Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Abortus adalah berakhirnya kehamilan
sebelum viabel, disertai atau tanpa pengeluaran hasil konsepsi. 1 Di Amerika Serikat
pengertian dibatasi sebagai suatu berakhirnya kehamilan sebelum berumur 20 minggu
yang didasarkan pada hari pertama haid terakhir.Menurut WHO, abortus
didefinisikan sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan atau berat janin kurang dari 500 gram.1
Sampai saat ini janin yang terkecil dilaporkan dapat hidup diluar rahim,
mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena jarangnya janin
yang dilahirkan dengan berat badan dibawah 500 gram dapat hidup terus maka
abortus dapat ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin dapat
mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu.2
Abortus dapat dibagi atas dua golongan, yaitu abortus spontan dan abortus
provokatus. Apabila abortus terjadi tanpa usaha medis ataupun mekanik untuk
mengosongkan uterus, maka dikatakan sebagai abortus spontan. Sedangkan abortus
provokatus adalah abortus oleh karena terminasi mekanis ataupun medis kehamilan
sebelum fetus viable.1
Berdasarkan aspek klinisnya, abortus spontan dibagi menjadi beberapa
kelompok, yaitu abortus iminens (threatened abortion), abortus insipiens (inevitable
abortion), abortus inkomplit, missed abortion, dan abortus habitualis (recurrent
abortion).1,3

Pada tinjauan kasus ini akan dibahas abortus iminens, yang didefinisikan
sebagai perdarahan intrauterin yang terjadi pada kehamilan dibawah 20 minggu,
dengan atau tanpa kontraksi uterus, tanpa dilatasi serviks, dan tanpa ekspulsi hasil
konsepsi.
2.2. Insiden
Insiden abortus dipengaruhi oleh umur ibu saat konsepsi dan sejumlah faktor
yang berhubungan dengan kehamilan, termasuk diantaranya jumlah persalinan
normal yang pernah dialami, jumlah abortus spontan yang pernah dialami, pernah
lahir mati, lahir bayi dengan malformasi atau kelainan genetik. 3,4
Kejadian abortus klinis diperkirakan 15% dari semua kehamilan. Sementara
dengan pemeriksaan human chorionik gonadotropin (hCG) dapat mendeteksi abortus
subklinis maka kejadiannya meningkat sampai 30%. Insiden abortus hampir 50%
dimana sebagian besar disumbang oleh abortus yang tidak terdeteksi terutama pada
usia kehamilan 2-4 minggu setelah konsepsi. Sekitar 80% abortus spontan terjadi
pada trimester pertama, insidennya menurun seiring dengan bertambahnya umur
kehamilan. Dengan ultrasonografi dilaporkan bahwa pada trimester pertama 6-14,2 %
abortus tanpa pendarahan dan 12,5% dengan pendarahan. Kejadian abortus iminens
antara 30-40% dari seluruh kehamilan sedangkan abortus berulang adalah 1:300
kehamilan. Masalah abortus diketahui oleh sebagian besar masyarakat akan tetapi
mereka mencari pertolongan apabila abortus berulang, usia ibu menginjak 35 th, dan
pasangan sulit mendapatkan hamil. 1
2.3 Etiologi
Terdapat berbagai faktor yang dapat menyebabkan abortus. Secara garis besar,
dapat dibagi menjadi faktor fetal, maternal, dan paternal.1,4,5
Faktor fetus, Kebanyakan abortus disebabkan oleh defek intrinsik pada fetus
seperti germ cell abnormal, abnormalitas kromosom konseptus, defek implantasi,

defek plasenta atau embrio yang berkembang, trauma pada fetus, dan juga penyebab
penyebab lain yang belum diketahui.3
Faktor maternal. Berbagai kelainan pada ibu dapat menyebabkan abortus,
antara lain infeksi, penyakit kronis seperti TBC, hipertensi kronis atau suatu
karsinoma, abnormalitas endokrin berupa hipotiroid, diabates melitus, maupun
defisiensi progesteron. Selain itu juga bisa disebabkan oleh faktor nutrisi, penggunaan
obat tertentu yang bersifat teratogenik dan faktor lingkungan (tembakau, alkohol,
kafein, radiasi, kontrasepsi, toksin deri lingkungan), kelainan imunologik,
trombofilia, dan defek pada uterus (kelainan pada uterus maupun serviks), serta
infeksi TORCH.1
Faktor paternal. Hanya sedikit yang diketahui mengenai faktor paternal dalam
perkembangan abortus spontan. Sudah jelas bahwa translokasi pada sperma dapat
menyebabkan aborsi. Kulcsar et al menemukan adenovirus pada 40% sampel semen
dari pria steril. Virus juga ditemukan dalam bentuk laten pada 60% sel, dan virus
yang sama ditemukan pada abortus.1
2.4 Patofisiologi
Setiap abortus spontan pada mulanya didahului oleh proses perdarahan dalam
desidua basalis kemudian diikuti oleh proses nekrosis pada jaringan sekitar daerah
yang mengalami perdarahan itu. Dengan demikian konseptus terlepas sebagian atau
seluruhnya dari tempat implantasinya. Pada keguguran yang terjadi sebelum
kehamilan kurang dari 8 minggu pelepasannya dapat terjadi sempurna sehingga
terjadi abortus kompletus oleh karena villi koreales belum tumbuh terlalu mendalam
ke dalam lapisan desidua. Pada keguguran yang lebih tua pelepasannya biasanya
tidak sempurna oleh karena villi koriales telah tumbuh dan menembus lapisan desidua
jauh lebih tebal sehingga ada bagian yang terisa melekat pada dinding rahim dan
terjadi abortus inkompletus. Sisa abortus yang tertahan didalam rahim mengganggu
kontraksinya hal mana menyebabkan pengeluaran darah yang lebih banyak

Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada
kalanya kantong amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa bentuk
yang jelas (blighted ovum) mungkin pula janin telah mati lama (missed abortion).
Konseptus yang telah lepas dari perlekatannya merupakan benda asing di
dalam uterus dan merangsang rahim untuk berkontraksi. Rangsangan yang terjadi
semakin lama semakin bertambah kuat dan terjadilah his yang memeras isi rahim
keluar. Apabila kantong kehamilan yang keluar itu dibuka dan didapatkan cairan yang
didalamnya terdapat fetus yang telah mengalami maserasi. Pada kehamilan
anembrionik didalam cairan tidak terdapat fetus atau kalaupun ada fetusnya tidak
berkembang sempurna. Dengan mikroskop villi terlihat kepenuhan cairan sehingga
menggembung dan ujungnya bercabang yang berakhir dengan gelembung-gelembung
kecil. Dengan masuknya cairan jaringan kedalamnya, villi yang demikian mengalami
degenerasi mola. Pada peristiwa yang tejadi perlahan darah yang keluar membeku
mengelilingi konseptus dan menjadikan darah beku sebagai kapsulnya dengan
ketebalan bervariasi dan didalam kapsul itu tersebar vili koriales yang telah
mengalami degenerasi. Isi kapsul yang terbuat dari bekuan darah itu adalah kantong
yang berisi cairan. Oleh tekanan bekuan darah yang mengelilinginya biasanya
kantong tersebut menglami distorsi. Benda yang demikian terbentuk ini dinamakan
mola kruenta. Apabila pigmen darah telah diresorbsi dan pada yang tersisa telah
terjadi organisasi maka benda tersebut akan menyerupai daging berwarna merah
kehitaman dan disebut mola karnosa. Apabila perdarahan yang tejadi masuk ke
ruangan antara lapisan amnion dengan lapisan korion maka hematom-hematom yang
terjadi berbentuk noduler dan benda itu disebut mola tuberosa.
Pada keguguran yang terjadi setelah fetus agak besar dapat tebentuk fetus
yang mengalami maserasi, fetus kompresus atau fetus papiraseus. Pada fetus yang
mengalami proses maserasi, tengkorak kepala menjadi gepeng karena suturanya tidak
utuh lagi, perutnya kembung karena berisi cairan dan bercampur darah, fetus
berwarna kemerahan, kulit terkelupas selagi masih didalam rahim atau mudah sekali
terkelupas oleh sentuhan ringan di luar rahim dan terpisah dari koriumnya. Organ-

organ dalam mengalami degenerasi dan nekrosis dan menjadi rapuh serta kehilangan
kemampuannya untuk menyerap zat warna. Apabila cairan amnion diresorbsi maka
fetus akan kering dan terhimpit sehingga pipih di dalam rahim dan terbentuk fetus
kompresus. Kadang-kadang fetus demikian keringnya dan menjadi tipis karena
terkompres sehingga menyerupai kertas dan disebut fetus papiraseus. Fetus
papiraseus relatif lebih sering terdapat pada kehamilan ganda yang satu fetusnya mati
jauh dini sementara fetus yang satunya lagi tumbuh dan berkembang sampai lahir
aterm.
2.5 Klasifikasi
Sampai saat ini terdapat berbagai klisifikasi abortus, berikut ini akan
disampaikan dua jenis klasifikasi abortus berdasarkan atas terjadinya/legalitas dan
klinis.
a. Menurut mekanisme terjadinya, abortus dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan sendirinya, tanpa
provokasi dan intervensi.
2. Abortus buatan/ direncanakan adalah abortus yang terjadi karena diprovokasi ,
yang dibedakan atas :
a.

Abortus provokatus terapeutikus, yaitu abortus yang dilakukan atas


indikasi medis dengan alasan bahwa kehamilan membahayakan ibu
dan atau janin.

b.

