Disusun oleh:
Nama
: Tedi Arike
Npm
: E1G014048
Prodi
Kelompok
: 4 (Empat)
Hari/Jam
: Selasa/10:00 WIB
Co-ass
: 1. Luvi nofita
2. NUrul Khasanah
DOSEN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel
hidup. Sekarang, kira-kira lebih dari 2.000 enzim telah teridentifikasi, yang
masing-masing berfungsi sebagai katalisator reaksi kimia dalam system hidup.
Sintesis enzim terjadi didalam sel dan sebagian nesar enzim dapat diperoleh
dari ekstraksi dari jaringan tanpa merusak fungsinya.
Sebagai katalisator, enzim berbeda dengan katalisator anorganik dan
organic sederhana yang umumnya dapat mengkatalisis berbagai reaksi kimia.
Enzim memepunyai spesifitas yang sangat tinggi, baik terhadap reaktan
(substrat) maupun jenis reaksi yang dikatalisiskan. Pada umumnya, suatu enzim
hanya mengkatalisis satu jenis reaksi dan bekerja pada suatu substrat tertentu.
Kemudian, enzim dapat meningkatkan laju reaksi yang luar biasa tanpa
pembentukan produk samping dan molekul berfungsi dalam larutan encer pada
keadaan biasa (fisiologis) tekanan, suhu, dan pH normal. Hanya sedikit
katalisator nonbiologi yang dilengkapi sifat-sifat demikian. Oleh karena itu
perlu dilakukan percobaan untuk membuktikannya. Yaitu prcobaan untuk
mengetahui pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim, pengaruh PH terhadap
aktivitas enzim, pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktivitas enzim serta
untuk mengetahui pengaruh konsentrasi substrak terhadap aktivitas enzim.
1.2 Tujuan Praktikum
1.
2.
3.
4.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Enzim berasal dari kata in + zyme yang berarti sesuatu didalam
ragi.Berdasarkan penelitian maka dapat disimpulkan bahwa enzim adalah suatu
protein yang berupa molekul molekul besar, yang berat molekulnya adalah ribuan.
Sebagai contoh adalah enzim katalase berat molekulnya 248.000 sedang enzim urese
beratnya adalah 438.000.Pada enzim terdapat bagian protein yang tidak tahan panas
yaitu disebut dengan apoenzim, sedangkan bagian yang bukan protein adalah bagian
yang aktif dan diberi nama gugus prostetik, biasanya berupa logam seperti besi,
tembaga
seng
atau
suatu
bahan
senyawa
organic
yang
mengandung
non-protein
( gugus protestik )
= haloenzim ( aktif )
yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau struktur akan mengalami
kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali. Kerja
enzim juga dipengaruhi oleh molekul lain. Inhibitor adalah molekul yang
menurunkan ativasi enzim, sedangkan activator adalah yang meningkatkan aktifitas
enzim. Banya obat dan racun adalah inhibitor enzim ( Hafiz,2000)
Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh suhu. Untuk enzim hewan suhu
optimal antara 35C dan 40C, yaitu suhu tubuh. Pada suhu di atas dan di bawah
optimalnya, aktivitas enzim berkurang. Di atas suhu 50C enzim secara bertahap
menjadi inaktif karena protein terdenaturasi. Pada suhu 100C semua enzim rusak.
Pada suhu yang sangat rendah, enzim tidak benar-benar rusak tetapi aktivitasnya
sangat banyak berkurang (Gaman & Sherrington, 1994). Enzim memiliki suhu
optimum yaitu sekitar 180-230C atau maksimal 400C karena pada suhu 450C enzim
akan terdenaturasi karena merupakan salah satu bentuk protein. (Tranggono &
Setiadji, 1989).
Produksi enzim amilase dapat menggunakan berbagai sumber karbon.
Contoh-contoh sumber karbon yang murah adalah sekam, molase, tepung jagung,
jagung, limbah tapioka dan sebagainya. Jika digunakan limbah sebagai substrat, maka
limbah tadi dapat diperkaya nutrisinya untuk mengoptimalkan produksi enzim.
Sumber karbon yang dapat digunakan sebagai suplemen antara laian: pati, sukrosa,
laktosa, maltosa, dekstyrosa, fruktosa, dan glukosa. Sumber nitrogen sebagai
suplemen antara lain: pepton, tripton, ekstrak daging, ekstrak khamir, amonium
sulfat, tepung kedelai, urea dan natrium nitrat ( Pujiyanti, 2007 ).
Pada suhu sangat rendah, aktivitas enzim dapat terhenti secara reversible.
