kualitas garam yang dikehendaki dalam pembuatan roti adalah sebagai berikut:
1.

Kebersihan (bebas dari bahan-bahan yang tidak dapat larut).

2.

Halus, tidak bergumpal-gumpal.

3.

Mudah larut.

Pemakaian garam dalam pembuatan roti tawar yaitu garam halus. Menurut
Mudjadjanto dan Yulianti (2004), Fungsi garam dalam pembuatan roti tawar adalah:
1.

Penambah rasa gurih.

2.

Pembangkit rasa bahan-bahan lainnya.

3.

Pengontrol waktu fermentasi dari adonan beragi.

4.

Penambah kekuatan gluten.

5.

Pengatur warna kulit dan mencegah timbulnya bakteri dalam adonan.

2.9.9.

Air

Pemakaian air dalam pembuatan roti tawar mempunyai peranan yang penting
untuk membentuk gluten, karena protein tepung terigu dilarutkan oleh air. Jenis air
yang digunakan adalah air dingin. Pemakaian air dalam pembuatan roti tawar
sebanyak 62% dari berat tepung (Ningrum, 2006).
Dalam pembuatan roti tawar air juga berfungsi sebagai pelarut dari bahan-bahan
lain dalam pembuatan roti tawar seperti garam, gula, susu dan sebagainya (Tarigan,
2003). Kandungan mineral dalam air dapat mempengaruhi kekerasan adonan,
tetutama untuk beberapa jenis tepung, air yang digunakan harus memenuhi syarat
air yang sehat yaitu:
1.

Syarat fisik artinya air tidak berwarna, berasa, berbau.

2.
Syarat kimia artinya air tidak mengandung bahan-bahan kimia seperti Fe, Hg,
Pb, kekeruhan dan kesadahan.
3.

Syarat mikrobiologis artinya tidak mengandung bakteri E coli (Ningrum, 2006).

Dalam pembuatan roti, air berfungsi sebagai penyebab terbentuknya gluten serta
pengontrol kepadatan dan suhu adonan. Air berperan sebagai pelarut garam,
penyebar dan pelarut bahan-bahan bukan tepung secara seragam dan
memungkinkan adanya aktivitas enzim (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
Air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita. Kandungan air
dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan
makanan itu (Ningrum, 2006).
Air yang digunakan dalam proses produksi pengolahan pangan harus memenuhi
kriteria mutu layak dipergunakan untuk proses pengolahan bahan pangan. Syarat
mutu air untuk industri makanan sama dengan syarat mutu air minum, dapat dilihat
pada Tabel 16.
Tabel 15. Standar Umum Air Untuk Industri Makanan
Sifat Air
Toleransi (ppm)
Pengaruh spesifik bila kelebihan
Kekeruhan
1-10
Pengendapan pada produk dan alat

Wana
5-10
Penyimpangan warna, masalah bahan organik
Rasa dan bau
noti-cable
Meningkatkan rasa dan bau dalam produk
Besi atau mangan
0,2-0,3
Noda, penyimpangan warna dan rasa serta pertumbuhan bakteria besi
Alkalinitas
30-250
Netralisasi asam, mengurangi daya awet
Kesadahan
10-250
Pengendapan, absorpsi oleh beberapa produk
Jumlah padatan terlarut
850
Penyimpangan warna
Bahan organis
Penyimpangan rasa, sedimen pembusukan, reaksi
Flour
1,7
Pembusukan enamel gigi pada anak
Sumber: Syarief R. dan Irawati A. (1988)
2.9.10. Susu

Jenis susu yang banyak digunakan dalam proses pembuatan roti tawar adalah susu
bubuk, skim dan krim. Krim mengandung lemak yang tinggi sehingga memberikan
kelembutan dan aroma yang menyenangkan. Susu skim banya mengandung protein
(kasein) yang cenderung meningkatkan penyerapan dan daya menahan air
sehingga mengeraskan adonan dan memperlambat proses fermentasi adonan roti.
Susu yang digunakan untuk pembuatan roti pada umumnya dalam bentuk bubuk
(powder) (Eko,T.S. dan Eirry, M.S. 2007). Hal ini disebabkan alasan kemudahan
penyimpanan dan mempunyai umur simpan yang lebih panjang dibandingkan
dengan susu segar. Susu bubuk yang biasa digunakan adalah susu skim atau susu
krim.
Keuntungan susu skim adalah kandungan air dan kandungan lemaknya rendah
sehingga dapat disimpan lebih lama dan tidak cepat tengik. Kadar air susu skim
adalah 2,5% dan kandungan lemaknya 1,1%. Sebaiknya penyimpanan susu bubuk
senantiasa dijaga agar tetap kering, hal ini dilakukan karena susu bubuk bersifat
sangat rentan terhadap kerusakan dari lingkungan terutama air (Wahyudi, 2003).
Tujuan pemakaian susu dalam pembuatan roti adalah:
1.
Memperbaiki gizi karena susu mengandung protein (kasein), gula laktosa dan
kalsium.
2.
Memberikan pengaruh terhadap warna kulit (terjadi pencoklatan protein dan
gula).
3.

