PROPORSI TEPUNG JAGUNG (Zea mays L.) DAN TERIGU DALAM PEMBUATAN ROTI
TAWAR SERTA ANALISA FINANSIALNYA
ISAAC PEREIRA
2007340021
I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
1.
Menentukan proporsi tepung jagung dan tepung terigu yang tepat pada
pembuatan roti tawar.
2.
1.3.
1.
Manfaat Penelitian
Dapat meningkatkan nilai ekonomis jagung.
2.
Memberikan informasi kepada masyarakat tentang metode pembuatan roti
tawar dengan proporsi tepung jagung dan tepung terigu.
1.4.
Hipotesis
1.
Proporsi tepung jagung dan tepung terigu berpengaruh terhadap kualitas roti
tawar.
2.
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Graminae
Famili
: Graminaceae
Genus
: Zea
Spesies
: Zea mays L.
Menurut Suprapto dan Marzuki (2005), jagung yang banyak ditanam di Indonesia
adalah tipe mutiara (flint) dan setengah mutiara (semiflint), seperti jagung Arjuna
(mutiara), jagung Harapan (setengah mutiara), Pioneer-2 (setengah mutiara),
Hibrida C-1 (setengah mutiara), dan lain-lain. Selain jagung tipe mutiara dan
setengah mutiara, jagung tipe berondong (pop corn), jagung gigi kuda (dent corn),
dan jagung manis (sweet corn) juga terdapat di Indonesia.
Jagung normal mengandung 10-12% lembaga dari berat biji. Lembaga tersusun dari
dua bagian, yaitu embrio dan skutelum. Embrio mencakup 1,1% dari berat biji
jagung (sekitar 10% bagian lembaga) dan mengandung 30,8% protein. Sedangkan
skutelum merupakan tempat penyimpanan cadangan makanan selama
perkecambahan biji. Skutelum terdiri dari beberapa jaringan, yaitu epithelium,
parenkim, epidermis, dan provaskular. Jaringan parenkim terdiri dari sel yang
mengandung nukleus, sitoplasma, beberapa granula pati, dan oil bodies yang
mencakup 83% dari total lemak dalam biji jagung (Watson, 2003).
Tabel 1. Bagian-Bagian Anatomi Biji Jagung
Bagian Anatomi
Jumlah (%)
Pericarp (bran)
5,3
Endosperma
82,9
Lembaga (germ)
11,1
Tip cap
0,8
Sumber: Watson (2003)
2.2.
Jenis Jagung
Tanaman jagung (Zea mays L.) adalah salah satu jenis tanaman biji-bijian dari
keluarga rumput-rumputan (Graminaceae). Varietas jagung dapat dibedakan
berdasarkan beberapa kriteria, antara lain: tinggi tempat penanaman, umur
varietas, perbenihannya, serta warna dan tipe biji. Namun secara umum,
pengklasifikasian jagung dibedakan berdasarkan bentuk kernelnya (Suprapto 1998).
Berdasarkan bentuk kernelnya, ada 6 tipe utama jagung, yaitu: dent, flint, flour,
sweet, pop, dan pod corns. Perbedaan terutama didasarkan pada kualitas, kuantitas
dan komposisi endosperma. Jagung jenis dent dicirikan dengan adanya selaput
corneous, horny endosperm, pada bagian sisi dan belakang kernel, pada bagian
tengah inti jagung lunak dan bertepung. Endosperma yang lunak akan menjulur
hingga mahkota membentuk tipe tertentu, yang merupakan ciri khas jagung jenis
dent (Johnson, 1991).
Jagung jenis flint memiliki bentuk agak tebal, keras, lapisan endosperma yang
seperti kaca, kecil, lunak, dengan granula tengah. Jagung jenis pop, merupakan
salah satu jenis jagung yang paling primitif. Ciri-cirinya adalah selaput
endospermanya sangat keras dan memiliki kernel kecil seperti jenis flint. Jagung
jenis flour juga merupakan jenis jagung yang sangat tua, dicirikan dengan adanya
endosperma lunak yang menembus kernel, sangat mudah untuk dihancurkan tetapi
sangat mudah juga ditumbuhi kapang, terutama bila ditanam di lahan basah
(Anonim, 2007). Jagung jenis sweet diyakini sebagai jenis jagung mutasi. Kadar
sakarida terlarutnya mencapai 12% berat kering. Sedangkan jagung jenis pod,
merupakan jagung hias dengan kernel tertutup, dan pada umumnya jagung jenis ini
tidak ditanam secara komersial (Johnson, 1991).
Menurut Boyer dan Shannon (2003), komponen kimia terbesar dalam biji jagung
adalah karbohidrat (72% dari berat biji) yang sebagian besar berisi pati dan
mayoritas terdapat pada bagian endosperma. Endosperma matang terdiri dari 86%
pati dan sekitar 1% gula. Pati terdiri dari dua polimer glucan, yaitu amilosa dan
amilopektin. Secara umum, pati jagung mengandung amilosa sekitar 25-30% dan
amilopektin sekitar 70-75%.
Gula dalam biji jagung terdapat dalam bentuk monosakarida (D-glukosa dan Dfruktosa), disakarida dan trisakarida, serta gula alkohol. Sukrosa merupakan
disakarida terbanyak dalam biji jagung (2-3 mg per endosperma). Sedangkan
maltosa, trisakarida, dan oligosakarida terdapat dalam jumlah sedikit. Adapun
phytate (hexaphosphoric ester dari myo-inositol) diketahui sebagai satu-satunya
gula alkohol yang terdapat dalam biji jagung. Sekitar 90% phytate ditemukan di
dalam skutelum dan 10%-nya terdapat di dalam aleuron (Boyer dan Shannon,
2003).
Tabel 3. Komposisi Kimia Biji Jagung
Komponen
Pati
(%)
Protein
(%)
Lipid
(%)
Gula
(%)
Abu
(%)
Serat
(%)
Biji utuh
73,4
9,1
4,4
1,9
1,4
9,5
Endosperma
87,6
8,0
0,8
0,62
0,3
1,5
Lembaga
8,3
18,4
33,2
10,8
10,5
14
Perikarp
7,3
3,7
1,0
0,34
0,8
90,7
Tip cap
6,3
9,1
3,8
1,6
1,6
95
Sumber: Watson (2003)
Menurut Lawton dan Wilson (2003), kadar protein pada biji jagung bervariasi dari 618%. Protein tersebut meliputi albumin, globulin, prolamin (zein), dan glutelin.
Albumin dan globulin terdapat pada lembaga (30% dari total protein) dan
endosperma (6% dari total protein). Prolamin banyak terdapat pada endosperma
(60% dari total protein) dan lembaga (5% dari total protein). Glutelin banyak
terdapat pada endosperma jagung (26% dari total protein) dan lembaga (23% dari
total protein). Sedangkan prolamin dan globulin banyak ditemukan pada
endosperma. Protein terbanyak dalam jagung adalah zein dan glutelin. Zein
diekstrak dari gluten jagung. Zein merupakan prolamin yang tak larut dalam air.
Ketidaklarutan dalam air disebabkan karena adanya asam amino hidrofobik seperti
leusin, prolin, dan alanin. Ketidaklarutan dalam air juga disebabkan karena
tingginya proporsi dari sisi rantai grup hidrokarbon dan tingginya prosentase grup
amida yang ada dengan jumlah grup asam karboksilat bebas yang relatif rendah
(Johnson, 1991).