Kenaikan suhu lingkungan akan meningkatkan energi kinetik enzim dan frekuensi
tumbukan antara molekul enzim dan substrat, sehingga enzim menjadi aktif. Pada
suhu di mana enzim masih aktif, umumnya kenaikan suhu 10oC menyebabkan
kecepatan reaksi enzimatis bertambah 1,1 hingga 3,0 kali lebih besar. Pada suhu
optimum, kecepatan reaksi enzimatis berlangsung maksimal. Bila suhu terus
ditingkatkan, maka enzim akan mengalami denaturasi, sehingga aktivitas katalitiknya
terhenti. Sebagian besar enzim memiliki suhu optimum 30oC s.d. 40oC dan
mengalami denaturasi secara irreversible pada pemanasan di atas suhu 60oC (Yazid,
2006). Enzim bekerja pada kisaran pH tertentu. Jika dilakukan pengukuran aktivitas
enzim pada beberapa macam pH yang berlainan, sebagian besar enzim di dalam
tubuh akan menunjukkan aktivitas maksimum antara pH 5,0 sampai 9,0. Kecepatan
reaksi enzimatik mencapai puncaknya pada pH optimum. Ada enzim yang
mempunyai pH optimum yang sangat rendah, seperti pepsin, yang mempunyai pH
optimum 2. Pada pH yang jauh di luar pH optimum, enzim akan terdenaturasi. Selain
itu pada keaadan ini baik enzim maupun substrat dapat mengalami perubahan muatan
listrik yang mengakibatkan enzim tidak dapat berikatan dengan substrat. Enzim
bekerja pada kisaran pH tertentu dan umumnya tergantung pada pH lingkungannya.
Enzim menunjukkan aktivitas maksimal pada pH optimum, umumnya antara pH 6
s.d. 8,0. Jika pH lebih rendah atau lebih tinggi daripada pH optimum, maka dapat
menyebabkan enzim mengalami denaturasi sehingga menurunkan aktivitasnya.
Terjadinya penurunan aktivitas enzim dapat dilihat dari hasil hidrolisis substrat yang
dikatalisis. Misalnya, amilum terhidrolisisi menjadi maltosa atau glukosa. Hasil
hidrolisis dapat dibuktikan dengan uji Benedict. Bila positif, berarti amilum
terhidrolisis, sehingga dapat diasumsikan enzim memiliki aktivitas tinggi. Sebaliknya,
bila hasilnya negatif, berarti amilum tidak terhidrolisis karena enzim tidak aktif atau
mengalami penurunan aktivitas (Yazid, 2006).
BAB III
METODOLOGI
3.1. alat dan bahan
Alat
Bahan
tabung reaksi
penjepit tabung reaksi
rak tabung reaksi
pipet ukur
gelas ukur
alat pemanas
laruatn amilum 2 %
enzim amilase(saliva)
larutan iodium
pereaksi benedict
larutan HCl 0,4 %,Ph=1
Na2C03 1%
Aquades
dengan 2 ml Na2CO3 1 %
Menanbahkan kedalam tiap tabung 2 ml larutan amilum dan 1 ml enzim
Mencampur sampai homogen, kemudian biarkan selama 15 menit
Selanjutnya menguji dengan larutan iodium dan pereaksi benedict
Mengamati dan mencatat perubahan warna yang terjadi
dan 3 berturut turut dengan enzim amilase 0,5 ml, 1,0 ml, 1,5 ml
Menanbahkan kedalam tiap tabung larutan amlum 2 ml
Mencampurlah dengan baik kemudian membiarkan selam 15 menit
Selanjutnyame menguji dengan larutan iodium dan peraksi benedict
Mengamati dan mencatat perubahan warna yang terjadi
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
4.1 Hasil Pengamatan
A. pengaruh suhu terhadap aktivitas emzim
No
Suhu
tabun
(o C)
g
1
2
3
4
5
0
25 - 30
37- 40
75-80
100
Perubahan warna
Uji iodium
Uji benedict
Ungu lavender, ada endapan
Ungu lavender, ada endapan
Ungu lavender, ada endapan
Biru dongker, ada endapan
Ungu lavender, ada endapan
pH
Uji iodium
tabun
Perubahan warna
Uji benedict
g
1
pH = 1
Warna tetap, Amilum
mengendap pH = 3
Warna biru Ph= 5
mengendap pH= 6
Warna putih susu, Amilum
