Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

Kajian Asuhan Kebidanan Pada Ny H G6P5A0H4 Usia kehamilan 28 29 Minggu


Dengan Pre Eklampsia Berat di Ruang Bersalin RSUD Pariaman
Tanggal 19 Juli 2016

Diajukan Sebagai Syarat Memenuhi Tugas Residensi Praktik Klinik


Di RSUD Pariaman Periode 18 Juli 2016 12 Agustus 2016

Oleh :
Netti Meilani Simanjuntak
1420332020

Pembimbing :
dr. Mutiara Islam, Sp.OG (K)

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEBIDANAN


UNIVERSITAS ANDALAS PADANG
TAHUN 2016

KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR....................................................................................................... 3
DAFTAR ISI.................................................................................................................. 4
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 5
A.

Latar Belakang.................................................................................................. 5

A.

TUJUAN.............................................................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................... 7


A.

Pengertian Preeklamsi....................................................................................... 7

B.

Etiologi.............................................................................................................. 7

C. Klasifikasi Preeklampsia.................................................................................. 14
D. Patofisiologi..................................................................................................... 20
E.

Faktor Risiko.................................................................................................... 21

F.

Manajemen Preeklamsia................................................................................. 23

G. Manajemen Preeklampsia Ringan...................................................................26


H. Manajemen Preeklampsia Berat......................................................................28
BAB III TINJAUAN KASUS........................................................................................... 32
BAB IV Analisa Kasus................................................................................................ 38
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 39

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyebab utama kematian ibu, diantaranya infeksi, perdarahan dan preeklamsia
(Cunningham, 2010).

Untuk menilai derajat kesehatan suatu bangsa, WHO dan berbagai

lembaga Internasional lainnya menetapkan beberapa alat ukur atau indikator, seperti morbiditas
penyakit, mortalitas kelompok rawan seperti bayi, balita dan ibu saat melahirkan. Alat ukur yang
paling banyak dipakai oleh negara-negara didunia adalah , usia harapan hidup (life expectancy),
Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) . Angka-angka ini pula yang menjadi
bagian penting dalam membentuk indeks pembangunan manusia atau Human Development
Index (HDI), yang menggambarkan tingkat kemajuan suatu bangsa.
Indonesia sebagai sebuah negara besar dengan penduduk terbesar keempat setelah India,
China dan USA masih sangat tertinggal dalam pembangunan sektor kesehatan, seperti dapat
dilihat dari ranking HDI diantara negara di dunia, yaitu Malaysia (64), Thailand (103) dan
Singapura (26), sedangkan Indonesia berada pada ranking ke 121 dari 187 negara di dunia pada
tahun 2011. (BAPPENAS, 2011). AKI pada tahun 2007 adalah 228/100.000 kelahiran hidup,
ternyata dari data SDKI pada tahun 2012 menunjukan AKI naik secara menjadi progresif
menjadi 359/100.000 kelahiran hidup.(Menkes, 2011). data hasil Survei Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia mencapai 359 per
100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) mencapai 32 per 1000 kelahiran
hidup. Melengkapi hal tersebut, data laporan dari daerah yang diterima Kementerian Kesehatan
RI menunjukkan bahwa jumlah ibu yang meninggal karena kehamilan dan persalinan tahun 2013

adalah sebanyak 5019 orang. Sedangkan jumlah bayi yang meninggal di Indonesia berdasarkan
estimasi SDKI 2012 mencapai 160.681 anak. (Menkes, 2012).
Preeklampsia merupakan suatu kondisi hipertensi pada kehamilan yang dapat
dideskripsikan sebagai trias gejala, yakni hipertensi (>140/90 mmHg), proteinuria (>100
mg/dl) dengan analisa urin atau >300 mg dalam urin per 24 jam) dan edema yang terjadi
setelah kehamilan 20 minggu (Rizal, 2008). Pada kesempatan ini Penulis merasa tertarik
untuk membuat laporan kasus serta melakukan kajian asuhan kebidanan pada NyH
G6P5A0H5 Usia kehamilan 28-29 minggu pada pemeriksaan USG dengan preeklampsia berat
di Ruangan PONEK RSUD Pariaman.

A. TUJUAN
Untuk membuat laporan dan kajian asuhan kebidanan pada NyH G6P5A0H5 Usia
kehamilan 28-29 minggu pada pemeriksaan USG

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Preeklamsi
Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang
disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri, sebab terjadinya masih belum jelas.
Preeklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi
setelah minggu ke 20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal
(Cunningham, 2005).
Preeklampsia adalah kelainan malafungsi endotel pembuluh darah atau vaskular
yang menyebar luas sehingga terjadi vasospasme setelah usia kehamilan 20 minggu,
mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi organ dan pengaktifan
menimbulkan terjadinya hipertensi, edema nondependen, dan

endotel yang

dijumpai proteinuria

300mg per 24 jam atau 30mg/dl (+1 pada dipstick) dengan nilai sangat fluktuatif saat
pengambilan urin sewaktu (Brooks MD, 2011).
B. Etiologi
Penyebab timbulnya preeklampsia belum diketahui secara pasti, tetapi pada
umum nya disebabkan oleh (vasospasme arteriola). Faktor-faktor lain yang diperkirakan
akan mempengaruhi timbulnya preeklampsia antara lain: primigravida, kehamilan ganda,
hidramnion, molahidatidosa, multigravida, malnutrisi berat, usia ibu kurang dari 18 tahun
atau lebih dari 35 tahun serta anemia (Maryunani, dkk, 2012).
Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan
tersebut sehingga kelainan ini sering dikenal dengan The disease of theory adapun
teori-teori tersebut antara lain :
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta.

Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-cabang
arteri uterine dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium
berupa arteri arkuarta member cabang arteria radialis. Arteria radialis menembus
endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteri spiralis. Pada
hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan
otot arteria spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis,
sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis
mengalami distensi dan dilatasi.

Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini

member dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vascular, dan peningkatan
aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak
dan perfusi jaringan juga dapat meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin
dengan baik. Proses ini dinamakan remodeling arteri spiralis.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan
otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi
tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami
distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relative mengalami vasokontriksi, dan
terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis, sehingga aliran darah uteroplasenta
menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan
menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis HDK
selanjutnya.
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan pada
preeklamsi rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis
dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero plasenta.
2.
Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel.
a. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas

Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam


kehamilan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis, dengan akibat plasenta
mengalami iskemia.
Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan
(disebut juga radikal bebas). Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima electron
atau atom/molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan
penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis,
khususnya terhadap membrane sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan
pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk
perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah mugkin dahulu dianggap
sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan
disebut toxaemia.
Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam
lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain merusak membrane
sel, juga akan merusak nucleus, dan protein sel endotel. Produksi oksidan (radikal bebas)
dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi antioksidan.
b.

Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan.


Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya
peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, missal vitamin E pada hipertensi
dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang
relative tinggi.
Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar
di seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membrane sel, juga akan merusak
nucleus, dan protein sel endotel.

Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi
c.

dengan produksi antioksidan.


Difungsi sel endotel.
1) Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel, adalah
memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2): suatu
2)

vasodilator kuat.
Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi sel-sel trombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan
endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan
(TXA2) suatu vasokonstroktor kuat.
Dalam keadaan normal perbandingan kadar prostasiklin/tromboksan lebih
tinggi kadar prostasiklin (lebih tinggi vasodilator). Pada preeklamsi kadar tromboksan
lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi, dengan terjadi

kenaikan tekanan darah.


3) Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus (glomerular endotheliosis).
4) Peningkatan permeabilitas kapiler.
5) Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO

3.

(vasodilatator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat.


6) Peningkatan faktor koagulasi.
Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin.
Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan
terbukti dengan fakta sebagai berikut:
a. Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika
dibandingkan dengan multigravida.
b. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar terjadinya
hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.
c. Seks oral mempunyai risiko lebih rentan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode ini,
makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanyahasil
konsepsi yang bersifat asing. Hasil ini disebabkan adanya human leukocyte antigen

protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respons imun, sehingga si ibu
tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi
trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu.
Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam
jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas
ke dalam jaringan desidua ibu, di samping untuk menghadapi sel Natural Killer.
Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G.
Berkurangnya, HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas ke dalam
desidua. Invasi trivoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur
sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang produksi
sitikon, sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Kemungkinan terjadi ImmuneMaladaption pada preeklamsi, ternyata mempunyai proposi Helper Sel yang lebih rendah
4.

disbanding pada normotensif.


Teori adaptasi kardiovaskularori genetik
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopressor.
Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor, atau
dibuthkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respons vasokonstriksi.
Pada kehamilan normal terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan
vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel
pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa adanya refrakter terhadap bahan vasopresor
akan hilang bila diberi prostaglandin sintesa inhibitor (bahan yang menghambat produksi
prostaglandin). Prostaglandin ini di kemudian hari ternyata adalah prostasiklin.
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan
vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang
sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor. Banyak peneliti

telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor pada


hipertensi dalam kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat
ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi
5.

akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.


Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype ibu lebih
menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan
dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklamsi, 26%
anak perempuannya akan mengalami preeklamsi, sedangkan hanya 8% anak menantu

6.

mengalami preeklampsia.
Teori defisiensi gizi.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan
dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian yang penting yang pernah
dilakukan di Inggris ialah penelitian tentang pengaruh diet pada preeklamsi beberapa
waktu sebelum pecahnya Perang Dunia II. Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup

7.

dalam persiapan perang menimbulkan kenaikan insiden hipertensi dalam kehamilan.


