Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Istilah abortus dipakai untuk menunjukan pengeluaran hasil konsepsi sebelum

janin dapat hidup di luar kandungan dan berusia kurang dari 20 minggu dengan berat
badan kurang dari 500 gr. Insiden abortus spontan secara umum pernah disebutkan
sebesar 10% dari seluruh kehamilan. Abortus ini dibedakan antara lain abortus
imminens, abortus insipiens, abortus inkomplitus, dan abortus komplitus, selain itu
juga dikenal adanya abortus habitualis, missed abortion dan abortus infeksious selama
kehamilan.(1)
Insiden aborsi dipengarui oleh umur ibu dan riwayat obstetriknya seperti
kelahiran normal sebelumnya, riwayat abortus spontan, dan kelahiran dengan anak
memiliki kelainan genetik. Frekuensi abortus diperkirakan sekitar 10-15 % dari
semua kehamilan. Delapan puluh persen kejadian abortus terjadi pada usia kehamilan
sebelum 12 minggu. Hal ini banyak disebabkan karena kelainan pada kromosom.
Dari 1.000 kejadian abortus spontan, setengahnya merupakan blighted ovum dan 5060 % dikarenakan abnormalitas kromosom. Disamping kelainan kromosom, abortus
spontan juga disebabkan oleh penggunaan obat dan faktor lingkungan, seperti
konsumsi kafein selama kehamilan.(1,2)
Abnormalitas dari kromosom adalah etiologi yang paling sering menyebabkan
abortus. Penyebab yang lain dari aborsi dengan persentasi yang kecil adalah infeksi,
kelainan anatomi, factor endokrin, factor immunologi, dan penyakit sistemik pada
ibu. Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian
embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta
yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi
uterus dan mengawali adanya proses abortus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi
Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum

janin dapat hidup diluar kandungan. Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum
viabel, disertai atau tanpa pengeluaran hasil konsepsi. 1 Di Amerika Serikat pengertian
dibatasi sebagai suatu berakhirnya kehamilan sebelum berumur 20 minggu yang
didasarkan pada hari pertama haid terakhir.Menurut WHO, abortus didefinisikan
sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan atau
berat janin kurang dari 500 gram.1
Sampai saat ini janin yang terkecil dilaporkan dapat hidup diluar rahim,
mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena jarangnya janin
yang dilahirkan dengan berat badan dibawah 500 gram dapat hidup terus maka
abortus dapat ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin dapat
mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu.2
Abortus dapat dibagi atas dua golongan, yaitu abortus spontan dan abortus
provokatus. Apabila abortus terjadi tanpa usaha medis ataupun mekanik untuk
mengosongkan uterus, maka dikatakan sebagai abortus spontan. Sedangkan abortus
provokatus adalah abortus oleh karena terminasi mekanis ataupun medis kehamilan
sebelum fetus viable.1
Berdasarkan aspek klinisnya, abortus spontan dibagi menjadi beberapa
kelompok, yaitu abortus iminens (threatened abortion), abortus insipiens (inevitable
abortion), abortus inkomplit, missed abortion, dan abortus habitualis (recurrent
abortion).1,3

2.2

Insiden

Insiden abortus dipengaruhi oleh umur ibu saat konsepsi dan sejumlah faktor
yang berhubungan dengan kehamilan, termasuk diantaranya jumlah persalinan
normal yang pernah dialami, jumlah abortus spontan yang pernah dialami, pernah
lahir mati, lahir bayi dengan malformasi atau kelainan genetik. 3,4
Kejadian abortus klinis diperkirakan 15% dari semua kehamilan. Sementara
dengan pemeriksaan human chorionik gonadotropin (hCG) dapat mendeteksi abortus
subklinis maka kejadiannya meningkat sampai 30%. Insiden abortus hampir 50%
dimana sebagian besar disumbang oleh abortus yang tidak terdeteksi terutama pada
usia kehamilan 2-4 minggu setelah konsepsi. Sekitar 80% abortus spontan terjadi
pada trimester pertama, insidennya menurun seiring dengan bertambahnya umur
kehamilan. Dengan ultrasonografi dilaporkan bahwa pada trimester pertama 6-14,2 %
abortus tanpa pendarahan dan 12,5% dengan pendarahan. Kejadian abortus iminens
antara 30-40% dari seluruh kehamilan sedangkan abortus berulang adalah 1:300
kehamilan. Masalah abortus diketahui oleh sebagian besar masyarakat akan tetapi
mereka mencari pertolongan apabila abortus berulang, usia ibu menginjak 35 tahun,
dan pasangan sulit mendapatkan hamil. 1
2.3

