Anda di halaman 1dari 7

ASAS-ASAS HAK TANGGUNGAN

Hak Tanggungan sebagai satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah diatur dalam UU Nomor
4 Tahun 1996. Adapun asas-asas yang terkandung di dalamnya adalah:
1. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditornya (Droit de
Preference)
Mengenai asas memberikan kedudukan yang diutamakan diatur di dalam Pasal 20 ayat
(1) UUHT:
Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan:
a. hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek
HakTanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau
b. titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual melalui
pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan
dengan hak mendahulu dari pada kreditor-kreditor lainnya.
Hak Tanggungan memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur artinya jika debitor
cidera janji, kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan
umum.1 Hak yang diutamakan adalah pelaksanaan dalam rangka memenuhi kewajiban
debitor melakukan pelunasan hutangnya. Terdapat kata diutamakan dalam Hak
Tanggungan adalah sama dengan preferent yaitu didahulukan di dalam mengambil
pelunasan atas penjualan atau eksekusi benda obyek Hak Tanggungan. Pasal 20 ayat (1)
huruf b UUHT secara jelas menguraikan mengenai hak mendahulu yang pada asasnya
sama dengan asas kedudukan diutamakannya pemegang Hak Tanggungan.
2. Selalu mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada (Dorit de
Suite)
Mengenai asas selalu mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada
diatur di dalam Pasal 7 UUHT:
Hak Tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapa pun obyek
tersebut berada.

J Satrio, Hukum Jaminan,Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti,
2008, hlm. 96

Menurut St. Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan tidak akan berakhir sekalipun objek Hak
Tanggungan itu beralih kepada pihak lain oleh sebab apa pun juga. Berdasarkan asas ini,
pemegang Hak Tanggungan akan selalu dapat melaksanakan haknya dalam tangan siapa
pun benda itu berpindah. Ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT)
ini merupakan materialisasi dari asas yang disebut droit de suite atau zaakgevolg. Asas ini
juga diambil dari hipotek yang diatur dalam KUH Perdata Pasal 1163 ayat (2) dan Pasal
1198 KUH Perdata. Sejalan dengan pendapat St. Remy Sjahdeini di atas, maka menurut
Mariam Daruz Badrulzaman bahwa:2
Asas ini seperti halnya dalam Hipotek, memberikan hak kebendaan
(zakelijkrecht). Hak Kebendaan dibedakan dengan hak perorangan
(persoonlijkrecht). Hak kebendaan adalah hak mutlak. Artinya, hak ini dapat
dipertahankan terhadap siapa pun. Pemegang hak tersebut berhak untuk menuntut
siapa pun juga yang mengganggu haknya itu. Dilihat secara pasif setiap orang
wajib menghormati hak itu. Sedangkan hak perorangan adalah relatif. Artinya,
hak ini hanya dapat dipertahankan terhadap debitor tertentu saja. Hak tersebut
hanya dapat dipertahankan terhadap debitor itu saja. Secara pasif dapat dikatakan
bahwa seseorang tertentu wajib melakukan prestasi terhadap pemilik dari hak itu.
3. Memenuhi Asas Spesialitas
Asas Spesialitas adalah obyek dan subyek harus disebutkan secara terperinci demi
memberikan kepastian hukum kepada para pihak berdasarkan asas pendaftaran. Asas
spesialitas cenderung kepada rincian Hak Tanggungan.3
Mengenai asas spesialitas, diatur di dalam Pasal 11 ayat (1) UUHT:
Didalam Akta Pemberian Hak Tanggungan wajib dicantumkan:
a. nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan;
b. domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, danapabila di
antara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia, baginya haruspula
dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia, dan dalam hal
domisilipilihan itu tidak dicantumkan, kantor PPAT tempat pembuatan Akta
Pemberian HakTanggungan dianggap sebagai domisili yang dipilih;
c. penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang dijaminsebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 10 ayat (1);
d. nilai tanggungan;
e. uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan
2
3

Mariam Darus Badruszaman, Bab-bab Tentang Hipotek, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991, hlm. 16-18
J Satrio, Op Cit., hlm. 292