mengendap, pH= 8
C. pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktivitas enzim
No
Konsentras
Konsentras
Perubahan warna
Uji iodium
Uji benedict
tabun
i subtrat
i enzim
g
1
Amilum
Amilase 0,5
2 ml
Amilum
ml
Amilase 1, 0
endapan
Ungu, ada endapan
endapan
Biru, ada endapan
2 ml
Amilum
Ml
Amilase 1,5
2 ml
ml
endapan
endapan
Konsentras
Konsentras
Perubahan warna
Uji iodium
Uji benedict
tabun
i substrat
i enzim
g
1
Amilum
Amilase
Biru dongker,
Biru, Amilum
1 ml
Amilum
1 ml
Amilase
Amilum mengendap
Biru dongker,
mengendap
Biru, Amilum
1 ml
Amilum
1 ml
Amilase
Amilum mengendap
Biru dongker,
mengendap
Biru, Amilum
4 ml
Amilum
1 ml
Amilase
Amilum mengendap
Biru dongker,
mengendap
Biru, Amilum
6 ml
1 ml
Amilum mengendap
mengendap
BABV
PEMBAHASAN
Suhu rendah mendekati titik beku tidak merusak enzim, namun enzim tidak
dapat bekerja. Dengan kenaikan suhu lingkungan, enzim mulai bekerja sebagian dan
mencapai suhu maksimum pada suhu tertentu. Bila suhu ditingkatkan terus, jumlah
enzim yang aktif akan berkurang karena mengalami denaturasi. Kecepatan reaksi
enzimatik mencapai puncaknya pada suhu optimum. Enzim dalam tubuh manusia
mempunyai suhu optimum sekitar 37 C. Sebagian besar enzim menjadi tidak aktif
pada pemanasan sampai 60 C, karena terjadi denaturasi ( Hafiz ,2000) .Pada uji
pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim ini dilakukan dengan 5 tabung reaksi, untuk
tabung pertama yaitu larutan diletakkan padagelas piala kemudian dimasukkan
kedalam es memdapatkan warna ungu lavender serta ada endapan pada uji iodium
serta warna biru dan ada endapan putih pada uji bededict. Tabung ke 2 pada suhu 2530C dan tabung ke 3 hanya di biarkan pada suhu 37-40C dengan hasil uji iodium
dan uji benedictmendapatkan hasil sama dengan saat dimasukkan kedalam es. pada
tabung ke 4 pada suhu 75-80C dengan warna pada uji iodium biru dongker serta ada
endapan sedangkan pada uji benedict warnanya sama dengan uji benedict
sebelumnya. Pada tabung ke 5 pada suhu 100C dengan warna pada uji iodium ungu
lavender dan ada endapan putih serta pada uji binedict sama pada uji benedict
sebelumnya. Dari kelima sampel tadi baik dengan nuji benedict maupun uji iodium
semuanya terdapat endapan, hal ini membuktikan terdapat adanya amilum.
Enzim bekerja pada kisaran pH tertentu. Jika dilakukan pengukuran aktivitas
enzim pada beberapa macam pH yang berlainan, sebagian besar enzim di dalam
tubuh akan menunjukkan aktivitas maksimum antara pH 5,0 sampai 9,0. Kecepatan
reaksi enzimatik mencapai puncaknya pada pH optimum. Ada enzim yang
mempunyai pH optimum yang sangat rendah, seperti pepsin, yang mempunyai pH
optimum 2. pada pH yang jauh di luar pH optimum, enzim akan terdenaturasi. Selain
itu pada keaadan ini baik enzim maupun substrat dapat mengalami perubahan muatan
listrik yang mengakibatkan enzim tidak dapat berikatan dengan substrat( Hafiz
Soewoto,2000). Untuk uji pengaruh pH terhadap aktivitas enzim pada percobaan kali
ini di ukur dengan menggunakan kertas indicator universal. Untuk uji iodium tabung
1 warna ungu amilum mengendap pH=1, tabung 2 warna tetap, amilum mengendap
pH= 6 dan tabung 3 warna putih susu, amilum mengendap pH= 8. Untuk uji benedict
tabung 1 warna biru amilum mengendap banyak pH=9, tabung 2 warna biru, amilum
mengendap pH= 10, dan tabung 3 warna biru, amilum mengendap sedikit pH=10.