Digunakan untuk mengoles permukaan roti.

4.

Memperkuat gluten karena kandungan kalsiumnya.

5.

Menghasilkan kulit yang enak dan bau aromatik (Anonymous, 2002).

Pada pembuatan roti, untuk tepung jenis lunak (soft) atau berprotein rendah,
penambahan susu lebih banyak dibandingkan tepung jenis keras (hard) atau
berprotein tinggi. Penambahan susu sebaiknya susu padat. Alasannya, susu padat
menambah penyerapan (absorpsi) air dan memperkuat adonan. Bahan padat bukan
lemak pada susu padat tersebut berfungsi sebagai bahan penyegar protein tepung
sehingga volume roti bertambah (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
Susu digunakan untuk memberikan flavor yang spesifik serta pembentukan warna
pada kulit roti sebab susu mengandung laktosa yang tidak dapat difermentasikan
oleh yeast. Selain itu susu juga dapat memperbaiki nilai gizi roti sebab
mengandung protein yang cukup tinggi. Dalam pembuatan roti biasanya digunakan
susu skim (Wahyudi, 2003).
Komposisi air susu dari berbagai hewan menyusui sangat bervariasi tetapi pada
dasarnya mengandung pada komponen-komponen yang sama, yaitu air, lemak,
laktosa, mineral, vitamin dan enzim dengan demikian kalau ada variasi mengenai
komposisi adalah lebih bersifat kuantitatif. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi

komposisi air susu seperti species, bangsa, umur, musim, pakan, lama interval
pemerahan, kegemukan induk pada waktu melahirkan, fase laktasi perbedaan
individu, penyakit (Idris, 1992).
Tabel 16. Komposis Air Susu Sapi Per 1000 ml
Komposisi
Presentase
Air
89,50-84,00
Lemak
2,60-6,00
Protein
2,80-4,00
Laktosa
4,50-6,20
Abu
0,60,0,08
Sumber : Idris (1992)
2.10.

Proses Pembuatan Roti Tawar

2.10.1. Persiapan Bahan


Bahan-bahan untuk membuat roti tawar disiapkan dalam jumlah yang sesuai
dengan kebutuhan formula resepnya. Susunan dan perbandingan bahan-bahan
yang digunakan harus diatur agar memudahkan dalam penanganan dan
menghasilkan produk olahan yang sesuai dengan yang diharapkan. Karakteristik
produk ditentukan oleh susunan bahan-bahan dan proses yang digunakan. Bahan
baku merupakan faktor yang menentukkan dalam proses produksi atau pembuatan
bahan makanan. Jika bahan baku yang digunakan mutunya baik maka diharapkan
produk yang dihasilkan juga berkualitas (Kusmiati, 2005).
2.10.2. Penimbangan bahan
Semua bahan ditimbang sesuai dengan formula. Penimbangan bahan harus
dilakukan dengan benar agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunaan jumlah
bahan. Ragi, garam, dan bahan tambahan makanan merupakan bahan yang