Teori inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi
darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal
plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik
trofoblas, akibat reaksi stress oksidatif.
Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya proses
inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar,
sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses
apoptosis pada preeklamsi, di mana pada preeklamsi terjadi peningkatan stress oksidatif,
sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak

sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stress
oksidatif akan sangat meningkat.
Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh
lebih besar, disbanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respons inflamasi ini
akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih besar pula,
sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala preeklamsi pada
ibu.
C. Klasifikasi Preeklampsia
Dari berbagai gejala, preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan
preeklampsia berat.
1. Kriteria preeklampsia ringan :
Hipertensi dengan sistolik/diastolik > 140/90 mmHg, sedikitnya enam jam
pada dua kali pemeriksaan tanpa kerusakan organ.
Proteinuria > 300 mg/24 jam atau > 1 + dipstik.
Edema generalisata yaitu pada lengan, muka, dan perut.
2. Preeklampsia berat dibagi menjadi : preeklampsia berat tanpa
eclampsia dan preeklampsia berat dengan

impending eclampsi.

impending
Kriteria

preeklampsia berat :
Tekanan darah sistolik/diastolik > 160/110 mmHg sedikitnya enam jam
pada dua kali pemeriksaan. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu
hamil sudah dirawat di rumah sakit dan telah menjalani tirah baring.
Proteinuria > 5 gram/24 jam atau > 3+ dipstik pada sampel urin sewaktu
yang dikumpulkan paling sedikit empat jam sekali.
Oliguria < 400 ml / 24 jam.
Kenaikan kadar kreatinin plasma > 1,2 mg/dl.
Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala
persisten, skotoma, dan pandangan kabur.
Nyeri epigastrium pada kuadran kanan atas abdomen akibat teregangnya
kapsula glisson.

Edema paru dan sianosis.


Adanya HELLP syndrome (H= Hemolysis, ELL= Elevated Liver Enzym,
P= Low Plat
Hemolisis mikroangipatik karena meningkatnya enzim laktat
dehidrogenase.
Trombositopenia ( trombosit < 100.000 mm3)
Oligohidroamnion, pertumbuhan janin terhambat, dan abrupsio plasenta.
Gangguan fungsi hepar karena peningkatan kadar enzim ALT dan AST.
Gejala dan tandanya dapat berupa :
1. Hipertensi
Hipertensi merupakan kriteria paling penting dalam diagnosa penyakit
preeklampsia. Hipertensi ini sering terjadi sangat tiba -tiba. Banyak primigravida
dengan usia muda memiliki tekanan darah sekitar 100 -110/60-70 mmHg selama
trimester kedua. Peningkatan diastolik sebesar 15 mmHg atau peningkatan
sistolik sebesar 30 mmHg harus dipertimbangkan (Cunningham, 2010).
2. Hasil pemeriksaan laboratorium
Proteinuria merupakan gejala terakhir timbul. Proteinuria berarti konsentrasi
protein dalam urin yang melebihi 0,3 gr/liter dalam urin 24 jam atau pemeriksaan
kualitatif menunjukan (+1 sampai 2+ atau > 1 gr/liter melalui proses urinalisis
dengan menggunakan kateter atau

midstream

yang

diambil urin sewaktu

minimal dua kali dengan jarak waktu 6 jam (Wiknjosastro, 2006).


3. Hemoglobin
dan
hematokrit
meningkat
akibat
hemokonsentrasi.
Trombositopenia biasanya terjadi. Terjadi peningkatan FDP, fibronektin dan
penurunan antitrombin III. Asam urat biasanya meningkat diatas 6 mg/dl.
Kreatinin serum biasanya normal tetapi bisa meningkat pada preeklampsia berat.
Alkalin fosfatase meningkat hingga 2-3 kali lipat. Laktat dehidrogenase bisa
sedikit meningkat dikarenakan hemolisis. Glukosa darah dan elektrolit pada

pasien preeklampsia biasanya dalam batas normal. Urinalisis ditemukan


proteinuria dan beberapa kasus ditemukan hyalinecast.
4. Edema
Edema pada kehamilan normal dapat ditemukan edema dependen, tetapi jika
terdapat edema independen yang djumpai di tangan dan wajah yang meningkat
saat bangun pagi merupakan edema yang patologis. Kriteria edema lain dari
pemeriksaan fisik yaitu: penambahan berat badan > 2 pon/minggu dan
penumpukan cairan didalam jaringan secara generalisata yang disebut pitting
edema > +1 setelah tirah baring 1 jam.
Akibat Preeklampsia pada ibu :
Akibat gejala preeklampsia, proses kehamilan maternal terganggu karena terjadi
perubahan patologis pada sistem organ, yaitu :
a.
Jantung
Perubahan pada jantung disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload akibat
hipertensi dan aktivasi endotel sehingga terjadi ekstravasasi cairan intravaskular
ke ekstraselular terutama paru. Terjadi penurunan

cardiac preload akibat

hipovolemia. Pasien yang memiliki pre-eklampsia berat dapat berbagi


kecenderungan dengan pasien hamil yang memiliki risiko kardiovaskular.
Dengan

demikian, pemantauan jangka panjang kardiovaskular, ginjal, dan

faktor-faktor risiko metabolik dianjurkan setelah pre-eklampsia berat.


b.
Otak
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak berfungsi.
Jika autoregulasi tidak berfungsi, penghubung penguat endotel akan terbuka
menyebabkan plasma dan sel- sel darah merah keluar ke ruang ekstravaskular.
c.
Mata
Pada pre eklampsia tampak edema retina, spasmus menyeluruh pada satu atau
beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri retina

yang nyata dapat menunjukkan adanya preeklampsia yang berat, tetapi bukan
berarti spasmus yang ringan adalah pre eklampsia yang ringan. Skotoma,
diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan gejala yang
menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan
aliran darah pada pusat penglihatan di korteks serebri maupun didalam retina
(Wiknjosastro, 2006).
d.
Paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat yang mengalami
kelainan pulmonal maupun non- pulmonal setelah proses persalinan. Hal ini
terjadi karena peningkatan cairan yang sangat banyak, pe nurunan tekanan
onkotik koloid

plasma akibat proteinuria, penggunaan kristaloid sebagai

pengganti darah yang hilang, dan penurunan albumin yang diproduksi oleh hati.
e.
Hati
Pada preeklampsia berat terdapat perubahan fungsi dan integritas hepar,
perlambatan ekskresi bromosulfoftalein,
aminotransferase serum.