Peningkatan konsentrasi enzim akan meningkatkan kecepatan reaksi
enzimatik. Dapat dikatakan bahwa kecepatan reaksi enzimatik (v) berbanding lurus
dengan konsentrasi enzim [E]. Makin besar konsentrasi enzim, reaksi makin
cepat( Hafiz Soewoto,2000). Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi aktivitas enzim amilase yang terdapat pada saliva dalam
memecah amilum menjadi glukosa. Reaksi enzimatis merupakan suatu reaksi dengan
menggunakan penambahan katalis enzim. Salah satu faktor yang mempengaruhi kerja
dari enzim adalah konsentrasi, yaitu baik dari konsentrasi enzim itu sendiri maupun
dari konsentrasi substrat. Pada konsentrasi substrak dan konsentrasi enzim setalah
dilakukan uji iodium dan benedict di dapat bahwa:
berwarna ungu pekat dan ada endapan, pada tabung 2 warna ungu dan ada endapan
serta pada tabung ke-3 warna ungu terang dan ada endapan. Sedangkan pada uji
benedict pada tabung 1 warna biru pekat dan ada endapan, tabung 2 warna biru dan
ada endapan serta pada tabung ke-3 warna biru terang dan ada endapan.
Pada suatu reaksi enzimatik bila konsentrasi substrat diperbesar, sedangkan
kondisi lainnya tetap, maka kecepatan reaksi (v) akan meningkat sampai suatu batas
kecepatan maksimum (V). Pada titik maksimum ini enzim telah jenuh dengan
substrat( Mohamad Sadikin, 2002 ). Pada percobaan kali ini didapat hasil bahwa pada
konsentrasi substrak pada tabung 1, 2, 3 dan 4 didapat hasil warna biru dongker dan
amilum mengendap, sedangkan pada uji benedict pada tabung 1, 2, 3, dan 4 didapat
hasil warnanya biru dan amilum mengndap.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. untuk mengetahuinya pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim adalah dengan
meletakkan sampel amilum pada suhu yang berbeda-beda serta dilakukan
pengujian iodium dan benedict dangan mengamati perubahan warna yang
terjadi pada amilum tersebut.
2. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat keasaman) optimum yang
berbeda-beda karena enzim adalah protein yang dapat mengalami perubahan
bentuk jika suhu dan keasaman berubah, diluar suhu atau pH yang sesuai,
enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau struktur akan mengalami
kerusakan, sehingga melalui pratikum ini dapat diketahui pada pH berapakah
enzin dapat beraktivitas dengan baik.
3. Menunjukkan bahwa dengan konsentrasi enzim akan menurunkan kecepatan
perombakan substrak. Maka semakin besar volume atau konsentrasi enzim
yang diberikan , semakin tinggi pula aktivitas enzim dalam memecah substrat
yang dikatalis. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan warna yang terjadi melalui
uji iodium atau adanya endapan yang terbentuk melalui uji benedict.
4. Konsentrasi substrak sangat mempengaruhi tingkat aktivitas enzim karena
penambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi enzimatis
sampai mencapai kecepatan maksimum yang tepat. Penambahan substrat
setelah kecepatan maksimum tidak berpengaruh lagi, sebab telah melampaui
titik jenuh..
5.2 Saran
Saran saya adalah baik itu peserta praktikan maupun ko-ass sebaiknya sama
sama menggunakan jas lab. karena kita melakukan kegiatan belajar di dalam
laboratorium. Selain itu ketertiban harus tetap dijaga.
JAWABAN PERTANYAAN
1. Jelaskan kegunaan uji Iodium dan Benedict dalam percobaan!
Jawaban :
Uji Iodium bertujuan membuktikan adanya polisakarida, dalam hal ini adalah
amilum. Identifikasi ini didasarkan pada pembentukan kompleks adsorpsi berwarna
spesifik oleh polisakarida akibat penambahan iodium. Reaksi amilum dengan Iodium
menghasilkan berwarna biru kehitaman. Uji Benedict bertujuan membuktikan adanya
gula reduksi (monosakarida maupun oligosakarida). Pengujian ini berdasarkan gula
yang mempunyai gugus aldehida atau keton bebas mereduksi ion Cu2+ dalam suasana
alakalis menjadi Cu+ yang mengendap sebagai Cu2O berwarna merah bata. Reaksi
positif ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi hijau kekuningan, dan
setelah dilakukan pemanasan terbentuk endapan berwarna merah bata, kepekatan
warna sebanding dengan kandungan gula pereduksi yang ada. Hasil dari uji Iodium
dan benedict dijadikan sebuah indikator dalam menunjukkan apakah terjadi aktivitas
enzim amilase yang menghidrolisis amilum (polisakarida) menjadi monosakarida
maupun oligosakarida pada rentang suhu tertentu.
2. apakah suhu dan pH mempengaruhi aktivitas enzim? Mengapa?
Jawaban:
Iya, suhu mempengaruhi aktivitas kerja enzim karena tiap kenaikan suhu 10
C, kecepatan reaksi enzimatis menjadi 1,1 s.d. 3,0 kali lipat lebih cepat (Yazid, 2006).