Abortus provokatus kriminalis, yaitu abortus yang dilakukan tanpa


indikasi medis.

b. Menurut klinis :
1. Abortus Iminens

Abortus iminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus


pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam
uterus dan tanpa adanya dilatasi sevik.

2. Abortus insipiens.
Abortus insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang
meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules
menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah. Pengeluaran hasil
konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum
disusul dengan kerokan.
3. Abortus Inkomplit
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat
diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium
uteri eksternum. Perdarahan pada abortus inkomplit dapat banyak sekali,
sehingga menyebabkan syok dan perdarahan tidak berhenti sebelum sisa hasil
konsepsi dikeluarkan.
4. Abortus komplit
Pada abortus komplit semua hasil konsepsi sudah dikerjakan. Pada
penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup dan uterus
sudah banyak mengecil.
5. Abortus habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
berturut-turut
6. Abortus infeksiosus

Abortus infeksiosus adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia.


Diagnosis ditegakkan dengan adanya abortus yang disertai gejala dan tanda
infeksi alat genitalia, seperti panas, takikardia, perdarahan pervaginam yang
berbau, uterus yang membesar, lembek, serta nyeri tekan, dan leukositosis.
7. Missed abortion
Missed abortion adalah kematian janin berusia sebelum 20 minggu,
tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih.
2.6.1. Penatalaksanaan
Tidak terdapat terapi yang efektif yang tersedia untuk abortus iminens. Terapi
untuk abortus iminens terdiri atas :
a. Rawat jalan
b. Istirahat tirah baring
Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena
cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan rangsang
mekanik.
c. Untuk pemberian hormon progesteron pada abortus iminens belum ada
penyesuaian faham. Sebagian besar ahli tidak menyetujuinya, dan mereka
yang menyetujui menyatakan bahwa harus ditentukan dahulu adanya
kekurangan hormon progesteron. Apabila dipikirkan sebagian besar abortus
didahului oleh kematian hasil konsepsi dan kematian ini dapat disebabkan
oleh banyak faktor, maka pemberian hormon progesteron tidak banyak
manfaatnya.
d. Pemeriksaan ultrasonografi penting dilakukan untuk menentukan apakah janin
masih hidup.
e. Jika diperlukan untuk medika mentosa dapat diberikan:
Penenang : luminal, diazepam
Diazepam 3 kali 2 mg per oral selama 5 hari atau luminal 3 kali 30 mg

Tokolitik : papaverin, isoxsuprine


Isoxsuprine 3 kali 10 mg per oral selama 5 hari
Plasentotrofik: allylesterenol 10 mg, 3 kali 1 tablet
f. Bila penyebab diketahui maka dilakukan terapi terhadap penyebabnya
g. Pada kasus tertentu seperti abortus habitualis dan riwayat infertilitas dilakukan
rawat inap.

2.6.2 Komplikasi
Perdarahan berat atau persisten saat atau sesudah abortus dapat mengancam
nyawa. Semakin tua usia kehamilan, semakin besar kemungkinan perdarahan yang
banyak. Sepsis sering terjadi pada aborsi yang dilakukan sendiri oleh pasien. Infeksi,
dan infertilitas adalah komplikasi lain dari abortus. Perforasi dinding uterus dapat
terjadi saat dilatasi dan kuretase, dan dapat disertai cedera usus dan buli-buli,
perdarahan, infeksi, dan pembentukan fistula.2
2.6.3 Prognosis

Pada wanita dengan riwayat pernah mengalami 1 kali abortus maka


kemungkinan untuk mengalami abortus pada kehamilan berikutnya adalah
sebesar 20 %, sedangkan jika mengalami 3 kai maka kemungkinannya adalah
rata-rata 50%

Prognosis menjadi kurang baik bila pendarahan berlangsung lama, mules-mules


yang disertai dengan pendataran serta pembukaaan servik.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Cunningham FG, Norman FG, Leveno JK, Gilshap LC, Hauth JC, Wenstrom
KD. Abortion in Williams Obstetrics, 21th ed. Mc Graw Hill; 2001, p.688-1132.

2. Wibowo B, Wiknjpasienastro GH. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan. Dalam:


Wiknjpasienastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T, editor. Ilmu Kebidanan ed 3.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002, p. 302-322.
3. Garmel SH. Early Pregnancy Risk. In: DeCherney AH, Nathan L, editors. Current
Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment 9 th ed. New York, NY: McGraw
Hill; 2003.
4

Morton A, Stenchever MD, William, Droegemueller MD, Herbst Arthur L MD,


Daniel R Mishell.MD, Arthur L. H. Spontaneous and Recurrent Abortion,
Etiology, Diagnosis, Treatment in Comprehensive Gynecology 4th eds. Mosby:
2002, p.157-164

5. Mochtar R. Abortus dan Kelainan dalam Tua Kehamilan. Dalam: Lutan D, editor.
Sinopsis Obstetri ed 2. Jakarta: EGC, 1998.

Anda mungkin juga menyukai