dan peningkatan kadar

aspartat

Sebagian besar peningkatan fosfatase alkali serum

disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas yang berasal dari plasenta. Pada
penelitian yang dilakukan Oosterhof dkk, dengan menggunakan sonografi.
Doppler pada 37 wanita preeklampsia, terdapat resistensi arteri hepatika.
Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar menyebabkan
terjadinya peningkatan enzim hati didalam serum. Perdarahan pada lesi ini dapat
mengakibatkan ruptur hepatika, menyebar di bawah kapsul hepar dan
membentuk hematom subkapsular (Cunningham, 2005).
f.
Ginjal
Lesi khas pada ginjal pasien preeklampsia terutama glomeruloendoteliosis, yaitu
pembengkakan dari kapiler endotel glomerular yang menyebabkan penurunan

perfusi dan laju filtrasi ginjal. Konsentrasi asam urat plasma biasanya meningkat
terutama pada preeklampsia berat. Pada sebagian besar wanita hamil dengan
preeklampsia, penurunan ringan sampai sedang laju filtrasi glomerulus
tampaknya terjadi akibat berkurangnya volume plasma sehingga kadar kreatinin
plasma hampir dua kali lipat dibandingkan dengan kadar normal selama hamil
(sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada beberapa kasus preeklampsia berat, kreatinin
plasma meningkat beberapa kali lipat dari nilai normal ibu tidak hamil atau
berkisar hingga 2- 3 mg/dl. Hal ini disebabkanperubahan intrinsik ginjal akibat
vasospasme yang hebat (Cunningham, 2005).

Kelainan pada ginjal biasanya

dijumpai proteinuria akib at retensi garam dan air. Retensi garam dan air terjadi
karena penurunan laju filtrasi natrium di glomerulus akibat spasme arteriol ginjal.
Pada pasien preeklampsia terjadi penurunan ekskresi kalsium melalui urin karena
meningkatnya reabsorpsi di tubulus (Cunningham,2005). Kelainan ginjal yang
dapat dijumpai berupa glomerulopati, terjadi karena peningkatan permeabilitas
terhadap sebagian besar protein dengan berat molekul tinggi, misalnya:
hemoglobin, globulin, dan transferin. Protein protein molekul ini tidak dapat
difiltrasi oleh glomerulus.
g.
Darah
Kebanyakan pasien preeklampsia mengalami koagulasi intravaskular (DIC) dan
destruksi pada eritrosit (Cunningham, 2005). Trombositopenia merupakan
kelainan yang sangat sering, biasanya jumlahnya kurang dari 150.000/l
ditemukan pada 15 20 % pasien. Level fibrinogen meningkat pada pasien
preeklampsia dibandingkan dengan ibu hamil dengan tekanan darah normal. Jika
ditemukan level fibrinogen yang rendah pada pasien preeklampsia, biasanya

berhubungan dengan terlepasnya plasenta sebelum waktunya ( placental


abruption). Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dapat terjadi HELLP
syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim
hati dan jumlah platelet rendah.
D. Patofisiologi
Preeklamsia umumnya terjadi karena vasospasme. Peningkatan tekanan darah dapat
ditimbulkan karena cardiac outputdan resistensi system pembuluh darah. Mekanisme
adalah sebagai berikut : Resistensi system pembuluh darah meningkatkan tekanan
pembuluh darah konstriksi pembuluh darah afferent aliran darah renal menurun
GFR menurun kerusakan membrane glomerulus peningkatan permeabilitasprotein
protein dan oliguria preeclamsia (Castro, 2004 dalam Artikasari 2009).
Sedangkan menurut Hazel 2007 yang dikutip dalam Myrta 2015 menyebutkan bahwa
patofisiologi preeklamsia dibagi menjadi dua tahap , yaitu perubahan perfusi plasenta dan
sindrom maternal.
Tahap pertama terjadi selama 20 minggu pertama kehamilan. Pada fase ini terjadi
perkembangan abnormal remodeling dinding arteri spirialis. Abnormalitas dimulai pada
saat perkembangan plasenta , diikuti produksi substansi yang jika mencapai sirkulasi
maternal menyebabkan terjadinya sindrom maternal (Haezel, 2007). Pada tahap 1 terjadi
perkembangan abnormal pada plasenta sehingga memerlukan zat gizi untuk memperbaiki
perkembangan plasenta yang abnormal, misalnya vitamin D (Rajaee dkk, 2014).
Tahap kedua atau fase sistemik. Fase ini merupakan fase klinis preeklamsia, dengan
elemen pokok respons inflamasi sistemik maternal dan disfungsi