dibutuhkan dalam jumlah sedikit, tetapi sangat penting agar dihasilkan roti yang
berkualitas baik sehingga harus diukur dengan teliti. Dalam penimbangan,
sebaiknya tidak menggunakan sendok atau cangkir sebagai takaran (Kusmiati,
2005).
2.10.3. Pencampuran (Mixing)
Mixing berfungsi mencampur secara homogen semua bahan, mendapatkan hidrasi
yang sempurna pada karbohidrat dan protein, membentuk dan melunakkan gluten,
serta menahan gas pada gluten (gas retention). Mixing harus berlangsung hingga
tercapai perkembangan optimal dari gluten dan penyerapan airnya. Dengan
demikian, pengadukan adonan roti harus sampai kalis. Pada kondisi tersebut gluten
baru tebentuk secara maksimal.
Tujuan mixing adalah menciptakan daya rekat atau membentuk gluten dalam
protein tepung menjadi kalis dengan cara mencampurnya bersama air. Kalis adalah
pencapaian pengadukan secara sempurna sehingga terbentuk permukaan tipis
pada adonan. Tanda adonan kalis apabila adonan sudah tidak lagi menempel pada
wadah pengadukan dan tangan. Selain itu, ketika adonan dilebarkan akan terbentuk
selaput tipis yang elastis (Bogasari Baking Center. 2006).
Tanda-tanda adonan roti telah kalis adalah jika adonan tidak lagi menempel di
wadah atau di tangan atau saat adonan dilebarkan, akan terbentuk lapisan tipis
yang elastis. Kunci pokok dalam pengadukkan adalah waktu yang digunakan harus
tepat karena jika pengadukkan terlalu lama akan menghasilkan adonan yang keras
dan tidak kompak, sedangkan pengadukkan yang sangat cepat mengakibatkan
adonan tidak tercampur rata dan lengket (Mudjajanto, 2004).
2.10.4. Peragian (Fermentation)
Tahap peragian adalah mengistirahatkan atau memfermentasikan adonan untuk
membentuk rasa dan volume yang dipengaruhi oleh kelembaban udara sekitar.
Biasanya suhu yang bagus untuk fermentasi adalah pada suhu 3544oC, karena
suhu tersebut adalah suhu optimum pertumbuhan Sacharomyces cereviceae. Pada
saat fermentasi akan terjadi reaksi antara gula dan ragi sehinnga terbentuk gas
CO2, alkohol dan asam- asam organik. Selama peragian adonan akan menjadi lebih
besar dan ringan, selain itu adonan perlu sekali dilipat, ditusuk atau dipukul 1-2 kali
selama peragian dan pada akhir peragian. Pemukulan dilakukan agar suhu adonan
rata, gas CO2 hilang dan udara segar tertarik ke dalam adonan sehingga rasa asam
pada roti dapat hilang. Jika terlalu banyak pukulan, gas yang keluar dari adonan
terlalu banyak sehingga roti tidak mengembang (Mudjadjanto dan Yulianti, 2004).

Adonan diistirahatkan selam 30 menit yang mengakibatkan pemecahan gula oleh


ragi menjadi :
1.

Gas CO2 : membuat adonan mengembang

2.

Alkohol : memberi aroma pada roti

3.

Asam

: memberi rasa dan memperlunak gluten

4.

Panas

: suhu meningkat selama fermentasi

Fungsi ragi (yeast) dalam pembuatan roti adalah untuk proses aerasi adonan
dengan mengubah gula menjadi gas karbondioksida, sehingga mematangkan dan
mengempukan gluten dalam adonan. Kondisi dari gluten ini akan memungkinkan
untuk mengembangkan gas secara merata dan menahannya, membentuk cita rasa
akibat terjadinya proses fermentasi. Suhu ruangan 35oC dan kelembaban udara
75% merupakan kondisi yang ideal dalam proses fermentasi adonan roti. Semakin
panas suhu ruangan, semakin cepat proses fermentasi dalam adonan roti.
Sebaliknya, semakin dingin suhu ruangan semakin lama proses fermentasi. Selama
peragian, adonan menjadi lebih besar dan ringan (Mudjajanto, 2004).
2.10.5. Penimbangan Adonan (Deviding)
Tahap ini adalah membagi adonan menjadi beberapa bagian sesuai dengan
kebutuhan yang bertujuan untuk mendapatkan berat dan ukuran yang seragam
pada produk akhir. Tahap ini harus dilakukan dengan cepat karena selama proses
berlangsung fermentasi tetap berlangsung (Anomim, 2007). Roti agar sesuai
dengan besarnya cetakan atau berdasarkan bentuk yang digunakan adonan perlu
ditimbang, Sebelum ditimbang, adonan dipotong-potong dalam beberapa bagian.
Proses penimbangan harus dilakukan dengan cepat karena proses fermentasi tetap
berjalan (Bogasari Baking Center. 2006).
2.10.6. Pembentukan Adonan (Moulding)
Tahap pembentukan adonan dilakukan dengan cara adonan yang telah di
istirahatkan digiling pakai roll pin, kemudian digulung atau dibentuk sesuai dengan
jenis roti yang di inginkan. Pada saat penggilingan, gas yang ada di dalam adonan
keluar dan adonan mencapai ketebalan yang di inginkan sehingga mudah untuk
digulung atau dibentuk (Mudjajanto, 2004).
Tujuan membuat bulatan-bulatan adonan adalah untuk mendapatkan permukaan
yang halus dan membentuk kembali struktur gluten. Setelah istirahat singkat lagi,
adonan dapat dibentuk menjadi panjang seperti yang dikehendaki. Jika adonan
terlalu ditekan maka kulit akan menjadi tidak seragam dan pecah (Hadi, Y. 2006).
2.10.7. Peletakan Adonan dalam Cetakan (Panning)