Etiologi
Terdapat berbagai faktor yang dapat menyebabkan abortus. Secara garis besar,

dapat dibagi menjadi faktor fetal, maternal, dan paternal. 1,4,5 Faktor fetus, Kebanyakan
abortus disebabkan oleh defek intrinsik pada fetus seperti germ cell abnormal,
abnormalitas kromosom konseptus, defek implantasi, defek plasenta atau embrio
yang berkembang, trauma pada fetus, dan juga penyebab penyebab lain yang belum
diketahui.3
Faktor maternal. Berbagai kelainan pada ibu dapat menyebabkan abortus,
antara lain infeksi, penyakit kronis seperti TBC, hipertensi kronis atau suatu
karsinoma, abnormalitas endokrin berupa hipotiroid, diabates melitus, maupun
defisiensi progesteron. Selain itu juga bisa disebabkan oleh faktor nutrisi, penggunaan
obat tertentu yang bersifat teratogenik dan faktor lingkungan (tembakau, alkohol,

kafein, radiasi, kontrasepsi, toksin deri lingkungan), kelainan imunologik,


trombofilia, dan defek pada uterus (kelainan pada uterus maupun serviks), serta
infeksi TORCH.1
Faktor paternal. Hanya sedikit yang diketahui mengenai faktor paternal dalam
perkembangan abortus spontan. Sudah jelas bahwa translokasi pada sperma dapat
menyebabkan aborsi. Kulcsar et al menemukan adenovirus pada 40% sampel semen
dari pria steril. Virus juga ditemukan dalam bentuk laten pada 60% sel, dan virus
yang sama ditemukan pada abortus.1
2.4

Patofisiologi
Setiap abortus spontan pada mulanya didahului oleh proses perdarahan dalam

desidua basalis kemudian diikuti oleh proses nekrosis pada jaringan sekitar daerah
yang mengalami perdarahan itu. Dengan demikian konseptus terlepas sebagian atau
seluruhnya dari tempat implantasinya. Pada keguguran yang terjadi sebelum
kehamilan kurang dari 8 minggu pelepasannya dapat terjadi sempurna sehingga
terjadi abortus kompletus oleh karena villi koreales belum tumbuh terlalu mendalam
ke dalam lapisan desidua. Pada keguguran yang lebih tua pelepasannya biasanya
tidak sempurna oleh karena villi koriales telah tumbuh dan menembus lapisan desidua
jauh lebih tebal sehingga ada bagian yang terisa melekat pada dinding rahim dan
terjadi abortus inkompletus. Sisa abortus yang tertahan didalam rahim mengganggu
kontraksinya hal mana menyebabkan pengeluaran darah yang lebih banyak.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada
kalanya kantong amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa bentuk
yang jelas (blighted ovum) mungkin pula janin telah mati lama (missed abortion).
Konseptus yang telah lepas dari perlekatannya merupakan benda asing di
dalam uterus dan merangsang rahim untuk berkontraksi. Rangsangan yang terjadi
semakin lama semakin bertambah kuat dan terjadilah his yang memeras isi rahim
keluar. Apabila kantong kehamilan yang keluar itu dibuka dan didapatkan cairan yang