endotel. Pada

kehamilan preeklamsia, invasi arteri uterine ke dalam plasenta dangkal, aliran darah
berkurang , menyebabkan iskemi plasenta pada awal trimester kedua. Hal ini
mencetuskan pelepasan factor factor plasenta yang menyebabkan terjadinya kelainan
multisystem pada ibu. Pada wanita dengan penyakit mikrovaskular, seperti hipertensi ,
diabetes mellitus, dan penyakit kolagen , didapatka peningkatan insiden preeklamsia;
mungkin preeklamsia ini didahului gangguan perfusi plasenta (Heazel, 2007). Pada tahap
2 terjadi inflamasi sehingga menyebabkan difungsi endotel sehingga memerlukan zat gizi
untuk mencegah terjadinya inflamasi dan stress oksidatif , misalnya antioksidant (Rajaee
dkk, 2014).
E. Faktor Risiko
Insiden preeklamsia terjadi sekitar 5% sampai 10% dari seluruh kehamilan. Dilaporkan
bahwa kejadian ini meningkat pada kehamilan pertama, kehamilan kembar, dan pada
wanita yang memiliki riwayat preeklamsia sebelumnya. Sebesar lima puluh persen dari
gangguan hipertensi kehamilan didefinisikan sebagai preeklamsia, yang merupakan
manifestasi paling penting dari penyakit (de Souza Rugolo et al., 2011)
Faktor resiko dari preeklamsia adalah kehamilan kembar, primipara, riwayat preeklamsia
sebelumnya, diabetes mellitus pragestasional, hipertensi kronis, dan obesitas. Riwayat
keluarga preeklamsia dapat meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia, hal ini
menunjukkan kemungkinan adanya kecenderungan genetik (de Souza Rugolo et al., 2011).
Beberapa faktor resiko terkait preeklamsia
Paparan sperma terbatas
Primipartenity
Kehamilan setelah melakukan inseminasi, donor oosit

Efek perlindungan
sebelumnya

dari

perubahan

dalam

kasus

preeklamsia

Faktor risiko dari ibu atau yang berhubungan dengan kehamilan


Usia ibu yang ekstrim
Kehamilan kembar
Preeklamsia pada kehamilan sebelumnya
Hipertensi kronis atau penyakit ginjal
Penyakit rematik
Ibu berat lahir rendah
Obesitas atu resistensi insulin
Diabetes mellitus pregestasional
Infeksi maternal
Adanya trombofilia
Faktor gen ibu yang rentang
Riwayat keluarga preeklamsia
Merokok (meningkatkan resiko)
Degenerasi hidropik plasenta
Sumber: Sibai & Dekker, 2005

F. Manajemen Preeklamsia
Perawatan prenatal yang memadai dan tepat meupakan hal paling penting dalam
manajemen pre-eklampsia. Pemantauan antenatal meliputi identifikasi perempuan
berisiko tinggi, deteksi dini dengan temuan tanda dan gejala klinis, dan perkembangan
kondisi yang parah. Setelah diagnosis, selanjutnya perawatan akan bergantung pada hasil
maternal dan penilaian janin. Tujuan utama dari manajemen preeklmasia harus selalu
pada keselamatan ibu. Meskipun persalinan selalu tepat untuk ibu, namun hal itu tidak

terbaik bila janin sangat prematur. Keputusan manajemen antara pengakhiran kehamilan
dan mempertahankan kehamilan tergantung pada usia kehamilan, status janin, dan
keparahan kondisi ibu pada saat penilaian. Tujuan ini dapat dicapai dengan merumuskan
rencana manajemen yang menganggap satu atau lebih hal berikut: usia kehamilan janin,
ibu dan status janin pada saat penilaian awal, kondisi penolong, atau pecah ketuban janin
(Sibai & Dekker, 2005)
Manajemen preeklamsia

Sumber : Sibai & Dekker, 2005


Tujuan utama perawatan preeklampsia adalah untuk mencegah kejang,

erdarahan

intrakranial, mencegah gangguan fungsi organ vital, dan melahirkan bayi yang sehat (Angsar,
2009). Manajemen preeklampsia bergantung pada tingkat keparahan penyakit. Secara umum
pada setiap kehamilan yang disertai penyulit suatu penyakit, ada dua hal yang perlu
dipertimbangkan, yaitu (1) sikap terhadap penyakitnya, yang berarti pemberian obat-obatan
atau terapi medikamentosa dan (2) sikap terhadap kehamilannya, yang berarti tindakan

terhadap kehamilan tersebut, apakah akan diteruskan sampai aterm (perawatan konservatif
atau ekspektatif) atau akan diakhiri/diterminasi (perawatan kehamilan aktif atau agresif).
Penatalakasanaan preeklamsia berdasarkan temuan Uzan Jenifer et all dalam Journal
Pre-eclampsia: pathophysiology, diagnosis, and management

, bahwa manajement

preeklamsi adalah sebagai berikut :


-

Keputusan manajemen harus memperhatikan resiko ibu hamik terhadap dengan

persalinan premature dan beratnya preeklamsia.


Adapun prinsip pengobatan preeklamsia yaitu ; mencegah efek berbahaya dari

tekanan darah tinggi ibu dan mencegah terjadinya eclampsia.