Asas spesialitas yang menyangkut dengan subyek dalam perjanjian kredit harus terperinci
dengan jelas. Asas spesialitas memberikan kepastian hukum dalam perjanjian kredit.
Selain itu juga sebagai informasi yang mempunyai kebenaran secara formil bagi PPAT
yang akan membuatkan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Dalam akta
pembebanan Hak Tanggungan selain nama, identitas dan domisili kreditur dan debitur
wajib disebut juga secara jelas dan pasti piutang yang mana yang dijaminkan beserta
jumlahnya atau nilai tanggungannya. Juga diuraikan secara jelas dan pasti mengenai
benda-benda yang ditunjuk menjadi obyek Hak Tanggungan. Namun, mengenasi asas
spesialitas ini menurut St. Remy Sjandeini dapat saja dikesampingkan. Seperti yang
beliau katakan:
Demikian, sepanjang dibebankan atas "benda-benda yang berkaitan dengan tanah
tersebut", Hak Tanggungan dapat dibebankan atas benda-benda yang berkaitan
dengan tanah tersebut, yang baru akan ada, sepanjang hal itu telah diperjanjikan
secara tegas. Karena belum dapat diketahui apa wujud dari benda-benda yang
berkaitan-dengan tanah itu, juga karena baru akan ada di kemudian hari, hal itu
berarti asas spesialitas tidak berlaku sepanjang mengenai "benda-benda yang
berkaitan dengan tanah ".4
4. Asas Publisitas
Asas publisitas adalah mengetahui keadaan daripada persil yang bersangkutan kelak akan
dibebani Hak Tanggungan, supaya pihak ketiga mengetahui hak atas tanah tersebut.5
Mengenai asas diatur di dalam Pasal 13 ayat (1) UUHT: Pemberian Hak Tanggungan
wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Agar adanya Hak Tanggungan tersebut,
siapa kreditur pemegangnya, piutang yang mana dan berapa jumlahnya yang dijamin
serta benda-benda yang mana yang dijadikan jaminan, dengan mudah dapat diketahui
pihak yang berkepentingan, wajib didaftarkan. Pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan
oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan
mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan serta
menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Tanggal buku
tanah Hak Tanggungan adalah tanggal hari ke 7 setelah penerimaan secara lengkap suratsurat yang diperlukan bagi pendaftarannya dan jika hari ke 7 (tujuh) itu jatuh pada hari
4

St. Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan, Asas, KetentuanKetentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi
oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan), Bandung: Alumni, 1999, him. 42
5
J Satrio, Loc Cit.

libur, buku tanah yang bersangkutan diberi tanggal hari kerja berikutnya. 6 Oleh karena itu
kepastian mengenai saat didaftarkannya Hak Tanggungan tersebut adalah sangat penting
terutama bagi kreditur dalam rangka untuk memperoleh kepastian mengenai kedudukan
yang diutamakan baginya disamping untuk memenuhi publisitas. Dengan demikian
pendaftaran Hak Tanggungan tersebut merupakan syarat mutlak untuk adanya Hak
Tanggungan.
5. Asas mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya
Mengenai asas mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya diatur di dalam Pasal 6 UUHT:
Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai
hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui
pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan
tersebut.
Ketentuan pasal 6 UUHT, memberikan hak bagi pemegang Hak Tanggungan untuk
melakukan parate eksekusi. Artinya pemegang Hak Tanggungan tetapi tidak perlu
meminta penetapan dari Pengadilan untuk melakukan eksekusi atas Hak Tanggungan
yang menjadi jaminan hutang debitur dalam hal debitur cidera janji. Pemegang Hak
Tanggungan dapat langsung mengajukan dan meminta kepada Kantor Lelang untuk
melakukan pelelangan objek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Karena kewenangan
pemegang Hak Tanggungan pertama itu merupakan kewenangan yang diberikan oleh
undang-undang. Hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuatan sendiri
merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan yang dipunyai oleh pemegang Hak
Tanggungan, atau oleh pemegang Hak Tanggungan pertama dalam hal terdapat lebih dari
satu pemegang Hak Tanggungan. Dengan kata lain, diperjanjian atau tidak diperjanjikan,
hak itu demi hukum dipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan.
6. Asas tidak dapat dibagi-bagi
Mengenai asas tidak dapat dibagi-bagi diatur di dalam Pasal 2 UUHT:
1) Hak Tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi,kecuali jika
diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2).
2) Apabila Hak Tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah, dapat
diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan,
bahwa pelunasan utang yang dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran
6