Adonan yang sudah digulung dimasukkan kedalam cetakan dengan cara bagian
lipatan diletakkan di bawah agar lipatan tidak lepas yang mengakibatkan bentuk
roti tidak baik. Selanjutnya, adonan di diamkan dalam cetakan (pan proof). Sebelum
dimasukkan kedalam pembakaran proses ini dilakukan agar roti berkembang
sehingga hasil akhir roti diperoleh dengan bentuk dan mutu yang baik. Meletakkan
adonan di tengah-tengah cetakan dengan sambungan diletakkan di bagian bawah
supaya tidak terbuka pada saat dilakukan final proofing atau waktu pemanggangan
(Mudjajanto , 2004).
2.10.8. Pembakaran (Baking)
Pembakaran adalah suatu bentuk pemanasan yang dilakukan di dalam oven dengan
waktu antara 2,5 sampai 30 menit. Lamanya pembakaran tergantung suhu, jenis
oven dan jenis kue. Makin sedikit kandungan gula dan lemak, suhu pembakaran
dapat lebih tinggi (177-2040C) (Mudjadjanto dan Yulianti, 2004).
Pembakaran berfungsi untuk mengubah massa adonan manjadi suatu produk yang
ringan dan mudah dicerna. Selama pembakaran, terjadi reaksi antara gula reduksi
dengan gugus amina primer pada protein yang disebut reaksi maillard. Hasil reaksi
tersebut menghasilkan produk yang berwarna coklat yang sering dikehendaki serta
kadang sebagai tanda penurunan mutu (Winarno, 2002). Ketika pemanggangan
akan terjadi proses sebagai berikut:
1.

Volume adonan akan bertambah pada 5 6 menit pertama didalam oven.

2.

Aktiviitas ragi pada aonan akan berhenti pada suhu 63oC.

3.

Terjadi proses karamelisasi gula sehingga kulit mulai terbentuk.

4.
Denaturasi protein dan gelatinisasi dari tepung menjadi remah atau daging
roti pada suhu 60 80oC.
5.

Terjadi penguapan air sebanyak 8 10% dari berat adonan semula.

6.

Roti yang sudah matang akan berwarna coklat keemasan.

2.11.

Analisa Kelayakan Finansialnya

Studi kelayakan finansialnya adalah pengkajian terhadap usulan suatu proyek


apakah proyek tersebut layak dilaksanakan dan memungkinkan untuk berkembang
atau tidak. Usulan suatu proyek tersebut harus diikaji, selidiki, diteliti, dan lain-lain
dari berbagai aspek teknis, aspek proses termasuk input, output dan pemasaran,
aspek sosial ekonomi dan lain-lain. Dalam studi dibagi menjadi lima tahap yaitu
tahap persiapan, tahap penyusunan, tahap data, tahap pengolahan data dan tahap
evaluasi proyek.
Analisa usaha adalah studi yang melihat suatu proyek dari susut lembaga-lembaga
atau badan-badan yang mempunyai kepentingan langsung dalam proyek atau yang

menginvestasikan modalnya kedalam proyek. Aspek finansial merupakan aspek


utama yang menyangkut tentang perbandingan antara pengeluaran uang dengan
pemasukan atau return dalam suatu proyek (Pudjosumarto, 1984).
Suatu ukuran yang menyeluruh tentang layak tidak dikembangkan, maka digunakan
beberapa kriteria yang dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya yaitu:
2.11.1. Break Event Point (BEP)
Break Event Point adalah suatu keadaan dimana suatu tingkat penjualan tertentu,
perusahaan tidak memperoleh keuntungan ataupun menderita kerugian
(Syamsudin, 1985).
Titik pulang pokok (BEP) ini digunakan untuk merencanakan keuntungan dan
perusahaan memperoleh keuntungan apabila penjualan diatas BEP/titik pulang
pokok (Pratomo, 1985).
Perhiutngan titik pulang pokok suatu perusahaan didasarkan pada pedoman
sebagai berikut:

Dimana :
BEP = Titik pulang pokok (Rp)
FC = Biaya tetap (Rp)
VC = Biaya tidak tetap/satuan produk (Rp)
S

= Harga jual/satuan pokok (Rp)

2.11.2. Payeck Periode


Paybeck periode adalah merupakan jangkan waktu yang diperlukan untuk bayar
kembali (mengembalikan) semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan didalam
investasi suatu produk. Biasanya digunakan sebagai pedoman untuk menentukan
suatu proyek yang dapat mengembalikan biaya investasi paling cepat. Makin cepat
pengembaliannya makin baik dan kemungkinan besar sebagai usaha
(Pudjosumarto, 1985).
Rumus payback periode dalam studi yang sering digunakan adalah:

Dimana :