Ketika usia kehamilan sudah mencapai 36-37 minggu sebaiknya dilakukan tata
laksana preeklamsia (mulai dilakukan tindakan terminasi kehamilan). Dan usia
kehamilan 24-34 minggu, manajemen diberikan tergantung tingkat keparahan pre-

eklamsia.
Ada empat obat yang dapat diberikan untuk pengobatan hipertensi diantaranya :
- Nicardipine
- Labetalol
- Clonidine
- Dihydralyzine
Pasien dapat diberikan pematangan paru (Betametason) dengan dosis dua suntikan 12 mg
24 jam terpisah. Pemberian kortikosteroid ini diberikan untuk mengurani resiko penyakit
membrane hialin, perdarahan intraventikuler dan mortalita pada bayi.
Pemberian MgSO4 (magnesium sulfat) menjadi bagian yang terpenting pada kasus
preeklamsia berat. Hal ini diindikasikan dalam pengobata kejang eklampsia serta
mencegah eklamsia sekunder.
Pemebrian MgSO4 :

Dosis pertama 4 gr diberikan secara IV selama 15-20 menit, dapat di ulangi setengah

dosis (2 gr) jika terjadi kejang berulang.


Dosis maintence 1 gr/jam selama 24 jam
Pemberian MgSO4 harus dipantau di unit perawatan intensif karena dapat kegagalan
organ. Syarat pemberian MgSO4 adalah : skor Glasgow dari 15, refleks tendon,

frekuensi pernapasan> 12 per menit, dan diuresis> 30 mL / jam


Jika terjadi manifestasi overdosis hentikan infus, berikan injeksi kalsium glukonat,
dan mengukur tingkat magnesium darah.

Pedoman tatalaksana preeklampsia menurut Persatuan Obstetrist-Ginekolog Indonesia


(POGI) baik untuk preeklampsia ringan maupun untuk preeklamsia berat adalah sebagai
berikut :
G. Manajemen Preeklampsia Ringan
Perawatan preeklampsia ringan dapat secara rawat jalan (ambulatoir) atau rawat inap
(hospitalisasi).
a) Rawat jalan (ambulatoir)
1.Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai keinginannya. Di
Indonesia tirah baring masih diperlukan.
2. Diet regular ; tidak perlu diet khusus.
3. Vitamin prenatal.
4. Tidak perlu restriksi konsumsi garam.
5. Tidak perlu pemberian diuretik, antihipertensi, dan sedativum.
6. Kunjungan ke rumah sakit setiap minggu.
b) Rawat inap (hospitalisasi)

Indikasi hospitalisasi pada preeklampsia ringan adalah :


1. Hipertensi yang menetap selama > 2 minggu.
2. Proteinuria menetap selama > 2 minggu.
3. Hasil tes laboratorium yang abnormal.
4. Adanya satu atau lebih tanda atau gejala preeklampsia berat.
Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik serta laboratorik. Juga
dilakukan pemeriksaan kesejahteraan janin, khususnya untuk evaluasi pertumbuhan
janin dan jumlah cairan amnion. Terapi medikamentosa pada dasarnya sama dengan
terapi ambulatoar. Bila terdapat perbaikan tanda dan gejala preeklampsia dna umur
kehamilan 37 minggu, ibu masih perlu diobservasi selama 2-3 hari kemudian boleh
dipulangkan.
c) Pengelolaan obstetrik tergantung usia kehamilan
1. Usia kehamilan < 37 minggu
Bila tanda dan gejala tidak memburuk, kehamilan dapat dipertahankan sampai
aterm.
2. Usia kehamilan 37 minggu
Kehamilan dipertahankan sampai timbul onset partus atau bila serviks matang pada
tanggal taksiran persalinan dapat dipertimbangkan untuk dilakukan induksi
persalinan.

H. Manajemen Preeklampsia Berat


Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang, pegobatan
hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat,
dan saat yang tepat untuk persalinan.
a) Pemberian terapi medikamentosa.
1. Segera masuk rumah sakit.
2. Tirah baring ke kiri secara intermiten.
3. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5%.
4. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang, yang
dibagi atas loading dose (initial dose) atau dosis awal dan maintenance dose
(dosis lanjutan).
5. Anti hipertensi. Diberikan bila tensi 180 /110 atau MAP 126.
6. Diuretikum. Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin karena
memperberat penurunan perfusi plasenta, memperberat hipovolemia, dan
meningkatkan hemokonsentrasi. Diuretikum hanya diberikan atas indikasi
edema paru, paying jantung kongestif, dan edema anasarka.
7. Diet. Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori berlebih.
b) Sikap terhadap kehamilannya
1. Perawatan konservatif/ekspektatif
Tujuan : mempertahankan kehamilan sehingga mencapai umur
kehamilan yang memenuhi syarat janin dapat dilahirkan dan

meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi


keselamatan ibu.
Indikasi : kehamilan 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala
impending eclampsia.
Bila penderita sudah kembali menjadi preeklamsi ringan, maka masih
dirawat 2-3 hari lagi, baru diizinkan pulang. Pemberian MgSO4 tidak
diberikan loading dose intravena, tetapi cukup intramuskuler.
Pemberian glukokortikoid diberikan pada umur kehamilan 32-34
minggu selama 48 jam. Selama di rumah sakit dilakukan pemeriksaan
dan monitoring baik terhadap ibu maupun janin.
Cara persalinan : bila penderita tidak inpartu, kehamilan dipertahankan
sampai kehamilan aterm. Bila penderita inpartu, perjalanan persalinan
diikuti seperti lazimnya dan persalinan diutamakan pervaginam, kecuali
bila ada indikasi untuk seksio sesaria.
2. Perawatan aktif/agresif
Tujuan : terminasi kehamilan.
Indikasi :