didalamnya terdapat fetus yang telah mengalami maserasi. Pada kehamilan


anembrionik didalam cairan tidak terdapat fetus atau kalaupun ada fetusnya tidak
berkembang sempurna. Dengan mikroskop villi terlihat kepenuhan cairan sehingga
menggembung dan ujungnya bercabang yang berakhir dengan gelembung-gelembung
kecil. Dengan masuknya cairan jaringan kedalamnya, villi yang demikian mengalami
degenerasi mola. Pada peristiwa yang tejadi perlahan darah yang keluar membeku
mengelilingi konseptus dan menjadikan darah beku sebagai kapsulnya dengan
ketebalan bervariasi dan didalam kapsul itu tersebar vili koriales yang telah
mengalami degenerasi. Isi kapsul yang terbuat dari bekuan darah itu adalah kantong
yang berisi cairan. Oleh tekanan bekuan darah yang mengelilinginya biasanya
kantong tersebut menglami distorsi. Benda yang demikian terbentuk ini dinamakan
mola kruenta. Apabila pigmen darah telah diresorbsi dan pada yang tersisa telah
terjadi organisasi maka benda tersebut akan menyerupai daging berwarna merah
kehitaman dan disebut mola karnosa. Apabila perdarahan yang tejadi masuk ke
ruangan antara lapisan amnion dengan lapisan korion maka hematom-hematom yang
terjadi berbentuk noduler dan benda itu disebut mola tuberosa.
Pada keguguran yang terjadi setelah fetus agak besar dapat tebentuk fetus yang
mengalami maserasi, fetus kompresus atau fetus papiraseus. Pada fetus yang
mengalami proses maserasi, tengkorak kepala menjadi gepeng karena suturanya tidak
utuh lagi, perutnya kembung karena berisi cairan dan bercampur darah, fetus
berwarna kemerahan, kulit terkelupas selagi masih didalam rahim atau mudah sekali
terkelupas oleh sentuhan ringan di luar rahim dan terpisah dari koriumnya. Organorgan dalam mengalami degenerasi dan nekrosis dan menjadi rapuh serta kehilangan
kemampuannya untuk menyerap zat warna. Apabila cairan amnion diresorbsi maka
fetus akan kering dan terhimpit sehingga pipih di dalam rahim dan terbentuk fetus
kompresus. Kadang-kadang fetus demikian keringnya dan menjadi tipis karena
terkompres sehingga menyerupai kertas dan disebut fetus papiraseus. Fetus
papiraseus relatif lebih sering terdapat pada kehamilan ganda yang satu fetusnya mati

jauh dini sementara fetus yang satunya lagi tumbuh dan berkembang sampai lahir
aterm.
2.5 Klasifikasi
Sampai saat ini terdapat berbagai klisifikasi abortus, berikut ini akan
disampaikan dua jenis klasifikasi abortus berdasarkan atas terjadinya/legalitas dan
klinis.
a. Menurut mekanisme terjadinya, abortus dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan sendirinya, tanpa
provokasi dan intervensi.
2. Abortus buatan/ direncanakan adalah abortus yang terjadi karena diprovokasi ,
yang dibedakan atas :
a.

Abortus provokatus terapeutikus, yaitu abortus yang dilakukan atas


indikasi medis dengan alasan bahwa kehamilan membahayakan ibu
dan atau janin.

b.

Abortus provokatus kriminalis, yaitu abortus yang dilakukan tanpa


indikasi medis.

b. Menurut klinis :
1.

Abortus Iminens
Pengertian abortus imminens adalah perdarahan yang berasal dari intra
uterine sebelum usia kehamilan kurang dari 20 minggu dengan atau tanpa
kontraksi, tanpa dilatasi serviks, dan tanpa ekspulsi hasil konsepsi. Abortus
imminens sifatnya adalah mengancam, tetapi masih ada kemungkinan untuk
mempertahankan hasil konsepsi. Abortus imminens ditegakan pada wanita yang
hamil dengan gejala perdarahan pervaginam yang timbul dalam waktu
kehamilan trimester pertama. Perdarahan pada abortus imminens lebih ringan ,
namun dapat menetap dalam beberapa hari sampai dengan beberapa minggu.

Hal ini akan mengakitkan gangguan terhadap hasil konsepsi berupa persalinan
preterm, berat badan lahir rendah serta kematian prenatal.
Ostium uteri masih tertutup besarnya uterus masih sesuai dengan umur
kehamilan dan tes kehamilan urin masih positif. Untuk menentukan prognosis
abortus iminens dapat dilakukan dengan melihat kadar hCG pada urin dengan
cara melakukan tes urin kehamilan
2.