= Besarnya biaya investasi yang diperlukan

Ab = Benefit bersih
2.11.3. Net Presen Value
Net presen value adalah merupakan selisih antara value dari benefit dengan value
biaya. Bila dalam studi diperoleh nilai NPV 0 berarti proyek layak dilaksanakan
dan jika dalam perhitungan NPV 0, berarti proyek tidak layak untuk dilaksanakan
(Kadariah dkk, 1978). Rumus NPV sebagai berikut:
NPV=n Bt-Ct
t=1(1+i)1
Dimana:
Bt = Benefit pada tahun ke-t
Ct = Biaya tahun ke-t
N = Umur ekonomis suatu proyek
I

= Tingkat suku bunga

III.
3.1.

METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan waktu

Tempat penilitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses dan Sistem


Produksi Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang. Penelitian ini direncanakan
selesai dalam waktu 2 bulan dimulai pada bulan Juli 2013 hingga Agustus 2013.
3.2.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: tepung jagung, tepung tegiru,
ragi roti, bread improver, gula, telur, mentega putih/shortening, garam, susu tepung
dan air.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: mixer, oven, loyang atau cetakan
roti tawar, baskom, panci, ember, sendok makan atau sendok teh, beaker glass,
timbangan, kompor gas, pisau, talenan, blender, alat pengukus, freezer, tanur,
gelas ukur, desikator, sealer, ayakan/saringan, dan lain-lain.
3.3.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktor Tunggal. Faktor yang
diteliti adalah proporsi tepung terigu dan tepung jagung, yang terdiri atas 5 taraf.
Adapun proporsinya adalah sebagai berikut:

A1= Tepung Terigu 90% dan Tepung Jagung 10%


A2= Tepung Terigu 80% dan Tepung Jagung 20%
A3= Tepung Terigu 70% dan Tepung Jagung 30%
A4= Tepung Terigu 60% dan Tepung Jagung 40%
A5= Tepung Terigu 50% dan Tepung Jagung 50%
Masing-masing taraf diulang sebanyak 4 kali. Analisa data dilakukan menggunakan
Analisys Of Varians, (ANOVA) dan dilanjutkan dengan Uji DMRT 5%.
3.4.

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dibagi dua tahap yaitu :


3.4.1.

Tahap I Pembuatan Tepung Jagung (Juniawati, 2003)

1.

Jagung di dipipilkan dengan secara manual.

2.

Siapkan jagung yang pipil.

3.

Bersihkan dari kotoran dan keringkan dengan sinar matahari selama 1 hari.

4.
Penggilingan pertama (penggilingan kasar) dilakukan dengan menggunakan
hammer mill. Kemudian kulit, lembaga dan tip cap dipisahkan melalui pengayakan
ukuran 50 msh.
5.
Selanjutnya, grits jagung yang diperoleh dari penggilingan kasar dicuci dan
direndam dalam air selama 4 jam, kemudian dikeringkan kembali dengan sinar
matahari sampai kering agar tidak mudah menjamur (kadar air 15-18%).
6.
Penggilingan kedua yang merupakan penggilingan grits jagung menggunakan
disc mill (penggiling halus).
7.

Hasil penggilingan halus berupa tepung jagung.

8.
Tepung jagung tersebut kemudian diayak dengan menggunakan pengayak
berukuran 100 mesh.
9.

Tepung jagung.

Pembersihan kotoran

Grits

Gambar 1. Pembuatan Tepung Jagung (Juniawati, 2003)

3.4.2.

Tahap II Pembuatan Roti Tawar

1.
Siapkan bahan-bahan seperti: tepung jagung, tepung tegiru, ragi roti, bread
improver, gula, telur, mentega putih/shortening, garam, susu tepung dan air.
2.
Campurkan tepung jagung, tepung terigu sesuai perlakuan. Kemudian
tambahakan gula 5%, garam 7,5%, ragi roti 7,5%, shortening 4%, bread
improver0,74%, kuning telur 3%, susu bubuk 2%, air 61%.
3.
Aduk sampai semua tercampur rata. Tambahkan air sedikit demi sedikit
sampai tercampur rata.
4.
Tambahkan mentega putih, semuanya di aduk lagi selama 40 menit hingga
kalis
5.
Adonan dibiarkan selama 30 menit dengan suhu 27oC didalam ember tertutup
dengan lap basah hingga mengembang.
6.

Pembentukan atau pembagian adonan masing-masing 500 gram.

7.

Adonan dibiarkan kembali selama 40 menit, dalam tempat cetak roti tawar.

8.
Panggang dalam oven yang sudah dipanaskan pada suhu 2200C selama 20-25
menit.
9.

Roti tawar.

Penimbangan semua bahan

Pencampuran bahan

Pemanggangan

(180-200oC, 20-25 menit)

Gambar 2. Diagram Alir Proes Pembuatan Roti Tawar


3.4.3.

Analisa Sifat Kimia dan Uji Organoleptik

a)

Analisa sifat kimia

1.