Indikasi ibu : Kegagalan terapi medikamentosa (setelah 6 jam sejak


dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan darah yang
persisten

setelah

24

jam

sejak

dimulainya

pengobatan

medikamentosa terjadi kenaikan darah desakan darah yang persisten),


tanda dan gejala impending eclampsia, gangguan fungsi hepar,

gangguan fungsi ginjal, dicurigai terjadi solusio plasenta, timbulnya


onset partus, ketuban pecah dini, dan perdarahan.

Indikasi janin : umur kehamilan 37 minggu, IUGR berat berdasarkan


pemeriksaan USG, NST nonreaktif dan profil biofisik abnormal,
timbulnya oligohidramnion.

Laboratorik : adanya tanda-tanda Sindrom HELLP khususnya


menurunnya trombosit dengan cepat.

Cara persalinan dilakukan berdasarkan keadaan obstetrik pada waktu


itu, apakah sudah inpartu atau belum.

Alur tata laksana preeklamsia berat

BAB III
TINJAUAN KASUS

Asuhan Kebidanan Pada Ny H G6P5A0H4 Usia kehamilan 28 29 Minggu Dengan Pre


Eklampsia Berat di Ruang Bersalin RSUD Pariaman
Tanggal 19 7- 2016
Tanggal masuk

: 19-7-2016

MR

: 073305

Pukul: 14.30 WIB

A. Pengumpulan Data Dasar


1. Identitas Istri
Nama
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
2.

Identitas Suami
Nama
: Tn.R
Umur
: 63 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Petani
Alamat
: Cubadak

: Ny. H
: 41 tahun
: SMP
: Ibu Rumah Tangga
: Cubadak

Data Subjektif
a. Alasan kunjungan : Ingin bersalin
b. Keluhan utama : Ibu mengatakan sakit perut menjalar sampai ke ari-ari
c. Riwayat menstruasi :
- Haid pertama
: 12 tahun
- Siklus
: 28 hari
- Teratur / Tidak
: Teratur
- Lamanya
: 7 hari
d. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu: G6P5A0H4

Persalinan
N
Tahun lahir
o

Bayi
Penolo

Gestasi

Jenis

Tempat

BB

PB
JK

ng
(gram)

(cm)

Keadaan

Meninggal
1

1997

Aterm

Spontan

BPS

Bidan

2700

47

dalam
kandunan

1998

Aterm

Spontan

BPS

Bidan

3000

Baik

2000

Aterm

Spontan

BPS

Bidan

3200

Baik

2005

Aterm

Spontan

Rumah

Bidan

3500

Baik

2012

Aterm

Spontan

Rumah

Bidan

3400

Baik

Persalinan

e.

ini

Riwayat kehamilan ini


1) HPHT : 10-11-2015
2) TTP
: 12-8-2016
3) Keluhan pada
- Trimester I
: Mual-mual setiap pagi.
- Trimester II
: Tidak ada keluhan yang berat
- Trimester III
: Sedikit lelah karena kurang istirahat
4) Pergerakan Anak Pertama Kali : Usia kehamilan 5 bulan
5) Pergerakan Anak dalam 24 jam terakhir : Sering dan kuat
f. Keluhan yang dirasakan : Tubuh sering terasa lelah karena aktifitas rumah tangga yang
cukup banyak
g. Pola Kebiasaan Sehari-hari :
1) Nutrisi: Ibu makan 3 kali sehari, porsi biasa, jenis makanan bervariasi, penggunaan
garam dalam masakan dalam kadar yang biasa saja (tidak suka memasak makanan
terlalu asin). Ibu minum cukup sering 10 gelas sehari.
2) Eliminasi : Lancar. BAK sering (hampir tiap 2 jam) dan BAB ada minimal 1x
sehari. Konsistensi lunak.
3) Aktifitas sehari-hari : Ibu mengerjakan tugas rumah tangga sendirian. Ibu juga
merawat anak-anak sendirian sepanjang siang karena suami bekerja dari pagi
hingga sore. Ibu jarang memiliki kesempatan tidur siang (minimal hanya bisa
istirahat duduk) dan tidur malam 5 jam
4) Perilaku kesehatan yang merugikan (Merokok, minum alcohol dan obat-obatan)
: Tidak ada