Abortus insipiens (inivitable)


Merupakan suatu abortus yang sedang berlangsung, ditandai dengan
perdarahan pervaginam <20 minggu dengan adanya pembukaan serviks, namun
tanpa pengeluaran hasil konsepsi. Pada keadaan ini didapatkan juga nyeri perut
bagian bawah atau nyeri kolik uterus yang hebat. Penderita akan merasa mulas
karena kontraksi yang sering dan kuat,perdarahannya bertambah sesuai dengan
pembukaan serviks uterus dan kehamilan. Besar uterus masih sesuai dengan
umur kehamilan dengan tes urin kehamilan masih positif.
Pemeriksaan vagina pada kelainan ini memperlihatkan dilatasi ostium
serviks dengan bagian kantong konsepsi menonjol. Hasil pemeriksaan USG
mungkin didapatkan jantung janin masih berdenyut, kantong gestasi kosong (56,5 minggu), uterus kosong (3-5 minggu) atau perdarahan subkhorionik banyak
di bagian bawah. Kehamilan biasanya tidak dapat dipertahankan lagi dan
pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau
dengan cunam ovum disusul dengan kerokan.

3.

Abortus Komplit
Adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum usia kehamilan kurang dari 20
mingguatau berat badan kurang dari 500 gram dan masih terdapat hasil
konsepsi yang tertinggal di dalam uterus. Semua hasil konsepsi telah
dikeluarkan, osteum uteri telah menutup, uterus sudah mengecil sehingga
perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan kehamilan. Pemeriksaaan
tes urin kehamilan biasanya masih positif sampai 7-10 hari setelah abortus.

Pengelolaan penderita tidak memerlukan tindakkan khusus ataupun pengobatan.


Biasanya hanya diberi roboransia atau hematenik bila keadaan pasien
memerlukan. Uterotonika tidak perlu diberikan.
4.

Abortus Inkomplet
Pada abortus yang terjadi pada umur kurang dari 20 minggu atau berat
janin kurang dari 500 gram, sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum
uteri dan masih ada yang tertinggal. Kanalis servikalis masih terbuka dan teraba
jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum.
Perdarahannya biasanya masih banyak atau sedikit bergantung pada jaringan
yang tersisa, yang menyebabkan sebagian placental site masih terbuka sehingga
perdarahan masih terus berjalan. Pengelolaan pasien harus diawali dengan
perhatian terhadap keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang
terjadi kemudian dilakukkan tindakan kuretase. Pemeriksaan USG hanya
dilakukkan bila kita ragu dengan diagnosis secara klinis.

5. Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih
tertahan dalam kandungan. Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan
keluhan apa pun kecuali merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti
yang diharapkan. Bila kehamilan diatas 14 minggu sampai 20 minggu penderita
justru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda kehamilan
sekunder pada payudara mulai menghilang. Pada pemeriksaan USG akan
didapatkan uterus mengecil, kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya
tidak beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda tanda kehidupan.
Pengelolaan missed abortion perlu diutarakan kepada pasien dan
keluarga pasien secara baik karena resiko tindakan operasi dan kuretase ini
dapat menimbulkan komplikasi perdarahan atau tidak bersihnya kuretase dalam
sekali tindakan. Pada kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi

dapat dilakukan secara langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila
serviks uterus memungkinkan. Bila umur kehamilan diatas 12 minggu atau
kurang dari 20 minggu dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku
dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin
atau mematangkan kanalis servikalis.
6. Abortus habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
berturut-turut
7. Abortus infeksiosus
Abortus infeksiosus adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia.
Diagnosis ditegakkan dengan adanya abortus yang disertai gejala dan tanda
infeksi alat genitalia, seperti panas, takikardia, perdarahan pervaginam yang
berbau, uterus yang membesar, lembek, serta nyeri tekan, dan leukositosis.

Diagnosis
Diagnosis abortus inkomplit ditegakkan berdasarkan :
a.

Anamnesis:
-

Adanya amenore pada masa reproduksi

Perdarahan pervagina disertai jaringan hasil konsepsi

b.

Rasa sakit atau keram perut di daerah atas simpisis


Pemeriksaan Fisik :

Abdomen biasanya lembek dan tidak nyeri tekan

Pada pemeriksaan pelvis, sisa hasil konsepsi ditemukan di dalam


uterus, dapat juga menonjol keluar, atau didapatkan di liang
vagina.