Analisa kadar Protein metode (Kjedahl) (Sudarmadji, dkk; 1997).

2.
Analisa kadar Air dengan menggunakan metode (Oven) (Sudarmadji, dkk;
1997).
3.

Analisa kadar Abu dengan menggunakan metode (Tanur) (Sudarmadji; 1997).

4.

Kadar karbohidrat (Yuwono dan Susanto, 2001)

5.

Kadar Lemak (AOAC, 1984)

b)

Uji organoleptik dengan metode Hedonik (Soekarto, 1985).

1.

Uji Rasa

2.

Uji Aroma

3.

Uji Warna

4.

Uji Volume Pengembangan

3.5.

Analisa Data

Data dianalisa dengan menggunakan Analisys Of Varians (ANOVA). Bila


menunjukkan beda nyata dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan Multiple Range Test
(DMRT) 5%. Data-data nonparametrik diuji dengan menggunakan uji Kruskal and
Wallis (Gomez and Gomez, 1995).

DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, R., 2009. Lebih Jauh Tentang Ragi. http://www.femina.co.id. [21 Juni
2009].

Anonim. 2006. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan.


http://www.iptek.net.id/ind/teknologi_pangan/index.php?id=239.htm. [5 November
2007].

Anonim. 2007. Jagung. http://id.wikipedia.org/wiki/Jagung. [12 Juni 2007].

Anonim, 2008. Gizi Roti Dari Adonan Sampai Topping.


http://bandung.detik.com/read/2008/05/28/gizi-roti-dari-adonan-sampai-topping.
(Diakses:15 September 2009).

Anonim, 2009a. Roti Lebih Oke Dari Pada Nasi Mie.


http://frankiemegaboga.blogspot.com/2009/08/roti-lebih-oke-dari-padanasi.mie.html. (Diakses: 15 September 2009.

Anonim, 2009b. Dibalik Empuknya Roti.


http://www.halalguide.info/2009/04/27/dibalik.empuknya-roti. (Diakses: 16
September 2009).

Anonim, 2009. Komposisi Gula Dan Garam. www.aboutbread.blogspot.com.


page3.mei 2006. Diakses 16 mei 2007.

Anonymous, 2002. Serba-Serbi Susu Olahan.


http://www.Indomedia.Com/Metrobanjar/012002/23/Kesehatan.Html.

AOAC. 1984. Association Of Official Analitical Chemist. Official Metods Of Analysis.


Inc. Arlington Virginia.

Apriyantono (2002) dalam Pambudi ND. 2011. Pengaruh Metode Pengolahan


Terhadap Kelarutan Mineral Keong Mas (Pomacea canaliculata) Dari Perairan Situ
Gede, Bogor. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Apriyantono, A., 2009. Tips Mengolah dan Memodifikasi Adonan Roti.


http://dunia.pelajar-islam.or.id. [21 Juni 2009].

Asmarajati, T. 1999. Pengaruh Blanching dan Suplementasi Bekatul Terhadap


Kualitas Cookies. Skripsi. Fakultas Pertanian UNSOED, Purwokerto.

Astawan dan Wahyuni 1991. Kandungan Serat Dan Gizi Pada Roti Ungguli Mie Dan
Nasi. http://www.gizi.net. (akses 10 januari 2011).

Astawan, M. 2006. Talk About Bread.


http://www.ayahbundaonline.com/info_ayahbunda/info_detail.asp?
id=Nutrisi&info_id=4.

Astawan, M., 2008. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2007. Standar Mutu Roti Tawar SNI 013840-1995. Bhratara, Indonesia.

Badan Standarisasi Nasional. 1993. Standar Nasional Indonesia. SNI 0-3727 -1993.
Tepung Jagung. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 1993. Standar Nasional Indonesia. SNI 0-3727 -1993.
Syarat Mutu Tepung Jagung. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Benion. 1980. The Science Of Food. Jhon Willey And Sons Inc. New York.

Bogasari Baking Center. 2006. Teori Roti dan Resep Internasional. PT Gratika Multi
Warna. Jakarta.

Bogasari. 2010. Penggunaan Tepung Terigu dalam Pembuatan Roti.


http://www.bogasariflour.com. [29 Januari 2010].

Boyer, C. D. dan J. C. Shannon. 2003. Carbohydrates of the Kernel. Di dalam: White,


P. J. dan L. A. Johnson (eds.). Corn: Chemistry and Technology, 2nd edition. American
Association of Cereal Chemistry Inc., St. Paul, Minnesota, USA.

Buckle, r.a. 1985. Ilmu Pangan. Gramedia. Jakarta.

Buckle K.A, Edwards A.R, Fleet H.G dan Wootton M. 1987. Ilmu Pangan.
(Terjemahan).UI. Jakarta.