h. Riwayat penyakit sistematik yang pernah diderita (Jantung, ginjal, asma, TB paru,
hipertensi, Diabetes Melitus dan lain lain) : Tidak ada. Ibu mengatakan pada
kehamilan sebelumnya pernah mengalami tensi tinggi, sejak kehamilan pertama
selalu mengalami tekanan darah tinggi.
i. Riwayat penyakit keluarga (Jantung, hipertensi, Diabetes Melitus, keturunan kembar
dan lain lain) : ada, orang tua / ibu sipenderita hipertensi
3. Pemeriksaan Fisik (Data Objektif)
a. Status Emosional
: Baik
b. Tanda Vital
Tinggi Badan
: 156 cm
TD
: 230/130 mmHg
BB sebelum hamil
: 58 kg
Nadi
: 90 x/menit
BB sekarang
:68 kg
Pernafasan
: 18 x/menit
LILA
: 25 cm
c. Pemeriksaan khusus (Obstetri)
1) Mata
: Conjungtiva tidak pucat dan sklera tidak ikterik
2) Muka
: Closma gravidarum ada. Udem tidak ada
3) Leher
: Kelenjar Tiroid dan kelenjer limfe tidak ada pembesaran
4) Payudara : Papilla menonjol, colostrums ada
5) Abdomen : Tidak ada bekas operasi
6) Ekstremitas Atas : Tidak ada edema
7) Ekstremitas Bawah : Varises dan edema tidak ada
d. Palpasi:
- Leopold 1 : tidak dilakukan
- Leopold 2 : tidak dilakukan
- Leopold 3 : tidak dilakukan
- Leopold 4 : tidak dilakukan
e. Auskultasi : DJJ (+) . Frekuensi 163-170x/i. Intensitas kuat
4. Pemeriksaan Penunjang :
Hb : 11,2 gr%
Protein urin : (+3)
KGD Random
: 91 mg/dl
B. ASSESMENT
Ibu G6P5A0H4 usia kehamilan 28-29 minggu. Janin hidup, tunggal, intra uterin. Letak
membujur. Presentasi Kepala. Pembukaan serviks 3 cm. Ibu dengan Preeklampsia berat
C. PLANNING
1. Informasikan hasil pemeriksaan yang dilakukan pada ibu
2. Lakukan pemeriksaan laboratorium (cek darah rutin) , pemeriksaan USG dan EKG
3. Pasang infus RL 20 gtt/menit
4. Berikan regimen MgSO4 40% , 10 gram
5. Berikan Injeksi Cefoperazone 2 x 1 gram

6. Berikan Injeksi dexamethasone 2 ampul (IV)


7. Berikan Metildopa 3 x 50 gr
8. Berikan Nifedipin 3x 10 gram (Ibu alergi terhadap nifedipine),
9. Pasang kateter tetap
10. Pasien melakukan terminasi kehamilan dengan operasi SC.

BAB IV
Analisa Kasus
Ny. H datang ke rumah sakit dengan keluhan perut sakit menjalar sampai ke perut bagian bawah.
Dari hasil pemeriksaan ditemukan : G6P4A0H4, Usia kehamilan berdasarkan anamnesis 33-34
minggu , HPHT :10-11-2015. TTP 17-8-2016. Ibu mengatakan punya riwayat kehamilan dan
persalinan dengan preeklamsia berat sejak kehamilan pertama hingga hamil ini. Pasien datang
melalui

IGD RSUD Pariaman telah terpasang infus RL. Sampai di VK pasien dilakukan

obseravasi tekanan darah adalah sebagai berikut : TD : 230/130 , N : 82 x/m, RR : 18x/m, T:37
C. pasien mengatakan memiliki riwayat alergi terhadap pengobata nifedipin. 1 jam setelah
pemberian metildopa 5 mg, pasie dilakukan observasi tekanan darah. Dari hasil pemeriksaan
tekanan darah, tekanan darah menajdi 200/100 mmHg. Dilakukan pemeriksaan DJJ diperoleh
hasil 163-170x/m. Oleh dokter Kandungan dilakuakn terapi sebagai berikut : Regimen MgSO4
40 %, 10 r , injeksi Cefoporazoe 2x 1 gr , skin tets : tidak alergi. Injeksi dexamethasone 2 ampul
dari bolus. Metildopa 3 x 50 gr. Pasie dilakukan pemasangan kateter. Pasien dianjurkan untuk
pemeriksaan laboratorium.
Hal ini sesuai dengan teori manajemen preeklamasi dimana tata laksana nya adalah pemebrian
obat hipertensi sebagai dosis awal yakni nifedipine. Tetapi pasien memiliki riwayat alergi
terhadap nifedipin maka pasien diberi metildopa. Setelah itu diberikan regimen MgSO4 40 %
sebanyak 10 gram. Pasien diberi suntikan antibiotic cefoporazone 1 gram dan suntikan
dexamethasone sebagai pematangan paru untuk bayi. Ibu disuruh miring ke kiri. Dilakukan
pemantauan terhadap bayi , bayi telah mengalami takikardia. Setelah itu penderita dilakukan
persiapan operasi dan pukul 17.30 pasien masuk ke ruang OK dan dilakukan Sectio cesarea.

DAFTAR PUSTAKA
Rajee, M. Alizadeh, A,dkk. 2014. The Role of Nutrition In the Prevention Of Pre Eclampsia And
Related Mechanism-A Review Article. Visi JUrnal Akademik (7): 4-8
Myrta, Risalina. 2015. Penatalaksanaan Tekanan Darah Pada Preeklamsia. Surakarta :
Universitas Negeri Surakarta

Anda mungkin juga menyukai