Serviks terlihat dilatasi dan tidak menonjol.

Pada pemeriksaan bimanual didapatkan uterus membesar dan


lunak.

c.

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, hemoglobin,
leukosit, waktu bekuan, waktu perdarahan, dan trombosit.
2. Pemeriksaan USG ditemukan kantung gestasi tidak utuh, ada sisa
hasil konsepsi.

2.6. Penatalaksanaan
Tidak terdapat terapi yang efektif yang tersedia untuk abortus iminens. Terapi
untuk abortus iminens terdiri atas :
a. Rawat jalan
b. Istirahat tirah baring
Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena
cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan rangsang
mekanik.
c. Untuk pemberian hormon progesteron pada abortus iminens belum ada
penyesuaian faham. Sebagian besar ahli tidak menyetujuinya, dan mereka
yang menyetujui menyatakan bahwa harus ditentukan dahulu adanya
kekurangan hormon progesteron. Apabila dipikirkan sebagian besar abortus
didahului oleh kematian hasil konsepsi dan kematian ini dapat disebabkan

oleh banyak faktor, maka pemberian hormon progesteron tidak banyak


manfaatnya.
d. Pemeriksaan ultrasonografi penting dilakukan untuk menentukan apakah janin
masih hidup.
e. Jika diperlukan untuk medika mentosa dapat diberikan:
Penenang : luminal, diazepam
Diazepam 3 kali 2 mg per oral selama 5 hari atau luminal 3 kali 30 mg
Tokolitik : papaverin, isoxsuprine
Isoxsuprine 3 kali 10 mg per oral selama 5 hari
Plasentotrofik: allylesterenol 10 mg, 3 kali 1 tablet
f. Bila penyebab diketahui maka dilakukan terapi terhadap penyebabnya
g. Pada kasus tertentu seperti abortus habitualis dan riwayat infertilitas dilakukan
rawat inap.

2.6.2 Komplikasi
Perdarahan berat atau persisten saat atau sesudah abortus dapat mengancam
nyawa. Semakin tua usia kehamilan, semakin besar kemungkinan perdarahan yang
banyak. Sepsis sering terjadi pada aborsi yang dilakukan sendiri oleh pasien. Infeksi,
dan infertilitas adalah komplikasi lain dari abortus. Perforasi dinding uterus dapat
terjadi saat dilatasi dan kuretase, dan dapat disertai cedera usus dan buli-buli,
perdarahan, infeksi, dan pembentukan fistula.2
2.6.3 Prognosis

Pada wanita dengan riwayat pernah mengalami 1 kali abortus maka


kemungkinan untuk mengalami abortus pada kehamilan berikutnya adalah
sebesar 20 %, sedangkan jika mengalami 3 kai maka kemungkinannya adalah
rata-rata 50%

Prognosis menjadi kurang baik bila pendarahan berlangsung lama, mules-mules


yang disertai dengan pendataran serta pembukaaan servik.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Cunningham FG, Norman FG, Leveno JK, Gilshap LC, Hauth JC, Wenstrom
KD. Abortion in Williams Obstetrics, 21th ed. Mc Graw Hill; 2001, p.688-1132.

2. Wibowo B, Wiknjpasienastro GH. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan. Dalam:


Wiknjpasienastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T, editor. Ilmu Kebidanan ed 3.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002, p. 302-322.
3. Garmel SH. Early Pregnancy Risk. In: DeCherney AH, Nathan L, editors. Current
Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment 9 th ed. New York, NY: McGraw
Hill; 2003.
4

Morton A, Stenchever MD, William, Droegemueller MD, Herbst Arthur L MD,


Daniel R Mishell.MD, Arthur L. H. Spontaneous and Recurrent Abortion,
Etiology, Diagnosis, Treatment in Comprehensive Gynecology 4th eds. Mosby:
2002, p.157-164

5. Mochtar R. Abortus dan Kelainan dalam Tua Kehamilan. Dalam: Lutan D, editor.
Sinopsis Obstetri ed 2. Jakarta: EGC, 1998.

Anda mungkin juga menyukai