Hal ini berlaku dalam batas suhu yang wajar. Kenaikan suhu berhubungan dengan
meningkatnya energi kinetik pada molekul substrat dan enzim. Pada suhu yang
lebih tinggi, kecepatan molekul substrat meningkat. Sehingga, pada saat bertubrukan
dengan enzim, energi molekul substrat berkurang. Hal ini memudahkan molekul
substrat
terikat
pada sisi
aktif
enzim.
Peningkatan
suhu
yang
ekstrim
enzim mempunyai suhu optimum, sebagian besar enzim hewan mamalia dan manusia
mempunyai suhu optimum 37 C. Sebagian besar enzim tumbuhan mempunyai suhu
optimum 25 C.
Ya, pH sangat mempengaruhi aktivitas kerja enzim. Setiap enzim masingmasing memiliki rentang pH optimum yang berbeda-beda, sesuai dengan pH
lingkungan tempat enzim bekerja. Jika dilakukan pengukuran aktivitas enzim pada
beberapa macam pH yang berlainan, sebagian besar enzim di dalam tubuh akan
menunjukkan aktivitas maksimum antara pH 5,0 sampai 9,0. Kecepatan reaksi
enzimatik mencapai puncaknya pada pH optimum. Ada enzim yang mempunyai pH
optimum yang sangat rendah, seperti pepsin, yang mempunyai pH optimum 2
menyesuaikan dengan pH lingkungan lambung. Pada pH yang jauh di luar pH
optimum, enzim akan terdenaturasi yang bersifat reverrsible (dapat balik).
3. Pada suhu berapa diperoleh aktivitas enzim amilase optimal? Mengapa?
Jawaban:
Rentang suhu optimum enzim amilase belum bisa ditentukan. Rentang suhu
optimal suatu enzim tidak dapat dilakukan hanya dengan perlakuan pada satu rentang
suhu non-ekstrim saja, melainkan pada berbagai rentang suhu. Namun, pada suhu
kamar (25-30oC) terjadi aktivitas enzimatis yang cukup optimal.
4. Pada pH berapa diperoleh aktivitas enzim amilase yang optimal? Mengapa?
Jawaban :
Berdasarkan referensi yang didapat diketahui bahwa rentang pH optimum
enzim amilase (ptialin) menyesuaikan dengan pH rongga mulut yaitu antara 7,5 s.d.
8,0 (Josua, 2010). Berdasarkan hasil pengamatan didapat rentang pH optimum enzim
amilase (ptialin) antara pH 7 s.d 9. Hal tersebut dapat dilihat dari indikator perubahan
warna yang terbentuk setelah diuji Iodium dan Benedict.
5.
optimal? Mengapa?
Jawaban:
Aktivitas enzim amilase optimal pada konsentrasi enzim1,0 ml. Karena pada
konsentrasi ini, setelah di uji dengan iodium menghasilkan warna coklat pekat. Akan
tetapi pada uji benedictnya enzim tidak dapat bekerja secara optimal karena amilum
tidak terhidrolisis oleh enzim.
6.
Mengapa?
Jawaban:
Aktifitas enzim amilase optimal pada konsentrasi (volume) substrat 2 ml.
Karena pada konsentrasi ini, setelah diuji dengan iodium menghasilkan warna bening
dan setelah di uji dengan benedict menghasilkan warna biru kehijauan.
7. Sebutkan tiga enzim lain yang dapat menghidrolisis karbohidrat, masing-masing
dengan sumbernya!
Jawaban:
Enzim yang menghidrolisis karbohidrat diantaranya sebagai berikut. Enzim
amilase salah satunya diproduksi pada kelenjar saliva dan terdapat pada air liur.
Enzim glukoamilase diproduksi oleh Aspergillus dan Rhizopus. Enzim laktase yang
berfungsi untuk mengubah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa diproduksi pada
tanaman yaitu peach dan apel, sedangkan pada hewan vertebrata yaitu bagian
jejunum. Enzim selulose berfungsi untuk menguraikan selulosa menjadi selabiosa
atau disakarida dapat ditemukan pada saluran pencernaan hewan-hewan herbivora,
dihasilkan oleh bakteri simbiotik.
DAFTAR PUSTAKA
Bagas. 2001.Biokimia jilid 1. Yogyakarta : GadjahMada University Press.
Sadikin, Mohamad. 2002. Biokimia Enzim. Jakarta : Widya Medika.
Saputra, Karta. 1994, teknologi penanganan pasca panen. Jakarta : Rinerka Karta.
Pujiyanti, sri, 2007, menjelajah dunia biologi , platinum. Jakarta.
Hafiz. 2000. Biokimia eksperimen laboratorium. Jakarta: widya medika.