Damardjati, D.S., S. Widowati, J. Wargiono, dan S. Purba. 2000. Potensi dan


Pendayagunaan Sumber Daya Bahan Pangan Lokal Serealia, Umbi-umbian, dan
Kacang-kacangan untuk Penganekaragaman Pangan. Makalah pada Lokakarya
Pengembangan Pangan Alternatif. Jakarta, 24 Oktober 2000. 24 hal.

Direktorat Gizi, Depkes RI. 1990. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharata Karya
Aksara. Jakarta.

Eko,T.S. dan Eirry, M.S. 2007. Produk Olahan Susu. Penebar Swadaya. Jakarta.

GMSK. 1999. Buku Profil Pangan Lokal Sumber Karbohidrat. IPB. Jurusan Gizi
Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Kerjasama dengan Proyek Diversifikasi Pangan
dan Gizi Biro Perencanaan DEPTAN 1999-2000. FAPERTA-IPB. Bogor.
Gomez, K. A. Gomez, A. A. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian.
Diterjemahkan Oleh Endang Syamsuddin dan Justika S. Baharsyah. Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta.

Hadi, Y. 2006. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Produk Roti. Food review
Indonesia Bogor.

Hamidah. 2008. Job Sheet Patiseri I. Yogyakarta: Fakultas Teknik. Universitas Negeri
Yogyakarta.

Hidayat. 2007. Roti Tawar Klasik dan Modern. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hadiningsih, N. 1999. Pemanfaatan Tepung Jagung Sebagai Bahan Pensubstitusi


Terigu Dalam Pembuatan Produk Mie Kering yang Difortifikasi Dengan Tepung
Bayam. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Hoseney, R.C. 1998. Principles Of Cereal Science And Technology, 2nd Edition.
American Association of cereal Chemist, Inc. St. Paul, Minnesota, USA.

Idris, S. 1992. Pengantar Teknologi Pengolahan Susu. Fakultas Peternakan


Universiatas Brawijaya. Malang.

Indarto, 1999. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan I. Liberty. Yogyakarta.

Jaya. P, 2008. Jenis Tepung. http://www.pandujaya/2008/. Macam Jenis Tepung.


(Diakses : 15 September 2009).

Jenie, B.S.L. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius.Yogyakarta.

Johnson, L.A. 1991. Corn: Production, Processing, And Utilization. Di dalam:


Handbook of Cereal Science of technology. Karel K and Josep GP, editor. Marcell
Decker Inc., New York.

Juniawati. 2003. Optimasi Proses Pengolahan Mi Jagung Instan Berdasarkan Kajian


Preferensi Konsumen. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kadariah, 1987. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit FEUI. Jakarta.

Kent NL, Evers AD. 1994. Technology of Cereals; An Introduction for Student of Food
Science and Agriculture. Ed ke-4. Oxford: Elseveir Science Ltd.

Koswara. 2000. Komposisi Kimia Jagung. Http://www.ebookpangan.com. Diakses


tanggal 2 Mei 2010.

Kusmiati, 2005. Membuat Aneka Roti. PT. Musi Perkasa Utama. Jakarta.
Kusumastuti, Retno. 2006. Analisis Strategi Pemasaran Industri Kecil Roti dan Kue
(Studi Kasus Toko Ibu Ratna Roti dan Kue). Skripsi. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. IPB. Bogor.

Lange, M. dan Bogasari Baking Center, 2004. Roti. Gaya Favorit Press. Jakarta.

Lawton, J. W. dan C. M. Wilson. 2003. Proteins Of The Kernel. Di dalam: White, P. J.


dan L. A. Johnson (eds.). Corn: Chemistry and Technology, 2nd edition. American
Association of Cereal Chemistry Inc., St. Paul, Minnesota, USA.

Laztity, R. 1996. The Chemistry Of Cereal Protein, 2nd edition. CRC Press Inc., Boca
Raton, Florida.

Mantred Lange dan Bogasari Baking Center. 2006. Roti Teori dan Resep
Internasional. PT. Gratika Multi warna. Jakarta.

Mila, M. 1998. Pengaruh Perbandingan Tepung Gude (Cajanus cajan L) dan Tepung
Terigu Terhadap Mutu Roti Tawar. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Mataram.

Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Teknologi Pengolahan


Pangan Nabati. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

Mudjajanto, Setyone dan Yulianti, L. N. 2004. Membuat Aneka Roti. Penebar


Swadaya. Jakarta.

Mudjajanto, E.S dan L.N. Yulianti. 2007. Seri Agrotekno Membuat Aneka Roti.
Penerbit Swadaya, Jakarta.

Mudjajanto, eddy dan noor. 2004. Pembuat Aneka Roti. Penebar Swadaya. Jakarta.