St. Remy Sjahdeini, Op Cit., hlm. 145

yang besarnya sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang
merupakan bagian dari obyek Hak Tanggungan, yang akan dibebaskan dari
Hak Tanggungan tersebut, sehingga kemudian Hak Tanggungan itu hanya
membebani sisa obyek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa utang yang
belum dilunasi.
Hal ini berarti suatu hak tanggungan membebani secara utuh benda yang menjadi
objeknya dan setiap bagian daripadanya. Oleh karena itu, apabila sebagian dari hutang
dibayar, pembayaran itu tidak membebaskan sebagian dari benda yang dibebani Hak
Tanggungan. Penyimpangan terhadap asas ini hanya dapat dilakukan apabila hal tersebut
diperjanjikan secara tegas di dalam APHT yang bersangkutan dan apabila Hak
Tanggungan dibebankan pada rumah susun.
7. Asas Hak Tanggungan hanya dibebankan pada hak atas tanah yang telah ada
Mengenai asas ini diatur dalam Pasal 8 ayat (2) UUHT:
Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek HakTanggungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ada pada pemberi HakTanggungan
pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan
St. Remy Sjahdeini mengatakan bahwa:7
Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan pada hak atas tanah yang telah dimiliki
oleh pemegang Hak Tanggungan. Oleh karena itu, hak atas tanah yang baru akan
dipunyai oleh seseorang di kemudian hari tidak dapat dijaminkan dengan Hak
Tanggungan bagi pelunasan suatu utang. Begitu juga tidaklah mungkin untuk
membebankan Hak Tanggungan pada suatu hak atas tanah yang baru akan ada di
kemudian hari. Asas, ini juga merupakan asas yang sebelumnya sudah dikenal di
dalam hipotek. Menurut Pasal 1175 KUH Perdata, hipotek hanya dapat
dibebankan atas benda-benda yang sudah ada. Hipotek atas benda-benda baru
akan ada di kemudian hari adalah batal .
8. Hak Tanggungan dapat dibebankan selain atas tanahnya juga benda-benda yang
berkaitan dengan tanah.
Mengenai asas ini diatur dalam Pasal 4 ayat (4) UUHT:
Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanahberikut bangunan,
tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yangmerupakan satu
kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milikpemegang hak atas
tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalamAkta Pemberian
Hak Tanggungan yang bersangkutan.

St. Remy Sjahdeini, Op Cit., hlm. 25

Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (4) di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dapat
dijadikan jaminan selain benda-benda yang berkaitan dengan tanah, juga benda-benda
yang bukan dimiliki oleh pemegang hak atas tanah tersebut.
9. Perjanjian Hak Tanggungan adalah perjanjian accesoir
Mengenai asas ini diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UUHT: Hak Tanggungan hapus karena
hal-hal sebagai berikut: hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan;
Perjanjian Hak Tanggungan bukanlah merupakan perjanjian yang berdiri sendiri, akan
tetapi mengikuti perjanjian yang terjadi sebelumnya yang disebut perjanjian induk.
Perjanjian induk yang terdapat pada Hak Tanggungan adalah perjanjian utang-piutang
yang menimbulkan utang yang dijamin. Perjanjian yang mengikuti perjanjian induk ini
dalam terminologi hukum. Belanda disebut perjanjian accessoir
10. Hak Tanggungan dapat menjamin lebih dari satu hutang.
Mengenai asas ini diatur dalam Pasal 3 ayat (2) UUHT: Hak Tanggungan dapat
diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu hubungan hukum atau untuk satu
utang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum.
Dengan berlakunya asas ini, St. Remy Sjahdeini memberikan tanggapan dengan
menyatakan bahwa:8
Perjanjian dengan hanya berupa satu Hak Tanggungan bagi beberapa kreditor
berdasarkan beberapa perjanjian kredit bilateral antara debitor yang sama dengan
masing-masing kreditor itu, hanyalah mungkin dilakukan apabila sebelumnya
(sebelum kredit diberikan oleh kreditor-kreditor itu) telah disepakati oleh semua
kreditor. Kesemua kreditor bersama-sama harus bersepakat bahwa terhadap kredit
yang akan diberikan oleh masing-masing kreditor (bank) kepada satu debitor yang
sama itu, jaminannya adalah berupa satu Hak Tanggungan saja bagi meraka
bersama-sama kredit dari kesemua kreditor diberikan secara serentak. Bila tidak
demikian halnya, para kreditor itu akan menjadi pemegang Hak Tanggungan
pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya. Masing-masing kreditor pasti akan saling
mendahulu untuk memperoleh hak yang diutamakan terhadap kreditor yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

St. Remy Sjahdeini, Op. cit., hlm. 37

J. Satrio, Hukum Jaminan,Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Bandung: PT.Citra


Aditya Bakti, 2008
Mariam Darus Badruszaman, Bab-bab Tentang Hipotek, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991
St. Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan, Asas, KetentuanKetentuan Pokok dan Masalah yang
Dihadapi oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan),
Bandung: Alumni, 1999

Anda mungkin juga menyukai