Tabel 4. Distribusi Protein Di Dalam Endosperma Jagung
Protein
Kandungan pada jagung
Normal (%)
Opaque-2 (%)
Floury-2 (%)
Albumin
4,7
20,2
5,6
Globulin
3,5
3,4
Prolamin
45,8
14,6
32,3
Glutelin
38,0
53,2
44,3
Residu
9,0
12,0
14,5
Sumber: Lawton dan Wilson (2003)
Protein terbanyak dalam jagung adalah prolamin (zein) dan glutelin. Kandungan
zein berkisar antara 44-79% dari endosperma jagung. Zein merupakan protein yang
larut dalam pelarut alkohol dan terdiri dari beberapa komponen, yaitu , , , dan zein. -zein merupakan prolamin terbanyak dalam biji jagung (70% dari total zein).
Bila dibandingkan dengan -zein, -zein mengandung sejumlah besar asam amino
sistein dan metionin, tetapi kekurangan asam amino glutamin, leusin, dan prolin. zein merupakan prolamin terbanyak kedua dalam biji jagung (20% dari total zein).
Seperti halnya -zein, dan -zein, -zein juga kekurangan asam amino lisin dan
triptofan tetapi kaya akan asam amino prolin dan sistein. Sedangkan -zein kaya
akan asam amino metionin (Lawton 2003) Adapun glutelin yang larut dalam asam
atau basa memiliki jumlah asam amino lisin, arginin, histidin, dan triptofan yang
lebih tinggi daripada zein, tetapi kandungan asam glutamatnya lebih rendah
(Laztity, 1996).
Menurut Lawton (2003), sekitar 76-83% lipid dalam biji jagung terdapat di bagian
lembaga. Kandungan lipid tersebut terutama adalah triasilgliserols (TAGs), yaitu
sekitar 95%. Selain itu, biji jagung juga mengandung fosfolipid, glikolipid,
hidrokarbon, fitosterol (sterol dan stanol), asam lemak bebas, karotenoid (vitamin
A), tocol (vitamin E), dan waxes yang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan TAG.
Asam lemak yang terkandung pada minyak jagung antara lain asam linoleat
(59,7%), asam oleat (25,2%), asam palmitat (11,6%), asam stearat (1,8%), dan
asam linolenat (0,8%).
Biji jagung juga mengandung beberapa vitamin seperti kolin (567 mg/kg), niasin (28
mg/kg), asam pantotenat (6,6 mg/kg), piridoksin (5,3 mg/kg), tiamin (3,8 mg/kg),
riboflavin (1,4 mg/kg), asam folat (0,3 mg/kg), biotin (0,08 mg/kg), serta vitamin A
(-karoten) dan vitamin E (-tokoferol) masing-masing sebesar 2,5 mg/kg dan 30 IU/kg
(Watson, 2003). Sedangkan mineralmineral yang terdapat pada biji jagung dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan mineral biji jagung (berdasarkan berat kering)
Mineral
Rata Rata (%)
Fosfor
0,29
Potasium
0,37
Magnesium
0,14
Sulfur
0,12
klorin
0,05
Kalsium
0,03
Sodium
0,03
Sumber: Watson (2003)
2.4.
Tepung Jagung
Menurut SNI 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan
cara menggiling biji jagung (zea mays LINN.) yang bersih dan baik. Proses
pembuatan tepung jagung adalah biji jagung disortasi kemudian disosoh. Proses
sortasi untuk menggolongkan bahan atas tingkat kebagusan dan keseragaman
serta untuk memisahkan bahan dari benda asing. Sedang penyosohan bertujuan
untuk memisahkan kulit, endosperm, lembaga dan tip cap sehingga yang tersisa
hanya endosperma saja. Endosperm merupakan bagian biji jagung yang digiling
menjadi tepung dan memiliki kadar karbohidrat yang tinggi. Kulit memiliki
kandungan serat yang tinggi sehingga harus dipisahkan karena dapat
menyebabkan tekstur tepung menjadi kasar dan tidak sesuai SNI 01-3727-1993
sedangkan germ merupakan bagian yang paling tinggi kandungan lemaknya
sehingga perlu dipisahkan karena dapat menyebabkan tengik. Tip cap merupakan
tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung. Tip cap juga merupakan bagian
yang harus dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar. Apabila
pemisahan tip cap tidak sempurna maka akan terdapat butir-butir hitam pada
tepung.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Juniawati (2003), pembuatan tepung jagung
dilakukan menggunakan metode penggilingan kering. Penggilingan dilakukan
sebanyak dua kali. Penggilingan pertama (penggilingan kasar) dilakukan dengan
menggunakan hammer mill. Hasil penggilingan kasar berupa grits, kulit, lembaga
dan tip cap. Kemudian kulit, lembaga dan tip cap dipisahkan melalui pengayakan.
Selanjutnya, grits jagung yang diperoleh dari penggilingan kasar dicuci dan
direndam dalam air selama 3 jam. Tujuan dilakukannya perendaman adalah untuk
membuat grits jagung tidak terlalu keras sehingga memudahkan proses
penggilingan grits jagung. Penggilingan kedua yang merupakan penggilingan grits
jagung menggunakan disc mill (penggiling halus). Hasil penggilingan halus berupa
tepung jagung. Tepung jagung tersebut kemudian diayak dengan menggunakan
pengayak berukuran 100 mesh (Juniawati 2003).
Jagung tidak mengalami perendaman yang lama pada proses penggilingan kering.
Pembasahan hanya dilakukan untuk mengkondisikan agar endosperma jagung
melunak sebelum jagung dipaparkan pada hammer mill. Penggilingan kedua
merupakan penggilingan grits jagung yang telah dikeringkan menggunakan disc mill
(penggiling halus) sehingga dihasilkan tepung jagung. Proses pengayakan dengan
saringan berukuran 80 atau 100 mesh dapat dilakukan untuk memperoleh tepung
jagung dengan ukuran partikel yang diinginkan sesuai kebutuhan (Hoseney, 1998).
Penggilingan jagung merupakan proses pengecilan ukuran dengan gaya mekanis
menjadi beberapa fraksi ukuran yang lebih kecil. Alat penggilingan yang digunakan
untuk membuat tepung dari serealia terdiri dari alat penghancur dan penggilas
(grinder dan ultra fine grinder). Hasil penggilingan kemudian diayak untuk
memisahkan bagian kulit dan serat-seratnya. Hasil gilingan diayak dengan
pengayak bertingkat untuk mendapat berbagai tingkat hasil giling (Rosmisari,
2006).
Bau
Rasa
Warna
Benda asing
Serangga
Normal
Normal
Normal
Tidak boleh
Tidak boleh
Tidak boleh
Kehalusan:
Lolos 80 mesh
Lolos 60 mesh
%
Min 70
%
Min 99
Kadar air
% (b/b)
Maks 10
Kadar abu
% (b/b)
Maks 1.5
Silikat
% (b/b)
Maks 0.1
Serat kasar
% (b/b)
Maks 1.5
Derajat asam
ml N NaOH / 100 g
Maks 4.0
Timbal
Mg/kg
Maks 1.0
Tembaga
Mg/kg
Maks 10
Seng
Mg/kg
Maks 40
Raksa
Mg/kg
Maks 0.04
Cemaran arsen
Mg/kg
Maks 0.5
Angka lempeng total
Koloni/g
Maks 5 x 106
E.coli
APM/g
Maks 10
Kapang
Koloni/g
Maks 104
Sumber: Badan Standardisasi Nasional 01-3727-1995
Jagung yang digunakan dalam pembuatan tepung umumnya merupakan tipe putih
dan banyak ditanam di Sulawesi Selatan. Komposisi kimia dari tepung jagung dapat
dilihat pada Tabel 7. Masalah yang dihadapi dalam pengembangan teknologi
pembuatan tepung jagung adalah cukup banyaknya kulit biji dalam tepung. Hal ini
membuat tepung bertekstur kasar, sehingga rasanya kurang disukai. Untuk
mendapatkan tepung yang berstruktur halus maka tepung harus bebas dari kulit biji
jagung (GMSK, 1999). Menurut Hadiningsih (1999), rendemen tepung jagung yang
berukuran partikel 100 mesh adalah sebesar 72%, sisanya berupa biji-bijian yang
tidak lolos saringan, kulit dan tip cap.
Tabel 7. Komposisi Kimia Tepung Jagung
Komposisi
Tepung Jagung
Kalori (kal)
355
Protein (g)
9,2
Lemak (g)
3,9
Karbohidrat (g)
73,7
Kadar air (g)
12
Sumber: Direktorat Gizi, Komposisi Bahan Makanan (1990)
Table 8. Kandungan Nutrisi Tepung Jagung Dibanding Tepung Terigu
Kandungan Nutrisi
Tepung Jagung
Tepung Terigu
Kalori (Kal)
355
365
Lemak (%)
5,42
2,09
Serat kasar (%)
4,24
1,92
Abu (%)
1,35
1,83
Protein (%)
11,02
14,45
Pati (%)
79,95
18,74
Sumber: Suarni (2001)
2.5.
2.5.1.
Sortasi adalah merupakan langkah awal dari suatu kegiatan pengolahan bahan
pangan, yang dilakukan dengan cara memilih bahan-bahan pangan olahan yang
berkualitas serta kegiatan membersihkan bahan pangan tersebut mulai dari
pembersihan, pencucian, pengeringan sampai pada proses pengolahan bahan
pangan selanjutnya. Evaluasi mutu dilakuakan untuk menjaga agar bahan yang
digunakan dapat sesuai dengan syarat mutu untuk menjaga kualitas hasil olahan
bahan pangan yang dipandang dari aspek kebersihan bahan pangan tersebut.
Proses sortasi untuk menggolongkan bahan atas tingkat kebagusan dan
keseagaman serta untuk memisahkan bahan dari benda asing.
2.5.2.
Penggilingan I
Hasil dari penggilingan kasar tersebut kemudian direndam selama 4 jam dan dicuci
dalam air untuk memisahkan grits jagung yang banyak mengandung pati dari kulit,
lembaga, dan tip cap yang dapat menjadi sumber kontaminasi. Kulit harus
dipisahkan dari endosperma karena memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga
dapat membuat tepung bertekstur kasar. Lembaga merupakan bagian biji jagung
yang paling tinggi kandungan lemaknya sehingga harus dipisahkan karena
berhubungan erat dengan ketahanan tepung terhadap ketengikan akibat oksidasi
lemak. Tip cap juga harus dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar
dan menimbulkan butir-butir hitam pada tepung apabila pemisahannya tidak
sempurna.
2.5.4.
Pengeringan
Proses pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu sinar matahari sebagai
energi panas dan dengan menggunakan alat pengering. Pengeringan dengan cara
penjemuran sangat tergantung pada keadaan iklim, suhu dan kelembaban serta
kecepatan aliran udara tidak terkontrol. Pengeringan dengan menggunakan alat
pengering terjadi sebaliknya, sehingga dapat menghasilkan produk kering yang
bermutu baik sesuai dengan yang diharapkan, jika kondisi pengeringan benar-benra
terkontrol. Pengeringan dengan alat pengering umumnya lebih cepat dibandingkan
dengan penjemuran serta dapat lebih mempertahankan warna bahan baku yang
dikeringkan (Muchtadi dan Sugiyono. 1992).
2.5.5.
Penggilingan II
Pengayakan
Proses pengayakan dengan saringan berukuran 80 atau 100 mesh dapat dilakukan
untuk memperoleh tepung jagung dengan ukuran partikel yang diinginkan sesuai
kebutuhan. Proses akhir dari proses pembuatan tepung jagung, dan yang sangat
menentukan adalah jenis ayakan yang dipakai.
2.6.
Roti
Roti memiliki definisi umum adalah makanan yang dibuat dari tepung terigu
(tepung gandum) diragikan oleh khamir (Saccharomyces cereviceae) yang
dipanggang lalu ke dalamnya ditambahkan bahan pelezat sebagai pelengkap
(Wikipedia. 2009).
Menurut Mudjadjanto dan Yulianti (2004) roti adalah produk makanan yang terbuat
dari fermentasi tepung terigu dengan ragi atau bahan pengembang lainnya,
kemudian dipanggang. Roti adalah makanan yang terbuat dari tepung terigu yang
diragikan dengan ragi roti dan dipanggang ke dalam adonan, serta boleh
ditambahkan garam, gula, susu, lemak, dan bahan-bahan pelezat seperti coklat,
dan kismis. Roti adalah makanan yang terbuat dari tepung terigu, air, dan ragi yang
Jenis-Jenis Roti
Roti dapat dibedakan atas roti putih (white bread) dan roti (whole wheat bread). Roti
putih dibuat dari tepung terigu, sedangkan roti cokelat dibuat dari tepung gandum
utuh. (Mudjajanto. dkk, 2004). Proses pengolahan gandum menjadi terigu akan
membuang bagian dedak yang kaya mineral dan serat pangan (dietary fiber).
Namun saat ini, roti dari tepung gandum utuh dihargai lebih mahal karena
kandungan gizi lebih banyak (Kusmiati, 2005).
Menurut Kusumastuti, (2006), Roti juga mempunyai beberapa variasi yang terbagi
menjadi lima jenis roti, yaitu:
1.
Bakery, jenis roti manis yang berbahan dasar tepung terigu, mentega, telur,
susu, air, dan ragi yang dalamnya dapat diisi keju, coklat, atau yang lainnya.
2.
Cake, jenis roti yang berasa (manis) dengan tambahan rasa (sense) rum, jeruk
atau coklat dengan bahan dasar tepung terigu, mentega, dan telur tanpa
menggunakan isi.
3.
4.
Pastry, jenis roti kering yang bisa berupa sus dan croissant.
Donut, jenis roti tawar atau manis yang digoreng dan berlubang di tengahnya
5.
Roti tawar, jenis roti yang berbahan dasar tepung terigu,susu, telur, mentega,
ragi, dan air tanpa menggunakan isi.
2.8.
Roti Tawar
Roti tawar umumnya dibuat dari tepung terigu yang ditambahkan gula, mentega
atau margarin, susu bubuk, garam, ragi roti, malt dan air. Tepung terigu yang paling
baik untuk bahan dasar roti adalah tepung terigu yang berprotein tinggi (Anonim,
2008).
Roti adalah produk makanan yang terbuat dari fermentasi tepung terigu dengan
ragi atau bahan pengembang lain, kemudian dipanggang. Roti beranekaragam
jenisnya. Adapun penggolongannya berdasarkan rasa, warna, nama daerah atau
negara asal, nama bahan penyusun, dan cara pengembangan (Mudjajanto dan
Yulianti, 2004).
Roti tawar merupakan salah satu jenis makanan yang berbentuk sponge, yaitu
makanan yang sebagian besar volumenya tersusun dari gelembung - gelembung
gas. Produk ini terdiri dari gas sebagai fase diskontinyu dan zat padat sebagai fase
kontinyu (Astawan, 2006). Berdasarkan bahan pengembang yang digunakan, roti
tawar termasuk dalam yeast raised goods, yaitu adonan yang mengembang karena
adanya karbondioksida yang dihasilkan dari proses fermentasi gula oleh yeast
(Apriyantono, 2009).
39.0
Vitamin dan mmineral
1.5
Sumber : Mantred Lange dan Bogasari Baking Center. (2006)
Pembuatan roti tawar perlu memperhatikan keseimbangan antara pembentukan gas
(gas production) dan kemampuan menahan gas (gas retention), karena kedua hal
tersebut mempengaruhi mutu roti tawar. Ada dua kriteria untuk menilai mutu roti
tawar, yaitu kriteria luar yang meliputi volume, warna kulit (color of crust),
keistimewaan bentuk (symetry of form), karakteristik kulit (character of crust), dan
hasil pemotongan, serta kriteria dalam yang meliputi porositas (grain), warna
daging roti (color of crumb), aroma, rasa, pengunyahan, dan tekstur (Mila, M. 1998).
Dari beberapa kriteria tersebut yang paling umum digunakan untuk menilai mutu
roti tawar adalah volume (tingkat pengembangan), porositas, tekstur, rasa, dan
aroma. Volume, porositas, dan tekstur sangat dipengaruhi oleh keseimbangan
antara pembentukan gas dan kemampuan menahan gas (Wahyudi. 2003).
Normal
Rasa
Normal
Kadar air
%b/b
Maksimal 40
Kadar abu
%b/b
Maksimal 1
Kadar NaCl
%b/b
Maksimal 2,5
Serangga
Tidak boleh ada
Sumber: Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2007
Pembuatan roti merupakan bentuk lain dari pemanfaatan proses fermentasi yang
dilakukan oleh jamur ragi (Saccharomyce sp). dalam proses fermentasi,
Saccharomyces sp merubah karbohidrat menjadi karbondiokasida dan alkohol.
Karbondioksida merupakan gas yang dapat dilepaskan ke udara bebas. Di dalam
sebuah adonan, gas yang dihasilkan dari proses fermentasi oleh Saccharomyces sp
terjebak oleh pekatnya adonan tersebut, sehingga gas tersebut tidak dapat
dilepaskan ke udara bebas (Winarno, 2004). Gas yang dihasilkan dari proses
fermentasi ini dimanfaatkan untuk mengembangkan adonan. Dengan pemanasan
pada oven dengan suhu tinggi gas akan memuai, sehingga adonan akan tambah
mengembang. Pemanasan juga berfungsi untuk mematikan sel-sel ragi (Mudjajanto
dan Yulianti, 2004).
Selain hal tersebut, terbentunya alkohol dari proses fermentasi juga dapat
meberikan aroma khas pada adonan. Dengan demikian pemberian Saccharomyces
sp dalam pembuatan roti selain berperan dalam mengembangkan adonan juga
2.9.
2.9.1.
Dalam pembuatan roti tawar, tepung yang digunakan yaitu tepung terigu yang
mengandung protein tinggi seperti tepung terigu hard wheat yang mengandung 1113% protein sementara yang protein rendah maksimal 11%. Tingginya protein yang
terkandung menjadikan sifatnya mudah dicampur, difermentasikan, daya serap
airnya tinggi, elastis dan mudah digiling. Karakteristik ini menjadikan tepung terigu
hard wheat sangat cocok untuk bahan baku roti tawar (Jaya, 2008). Terigu
berprotein tinggi tidak saja menambah nilai gizi roti tetapi akan menentukan tekstur
akhir roti. Selain itu, tekstur roti juga ditentukan oleh keseimbangan antara
mentega dan telur (Anonim, 2008).
Tepung terigu hasil penggilingan harus bersifat mudah tercurah, kering, tidak
mudah menggumpal jika ditekan, berwarna putih, bebas dari kulit, tidak berbau
asing seperti busuk, tidak berjamur atau tengik, juga bebas dari serangga tikus,
Phosphor (mg)
10.6
Besi (mg)
1.2
Vitamin B1 (mg)
1.2
Vitamin C (mg)
0
Sumber: Wijandi dan Saillah (2003)
Menurut Astawan (2008) berdasarkan kandungan glutein (protein), tepung terigu
yang beredar dipasaran dapat dibedakan atas 3 macam yaitu:
1.
Hard flour (terigu protein tinggi). Tepung ini berkualitas paling baik.
Kandungan proteinnya 12-13%. Tepung ini biasanya digunakan untuk pembuatan
roti dan mie berkualitas tinggi. Contohnya, terigu dengan merk dagang Cakra
Kembar.
2.
Medium hard flour (terigu protein sedang). terigu ini mengandung protein
sebesar 9,5-11%. Tepung ini banyak digunakan untuk pembuatan roti, mie dan
macam-macam kue, serta biscuit. Contohnya terigu dengan merk dagang segitiga
biru.
3.
Soft flour (tepung protein rendah). terigu ini mengandung protein sebesar 78,5%. Penggunaannya cocok sebagai bahan pembuatan kue dan biscuit. Contohnya
terigu dengan merk dagang kunci biru.
Tepung terigu diperoleh dari hasil penggilingan gandum yang banyak dipergunakan
dalam industri pangan. Komponen terbanyak dari tepung terigu adalah pati sekitar
70% yang terdiri dari amilosa dan amilopektin. Kandungan amilosa dalam pati
sekitar 20% dengan suhu gelatinisasi 560C-620C (Astawan, 2008).
Tabel 12. Syarat Mutu Tepung Terigu
Karakteristik
Mutu
Kadar air, maksimum
12,5 %
Tepung Jagung
Jumlah
Kalori (kal)
355
Kalsium (mg)
10
Protein (g)
9.2
Besi (mg)
2,4
Air (g)
12.0
Karbohidrat (g)
73.7
Lemak (g)
3.9
Fosfor (mg)
256
Vit A (SI)
510
Vit B1 (mg)
0.38
Vit C (mg)
0
Bdd ( %)
100
Sumber : Direktorat Gizi, Depkes RI. 1990
Semua bahan makanan mengandung nilai gizi, dengan komposisi yang berbedabeda. Begitu pula jagung. Jika diolah dengan tambahan aneka bahan lain, jagung
dapat memenuhi kebutuhan gizi seseorang, hingga sesuai dengan prinsip menu
sehat seimbang. Bahan makanan yang mengandung gluten dicurigai dapat
mempengaruhi kesehatan usus pada penderita autis. Bagi penderita autis, gluten
dianggap sebagai racun karena tubuh penderita autis tidak menghasilkan enzim
untuk mencerna protein jenis ini. Akibatnya protein yang tidak tercerna ini akan
diubah menjadi komponen kimia yang disebut opioid. Opioid bersifat layaknya obatobat seperti opium yang bekerja seperti toksin yang dapat mengganggu fungsi otak
dan sistem imunitas serta gangguan perilaku (Nirmala, 2008).
2.9.3.
Ragi berfungsi sebagai pengembang adonan dengan produksi gas CO2, serta
sebagai pelunak gluten dengan asam yang dihasilkan, pemberi rasa dan aroma.
Ragi/yeast sendiri sebetulnya mikroorganisme, suatu mahkluk hidup berukuran
kecil, biasanya dari jenis Saccharomyces cerevisiae yang digunakan dalam
pembuatan roti (Apriyantono, 2009).
Menurut Mudjajanto dan Yulianti, (2004) menyatakan bahwa untuk pembuatan roti,
sebagian besar ragi berasal dari mikroba jenis Saccharomyces cerevisiae. Agar
mikroba dapat beraktivitas optimal maka beberapa persyaratan harus dipenuhi
diantaranya sebagai berikut:
1.
2.
Agar mikroba tumbuh baik maka pH diatur berkisar 2,04,5, oksigen cukup
tersedia karena mikroba yang hidup bersifat aerob dan suhu pengolahan sekitar
30oC.
Ragi untuk terciptanya keseimbangan gula, garam, terigu, air dan mikroba tumbuh
dengan baik maka pH diatur berkisar 2,0-4,5 sehingga oksigen cukup tersedia
karena mikroba yang hidup bersifat aerob dan suhu pengolahan sekitar 30oC,
sementara ragi yang dikehendaki harus dapat menghsilkan CO2 pada saat
pengadukan adonan sampai dimatikan dan harus sehat dengan ciri berwarna bagus
dan mudah larut dalam air (Utomo, 2006)
Ada 3 jenis ragi yang umum dikenal, yaitu ragi tapai berbentuk bulat pipih berwarna
putih, ragi roti berbentuk butiran, dan ragi tempe berbentuk bubuk. Umumnya
mikroorganisme pada ragi dibiarkan tumbuh pada bahan pengisi berupa tepung
beras atau bahan lain mengandung karbohidrat tinggi, kemudian dikeringkan. Ragi
roti dan ragi tapai mengandung khamir yang sama, yaitu Saccharomyces cereviciae
(Andarwulan, 2009).
Semua jenis ragi untuk membuat roti merupakan spesies dari Saccharomyces
cerevisiae, yang berasal dari kata Saccharo yang berarti gula, myces yang brarti
makan, dan cerevisae yang berarti berkembang biak. Berarti ragi roti adalah
spesies yang hidup dalam berkembang biak dengan memakan gula. Enzim ragi
yang disebut zymase dan karbon dioksida. Prosesnya disbut fermentasi alkohol
(Lange dan Bogasari, 2004).
2.9.4.
Bread Improver
3.
4.
Perkembangan ragi
5.
Penguat gluten
6.
7.
8.
Meningkatkan volume
Memperpanjang masa simpan.
2.9.5.
Gula Pasir
Menurut Wahyudi (2003) gula yang biasa digunakan dalam pembuatan roti tawar
adalah gula sukrosa (gula putih dari tebu atau dari beet) baik berbentuk kristal
maupun berbentuk tepung, Penggunaan gula pada roti tawar ditujukan untuk:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Sukrosa atau gula pasir dikenal sebagai bubuk sweetener, yaitu bahan pemanis
yang biasanya digunakan dalam jumlah banyak. Sukrosa merupakan disakarida
yang tersusun atas sebuah D-glucopyranosil dan D-fructofuranosil yang berikatan
antar ujung reduksinya. Sukrosa tidak punya ujung pereduksi sehingga termasuk
dalam gula non perduksi. Sukrosa (C12H22O11) mempunyai sifat sedikit higroskopis
dan mudah larut dalam air semakin tinggi suhu kelarutan semakin besar (Tiench
Tirtowinata, 2006).
Di dalam adonan roti, gula berfungsi sebagai makanan ragi sehingga ragi bisa
berkembang lebih cepat dan proses fermentasi berjalan baik. Gula juga memberi
rasa manis serta memperbaiki warna dan aroma karena proses karamelisasi selama
pemanggangan. Sifat gula yang higroskopis menjadikan roti lebih awet (Anonim.
2009). Gula ditambahkan pada jenis roti tertentu untuk melengkapi karbohidrat
yang ada untuk proses fermentasi dan untuk memberikan rasa manis pada roti.
Akan tetapi gula lebih banyak dipakai dalam pembuatan biskuit dan kue, dimana
selain memberikan rasa manis gula juga mempengaruhi tekstur (Winarno, 2004).
2.9.6.
Telur
Telur merupakan suatu bahan pangan yang mempunyai kualitas protein terbaik jika
dibandingakan dari bahan pangan lainnya dan mengandung beberapa vitamin dan
mineral seperti vitamin A, riboflvin, asam folik, vitamin B6, B12, khalin, zat besi,
kalsium, fosfor dan fotossium. Seluruh vitamin A, D dan E terdapat pada kuning
telur. Kuning telur yang besar mengandung sekitar 60 kalori, sedang putih telur
mengandung 15 kalori. Kuning telur yang besar juga mengandung lebih dari 2/3
kebutuhan kolestrol yang direkomendasikan untuk kebutuhan tubuh sehari-hari
(Indarto, 1999).
162
50
361
Air (gr)
74
87,8
49,4
Protein (gr)
12,8
19,8
16,3
Lamak (gr)
11,5
0
31,9
Karbohidrat (gr)
0,7
0,8
0,7
Kalsium (mg)
54
6
147
Phosphor (mg)
180
17
586
Vitamin A (SI)
900
0
2000
Sumber : Benion. (1980)
Telur dalam pembuatan produk roti berfungsi untuk membentuk suatu kerangka
yang bertugas sebagai pembentuk struktur. Telur juga berfungsi sebagai pelembut
dan pengikat. Fungsi lainnya adalah untuk aerasi, yaitu kemampuan menangkap
udara pada saat adonan dikocok sehingga udara menyebar rata pada adonan
(Astawan, 2008). Telur dapat mempengaruhi warna, rasa, dan melembutkan tekstur
produk bakeri dengan daya emulsi dari lesitin yang terdapat pada kuning telur.
Pembentukan adonan yang kompak terjadi karena daya ikat dari putih telur
(Indrasti, 2004).
Telur adalah suatu bahan makanan sumber zat protein hewani yang bernilai gizi
tinggi. Untuk dunia kuliner telur sangat penting, karena telur banyak kegunaannya
di dalam masak-memasak. Fungsi telur dalam penyelenggaraan gizi kuliner sebagai
pengental, perekat atau pengikat (Tarwotjo, 1998). Roti yang lunak dapat diperoleh
dengan penggunaan kuning telur yang lebih banyak. Kuning telur mengandung
lesitin (emulsifier). Bentuknya padat, tetapi kadar air sekitar 50% sedangkan putih
telur kadar airnya 86%. Putih telur memiliki creaming yang lebih baik dibandingkan
kuning telur (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
2.9.7.
Astawan dan Wahyuni (1991), mentega putih mengandung 80% lemak dan 17%
air.,Mentega putih banyak digunakan dalam bahan pangan, terutama pada
pembuatan kue dan roti yang dipanggang. Tujuan penggunaan lemak dalam
pembuatan roti tawar terutama untuk meningkatkan volume, meningkatkan
keseragaman dan kelunakan remah, memperpanjang daya simpan dan
memudahkan proses pemotongan roti (slicing ability). Menurut Wahyudi (2003)
fungsi shortening dalam pembuatan roti tawar adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Lemak atau minyak tidak larut dalam air tetapi akan berada dalam bentuk emulsi
jika dibuat krim. Karena sangat berpengaruh terhadap tekstur produk, partikelpartikel lemak harus menyebar secara merata dalam campuran adonan. Mentega
putih dan margain umumnya dibuat dari minyak yang dihidrogenisasi. Mentega
(butter) dibuat dari lemak (bagian krim susu), jika jumlah mentega dalam resep
85% dari berat margarin maka air yang harus ditambahkan sekitar 10% dari berat
mentega. Lemak yang digunakan untuk pembuatan roti tawar biasanya
menggunakan mentega putih, karena mentega putih mempunyai warna yang putih
sehingga tidak mempengaruhi warna roti tawar yang dihasilkan, juga mempunyai
rasa yang tawar sehingga tidak mempengaruhi rasa roti tawar yang dihasilkan
(Ningrum, 2006).
2.9.8.
Garam
Garam dapur (NaCl) banyak digunakan dalam industri pangan. Garam dengan
konsentrasi rendah berfungsi sebagai pembentuk cita rasa, dalam konsentrasi
cukup tinggi berperan sebagai pengawet. Garam akan terionisasi dan menarik
sejumlah molekul air, peristiwa ini disebut hidrasi ion. Jika konsentrasi garam makin
besar, maka makin banyak ion hidrat dan moleku l air terjerat, menyebabkan Aw
bahan pangan menurun (Winarno, 1992).
Dalam bahan pangan garam biasanya digunakan sebagai bahan pengawet. Garam
pada pembuatan roti tawar akan memberikan rasa gurih, pemakaian garam kurang
dari 0,5% biasanya akan memberikan rasa hambar pada roti tawar (Tarigan, 2003).
Kualitas garam yang dikehendaki dalam pembuatan roti adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
Mudah larut.
Pemakaian garam dalam pembuatan roti tawar yaitu garam halus. Menurut
Mudjadjanto dan Yulianti (2004), Fungsi garam dalam pembuatan roti tawar adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
2.9.9.
Air
Pemakaian air dalam pembuatan roti tawar mempunyai peranan yang penting
untuk membentuk gluten, karena protein tepung terigu dilarutkan oleh air. Jenis air
yang digunakan adalah air dingin. Pemakaian air dalam pembuatan roti tawar
sebanyak 62% dari berat tepung (Ningrum, 2006).
Dalam pembuatan roti tawar air juga berfungsi sebagai pelarut dari bahan-bahan
lain dalam pembuatan roti tawar seperti garam, gula, susu dan sebagainya (Tarigan,
2003). Kandungan mineral dalam air dapat mempengaruhi kekerasan adonan,
tetutama untuk beberapa jenis tepung, air yang digunakan harus memenuhi syarat
air yang sehat yaitu:
1.
2.
Syarat kimia artinya air tidak mengandung bahan-bahan kimia seperti Fe, Hg,
Pb, kekeruhan dan kesadahan.
3.
Dalam pembuatan roti, air berfungsi sebagai penyebab terbentuknya gluten serta
pengontrol kepadatan dan suhu adonan. Air berperan sebagai pelarut garam,
penyebar dan pelarut bahan-bahan bukan tepung secara seragam dan
memungkinkan adanya aktivitas enzim (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
Air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita. Kandungan air
dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan
makanan itu (Ningrum, 2006).
Air yang digunakan dalam proses produksi pengolahan pangan harus memenuhi
kriteria mutu layak dipergunakan untuk proses pengolahan bahan pangan. Syarat
mutu air untuk industri makanan sama dengan syarat mutu air minum, dapat dilihat
pada Tabel 16.
Tabel 15. Standar Umum Air Untuk Industri Makanan
Sifat Air
Toleransi (ppm)
Pengaruh spesifik bila kelebihan
Kekeruhan
1-10
Pengendapan pada produk dan alat
Wana
5-10
Penyimpangan warna, masalah bahan organik
Rasa dan bau
noti-cable
Meningkatkan rasa dan bau dalam produk
Besi atau mangan
0,2-0,3
Noda, penyimpangan warna dan rasa serta pertumbuhan bakteria besi
Alkalinitas
30-250
Netralisasi asam, mengurangi daya awet
Kesadahan
10-250
Pengendapan, absorpsi oleh beberapa produk
Jumlah padatan terlarut
850
Penyimpangan warna
Bahan organis
Penyimpangan rasa, sedimen pembusukan, reaksi
Flour
1,7
Pembusukan enamel gigi pada anak
Sumber: Syarief R. dan Irawati A. (1988)
2.9.10. Susu
Jenis susu yang banyak digunakan dalam proses pembuatan roti tawar adalah susu
bubuk, skim dan krim. Krim mengandung lemak yang tinggi sehingga memberikan
kelembutan dan aroma yang menyenangkan. Susu skim banya mengandung protein
(kasein) yang cenderung meningkatkan penyerapan dan daya menahan air
sehingga mengeraskan adonan dan memperlambat proses fermentasi adonan roti.
Susu yang digunakan untuk pembuatan roti pada umumnya dalam bentuk bubuk
(powder) (Eko,T.S. dan Eirry, M.S. 2007). Hal ini disebabkan alasan kemudahan
penyimpanan dan mempunyai umur simpan yang lebih panjang dibandingkan
dengan susu segar. Susu bubuk yang biasa digunakan adalah susu skim atau susu
krim.
Keuntungan susu skim adalah kandungan air dan kandungan lemaknya rendah
sehingga dapat disimpan lebih lama dan tidak cepat tengik. Kadar air susu skim
adalah 2,5% dan kandungan lemaknya 1,1%. Sebaiknya penyimpanan susu bubuk
senantiasa dijaga agar tetap kering, hal ini dilakukan karena susu bubuk bersifat
sangat rentan terhadap kerusakan dari lingkungan terutama air (Wahyudi, 2003).
Tujuan pemakaian susu dalam pembuatan roti adalah:
1.
Memperbaiki gizi karena susu mengandung protein (kasein), gula laktosa dan
kalsium.
2.
Memberikan pengaruh terhadap warna kulit (terjadi pencoklatan protein dan
gula).
3.
4.
5.
Pada pembuatan roti, untuk tepung jenis lunak (soft) atau berprotein rendah,
penambahan susu lebih banyak dibandingkan tepung jenis keras (hard) atau
berprotein tinggi. Penambahan susu sebaiknya susu padat. Alasannya, susu padat
menambah penyerapan (absorpsi) air dan memperkuat adonan. Bahan padat bukan
lemak pada susu padat tersebut berfungsi sebagai bahan penyegar protein tepung
sehingga volume roti bertambah (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
Susu digunakan untuk memberikan flavor yang spesifik serta pembentukan warna
pada kulit roti sebab susu mengandung laktosa yang tidak dapat difermentasikan
oleh yeast. Selain itu susu juga dapat memperbaiki nilai gizi roti sebab
mengandung protein yang cukup tinggi. Dalam pembuatan roti biasanya digunakan
susu skim (Wahyudi, 2003).
Komposisi air susu dari berbagai hewan menyusui sangat bervariasi tetapi pada
dasarnya mengandung pada komponen-komponen yang sama, yaitu air, lemak,
laktosa, mineral, vitamin dan enzim dengan demikian kalau ada variasi mengenai
komposisi adalah lebih bersifat kuantitatif. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi
komposisi air susu seperti species, bangsa, umur, musim, pakan, lama interval
pemerahan, kegemukan induk pada waktu melahirkan, fase laktasi perbedaan
individu, penyakit (Idris, 1992).
Tabel 16. Komposis Air Susu Sapi Per 1000 ml
Komposisi
Presentase
Air
89,50-84,00
Lemak
2,60-6,00
Protein
2,80-4,00
Laktosa
4,50-6,20
Abu
0,60,0,08
Sumber : Idris (1992)
2.10.
dibutuhkan dalam jumlah sedikit, tetapi sangat penting agar dihasilkan roti yang
berkualitas baik sehingga harus diukur dengan teliti. Dalam penimbangan,
sebaiknya tidak menggunakan sendok atau cangkir sebagai takaran (Kusmiati,
2005).
2.10.3. Pencampuran (Mixing)
Mixing berfungsi mencampur secara homogen semua bahan, mendapatkan hidrasi
yang sempurna pada karbohidrat dan protein, membentuk dan melunakkan gluten,
serta menahan gas pada gluten (gas retention). Mixing harus berlangsung hingga
tercapai perkembangan optimal dari gluten dan penyerapan airnya. Dengan
demikian, pengadukan adonan roti harus sampai kalis. Pada kondisi tersebut gluten
baru tebentuk secara maksimal.
Tujuan mixing adalah menciptakan daya rekat atau membentuk gluten dalam
protein tepung menjadi kalis dengan cara mencampurnya bersama air. Kalis adalah
pencapaian pengadukan secara sempurna sehingga terbentuk permukaan tipis
pada adonan. Tanda adonan kalis apabila adonan sudah tidak lagi menempel pada
wadah pengadukan dan tangan. Selain itu, ketika adonan dilebarkan akan terbentuk
selaput tipis yang elastis (Bogasari Baking Center. 2006).
Tanda-tanda adonan roti telah kalis adalah jika adonan tidak lagi menempel di
wadah atau di tangan atau saat adonan dilebarkan, akan terbentuk lapisan tipis
yang elastis. Kunci pokok dalam pengadukkan adalah waktu yang digunakan harus
tepat karena jika pengadukkan terlalu lama akan menghasilkan adonan yang keras
dan tidak kompak, sedangkan pengadukkan yang sangat cepat mengakibatkan
adonan tidak tercampur rata dan lengket (Mudjajanto, 2004).
2.10.4. Peragian (Fermentation)
Tahap peragian adalah mengistirahatkan atau memfermentasikan adonan untuk
membentuk rasa dan volume yang dipengaruhi oleh kelembaban udara sekitar.
Biasanya suhu yang bagus untuk fermentasi adalah pada suhu 3544oC, karena
suhu tersebut adalah suhu optimum pertumbuhan Sacharomyces cereviceae. Pada
saat fermentasi akan terjadi reaksi antara gula dan ragi sehinnga terbentuk gas
CO2, alkohol dan asam- asam organik. Selama peragian adonan akan menjadi lebih
besar dan ringan, selain itu adonan perlu sekali dilipat, ditusuk atau dipukul 1-2 kali
selama peragian dan pada akhir peragian. Pemukulan dilakukan agar suhu adonan
rata, gas CO2 hilang dan udara segar tertarik ke dalam adonan sehingga rasa asam
pada roti dapat hilang. Jika terlalu banyak pukulan, gas yang keluar dari adonan
terlalu banyak sehingga roti tidak mengembang (Mudjadjanto dan Yulianti, 2004).
2.
3.
Asam
4.
Panas
Fungsi ragi (yeast) dalam pembuatan roti adalah untuk proses aerasi adonan
dengan mengubah gula menjadi gas karbondioksida, sehingga mematangkan dan
mengempukan gluten dalam adonan. Kondisi dari gluten ini akan memungkinkan
untuk mengembangkan gas secara merata dan menahannya, membentuk cita rasa
akibat terjadinya proses fermentasi. Suhu ruangan 35oC dan kelembaban udara
75% merupakan kondisi yang ideal dalam proses fermentasi adonan roti. Semakin
panas suhu ruangan, semakin cepat proses fermentasi dalam adonan roti.
Sebaliknya, semakin dingin suhu ruangan semakin lama proses fermentasi. Selama
peragian, adonan menjadi lebih besar dan ringan (Mudjajanto, 2004).
2.10.5. Penimbangan Adonan (Deviding)
Tahap ini adalah membagi adonan menjadi beberapa bagian sesuai dengan
kebutuhan yang bertujuan untuk mendapatkan berat dan ukuran yang seragam
pada produk akhir. Tahap ini harus dilakukan dengan cepat karena selama proses
berlangsung fermentasi tetap berlangsung (Anomim, 2007). Roti agar sesuai
dengan besarnya cetakan atau berdasarkan bentuk yang digunakan adonan perlu
ditimbang, Sebelum ditimbang, adonan dipotong-potong dalam beberapa bagian.
Proses penimbangan harus dilakukan dengan cepat karena proses fermentasi tetap
berjalan (Bogasari Baking Center. 2006).
2.10.6. Pembentukan Adonan (Moulding)
Tahap pembentukan adonan dilakukan dengan cara adonan yang telah di
istirahatkan digiling pakai roll pin, kemudian digulung atau dibentuk sesuai dengan
jenis roti yang di inginkan. Pada saat penggilingan, gas yang ada di dalam adonan
keluar dan adonan mencapai ketebalan yang di inginkan sehingga mudah untuk
digulung atau dibentuk (Mudjajanto, 2004).
Tujuan membuat bulatan-bulatan adonan adalah untuk mendapatkan permukaan
yang halus dan membentuk kembali struktur gluten. Setelah istirahat singkat lagi,
adonan dapat dibentuk menjadi panjang seperti yang dikehendaki. Jika adonan
terlalu ditekan maka kulit akan menjadi tidak seragam dan pecah (Hadi, Y. 2006).
2.10.7. Peletakan Adonan dalam Cetakan (Panning)
Adonan yang sudah digulung dimasukkan kedalam cetakan dengan cara bagian
lipatan diletakkan di bawah agar lipatan tidak lepas yang mengakibatkan bentuk
roti tidak baik. Selanjutnya, adonan di diamkan dalam cetakan (pan proof). Sebelum
dimasukkan kedalam pembakaran proses ini dilakukan agar roti berkembang
sehingga hasil akhir roti diperoleh dengan bentuk dan mutu yang baik. Meletakkan
adonan di tengah-tengah cetakan dengan sambungan diletakkan di bagian bawah
supaya tidak terbuka pada saat dilakukan final proofing atau waktu pemanggangan
(Mudjajanto , 2004).
2.10.8. Pembakaran (Baking)
Pembakaran adalah suatu bentuk pemanasan yang dilakukan di dalam oven dengan
waktu antara 2,5 sampai 30 menit. Lamanya pembakaran tergantung suhu, jenis
oven dan jenis kue. Makin sedikit kandungan gula dan lemak, suhu pembakaran
dapat lebih tinggi (177-2040C) (Mudjadjanto dan Yulianti, 2004).
Pembakaran berfungsi untuk mengubah massa adonan manjadi suatu produk yang
ringan dan mudah dicerna. Selama pembakaran, terjadi reaksi antara gula reduksi
dengan gugus amina primer pada protein yang disebut reaksi maillard. Hasil reaksi
tersebut menghasilkan produk yang berwarna coklat yang sering dikehendaki serta
kadang sebagai tanda penurunan mutu (Winarno, 2002). Ketika pemanggangan
akan terjadi proses sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
Denaturasi protein dan gelatinisasi dari tepung menjadi remah atau daging
roti pada suhu 60 80oC.
5.
6.
2.11.
Dimana :
BEP = Titik pulang pokok (Rp)
FC = Biaya tetap (Rp)
VC = Biaya tidak tetap/satuan produk (Rp)
S
Dimana :
Ab = Benefit bersih
2.11.3. Net Presen Value
Net presen value adalah merupakan selisih antara value dari benefit dengan value
biaya. Bila dalam studi diperoleh nilai NPV 0 berarti proyek layak dilaksanakan
dan jika dalam perhitungan NPV 0, berarti proyek tidak layak untuk dilaksanakan
(Kadariah dkk, 1978). Rumus NPV sebagai berikut:
NPV=n Bt-Ct
t=1(1+i)1
Dimana:
Bt = Benefit pada tahun ke-t
Ct = Biaya tahun ke-t
N = Umur ekonomis suatu proyek
I
III.
3.1.
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan waktu
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: tepung jagung, tepung tegiru,
ragi roti, bread improver, gula, telur, mentega putih/shortening, garam, susu tepung
dan air.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: mixer, oven, loyang atau cetakan
roti tawar, baskom, panci, ember, sendok makan atau sendok teh, beaker glass,
timbangan, kompor gas, pisau, talenan, blender, alat pengukus, freezer, tanur,
gelas ukur, desikator, sealer, ayakan/saringan, dan lain-lain.
3.3.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktor Tunggal. Faktor yang
diteliti adalah proporsi tepung terigu dan tepung jagung, yang terdiri atas 5 taraf.
Adapun proporsinya adalah sebagai berikut:
Pelaksanaan Penelitian
1.
2.
3.
Bersihkan dari kotoran dan keringkan dengan sinar matahari selama 1 hari.
4.
Penggilingan pertama (penggilingan kasar) dilakukan dengan menggunakan
hammer mill. Kemudian kulit, lembaga dan tip cap dipisahkan melalui pengayakan
ukuran 50 msh.
5.
Selanjutnya, grits jagung yang diperoleh dari penggilingan kasar dicuci dan
direndam dalam air selama 4 jam, kemudian dikeringkan kembali dengan sinar
matahari sampai kering agar tidak mudah menjamur (kadar air 15-18%).
6.
Penggilingan kedua yang merupakan penggilingan grits jagung menggunakan
disc mill (penggiling halus).
7.
8.
Tepung jagung tersebut kemudian diayak dengan menggunakan pengayak
berukuran 100 mesh.
9.
Tepung jagung.
Pembersihan kotoran
Grits
3.4.2.
1.
Siapkan bahan-bahan seperti: tepung jagung, tepung tegiru, ragi roti, bread
improver, gula, telur, mentega putih/shortening, garam, susu tepung dan air.
2.
Campurkan tepung jagung, tepung terigu sesuai perlakuan. Kemudian
tambahakan gula 5%, garam 7,5%, ragi roti 7,5%, shortening 4%, bread
improver0,74%, kuning telur 3%, susu bubuk 2%, air 61%.
3.
Aduk sampai semua tercampur rata. Tambahkan air sedikit demi sedikit
sampai tercampur rata.
4.
Tambahkan mentega putih, semuanya di aduk lagi selama 40 menit hingga
kalis
5.
Adonan dibiarkan selama 30 menit dengan suhu 27oC didalam ember tertutup
dengan lap basah hingga mengembang.
6.
7.
Adonan dibiarkan kembali selama 40 menit, dalam tempat cetak roti tawar.
8.
Panggang dalam oven yang sudah dipanaskan pada suhu 2200C selama 20-25
menit.
9.
Roti tawar.
Pencampuran bahan
Pemanggangan
a)
1.
2.
Analisa kadar Air dengan menggunakan metode (Oven) (Sudarmadji, dkk;
1997).
3.
4.
5.
b)
1.
Uji Rasa
2.
Uji Aroma
3.
Uji Warna
4.
3.5.
Analisa Data
DAFTAR PUSTAKA
Andarwulan, R., 2009. Lebih Jauh Tentang Ragi. http://www.femina.co.id. [21 Juni
2009].
Astawan dan Wahyuni 1991. Kandungan Serat Dan Gizi Pada Roti Ungguli Mie Dan
Nasi. http://www.gizi.net. (akses 10 januari 2011).
Astawan, M., 2008. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2007. Standar Mutu Roti Tawar SNI 013840-1995. Bhratara, Indonesia.
Badan Standarisasi Nasional. 1993. Standar Nasional Indonesia. SNI 0-3727 -1993.
Tepung Jagung. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 1993. Standar Nasional Indonesia. SNI 0-3727 -1993.
Syarat Mutu Tepung Jagung. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Benion. 1980. The Science Of Food. Jhon Willey And Sons Inc. New York.
Bogasari Baking Center. 2006. Teori Roti dan Resep Internasional. PT Gratika Multi
Warna. Jakarta.
Buckle K.A, Edwards A.R, Fleet H.G dan Wootton M. 1987. Ilmu Pangan.
(Terjemahan).UI. Jakarta.
Direktorat Gizi, Depkes RI. 1990. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharata Karya
Aksara. Jakarta.
Eko,T.S. dan Eirry, M.S. 2007. Produk Olahan Susu. Penebar Swadaya. Jakarta.
GMSK. 1999. Buku Profil Pangan Lokal Sumber Karbohidrat. IPB. Jurusan Gizi
Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Kerjasama dengan Proyek Diversifikasi Pangan
dan Gizi Biro Perencanaan DEPTAN 1999-2000. FAPERTA-IPB. Bogor.
Gomez, K. A. Gomez, A. A. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian.
Diterjemahkan Oleh Endang Syamsuddin dan Justika S. Baharsyah. Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta.
Hadi, Y. 2006. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Produk Roti. Food review
Indonesia Bogor.
Hamidah. 2008. Job Sheet Patiseri I. Yogyakarta: Fakultas Teknik. Universitas Negeri
Yogyakarta.
Hidayat. 2007. Roti Tawar Klasik dan Modern. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hoseney, R.C. 1998. Principles Of Cereal Science And Technology, 2nd Edition.
American Association of cereal Chemist, Inc. St. Paul, Minnesota, USA.
Kent NL, Evers AD. 1994. Technology of Cereals; An Introduction for Student of Food
Science and Agriculture. Ed ke-4. Oxford: Elseveir Science Ltd.
Kusmiati, 2005. Membuat Aneka Roti. PT. Musi Perkasa Utama. Jakarta.
Kusumastuti, Retno. 2006. Analisis Strategi Pemasaran Industri Kecil Roti dan Kue
(Studi Kasus Toko Ibu Ratna Roti dan Kue). Skripsi. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. IPB. Bogor.
Lange, M. dan Bogasari Baking Center, 2004. Roti. Gaya Favorit Press. Jakarta.
Laztity, R. 1996. The Chemistry Of Cereal Protein, 2nd edition. CRC Press Inc., Boca
Raton, Florida.
Mantred Lange dan Bogasari Baking Center. 2006. Roti Teori dan Resep
Internasional. PT. Gratika Multi warna. Jakarta.
Mila, M. 1998. Pengaruh Perbandingan Tepung Gude (Cajanus cajan L) dan Tepung
Terigu Terhadap Mutu Roti Tawar. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Mataram.
Mudjajanto, E.S dan L.N. Yulianti. 2007. Seri Agrotekno Membuat Aneka Roti.
Penerbit Swadaya, Jakarta.
Mudjajanto, eddy dan noor. 2004. Pembuat Aneka Roti. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suarni. 2001. Tepung Komposit Sorgum, Jagung, dan Beras untuk Pembuatan Kue
Basah (cake). Risalah Penelitian Jagung dan Serealia Lain. Balai Penelitian Tanaman
Jagung dan Serealia, Maros. Vol 6. hlm 55-60.
Subarna. 2002. Pelatihan Roti. PT Fits Mandiri. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suprapto dan H. A. R. Marzuki. 2005. Bertanam Jagung (Edisi Revisi). Cetakan ke-14.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Suprapti, lies. 2003. Tepung Ubi Jalar, Pembuatan dan Pemanfaatannya. Kanisius.
Yogyakarta.
Sriboga Ratu Raya. 2005. Sekilas Tentang Tepung Terigu Dengan Aplikasinya.
Semarang.
Tarigan, R., 2003. Pengaruh Perbandingan Tepung Kacang Hijau (Phaesolus radiates
L.) dan Tepung Terigu Terhadap Beberapa Komponen Mutu Roti Tawar. Skripsi
Fakultas pertanian.
Tiench Tirtowinata, Spgk. 2006. Makanan Dalam Perspektif Al-Quran Dalam Ilmu
Gizi. Fakultas Kedokteran. Universitas indonesia. Jakarta..
Winarno, F. G, 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Yuwono dan Susanto. 2001. Pengujian Fisik Pangan. Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
Beranda
Lihat versi web
Mengenai Saya
Foto Saya
Jack Frost