Nirmala. 2008. Fakta di balik mitos gluten. http://cybermed.cbn.net.id. Diakses


Tanggal 11 Juni 2009.

Ningrum, W R. 2006. Eksperimen Pembuatan Roti Tawar Dengan Menggunakan Jenis


Lemak Yang Berbeda. Skripsi Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Pratomo, 1985. Analisa Pulang Pokok. BPFE. Yogyakarta.

Pudjosumarto, M. 1984. Evaluasi Proyek. Liberty. Jakarta.

Richana N. dan Suarni. 2007. Teknologi Pengolahan Jagung. In Sumarno et al.


Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan.Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. P: 386-409.

Rosmisari, A. 2006. Review: Tepung Jagung Komposit, Pembuatan Dan


Pengolahannya. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pascapanen
Pengembangan Pertanian. BPPPT, Bogor.

Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik Industri Pangan Dan Hasil Pertania.


Penerbit Bhratara Karya Aksar. Jakarta.

Standar Nasional Indonesia (SNI).01-3840-1995. Syarat Mutu Roti Tawar. Dewan


Standar Nasional. Jakarta.

Sudarmadji, S, B. Haryono dan Suhardi, 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan


Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Subarna. 1996. Formulasi Produk-Produk Serealia dan Umbi-umbian Untuk Produk


Ekstruksi, Bakery, dan Penggorengan. Makalah yang disampaikan pada penelitian
produk-produk olahan ekstruksi, bakery dan friying. PAU Pangan Gizi. Kantor Menteri
Urusan Pangan. Jakarta.

SNI 01-3727-1995. Standar Nasional Indonesia. Peraturan Teknis Tepung Jagung.


Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Jakarta.

SNI, 01-3840-1995. Standar Nasional Indonesia. Departemen Perindustrian dan


Perdagangan. Jakarta.

SNI 01-3751-1995. Standar Nasional Indonesia. Peraturan Teknis Tepung Terigu.


Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Jakarta.

Suarni. 2001. Tepung Komposit Sorgum, Jagung, dan Beras untuk Pembuatan Kue
Basah (cake). Risalah Penelitian Jagung dan Serealia Lain. Balai Penelitian Tanaman
Jagung dan Serealia, Maros. Vol 6. hlm 55-60.

Subarna. 2002. Pelatihan Roti. PT Fits Mandiri. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suprapto. 1998. Bertanam Jagung. Cetakan ke-18. Penebar Swadaya, Jakarta.

Suprapto dan H. A. R. Marzuki. 2005. Bertanam Jagung (Edisi Revisi). Cetakan ke-14.
Penebar Swadaya, Jakarta.

Suprapti, lies. 2003. Tepung Ubi Jalar, Pembuatan dan Pemanfaatannya. Kanisius.
Yogyakarta.

Sriboga Ratu Raya. 2005. Sekilas Tentang Tepung Terigu Dengan Aplikasinya.
Semarang.

Syarief, R dan A. Irawati, 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian.


Medyatama Sarana Perkasa, Jakarta

Tarigan, R., 2003. Pengaruh Perbandingan Tepung Kacang Hijau (Phaesolus radiates
L.) dan Tepung Terigu Terhadap Beberapa Komponen Mutu Roti Tawar. Skripsi
Fakultas pertanian.

Tarwotjo, Soedjoeti. 1998. Dasar-Dasar Gizi Kuliner. Gramedia Widiasarana. Jakarta.

Tiench Tirtowinata, Spgk. 2006. Makanan Dalam Perspektif Al-Quran Dalam Ilmu
Gizi. Fakultas Kedokteran. Universitas indonesia. Jakarta..

Tjitrosoepomo, C., 1991. Taksonomi Tumbuhan. Gajah Mada Universy Press,


Yogyakarta.

Wahyudi, 2003. Memproduksi Roti. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan


Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan
Nasional. Jakarta.

Wahyudi. 2003. Memproduksi Roti. Modul Sekolah Menengah Kejuruan. Depdiknas,


Jakarta.

Watson. 2003. Corn: Chemistry and Technology. American Association of Cereal


Chemists, Inc. St. Paul Minnesota. USA.

Wijandi, S. Saillah. 2003. Memproduksi Roti. Direktorat Pendidikan Menengah


Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departamen
Pendidikan Nasional. Jakarta.

Wikipedia. 2009. Roti. http://id.wikipedia.org/wiki/Roti. [14 Maret 2009].

Winarno, F. G, 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Yuwono dan Susanto. 2001. Pengujian Fisik Pangan. Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Jack Frost di 10.04


Berbagi

Tidak ada komentar:


Poskan Komentar

Beranda
Lihat versi web
Mengenai Saya

Foto Saya
Jack Frost

Lihat profil lengkapku


Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai