Anda di halaman 1dari 33

Konfigurasi Sungai

Filed under: Sipilian 1 Comment


July 19, 2010

3 Votes
I. Pendahuluan
Indonesia memiliki lebih dari 5.590 sungai yang sebagian besar di antaranya memiliki
kapasitas tampung yang kurang memadai sehingga tidak bisa terhindar dari bencana alam
banjir, kecuali sungai-sungai di Pulau Kalimantan dan beberapa sungai di Jawa. Secara
umum sungai-sungai yang berasal dari gunung berapi (volcanic) mempunyai perbedaan slope
dasar sungai yang besar antara daerah hulu (upstream), tengah (middlestream) dan hilir
(downstream) sehingga curah hujan yang tinggi dan erosi di bagian hulu akan menyebabkan
jumlah sedimen yang masuk ke sungai sangat tinggi. Tingginya sedimen yang masuk
akhirnya menimbulkan masalah pendangkalan sungai terutama di daerah hilir yang relatif
lebih landai dan rata, sehingga sering terjadi banjir di dataran rendah. Sungai-sungai tersebut
dikelompokkan menjadi 90 (sembilan puluh) Satuan Wilayah Sungai (SWS) yang terdiri dari
73 SWS propinsi dan 17 SWS pusat yang berlokasi dilintas propinsi.
Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan dan pengelolaan sungai, meliputi: (i)
ketidakjelasan peran dan batasan wewenang antara kabupaten, kota, propinsi, dan pusat
dalam penanganan, pengelolaan dan pembiayaan sungai; (ii) kecenderungan peningkatan
potensi konflik pemanfaatan air di daerah dan wilayah sungai; (iii) tidak terkendalinya
penambangan galian c (pasir) di badan sungai sehingga menurunkan fungsi bangunan
pengambilan air; (iv) sedimentasi tinggi akibat rusaknya daerah hulu/catchment area; (v)
makin cepatnya penurunan kapasitas pengaliran air sungai dan bangunan pengendali banjir;
(vi) makin besarnya perbedaan aliran dasar sungai pada musim hujan dan musim kemarau
(Qmax-Qmin); (vii) makin menurunnya kualitas air sungai, khususnya di daerah aliran tengah
dan hilir; (viii) tidak terkendalinya permukiman penduduk di daerah bantaran sungai
sehingga meningkatkan risiko banjir; (ix) belum memadainya database sungai.
II. Hidrolika Sungai
Sungai atau saluran terbuka menurut Triatmodjo (1996:103) adalah saluran dimana air
mengalir dengan muka air bebas. Pada saluran terbuka, misalnya sungai (saluran alam),
variabel aliran sangat tidak teratur terhadap ruang dan waktu. Variabel tersebut adalah
tampang lintang saluran, kekasaran, kemiringan dasar, belokan, debit aliran dan sebagainya.
Tipe aliran saluran terbuka menurut Triatmodjo (1996:104) adalah turbulen, karena kecepatan
aliran dan kekasaran dinding relatif besar. Aliran melalui saluran terbuka akan turbulen

apabila angka Reynolds Re > 1.000, dan laminer apabila Re < 500. Aliran melalui saluran
terbuka dianggap seragam (uniform) apabila berbagai variabel aliran seperti kedalaman,
tampang basah, kecepatan, dan debit pada setiap tampang saluran terbuka adalah konstan.
Aliran melalui saluran terbuka disebut tidak seragam atau berubah (non uniform flow atau
varied flow), apabila variabel aliran seperti kedalaman, tampang basah, kecepatan di
sepanjang saluran tidak konstan. Apabila perubahan aliran terjadi pada jarak yang pendek
maka disebut aliran berubah cepat, sedang apabila terjadi pada jarak yang panjang disebut
aliran berubah tidak beraturan. Aliran disebut mantap apabila variabel aliran di suatu titik
seperti kedalaman dan kecepatan tidak berubah terhadap waktu, dan apabila berubah terhadap
waktu disebut aliran tidak mantap. Selain itu aliran melalui saluran terbuka juga dapat
dibedakan menjadi aliran sub kritis (mengalir) jika Fr <1, dan super kritis (meluncur) jika Fr
>1. Diantara kedua tipe tersebut aliran adalah kritis ( Fr =1).
III. Bentuk Daerah Aliran Sungai (DAS)
Bentuk DAS akan berpengaruh pada banyaknya dan kecepatan aliran air berkaitan dengan
kemungkinan terjadinya variabilitas pada sifat-sifat tanah, kemiringan, topografi, vegetasi
serta sistem drainase yang ada. Secara umum bentuk DAS dapat di golongkan ke dalam tiga
bentuk (Sudarsono dan Takeda, 1980) yaitu: (i) sempit memanjang dengan sistem
percabangan sungai tersusun seperti bulu burung, (ii) melebar (membulat atau persegi
empat) dengan sistem percabangan akan terpusat pada tempat-tempat tertentu, dan (iii) segi
tiga dengan sistem percabangan sungai yang juga akan terpusat di dekat out-let. Pada DAS
yang berbentuk sempit memanjang, sedimen yang tinggi juga akan merusak sarana dan
fasilitas irigasi dan instalasi air minum yang ada. Sedimentasi juga akan mendangkalkan
sungai dan waduk. Kapasitas tampung sungai dan waduk akan berkurang dan kemampuan
transportasi sungai juga terhambat.
IV. Transpor Sedimen
Gerusan yang terjadi pada suatu sungai terlepas dari ada dan tidaknya bangunan sungai
selalu berkaitan dengan peristiwa transpor sedimen. Transpor sedimen merupakan suatu
peristiwa terangkutnya material dasar sungai yang terbawa aliran sungai. Kironoto (1997)
dalam Mira (2004:13), menyebutkan bahwa akibat adanya aliran air timbul gaya-gaya aliran
yang bekerja pada material sedimen. Gaya-gaya tersebut mempunyai kecenderungan untuk
menggerakkan/ menyeret material sedimen. Untuk material sedimen kasar (pasir dan batuan /
granuler), gaya untuk melawan gaya-gaya aliran tersebut tergantung dari besar butiran
sedimen. Untuk material sedimen halus yang mengandung fraksi lanau (silt) atau lempung
(clay) yang cenderung bersifat kohesif, gaya untuk melawan gaya-gaya aliran tersebut lebih
disebabkan kohesi daripada berat material (butiran) sedimen.
V. Muara Sungai (Estuaria)
Estuaria adalah perairan yang semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga
air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar (Pickard, 1967). Kombinasi
pengaruh air laut dan air tawar tersebut akan menghasilkan suatu komunitas yang khas,
dengan kondisi lingkungan yang bervariasi, antara lain 1. tempat bertemunya arus sungai
dengan arus pasang surut, yang berlawanan menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada
sedimentasi, pencampuran air, dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar
pada biotanya. 2. pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan suatu sifat fisika
lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat air laut. 3.

perubahan yang terjadi akibat adanya pasang surut mengharuskan komunitas mengadakan
penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya. 4. tingkat kadar garam di
daerah estuaria tergantung pada pasang-surut air laut, banyaknya aliran air tawar dan arusarus lain, serta topografi daerah estuaria tersebut.
Secara umum estuaria mempunyai peran ekologis penting antara lain : sebagai sumber zat
hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang surut (tidal circulation),
penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan yang bergantung pada estuaria sebagai tempat
berlindung dan tempat mencari makanan (feeding ground) dan sebagai tempat untuk
bereproduksi dan/atau tempat tumbuh besar (nursery ground) terutama bagi sejumlah spesies
ikan dan udang. Perairan estuaria secara umum dimanfaatkan manusia untuk tempat
pemukiman, tempat penangkapan dan budidaya sumberdaya ikan, jalur transportasi,
pelabuhan dan kawasan industri (Bengen, 2004).
Aktifitas yang ada dalam rangka memanfaatkan potensi yang terkandung di wilayah pesisir,
seringkali saling tumpang tindih, sehingga tidak jarang pemanfaatan sumberdaya tersebut
justru menurunkan atau merusak potensi yang ada. Hal ini karena aktifitas-aktifitas tersebut,
baik secara langsung maupun tidak langsung, mempengaruhi kehidupan organisme di
wilayah pesisir, melalui perubahan lingkungan di wilayah tersebut. Sebagai contoh, adanya
buangan baik dari pemukiman maupun aktifitas industri, walaupun limbah ini mungkin tidak
mempengaruhi tumbuhan atau hewan utama penyusun ekosistem pesisir di atas, namun
kemungkinan akan mempengaruhi biota penyusun lainnya. Logam berat, misalnya mungkin
tidak berpengaruh terhadap kehidupan tumbuhan bakau (mangrove), akan tetapi sangat
berbahaya bagi kehidupan ikan dan udang-udangnya (krustasea) yang hidup di hutan tersebut
(Bryan, 1976).
VI. Fluvial
Proses fluvial terdiri dari gerakan sedimen dan erosi atau endapan di sungai. Erosi oleh air
bergerak terjadi dalam dua cara. Pertama, gerakan air di ranjang ini memiliki efek (Hal ini
disebut sebagai tindakan hidrolik). Kedua, sedimen diangkut di sungai itu memakai tempat
tidur (Abrasion) dan fragmen sendiri tanah turun menjadi lebih kecil dan lebih bundar
(Gesekan).
Sedimen diangkut baik sebagai bedload (The kasar fragmen yang bergerak dekat dengan
tempat tidur) dan beban yang ditangguhkan (Finer fragmen dibawa dalam air). Ada juga
sebuah komponen dibawa sebagai bahan dibubarkan.
Untuk setiap ukuran butir ada kecepatan tertentu di mana butir mulai bergerak, yang disebut
Entrainment kecepatan. Namun butir akan terus diangkut bahkan jika kecepatan turun di
bawah kecepatan entrainment akibat berkurangnya (atau dihapus) gesekan antara butir dan
sungai tempat tidur. Akhirnya akan jatuh kecepatan cukup rendah untuk butir yang akan
didepositkan. Hal ini diperlihatkan oleh Kurva hjulstrom. Sebuah sungai terus mengambil
dan menjatuhkan partikel padat batu dan tanah dari tempat tidur di seluruh panjangnya. Mana
aliran sungai cepat, lebih partikel mengambil daripada menjatuhkan. Mana aliran sungai
lambat, lebih partikel yang dijatuhkan daripada mengambil. Daerah di mana lebih partikel
yang dijatuhkan disebut dataran aluvial atau banjir, dan partikel menjatuhkan disebut
aluvium.

Bahkan sungai kecil membuat endapan aluvial, tetapi di dataran banjir dan delta-delta sungai
yang besar besar, secara geologis-endapan aluvial yang signifikan ditemukan.
Jumlah materi yang dibawa oleh sungai besar sangat besar. Nama-nama dari banyak sungai
yang berasal dari warna bahwa masalah yang diangkut memberikan air. Sebagai contoh,
Huang He di Cina adalah secara harfiah diterjemahkan Sungai Kuning, dan Sungai
Mississippi di Amerika Serikat juga disebut Big Muddy. Diperkirakan bahwa setiap tahunnya
Sungai Mississippi membawa 406 juta ton endapan ke laut,Huang Dia 796 juta ton, dan
Sungai Po di Italia 67 juta ton.
VII. Karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS)
Data yang diperlukan dalam penyusunan Karakteristik DAS diambil dari data yang telah ada
(data sekunder) dan dilengkapi data yang dirasa masih kurang dalam rangka mendukung
analisis pemahaman dan pengetahuan mengenai Karakteristik DAS yang diteliti. Data data
yang diperlukan dalam rangka penyusunan Karakteristik DAS terdiri dari :
Morphologi DAS yang meliputi :
a. Bentuk DAS.
b. Relief/ topografi/ land form.
c. Bentuk drainase ( drainage pettern ).
Morphometri DAS yang Meliputi :
a. Kepadatan drainase ( drainage density ).
b. Keliling DAS.
c. Kemiringan DAS.
d. Gradien sungai utama.
e. Panjang sungai utama.
f. Perbedaan tinggi maksimum.
Hidro- orologi DAS :
a. Debit sungai.
b. Curah Hujan.
c. Erosi.
d. Kandungan lumpur.
Geologi :

a. Jenis batuan induk yang dominan.


b. Jenis mineral batuan dan mineral
c. Penyebaran jenis batuan dan mineral
Tanah :
a. Jenis Tanah.
b. Asosiasi tanah.
c. Sifat fisik dan kimia tanah.
Penutupan lahan :
a. Penutupan lahan masa lalu ( > 5 tahun )
b. Penutupan lahan saat ini ( < 5 tahun )
Sosial Ekonomi dan Sosial budaya masyarakat :
a. Demografi penduduk.
b. Sosial masyarakat ( tingkat pendidikan, kelembagaan dll. )
c. Ekonomi masyarakat ( mata pencaharian, tingkat pendapatan ) .
d. Budaya masyarakat ( adat istiadat, kebiasaan dll. ).
VIII. Klasifikasi Karakteristik DAS
Karakteristik yang telah dijelaskan sebelumnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Geometri : Panjang ( hulu hilir sungai induk)
Morphometri : Lebar L/P, Luas( DAS, genangan/ sawah/ rawa/ danau menentukan volume
sedimen yang mengalir ke outlet), sistem drainase/ kerapatan alur sungai, kelerengan DAS
hulu tengah hilir (m/Km)
Pola Aliran : Dendritik, radial, retangular, trelis.
Bentuk DAS : Memanjang, radial, paralel, komplek.
Iklim : Curah hujan, suhu, kelembaban, Etp/ evapotranspirasi/ harian/ bulanan.
Landform System/ Unit Geologi/ Rock : Aluvial/ plain/ hills/ mountain/ lahar
Geomorphologi : Kondisi per Sub DAS/ order2- luas sebaran geologinya.

Soil Type/Group : Kondisi fisik dan kimia tanah.


Slope : Kelerengan per Sub DAS.
Erosion Type : Sheet, rill, gully.
Land Cover : Kawasan hutan, luar kawasan hutan ( pertanian, perkebunan, industri,
perladangan berpindah, pemukiman/ perkotaan/ pedesaan, penggunaan lainnya).
Sosial Ekonomi : Populasi/jenis kelamin, kepadatan, pertumbuhan, angkatan kerja, mata
pencaharian per Sub DAS, tingkat pendapatan, kepemilikan lahan/ land status, sarana/
prasarana/ pendidikan/ perekonomian/ sosial.
Kelembagaan : Instansi yang ada, kelompok tani, Instansi lain yang terkait.
Tata Air : Tinggi muka air sungai, debit aliran sungai, kandungan lumpur/ sedimen.
IX. Teori tentang Karakteristik dan Variabel DAS
Karakteristik dan variabel Daerah Aliran Sungai meliputi beberapa variabel yang dapat
diperoleh melalui pengukuran langsung, data sekunder, peta dan dari data penginderaan jauh.
Data meteorologi/ klimatologi diperoleh dari data sekunder. Disamping itu diperlukan
pengamatan dan pengukuran di lapangan bagi data yang membutuhkan ketelitian geometris
yang tinggi. Seyhan (1977) menyatakan bahwa karakteristik DAS dikelompokkan menjadi 2
(dua) katagori yaitu :
1. Faktor lahan (Ground Factors) yang meliputi topografi, tanah, geologi dan
geomorphologi.
2. Vegetasi dan penggunaan lahan.
Topografi atau bentuk lahan mempunyai korelasi langsung terhadap aliran permukaan (runoff
) dan aliran air bumi, semakin tinggi kelerengan akan berpengaruh terhadap semakin
besarnya aliran permukaan (runoff) dan aliran air bumi. Tanah, geologi dan geomorphologi
dari suatu DAS, berfungsi sebagai faktor kontrol terhadap besar kecilnya infiltrasi, kapasitas
penahan air dan aliran air bumi, sedangkan vegetasi dan penggunaan lahan berfungsi sebagai
penghambat, penyimpan dan pengatur aliran permukaan dan infiltrasi. Menurut Seyhan
(1977) sistem Daerah Aliran Sungai (watershed) dapat diamati melalui 3 (tiga) tahapan utama
yaitu :
1. Sistem Input ( precipitation).
2. Sistem struktur kerja dalam DAS ( operation of the watershed )
3. Sistem output ( runoff )
Avery (1975) dan Seyhan (1977) menyatakan bahwa karakteristik fisik (physical
characteristic) dari suatu Daerah Aliran Sungai ( DAS ) terdiri dari :
1. Luas ( Area )

Luas DAS dapat diukur pada potret udara, peta topografi atau dengan peta peta planimetri
yang telah didelineasi batas batas yang akan diukur luasnya, dengan menggunakan planimeter
atau dot grid atau dengan fasilitas komputer GIS.
2. Bentuk ( Shape )
Bentuk DAS mempunyai pengaruh pada pola aliran sungai dan ketajaman puncak discharge
banjir. Bentuk daerah aliran sungai ini sulit untuk dinyatakan secara kuantitatif. Dengan
membandingkan konfigurasi basin, dapat dibuat suatu indeks yang didasarkan pada derajat
kekasaran atau circularity dari DAS.
3. Lereng ( Slope )
Kecepatan dan tenaga erosif dari overland flow sangat dipengaruhi oleh tingkat kelerengan
lapangan. Untuk mengukur lereng dapat dilakukan dengan menggunakan alat Abney Level
atau clinometer. Pada potret udara pengukuran lereng dapat dilakukan dengan menggunakan
slope meter atau dengan mencari beda tinggi dengan paralaks meter.
4. Ketinggian ( Elevation ) DAS
Elevasi rata rata dan variasi ketinggian pada suatu DAS merupakan faktor penting yang
berpengaruh terhadap temperatur dan pola hujan, khususnya pada daerah daerah dengan
topografi bergunung. Ketinggian suatu tempat dapat diketahui dari peta topografi, diukur
dilapangan atau melalui foto udara, jika terdapat salah satu titik kontrol sebagai titik ikat.
Hubungan antara elevasi dengan luas DAS dapat dinyatakan dalam bentuk hipsometrik
(Hypsometric Curve).
5. Orientasi DAS (Aspect)
Transpirasi, evaporasi dan faktor faktor yang berpengaruh pada jumlah air yang tersedia
untuk aliran sungai, seluruhnya dipengaruhi oleh orientasi umum atau arah dari DAS.
Orientasi DAS secara normal dinyatakan dalam derajat azimuth atau arah kompas seperti
arah utara, timur laut, timur dan sebagainya. Tanda arah anak panah yang menunjukkan arah
DAS dapat dipakai sebagai muka DAS (faces). Arah aliran sungai utama dapat juga dipakai
sebagai prtunjuk umum orientasi DAS. LEE (1963) menyatakan bahwa arah DAS dapat
dinyatakan sebagi azimuth dari garis utara searah jarum jam.
6. Jaringan Sungai ( Drainage network )
Pola aliran atau susunan sungai pada suatu DAS merupakankarakteristik fisik setiap drainase
basin yang penting karena pola aliran sungai mempengaruhi efisiensi sistem drainase serta
karakteristik hidrografis dan pola aliran menentukan bagi pengelola DAS untuk mengetahui
kondisi tanah dan permukaan DAS khususnya tenaga erosi.
7. Pola Aliran ( Drainage Pattern )
Bentuk pola aliran (drainage pattern) ada bermacam macam yang masing masing
dicirikan oleh kondisi yang dilewati oleh sungai tersebut. Bentuk pola aliran yang biasa
dijumpai ada delapan jenis yaitu :

Dendritik.
Paralel.
Trelis.
Rectangular.
Radial.
Annural.
Multibasional.
Contorted.
Bentuk pola aliran pada sebagian besar sungai sungai di Indonesia adalah dendritik dengan
kondisi yang berbeda beda menurut batuannya.
Batuan limestone dan shale teranyam bertopografi solusional dapat memiliki pola aliran
dendritik. Pada topografi dengan lereng seragam, pola aliran yang terbentuk adalah dendritik
medium, sedang pada topografi berteras kecil, pola lairan dendritik yang terbentuk adalah
dendritik halus.
8. Kerapatan Pengaliran ( Drainage Density )
Metode kuantitatif lain dalam jaringan sungai suatu DAS adalah penentuan kerapatan aliran
(drainage density). Lynsley (1949) menyatakan bahwa jika nilai kepadatan aliran lebih kecil
dari 1 mile/mile2 (0,62 Km/ Km2), DAS akan mengalami penggenangan, sedangkan jika
nilai kerapatan aliran lebih besar dari 5 mile/mile2 (3,10 Km/Km2), DAS sering mengalami
kekeringan.
9. Evapotranspirasi
Disamping karakteristik DAS yang telah disebutkan diatas, faktor lain yang juga penting
adalah cuaca dan iklim. Karakteristik ini meliputi curah hujan (presipitasi) dan unsur cuaca
yang lain (temperatur udara, kelembaban relatif, angin, evaporasi dan jumlah penyinaran
matahari).
10. Pusat Gravitasi DAS
Penentuan pusat gravitasi DAS ialah dengan meletakkan grid pada seluruh DAS, kemudian
dihitung secara sistematik banyaknya knot dari grid pada sumbu xi dan yi, menurut sistem
koordinat x, y.
11. Gradien Sungai
Salah satu cara menghitung gradien sungai rata rata adalah dengan slope faktor yang
dikembangkan oleh Benson (1962) yaitu dengan menghitung lereng saluran antara 10 % dan
85 % jarak dari outlet.

12. Panjang Sungai Terpanjang dan Sungai Induk


Panjang sungai terpanjang dalam DAS diukur dari outlet ke sumber asal air.
13. Variabel Vegetasi dan Penggunaan Lahan
Vegetasi memegang peranan penting dalam proses hidrologi suatu DAS yaitu intercepting
hujan yang jatung dan transpirating air yang terabsorbsi oleh akarnya . Perlakuan terhadap
vegetasi diperlukan dalam analisis hidrologi tertentu. Tipe vegetasi yang dipilih tergantung
pada tujuan analisis yang dilakukan, misalnya untuk pembuatan model pertanian, maka
klasifikasi vegetatif dan penggunaan detail sangat diperlukan. Untuk reboisasi, pemilihan
jenis vegetasi dan penggunaan lahan dapat kurang rinci, tetapi perbedaan tipe vegetasi di
seluruh wilayah sangat penting. Seyhan (1976) menyebutkan beberapa variabel vegetasi dan
penggunaan lahan yang digunakan untuk analisa beberapa masalah hidrologi rekayasa
adalah :

Persentase tanaman pertanian.

Persentase rumput dan tanaman penggembalaan.

Persentase hutan jarang.

Persentase pemukiman dan jalan yang kedap air.

Persentase padang rumput dan pohon pohon yang tersebar.

Persentase lahan kosong.

Persentase rawa dan danau.

14. Variabel Tanah dan Batuan


Tipe dan distribusi tanah dalam suatu daerah aliran sungai sangat berpengaruh dalam
mengontrol aliran bawah permukaan (Subsurface flow) melalui infiltrasi. Variasi dalam tipe
tanah dengan kedalaman dan luas tertentu akan mempengaruhi karakteristik infiltrasi dan
timbunan kelembaban tanah (soil moisture storage). Pemilihan variabel tanah juga
merupakan fungsi dari tujuan studi, misalnya untuk mempelajari overland flow dalam single
watershed, maka watershed tersebut dibagi dalam zona zona menurut tipe tanah, tetapi jika
untuk mempelajari yang lebih detail lagi, maka perlu klasifikasi tipe tanah yang detail juga,
yang didasarkan pada pembatas permukaan geologi DAS yang bersangkutan yaitu :
persentase batuan permeabel, persentase batuan kurang permeabel. Variabel lain yang perlu
diperhatikan adalah kedalaman lapisan kedap dan permeabilitas rata rata dari horizon.
15. Sosial Ekonomi dan Budaya
Data sosial ekonomi dan budaya diperoleh dari data sekunder, informasi sosial ekonomi dan
budaya masyarakat setempat dapat diperoleh dari statistik yang dikeluarkan oleh Pemda
setempat, mulai dari tingkat Kelurahan/ Desa, sampai dengan Kabupaten dan Propinsi.

X. Eko-Hidraulik
Sejarah ekohirdolik tidak terlepas dari eksplotasi sungai, ekspolitasi itu antara lain
Koreksi sungai (Rver correction)
Transpotasi sungai (WaterWay)
Bangunan tenaga air (Hydropower Plant
Sungai termasuk salah satu wilayah keairan , sungai bisa dibagi menjadi beberapa bagian
yaitu sungai kecil, menegah dan sungai besar. Secara ekologi sungai terbagi menjadi wilyah
keairan diam atau wilayah keairan dinamis. Wilayah keairan diam misalnya danau dimana
pendukung ekosistem merupakan ekosistem yang tertutup. Sedangkan wilayah keairan
mengalir merupakan suatu ekosistem yang terbuka dengan factor dominan adalah wilayah air,
dari hulu hingga hilir.
Sungai dapat terbagi menjadi beberapa bagian dan dapat diklasifikasikan dengan
menggunakan zona memenjang sungai. Zona memanjang pada umumnya diawali dengan kali
kecil dari mata air didaerah pegunungan , kemudian sungai menengaha di daerah peralihan
antara pegunungan dan dataran rendah, dan selanjutnya sunngai besar pada dataran rendah
sampai daerah pantai. Dari literature pada umumnya diketemukan 3 zona sungai yaitu bagian
hulu upstrem , bagian tengah midle-strem dan bagian hilir downsteram dari hilir kehulu
dapat dailihat perubahan kemiringan seperti tampak pada gambar potongan memanjang
sungai juga dapat terbagi menjadi zona melintang dimana dpat dibedakan menjadi 3 yaitu
zona akuatik , zona amphibi, dan zona teras sungai.
Sungai juga mempunyai morfologi dimana morfologi sungai menggambarkan keterpaduan
antara karakteristik abiotik dan karakteristik biotik daerah yang dilaluinya. Adapun
keseimbangan morfologi sungai dapat dibedakan menjadi 4 yaitu :
1. Keseimbangan statis (tidak ada perubahan sama sekali dalam kurun waktu tak
terbatas)
2. Keseimbangan seragam, yaitu kesetimbngan dimana ada satu atau lebih factor
penyusun kondisi memiliki tedensi statis
3. Keseimbangan dinamis, kesetimbangan yang berbagai factor penyusun suatu kondisi
berubah secara bersama-sama
4. Keseimbanggan dinamis metastabil seragam, kesetimbanggan yang faktor
berfluktuasi secara dinamis seragam serta berubah ekstrim secara kontinu.
Seluruh komponen yang membentuk sungai memiliki skala perubahan waktu dan ruang yang
berbeda tergantung kekuatan ekologinya dan fisik-hidrauliknya masing-masing. Perubahan
skala ruang waktu menurut kern sangatlah penting guna memahami perubahan alami yang
biasa terjadi pada sungai dan perubahan yang terjadi karena suatu aktifitas tertentu di sungai.
Sebagai contoh adalah jika suatu sungai diluruskan maka dampak dari aktifitas ini akan
berpengaruh terhadap seluruh komponen sungai sungai tersebut. Hal ini yang nantinya akan

dibahas lebih lanjut pada bahasan tentang ekohidraulik. Selain itu sungai juga akan
terpengaruh pada struktur dasar sungai yang mempengaruhi pembentukan sungai itu sendiri.
XI. Eko-Hidraulika sungai
Fungsi sungai sebagai saluran eko-drainase (suatu usaha membuang /mengalirkan air
kelebihan ke sungai dengan waktu seoptimal mungkin sehingga tidak menyebabkan
terjadinya masalah kesehatan dan banjir di sungai yang terkait, maryono,2001). Selain itu
juga bisa sebagi saluran irigasi dan sebagi fungsi ekologi dimana sebagai tempat hidupnya
flora dan fauna. Dengan pengetahuan itu perlu diterapkan konsep yang menyentuh semua
fungsi sungai di atas maka salah satunya dengan konsep eko-hidrolik dimana konsep ini
mempertahankan kondisi sungai tersebut semaksimal mungkin masih seperti semula. Dalam
konsep eko-hidraulik tidak ada satu factor apapun yang tidak penting. Maka diperlukan
banyak data pendukung seperti data social, fisik hidraulik , ekologi.
Konsep hidraulik murni hanya memperhatikan dua unsure yaitu aliran air dan aliran sedimen,
sedangkan pada konsep eko-hidraulik disamping dua itu juga memperhatikan pula komponen
vegetasi.
Eko-Engineering dalam Eko-hidraulik
Dalam perkembanganya eko-hidraulik telah menghasilkan rekayasa-rekayasa baru yang dapat
digunakan dalam penyelesaian maslah keairan dengan memanfaatkan faktor ekologi yang ada
( misalanya menangani longsor yang ada dengan mengunkan vegetasi yang ada). Penerapan
eko-engineering dengan konsep Eko-hidraulik dapat diterapkan misalnya pada penanganan
longsoran tebing dengan melakukan penanaman bambu, rumput dan karangkungan atau
perlindungan tebing dengan menggunakan ikatan batang atau dengan batu tanah yang ada.
Dan bisa juga dengan menggunakan bending rendah pada dasr sungai dengan kayu mati yang
akan membuat turunya erosi di dasar sungai.
Konservasi dan pemeliharaan sungai integratif
Konservasi atau pemeliharaan sungai didefinisikan sebagai upaya untuk menjaga
keberlangsungan mekanisme ekosistem sungai (perpaduan antara habitat dan organisme
sungai) secara mikro maupun secara makro dari hulu hingga hilir, sehingga sungai dapat
bermanfaat dan dimanfaatkan secara berkelanjutan. Komponen yang menjadi dasar dalam
pemeliharaan sungai terdiri dari:
a) Komponen hidraulik
Meliputi berbagai hal yang berhubungan dengan aliran air dan sedimen. Yang dominan
misalnya debit aliran, kecepatan aliran, tinggi permukaan, tekanan air, turbulensi makro,
distribusi kecepatan mikro pada lokasi tertentu dan lai-lain.dalam konsep eko hidraulik aliran
bukan hanya berhububungan energy potensial tapi juga dengan flora dan fauna di sekiar
sungai. Dan yang penting juga adalah mata air disekitar sungai
b) Komponen sedimen dan morfologi sungai
semua sedimen yang ada disungai termasuk sedimen organic dan anorganik

c) Komponen ekologi
segala komponen biotic yang hidup di sungai (flora dan fauna )
d) Komponen sosial
persepsi masyarakat yang ada disekitar bantaran sungai terhadap komponen-komponen di
atas
Pemeliharaan sungai intergratif
1. Mempertahankan kondisi abiotik dan biotik

dengan cara mempertahan morfologi alur sungai tersebut dengan mempertahankan


liku dan alur sungai tanpa mengubahnya, karena bentuk ini yang paling stabil

mempertahankan komponen sedimen transport sungai

mempertahankan vegetasi yang ada

2. Revitalisasi Restorasi sungai


adalah upaya konservasi atau pemelihraan sungai dengan cara melakukan restorasi
(penerapan eko-hidraulik)
3. koreksi bangunan-bangunan sungai skala kecil

koreksi kontruksi perkerasan tebing sungai kecil dengan mengganti perkersan tebing
dengan batu atau cor dengan menggunkan vegetasi misalnya bamboo

koreksi konstruksi gorong-gorong dengan cara membuat lebih landai gorong-gorong


yang berkemiringan tajam yaitu dipasang undak-undak agar ikan dapat bermigrasi

koreksi abutmen jembatan bisa dengan cara mempelebar atau pembanguna sempadan
untuk jembatan yang lebar

4. pemeliharaan sungai dengan konsep eko-hidraulik dan penanggulangan banjir dalam


konsep eko-hidrolik penangulangan banjir secara berbais DAS. Sehingga penangulangan
banjir dapat dilakukan dengan cara konsevasi terlebih dahulu terhadap sungai itu sendiri.
Analisa Morfologi Sungai
XII. Komponen Morfologi Sungai Sesayap
Sungai sesayap dikategorikan sebagai sungai aluvial di mana morfologi sungainya
merupakan hasil dari proses pengangkutan dan pengendapan partikel-partikel sedimen dari
hasil gerusan permukaan (floodplain deposit) dan gerusan tebing sungai ke dalam badan
sungai. Letak sumber sedimen tergantung pada iklim, vegetasi, geologi dan perilaku manusia
(pembukaan lahan untuk permukiman, pertambangan dan perkebunan).

Geometri dari alur sungai tergantung pada fenomena hidrologi, geologi, dan sedimentasi di
DAS. Bentuk tipikal alur sungai adalah hasil dari proses alamiah yang panjang yang
dilakukan oleh interaksi yang kompleks dari beberapa variabel sehingga menghasilkan
planform sungai yang kita lihat sekarang ini. Variabel yang dimaksud adalah waktu, geologi,
iklim, tipe dan kepadatan vegetasi, catatan panjang debit dan angkutan sedimen di sungai,
geometri bantaran sungai, debit rata-rata, karakteristik aliran (kedalaman, kecepatan,
turbulensi, dsb). Jika variabel-variabel tersebut berada dalam kondisi relatif konstan maka
sungai akan membentuk planform yang relatif konstan pula atau mengalami kondisi yang
disebut equilibrium condition. Pada kondisi ini sungai tetap mengalami perubahan bentuk
yang dinamis (quasi-quilibrium) namun perubahan tersebut tidak ekstrim dan sangat lambat.
Dalam tinjauan skala waktu geologi yang panjang, morfologi sungai difokuskan pada evolusi
landscape yang dipengaruhi oleh iklim, base level (formasi batuan di dasar sungai), dan
stabilitas tektonik.
Perubahan karakteristik DAS Sesayap akibat pembukaan lahan yang terus menerus
belakangan ini mengakibatkan kondisi morfologi sungai tidak stabil. Distribusi angkutan
sedimen sangat bervariasi dalam ukuran waktu dan ruang. Debit, pola aliran, angkutan
sedimen, kecepatan arus dapat berubah dalam waktu yang singkat dan sungai secara reaktif
mengalami perubahan planform. Hingga kini belum ada catatan yang merekam riwayat
perubahan planform Sungai Sesayap, namun dari besarnya angkutan sedimen, proses
sedimentasi dan erosi yang cukup intensif di floodplain dan tebing sungai terutama di ruas
Sungai Malinau, dapat dikatakan planform Sungai Sesayap akan terus berubah secara dinamis
hingga ditemukan suatu kondisi quasi-equilibrium yang baru. Fenomena ini dapat terlihat jika
ada rekaman planform sungai dalam waktu 10 hingga 100 tahun (dalam skala waktu
menengah). Jika tinjauan dilakukan dalam skala waktu yang lebih singkat lagi, maka dapat
dilihat perubahan topografi dasar sungai (bed topography) yang tersusun dari formasi seperti
ripple, dan dune yang ditentukan oleh variasi debit harian dan karakteristik partikel sedimen.
Mengingat usia guna infrastruktur sungai, maka tinjauan morfologi sungai dalam rentang
waktu menengah dan singkat lebih relevan untuk ditinjau.
Yang menjadi titik tekan dalam meninjau planform sungai ini adalah :

Profil memanjang alur sungai (longitudinal profile)

Karakteristik meander sungai :

Tipe sungai (straight, meandering, braided)

Kelengkungan

Radius tikungan

Frekuensi terbentuknya tikungan di sepanjang sungai

Jarak antara meander loop

Jarak antara formasi bar


Geometri penampang sungai

Topografi dasar sungai

XIII. Tinjauan Penampang Melintang


Secara umum alur sungai semakin ke hilir semakin melebar. Semakin ke hilir kapasitas
sungai semakin bertambah untuk mengalirkan debit dari anak-anak sungai dan catchment
area di hilir. Pada pengamatan dengan sounding yang dilakukan pada tanggal 23 Juli 2007
diketahui lebar Sungai Sesayap di Tanjung Lapang adalah sekitar 170 meter, di sekitar
Jembatan Malinau sebesar 215 m dan di depan intake lama PDAM kota sebesar 225 meter.
Pertambahan lebar sungai yang signifikan terjadi di sekitar jalan Seluwing (sedikit ke hulu
sebelum muara Sungai Sembuak). Kedua tebing sungai sebelah kiri dan kanan mengalami
erosi. Fenomena tersebut dapat disebabkan oleh masuknya debit tambahan dari Sungai
Sembuak sehingga badan Sungai Sesayap melebar untuk menambah kapasitas sungai. Selain
hal tersebut, interaksi gaya hidraulik dan proses erosi-sedimentasi di sungai juga sebagai
salah satu penyebab.
Planform sungai yang menikung mengakibatkan vektor kecepatan di permukaan mengarah
ke tebing luar disertai dengan naiknya elevasi muka air di tebing luar, sedangkan di bagian
dasar sungai vektor kecepatan menunjukkan arus menjauhi tebing karena kelebihan tekanan
hidrostatis. Mekanisme ini melahirkan arus sekunder di tebing luar.
Arus sekunder atau helical flow menggerus dasar tebing sehingga stabilitas lereng
terganggu, kemudian terjadi keruntuhan tebing. Produk runtuhan tebing di dorong oleh
helical flow ke arah tengah sungai dan terdeposisi di tengah sungai bersama-sama dengan
hasil angkutan sedimen dari hulu. Sedimentasi di tengah bentang ini dapat disebabkan oleh
landainya slope dasar sungai di sekitar Malinau atau dapat pula karena lokasinya yang dekat
dari muara sungai Sembuak . Hasil sedimentasi ini membentuk diamond bar.
Diamond bar tumbuh perlahan-lahan seiring dengan terus bertambahnya sumbangan sedimen
dari hulu. Formasi bar ini saat ini baru terlihat jika muka air sedang turun. Tumbuhnya midchannel bar memicu sungai melakukan koreksi terhadap batimetrinya untuk mempertahankan
kapasitas pengalirannya, koreksi dilakukan dalam bentuk pelebaran sungai melalui gerusan
tebing kiri dan kanan sungai. Gerusan terhadap dasar sungai kemungkinan tidak terjadi
karena diperkirakan terdapat formasi bedrock di dasar sungai. Diamond bar yang lebih besar
terlihat di lokasi sedikit ke hilir Malinau dan di hulu Tanjung Lapang. Di sekitar Tanjung
Lapang, lebar sungai tampak lebih seragam, di tebing kiri vegetasi masih cukup padat untuk
melindungi tebing dari gerusan, di tebing kanan perumahan penduduk sudah lebih
mendominasi dan tanaman asli telah berkurang sehingga lebih rawan gerusan.
Ruas Tanjung Lapang adalah bagian dari kurvatur tikungan beradius cukup besar, di lokasi ini
aliran sudah mencapai kondisi axi-simetris dimana arah dan magnitud aliran dan angkutan
sedimen telah konstan baik ditinjau melintang maupun memanjang sungai. Helical flow tidak
terjadi lagi (decay), dan gerusan yang terjadi secara setempat di tebing sebelah kanan lebih
disebabkan properties tanah.
XIV. Karakteristik Meander
Bagian hulu sungai selalu ditandai dengan kecepatan aliran yang tinggi, endapan sedimen
berukuran besar di dasar dan tepi sungai dan kemiringan dasar saluran (slope) yang besar.

Tingginya kecepatan di bagian hulu tidak terlepas dari bentuk planform sungai yang
cenderung lurus sehingga resistensi sungai terhadap arus cukup rendah. Selain itu
kemiringan/ slope dasar sungai yang curam juga menyebabkan kecepatan aliran tinggi.
Bagian ruas tengah (middlestream) hingga ke hilir (downstream) sungai umumnya berkelokkelok atau bermeander. Semakin ke hilir, kecepatan aliran semakin berkurang sehingga
ukuran sedimen yang terangkut pun semakin kecil. Dengan membentuk planform meander,
secara alamiah sungai telah meningkatkan resistensi terhadap aliran sehingga mengurangi
intensitas gerusan terhadap tebimg dan dasar sungai. Meander membuat slope dasar sungai
menjadi lebih landai dan kecepatan aliran secara umum berkurang. Terbentuknya meander
di sungai dapat dijelaskan sebagai hasil interaksi antara pola aliran, pengangkutan sedimen,
serta karakteristik sedimen di dasar sungai.
Dengan membayangkan suatu sungai berplanform lurus (straight channel), gravitasi
mendorong air mengalir kearah hilir yang besarnya berbanding lurus dengan kemiringan
dasar saluran. Saat debit mulai rendah (kondisi setelah banjir) sedimen memilih mengendap
di zona penampang sungai yang kecepatan alirannya rendah yakni di dasar tebing kiri dan
kanan .
Perlahan-lahan bar mulai tumbuh seiring dengan mengendapnya sedimen yang terangkut
dari hulu. Setelah ukuran bar cukup besar, aliran terdefleksi ke sisi yang lain dari sungai
dengan vektor kecepatan yang terkonsentrasi sehingga kapasitas angkut sedimen menjadi
tinggi di sisi tersebut dan mengakibatkan gerusan di sisi tersebut.
Kecepatan arus yang terkonsentrasi ke arah tebing mengakibatkan gaya sentrifugal (Fc) yang
kemudian mengangkat elevasi muka air. Naiknya elevasi muka air dalam arah melintang.
Pertambahan elevasi muka air menimbulkan gaya hidrostatis (Fp) yang berlawanan arah
dengan Fc. Di permukaan sungai nilai Fc lebih besar dari Fp sehingga arus mengalir searah
Fc ke arah luar, sedangkan di bagian bawah ( semakin mendekati dasar sungai nilai Fp
semakin besar), Fp lebih besar dari Fc sehingga aliran di bagian bawah bergerak ke arah
dalam. Mekanisme ini menghasilkan helical flow.
Helical flow mulai menggerus dasar tebing luar sehingga stabilitas tebing luar terganggu,
kemudian terjadi keruntuhan dan gerusan terhadap tebing luar menghasilkan planform
cekungan (concave bank). Hasil gerusan tebing terangkut ke bagian hilir cekungan dan
mengendap membentuk formasi bar yang baru tepat di ujung hilir cekungan. Adanya bar
tersebut mengakibatkan vektor kecepatan kembali terdefleksi ke arah tebing yang lain.
Kemudian mekanisme yang sama terulang lagi hingga terbentuk cekungan baru dan bar baru
kemudian alur sungai mulai tampak berkelok.
Akibat gerusan terus menerus, cekungan bermigrasi dalam arah lateral dan produk
gerusannya mengendap di sisi yang lain (lateral migration of bend) sehingga mempertegas
kelengkungan meander sungai.
Menurut Planformnya, sungai dikategorikan sebagai berikut :
Pertama, sungai lurus (straight river) yang kelengkungan (sinuosity) tikungannya kurang dari
1,5.

Kedua, sungai braided yang ditandai dengan banyaknya bar di tengah sungai sehingga
terbentuk multi-channel saat kondisi muka air rendah.
Ketiga, sungai bermeander yang mempunyai kelengkungan tikungan lebih dari 1,5.
Geometri tikungan dicirikan oleh radius, amplitudo, dan panjang gelombang tikungan
(valley wavelength). Kelengkungan (sinuosity) adalah jarak antara dua titik diukur mengikuti
alur sungai (Ls) dibagi dengan jarak lurus antara kedua titik tersebut (Lv). Sinuosity =
Ls/Lv.
About these ads

Perkuatan lereng
Filed under: Sipilian Leave a comment
July 20, 2010

3 Votes
Pengenalan perkuatan lereng dan tujuannya
Perkuatan lereng/Revetments merupakan struktur perkuatan yang ditempatkan di tebing
sungai untuk menyerap energi air yang masuk guna melindungi suatu tebing alur sungai atau
permukaan lereng tanggul terhadap erosi dan limpasan gelombang (overtopping) ke darat dan
secara kesuluruhan berperan meningkatkan stabilitas alur sungai atau tubuh tanggul yang
dilindungi.
Disamping digunakan untuk melindungi lereng sungai, revertment juga biasanya digunakan
untuk melindungi tanggul, ataupun pantai. Daerah yang dilindungi revertment adalah daratan
tepat di belakang bangunan. Permukaan bangunan yang menghadap arah datangnya
gelombang dapat berupa sisi vertikal atau miring. Bangunan ini bisa terbuat dari pasangan
batu, beton, tumpukan pipa (buis) beton, turap, kayu atau tumpukan batu ataupun beberapa
jenis revertment yang di produksi oleh pabrik. Namun yang sering di jumpai di lapangan
adalah revertment yang terbuat dari tumpukan batu dengan lapis luarnya terdiri dari batu
dengan ukuran yang lebih besar.
Faktor-faktor perkuatan lereng pada sungai
Perlindungan atau pengamanan terhadap tebing sungai dimaksudkan untuk melindungi lereng
ataupun tebing di sepanjang sungai dari perubahan-perubahan yang tidak diinginkan, seperti
erosi ataupun sedimentasi di alur pelayaran atau pelabuhan.
Secara umum, ada 2 faktor yang menyebabkan ketidakstabilan lereng, yaitu :
1. Faktor-faktor yang menyebabkan naiknya tegangan, meliputi naiknya berat unit tanah
karena pembasahan, adanya tambahan beban eksternal (bangunan), bertambahnya
kecuraman lereng kaena erosi alami atau pengalian, dan berkerjanya beban
goncangan.
2. Faktor-faktor yang menyebabkan turunnya kekuatan, meliputi adsorpsi air, kenaikan
tekanan pori, beban goncangan/beban berulang, pengaruh pembekuan atau pencairan,
hilangnya sementasi material, proses pelapukan, dan tengangan berlebihan pada
lempung yang sensitif.

Upaya yang dapat dilakukan untuk melindungi tebing sungai antara lain adalah secara
natural, alam menyediakan tumbuhan seperti pohon bakau, pohon api-api atau pohon nipah
sebagai pelindung tebing. Tumbuhan ini akan memecahkan energi gelombang dan memacu
pertumbuhan sungai. Gerakan air yang lambat diantara akar-akar pohon tersebut di atas dapat
mendukung proses pengendapan dan merupakan tempat yang baik untuk berkembang
biaknya kehidupan air, misalnya ikan.
Dan fungsi dari perkuatan lereng berkaitan dengan faktor kelemahan dari sungai yaitu:
1. Mengubah laju sedimentasi yang masuk ke daerah tebing sungai
2. Mengurangi energi gelombang yang sampai ke tepi sungai.
3. Memperkuat tebing sungai sehingga tahan terhadap gempuran gelombang. Misalnya
dengan pembuatan bangunan revetment

Klasifikasi perkuatan lereng


Perkuatan-perkuatan lereng dibangun dengan berbagai macam tujuan yang sesuai dengan
pengaman pada tebing yang diperlukan dan terhadap bahaya seperti apa yang mengancam.
Oleh karena itu, perkuatan lereng diklasifikasikan atas 3 macam menurut bagian sungai yang
dilindungi, yaitu :
a. Perkuatan lereng tanggul (levee revetment)
Perkuatan ini dibangun pada permukaan lereng tanggul dengan maksud untuk melindunginya
dari gerusan arus sungai. Konstruksi yang kuat perlu dibangun pada tanggul tanggul yang
sangat dekat dengan tebing alur sungai apabila diperkirakan terjadi pukulan air (water
hummer) yang cukup kuat dan dapat membahayakan saat permukaan air sungai mencapai
titik maksimum.
b.Perkuatan tebing sungai (low water revetment)
Perkuatan ini dibuat pada tebing alur sungai untuk melindungi tebing terhadap gerusan arus
sungai dan mencegah proses meander pada alur sungai. Pada bangunan perkuatan ini perlu
diadakan pengamanan-pengamanan karena di saat terjadinya banjir, bangunan ini akan
tenggelam seluruhnya.
c.Perkuatan lereng menerus (high water revetment)
Perkuatan lereng menerus ini dibangun pada lereng tanggul dan tebing sungai secara menerus
(pada bagian sungai yang tidak ada bantaranya).
Jenis-jenis perlindungan lereng
Berbagai macam bahan pelindung baik yang alami maupun yang buatan digunakan untuk
konstruksi untuk perlindungan lereng, ada beberapa jenis perlindungan lereng berdasarkan
bahan pelindung lereng, yaitu :

1. Gebalan rumput merupakan suatu perlindungan lereng yang umum digunakan untuk
melindungi tanggul dari hempasan air hujan agar tidak terjadi erosi atau gusuran dari
rumput.
2. Hamparan anyaman dahan willow merupakan penahan sungai yang cocok untuk
arus sungai yang tidak deras dengan kemirinagn lereng yang lebih landai dari 1:2 dari
anyaman dahan willow.
3. Hamparan anyaman berisi batu merupakan perkuatan lereng yang digunakan pada
bagian sungai yang senantiasa terjadi pukulan air tetapi arusnya tidak deras.
4. Bronjong kawat silinder merupakan batu kali yang didapat dari sungai atau batu
belah dapat ditempatkan di atas permukaan lereng yang akan dilindungi, kelebihan
dari bronjong kawat selinder adalah kekasarannya yang tinggi, fleksibel, dapat
dikerjakan dengan cepat dan cukup ekonomis terutama untuk pelindung lereng secara
darurat atau sementara.
5. Blok beton merupakan perlindungan lereng yang menghubungkan antara balokbalok beton yang berdekatan
6. Pasangan batu merupakan perlindungan lereng yang terbuat dari batu yang biayanya
paling murah daripada perlindungan lereng lainya.
7. Pasangan blok beton merupakan perlindungan lereng yang tebuat dari pasangan
blok-blok beton yang telah dibuat sebelumnya.
8. Perkerasan dengan beton merupakan perkuatan lereng dengan beton yang dicorkan
langsung pada lereng sungai yang telah disiapkan tulangannya. Dan petakan-petakan
ini dibatasi dengan beton bertulang.
Perencanaan perkuatan lereng
Perkuatan lereng yang dilakukan pada tebing sungai sangatlah penting, terutama sungai yang
memiliki karakteristik arus yang kuat atau pun yang membawa banyak bahan sedimen. Oleh
karena itu perencanaan perkuatan lereng dalam rangka pemeliharaan sungai tidak boleh
dilakukan dengan sembarangan. Jika dilakukan dengan sembarangan yang akan terjadi
hanyalah pemborosan dan perkuatan tidak berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya.
Ada beberapa hal yang penting dalam pertimbangan dan perencanaan perkuatan lereng, halhal tersebut juga merupakan tahapan yang sistematis agar perkuatan lereng ini dapat
berfungsi sebagaimana mestinya setelah dibangun.
Proses perubahan alur sungai
Proses perubahan alur sungai dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu perubahahan
menyeluruh dan perubahan setempat. Perubahan- perubahan setempat adalah gejala longsor
tebing sungai, pembentukan gosong- gosong pasir, pengendapan-pengendapan pada belokan
dalam dan gerusan pada belokan luar serta perpindahan mendadak alur sungai.

Merencanakan perbaikan sungai: yang paling utama adalah pembuatan rencana denah dan
penampang memanjang serta lintang sungai, sedemikian agar mencapai bentuk sungai yang
paling stabil.
1. Gejala meander
Gejala meander dapat menyebabkan tergogosnya kaki tanggul yang lambat laun dapat
menjebolkan tanggul dan menimbulkan malapetaka yang besar.
Agar dapat dicapai kondisi sungai yang stabil haruslah direncanakan suatu trase alur sungai
dengan belokan-belokan yang tidak terlalu tajam, dengan panjang dan amplitudo tertentu.
Selanjutnya dapat ditetapkan trase perkuatan lereng pada lereng tanggul, tebing sungai dan
lain-lain dengan segala perlengkapannnya seperti pondasi, pelindung pondasi, dan krib-krib.
2.Rencana trase perkuatan lereng
Rencana trase perkuatan lereng didasarkan pada: karakteristik sungai dan data yang tercatat
serta pangalaman di masa yang lalu
Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam tahap ini yaitu :

Untuk menetapkan metode pelaksanaan yang cocok dengan kondisi setempat, maka
diperlukan suatu investigasi yang lengkap dan teliti.

Trase perkuatan lereng supaya direncanakan dengan kurva yang sebesar mungkin.

Trase perkuatan lereng ditempatka n sedemikian rupa agar dapat menghindarkan


terjadinya pusaran-pusaran yang tidak teratur.

Trase perkuatan tebing alur sungai agar dapat ditempatkan lebih ke belakang.

Pemilihan lokasi untuk bangunan perkuatan lereng


Penempatannya sebaiknya pada bagian-bagian tebing atau tanggul yang dapat tergerus dan
bagian-bagian yang dapat terjadi pukulan air.
Pada sungai-sungai yang sempit biasanya dibangun pada seluruh bagian sungai karena
sangat sulit menentukan lokasi pukulan air di sungai-sungai yang sempit.
Pada sungai-sungai dengan penampang ganda, perkuatan lereng hanya dibuat pada tebing
alur sungai, dan pada umumnya tanpa perkuatan lereng tanggul.
Panjang perkuatan lereng
Faktor yang dominan untuk menentukan panjang perkuatan lereng adalah karakteristik
sungai dan kondisi setempat.
Panjang perkuatan lereng ditetapkan secara empiris dan haruslah diperhatikan adanya
tambahan-tambahan panjang secukupnya pada saat menetapkan panjang rencana final.

Bagian-bagian konstruksi perkuatan lereng.


1. Pelindung lereng merupakan bagian utama dari bangunan perkuatan lereng. Bagian
ini melindungi permukaan lereng tanggul atau permukaan tebing sungai terhadap
gerusan arus sungai. Pemilih konstruksi pelindung lereng harus didasarkan pada resim
sungai atau lokasinya.
2. Pondasi dan pelindung kaki adalah konstruksi yang berfungsi sebagai
landasan/tumpuan pelindung lereng, dan penempatannnya pada kaki tanggul atau kaki
tebing sungai.
3. Sambungan dibuat pada setiap jarak 20 m perkuatan lereng dan berfungsi sebagai
sambungan pemisah konstruktif dan melokalisir kemungkinan kerusakan. Jika lereng
yang dilindungi cukup tinggi, maka diadakan sambungan memanjang.
4. Konsolidasi/ hamparan pelindung ditempatkan diatas permukaan dasar sungai di
depan pondasi yang berfungsi untuk menjamin stabilitas pondasi dan melindunginya
terhadap gerusan arus sungai. Hamparan pelindung ini juga melindungi permukaan
dasar sungai terhadap gerusan arus.
Revertment dari susunan batu alam dan Revertment pabrikasi
Revertment dari Susunan Batu alam
Revertment dengan batu alam ini memiliki beberapa keunggulan, yaitu :

Biaya pembuatan lebih ekonomis jika dibangun pada daerah yang memiliki batuan

Batuan dirasakan dapat lebih tahan dan dengan mengandalkan gaya berat posisinya
dapat menetap dengan sedikit atau tanpa mempengaruhi nilai perlindungan pada
mereka.

Pengerjaan perkuatan lereng jenis ini lebih mudah dilakukan.

1. Revertment pabrikasi
a. Filter Hiddrostatis
Lapisan Permukaan Beton Filter Hidrostatis dari REVETMENT SYSTEMS
INTERNATIONAL ini merupakan penanganan erosi monolitik kuat yang terdiri dari
pembungkusan tanah berlapis ganda diisi dengan beton yang seluruhnya padat.
Proses pembentukan multi-arah khusus yang diterapkan memungkinkan lapisan-lapisan
bahan yang berbeda dibentuk bersama-sama pada pusat tertentu untuk membentuk filter
hidrostatis yang memungkinkan perlindungan lapisan untuk bernafas, mengeluarkan
tekanan hidrostatis di belakang struktur terpasang.
Lapisan Permukaan Beton FILTER HIDROSTATIS berbiaya rendah, permanen dan

merupakan alternatif utama dalam metode tradisional pengendalian erosi seperti beton castin-situ atau beton shot-in-situ, pemasangan batu, penutupan atau pelapisan dengan batu. Oleh
karena keunikan konstruksi yang dibungkus bahan ini, Lapisan Permukaan Beton FILTER
HIDROSTATIS dapat dipasang baik di atas maupun di bawah permukaan air.
Keberagaman fungsi rancangan dan pemasangan Lapisan Permukaan Beton FILTER
HIDROSTATIS membuatnya sesuai untuk berbagai proyek yang tak terbatas.
b. Flexbox

Sementara mempertahankan semua sifat sistem Lapisan permukaan Beton Filter Hidrostatis,
sistem lapisan FLEXBLOCK dirancang untuk mengakomodasi pergerakan di tanah yang
mendasari. Sifat ini benar-benar mengembangkan konsep perlindungan erosi dengan beton
lapisan tersusun. Proses pembentukan yang dipatenkan ini yang dikembangkan oleh
Revetment Systems International ini menciptakan sebuah lapisan yang terbagi menjadi panelpanel yang saling berhubungan dengan tabung grout.
Tabung-tabung tersebut memungkinkan adanya keseragaman inflasi lapisan. Setiap tabung
grout dirancang untuk berfungsi sebagai titik potong yang memungkinkan setiap panel
bergerak secara bebas sewaktu lapisan tersusun mempertahankan kelengkapan perlindungan.
Seperti halnya dengan berbagai macam sistem perlindungan yang ditawarkan oleh Revetment
Systems International, sistem FLEXBLOCK dapat dipasang baik di atas maupun di bawah
permukaan air. Sifat unik sistem FLEXBLOCK ini menawarkan solusi efektif terhadap
masalah pengendalian erosi yang memerlukan sistem perlindungan yang fleksibel dengan
biaya kompetitif.
c. Growth Matt
Produk ini telah dirancang dengan memanfaatkan efek-efek pengikatan dan kamuflase
tumbuh-tumbuhan, dengan stabilitas dan perlindungan tanggung yang dijaga melalui
gabungan jaringan yang berkelanjutan dari susunan yang dimasuki tabung grout.
Growth Matt diletakkan di atas permukaan yang ada atau yang bagian atasnya tanah dengan
grout berkekuatan tinggi. Ulir susunan antara jaringan tabung bertujuan untuk
mempertahankan tanah sebelum penanaman tumbuhan.
Jika area yang diberi benih telah terbentuk dengan sendirinya, ulir-ulir susunan dapat
membantu mengikat tanahan ke struktur jaringan, dan kemudian membentuk perisai
pelindung yang terpadu terhadap erosi. Seperti yang dijelaskan di atas, susunan tersebut dapat
diwarnai di lokasi atau di mill untuk mengkamuflasekan produk lebih lanjut.
Aplikasi produknya beragam dari pengaliran dengan garis keliling hingga saluran pengalihan,
aliran air banjir dengan kekentalan rendah, perlindungan tanggul dan pekerjaan lapangan
(batu kerikil dapat disebarkan di atas area untuk menggantikan tumbuhan).
Penggunaan grout yang efisien di seluruh sistem merupakan alternatif yang efektif dengan

harga yang menguntungkan.

Bangunan Pengendali Sedimen


Filed under: Sipilian 1 Comment
July 15, 2010

5 Votes
Usaha untuk memperlambat proses sedimentasi adalah dengan mengadakan pekerjaan teknik
sipil untuk mengendalikan gerakannya menuju bagian sungai di sebelah hilir. Pekerjaan
teknik sipil tersebut berupa pembangunan bendung penahan (check dam), kantong lahar,
bendung pengatur (sabo dam), bendung konsolidasi serta pekerjaan normalisasi alur sungai
dan pengendalian erosi di lereng-lereng pegunungan.
1. Bendung Penahan (check dam)
Bendung-bendung penahan dibangun di sebelah hulu yang berfungsi memperlambat gerakan
dan berangsur-angsur mengurangi volume banjir lahar. Untuk menghadapi gaya-gaya yang
terdapat pada banjir lahar maka diperlukan bendung penahan yang cukup kuat. Selain itu
untuk menampung benturan batu-batu besar, maka mercu dan sayap bendung harus dibuat
dari beton atau pasangan yang cukup tebal dan dianjurkan sama dengan diameter maksimum
batu-batu yang diperkirakan akan melintasi. Sangat sering runtuhnya bendung penahan
disebabkan adanya kelemahan pada sambungan konstruksinya, oleh sebab ini sambungansambungan harus dikerjakan dengan sebaik-baiknya.
Walaupun terdapat sedikit perbedaan perilaku gerakan sedimen, tetapi metode pembuatan
desain untuk pengendaliannya hampir sama, kecuali perbedaan pada konstruksi sayap mercu
serta ukuran pelimpah dan bahan tubuh bendung. Untuk bendung pengendali gerakan
sedimen secara fluvial yang bahannya berbutir halus, mercunya dapat dibuat lebih tipis.
Bahan untuk tubuh beton selain beton dan pasangan batu dapat juga dari kayu, bronjong
kawat, atau tumpukan batu. Sedangkan untuk bendung penahan gerakan massa biasanya
digunakan beton dan pasangan batu. Tipe bendung yang dipakai adalah tipe gravitasi yang
lebih rendah dari 15 m.
1. Bendung Pengatur (sabo dam)
Di samping dapat pula menahan sebagian gerakan sedimen, fungsi utama bendung pengatur
adalah untuk mengatur jumlah sedimen yang bergerak secara fluvial dalam kepekatan yang
tinggi, sehingga jumlah sedimen yang meluap ke hilir tidak berlebihan. Dengan demikian
besarnya sedimen yang masuk akan seimbang dengan kemampuan daya angkut aliran air
sungainya, sehingga sedimentasi pada daerah kipas pengendapan dapat dihindarkan.

Pada sungai-sungai yang diperkirakan tidak akan terjadi banjir lahar, tetapi banyak
menghanyutkan sedimen dalam bentuk gerakan fluvial, maka bendung-bendung pengatur
dibangun berderet-deret di sebelah hulu daerah kipas pengendapan. Untuk sungai-sungai
yang berpotensi banjir lahar, maka bendung-bendung ini dibangun di antara lokasi sistem
pengendalian lahar dan daerah kipas pengendapan.
Jika tanah pondasi terdiri dari batuan yang lunak, maka gerusan tersebut dapat dicegah
dengan pembuatan bendung anakan (sub dam). Kadang-kadang sebuah bendung memerlukan
beberapa buah sub-dam, sehingga dapat dicapai kelandaian yang stabil pada dasar alur sungai
di hilirnya. Stabilitas dasar alur sungai tersebut dapat diketahui dari ukuran butiran sedimen,
debit sungai dan daya angkut sedimen, kemudian barulah jumlah sub-dam dapat ditetapkan.
Selanjutnya harus pula diketahui kedalaman gerusan di saat terjadi banjir besar dan
menetapkan jumlah sub-dam yang diperlukan, agar dapat dihindarkan terjadinya keruntuhan
bendung-bendung secara beruntun.
Penentuan tempat kedudukan bendung, biasanya didasarkan pada tujuan pembangunannya
sebagaimana tertera di bawah ini:

Untuk tujuan pencegahan terjadinya sedimentasi yang mendadak dengan jurnlah yang
sangat besar yang dapat timbul akibat terjadinya tanah longsor, sedimen luruh, banjir lahar
dan lain-lain maka tempat kedudukan bendung haruslah diusahakan pada lokasi di sebelah
hilir dari daerah sumber sedimen yang labil tersebut, yaitu pada alur sungai yang dalam, agar
dasar sungai naik dengan adanya bendung tersebut

Untuk tujuan pencegahan terjadinya penurunan dasar sungai, tempat kedudukan


bendung haruslah sebelah hilir dari diusahakan penempatannya di ruas sungai tersebut.
Apabila ruas sungai tersebut cukup panjang, maka diperlukan beberapa buah bendung yang
dibangun secara berurutan membentuk terap-terap sedemikian, sehingga pondasi bendung
yang lebih hulu dapat tertimbun oleh tumpukan sedimen yang tertahan oleh bendung di
hilirnya.

Untuk tujuan memperoleh kapasitas tampung yang besar, maka tempat kedudukan
bendung supaya diusahakan pada lokasi di sebelah hilir ruas sungai yang lebar sehingga
dapat terbentuk semacam kantong. Kadang-kadang bendung ditempatkan pada sungai utama
di sebelah hilir muara anak-anak sungai yang biasanya berupa sungai arus deras (torrent)
dapat berfungsi sebagai bendung untuk penahan sedimen baik dari sungai utama maupun dari
anak-anak sungainya.
1. Bendung Konsolidasi
Peningkatan agradasi dasar sungai di daerah kipas pengendapan dapat dikendalikan dan
dengan demikian alur sungai di daerah ini tidak mudah berpindah-pindah. Guna lebih
memantapkan serta mencegah terjadinya degradasi alur sungai di daerah kipas pengendapan
ini, maka dibangun bendung-bendung konsolidasi (consolidation dam). Jadi bendung
konsolidasi tidak berfungsi untuk menahan atau menampung sedimen yang berlebihan.
Apabila elevasi dasar sungai telah dimanfaatkan oleh adanya bendung-bendung konsolidasi,
maka degradasi dasar sungai yang diakibatkan oleh gerusan dapat dicegah. Dengan demikian
dapat dicegah pula keruntuhan bangunan perkuatan lereng yang ada pada bagian sungai

tersebut. Selanjutnya bendung-bendung konsolidasi dapat pula mengekang pergeseran alur


sungai dan dapat mencegah terjadinya gosong pasir.
Tempat kedudukan bendung konsolidasi ditentukan berdasarkan tujuan pembuatannya
dengan persyaratan sebagai berikut:

Untuk tujuan pencegahan degradasi dasar sungai, bendung-bendung konsolidasi


ditempatkan pada ruas sungai yang dasarnya selalu menurun. Jarak antara masing-masing
bendung didasarkan pertimbangan kemiringan sungai yang stabil.

Apabila terdapat anak sungai, mesti dipertimbangkan penempatan bendung-bendung


konsolidasi pada lokasi yang terletak di sebelah hilir muara anak sungai tersebut.

Untuk tujuan pencegahan gerusan pada lapisan tanah pondasi suatu bangunan sungai,
bendung-bendung konsolidasi ditempatkan di sebelah hilir bangunan tersebut.

Untuk menghindarkan tergerus dan jebolnya tanggul pada sungai-sungai arus deras
serta mencegah keruntuhan lereng dan tanah longsor, bendung-bendung konsolidasi
ditempatkan langsung pada kaki-kaki tanggul, kaki lereng dan kaki tebing bukit yang akan
diamankan.

Apabila pembangunan sederetan bendung-bendung konsolidasi dikombinasikan


dengan perkuatan tebing, jarak antara masing-masing bendung yang berdekatan supaya
diarnbil 1,5 2,0 kali lebar sungai
1. Kantong Lahar
Bahan-bahan endapan hasil letusan gunung berapi atau hasil pelapukan batuan lapisan atas
permukaan tanah yang oleh pengaruh air hujan bergerak turun dari lereng-lereng gunung
berapi atau pegunungan memasuki bagian hulu alur sungai arus deras. Oleh aliran air sungai
arus deras ini bahan-bahan endapan ini bergerak turun baik secara massa maupun secara
fluvial dengan konsentrasi yang tinggi memasuki bagian sungai di sebelah hilirnya.
Suplai sedimen yang berlebihan akan menimbulkan penyempitan penampang sungai dan
kapasitas alirannya akan mengecil. Di waktu banjir, maka aliran banjir yang melalui ruas-ruas
yang sempit akan meluap dan menyebabkan terjadinya banjir yang merugikan.
Salah satu usaha yang dilaksanakan dalam rangka mengurangi suplai sedimen ini adalah
menampungnya baik untuk selama mungkin atau untuk sementara pada ruangan-ruangan
yang dibangun khusus yang disebut kantong lahar. Dalam rangka pengendalian banjir lahar,
kantong lahar ini merupakan salah satu komponen sistem pengendalian banjir lahar. Di saat
terjadinya banjir lahar, bahan-bahan yang berukuran besar diharapkan dapat tertahan pada
deretan bendung penahan, sedangkan kantong-kantong lahar diharapkan dapat berfungsi
menahan dan menampung bahan-bahan berbutir lebih halus (pasir dan kerikil), Dengan
demikian suplai sedimen ke bagian hilirnya akan dapat dikurangi, hingga pada tingkat yang
seimbang dengan kemampuan daya angkut aliran sungai sampai muaranya.
Selanjutnya pada daerah gunung berapi yang masih aktif, suplai sedimen akan berlangsung
secara terus-menerus tanpa berakhir. Dalam keadaan demikian deretan bendung-bendung
penahan dan bendung-bendung pengatur tidak akan mampu menampung suplai sedimen yang

terus-menerus tanpa berakhir, maka kantong-kantong lahar akan sangat berperanan guna
menahan masuknya sedimen yang berlebihan ke dalam alur sungai, khususnya ke dalam alur
sungai-sungai di daerah kipas pengendapan. Guna meningkatkan fungsi kantong-kantong
lahar biasanya diusahakan supaya kantong senantiasa dalam keadaan kosong, yaitu menggali
endapan yang sudah masuk ke dalamnya. Hasil galiannya biasanya dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bangunan, yang kualitasnya cukup baik , Pada gunung berapi yang masih aktif
dengan periode letusan yang panjang, diperlukan adanya kantong yang cukup besar, jika
perlu dengan membebaskan tanah-tanah yang akan digunakan sebagai kantong secara
permanen. Pada saat aliran lahar terhenti dan sambil menunggu periode letusan selanjutnya,
kantong dapat dimanfaatkan untuk berbagai usaha pertanian.

Pertemuan Sungai
Filed under: Sipilian Leave a comment
July 20, 2010

Rate This
Sungai merupakan aliran air permukaan yang mengalir ke tempat yang lebih rendah,
jumlahnya tergantung dari tinggi muka air, luas catchment area, perkolasi, infiltrasi dan
besarnya curah hujan. Pada satu catchment area terdiri dari induk sungai dan anak sungai.
Pertemuan antara dua aliran disebut junction, pertemuan dua junction merupakan river
stretch.
Pada river stretch banyaknya air mengalir sama dengan air yang berasal dari hulu dan air
yang berasal dari surface run off dan ground water drainage yang ditambahkan pada stream
sepanjang sungai. Pada pendidikan Teknik Sipil, fenomena tentang pertemuan sungai, baik
junction maupun river stretch perlu dibahas yang mencakup kajian hidraulik pertemuan
saluran, fenomena yang terjadi, dan kasus lainnya.
1. Sekilas Tentang Sungai dan Pertemuan Sungai
a. Sungai
Sungai merupakan aliran air permukaan yang mengalir ke tempat yang lebih rendah,
jumlahnya tergantung dari tinggi muka air, luas catchment area, perkolasi, infiltrasi dan
besarnya curah hujan.
Sungai dapat kita bagi menjadi beberapa jenis berdasarkan pembentukannya, yaitu :
1. Sungai Hujan
Sungai hujan adalah sungai yang sumber airnya berasal dari air hujan yang berkumpul
membuat suatu aliran besar. Sungai-sungai yang ada di Indonesia umumnya adalah
termasuk ke dalam jenis sungai hujan.
2. Sungai Gletser
Sungai gletser adalah sungai yang sumber airnya berasal dari salju yang mencair berkumpul
menjadi kumpulan air besar yang mengalir. Sungai membramo / memberamo di daerah papua
/ irian jaya adalah salah satu contoh dari sungai gletser yang ada di Indonesia.
3. Sungai Campuran
Sungai campuran adalah sungai di mana air sungai itu adalah pencampuran antara air hujan

dengan air salju yang mencair. Contoh sungai campuran adalah sungai digul di pulau papua /
irian jaya.
Perilaku Sungai
Sungai yang mengalirkan alirannya secara terus-menerus akan menggerus tanah dasarnya
sepanjang masa yang akan mengakibatkan terbentuknya lembah-lembah sungai. Karena di
daerah pegunungan kemiringan sungai curam, gaya tarik alirannya cukup besar, setelah aliran
sungai mencapai daratan gaya tariknya akan menurun. Dengan demikian beban yang terdapat
dalam arus sungai berangsur-angsur diendapkan, sehingga butiran sedimen yang mengendap
dibagian hulu sungai lebih besar dari pada dibagian hilirnya. Fenomena ini mengakibatkan
terjadinya kemiringan sungai dari pegunungan (hulu) sampai memasuki dataran yang lebih
landai. Pada lokasi landai, terjadi proses pengendapan yang sangat intensif yang
menyebabkan mudah berpindahnya alur sungai dan terbentuk kipas pengendapan. Sungai
bertambah lebar dan dangkal erosi dasar sungai tidak lagi terjadi. pada daerah ini alur sungai
tidak lagi stabil, apabila alur sungai membelok, terjadilah erosi pada tebing belokan luar
secara intensif.
b. Pertemuan sungai
Pada satu catchment area terdiri dari induk sungai dan anak sungai. Pertemuan antara dua
aliran disebut junction, pertemuan dua junction merupakan river stretch. Lokasi anak sungai
dalam suatu daerah pengaliran ditentukan oleh keadaan daerahnya. Ada sungai mempunyai
dua anak sungai yang mengalir bersama-sama dan bertemu setelah mendekati muara yang
disebut sungai tipe sejajar. Sebaliknya ada pula sungai-sungai yang anak-anak sungainya
mengalir menuju suatu titik pusat yang disebut dengan tipe kipas. Pada river stretch
banyaknya air mengalir sama dengan air yang berasal dari hulu dan air yang berasal dari
surface run off dan ground water drainage yang ditambahkan pada stream sepanjang sungai.
2. Kajian Hidraulik Pertemuan Saluran
Debit atau laju volume aliran sungai umumnya dinyatakan dalam satuan volum per satuan
waktu, dan diukur pada suatu titik atau outlet yang terletak pada alur sungai yang akan
diukur. Besar debit atau aliran sungai diperoleh dari hasil pengukuran kecepatan aliran yang
melalui suatu luasan penampang basah. Metode pengukuran debit ini dikenal dengan istilah
metode kecepatan-luas (velocity-area method).
Bentuk persamaan ini dapat diekspresikan sebagai berikut:
Q = Av
di mana:
Q = laju volume aliran (cfs atau m3/detik)
A = luas penampang melintang alur sungai (m2)
v = kecepatan rata-rata pada penampang melintang alur sungai (ft/sec atau m/detik)
Kecepatan aliran tersebut dapat diukur secara manual ataupun dengan alat current meter.
Pengukuran kecepatan aliran sungai dengan current meter umumnya harus memperhatikan
karakteristik alur sungai terutama lebar dan dalamnya alur.

Data debit sungai dengan menggunakan hasil pengukuran luas penampang basah dan
kecepatan aliran umumnya telah direkap dan diformulasikan dalam suatu persamaan dan
kurva tinggi muka air-debit aliran sungai atau lebih dikenal dengan istilah stage-discharge
rating cuve yang senantiasa dikoreksi untuk setiap kurun waktu atau peristiwa tertentu.
Berdasarkan persamaan atau kurva tersebut maka pengukuran di lapangan hanya mencakup
tinggi muka air sungai tiap waktu (stage-hydrograph). Penggabungan dan analisis kedua
kurva tersebut akan menghasilkan kurva hidrograf aliran (discharge hydrograph) yang sangat
bermanfaat dalam analisis hidrologi lebih lanjut. Namun, umumnya data debit hasil
pengukuran hanya terdapat pada DAS besar sehingga untuk analisis pada DAS kecil sering
kali kesulitan. Untuk mengatasinya maka dikembangkan metode prediksi limpasan dan aliran
sungai yang identik atau pengembangan lebih jauh dari analisis debit.
Untuk daerah pertemuan sungai, secara hidrolika berlaku hokum kontinuitas:

Q=Q1+Q2

Menurut persamaan kontinuitas, maka:


Q1+Q2=Q
A1.v1 + A2.v2 = A.v
1. 3. Klasifikasi Sungai Berdasarkan Pertemuan Sungai
2. a. Klasifikasi Menurut Kern (1994)
Adalah klasifikasi berdasarkan orde sungai, misalnya sungai paling kecil di hulu dalam suatu
DAS disebut sungai orde 1. Pertemuan sungai orde 1 menghasilkan sungai orde 2,
selanjutnya pertemuan antara sungai orde 2 menghasilkan sungai orde 3, dan seterusnya.
Sementara pertemuan antara sungai dengan orde yang berbeda tidak menghasilkan orde
sungai berikutnya, namun tetap menjadi sungai orde terbesar dari kedua sungai yang bertemu
tersebut. Klasifikasi ini tidak selalu dikaitkan dengan besar-kecilnya, lebar-sempitnya, atau
dalam-dangkalnya suatu sungai.
b. Metode Strahler (1975)
Orde sungai adalah nomor urut setiap segmen sungai terhadap sungai induknya. Metode
penentuan orde sungai yang banyak digunakan adalah Strahler. Sungai orde 1 menurut
Starhler adalah anak-anak sungai yang letaknya paling ujung dan dianggap sebagai sumber
mata air pertama dari anak sungai tersebut. Segmen sungai sebagai hasil pertemuan dari orde

yang setingkat adalah orde 2, dan segmen sungai sebagai hasil pertemuan dari dua orde
sungai yang tidak setingkat adalah orde sungai yang lebih tinggi.
Metode Horton, Shreve, dan Scheideger.
Panjang sungai utama sebagai morfometri ketiga dalam kajian ini akan menunjukkan besar
atau kecilnya suatu DAS serta kemiringan sungai utama yang lebih-kurang identik dengan
kemiringan DAS. Kemiringan sungai utama akan berpengaruh terhadap kecepatan aliran,
maksudnya semakin tinggi kemiringan sungai utama maka semakin cepat aliran air di saluran
untuk mencapai outlet atau waktu konsentrasinya semakin pendek.
Sungai utama beserta anak-anak sungainya membentuk pola aliran tertentu. Jumlah panjang
seluruh alur sungai dibagi dengan luas DAS disebut kerapatan drainase. Menurut Linsley
(1982 dalam Tikno, 1996) menyatakan bahwa kerapatan drainase atau drainage density
mempunyai hubungan dengan tingkat penggenangan. Nilai kerapatan kurang dari 1
menunjukkan bahwa DAS tersebut sering tergenang atau drainasenya buruk, sedangkan
kerapatan drainase 1 5 mengindikasikan bahwa DAS tersebut tidak pernah tergenang atau
drainsenya baik.
c. Klasifikasi Menurut Leopold et al. (1964)
Leopold et al. (1964) mengklasifikasikan sungai kecil dan sungai atau sungai besar
berdasarkan lebar sungai, tinggi sungai, kecepatan aliran sungai, dan debit sungai. Ini terlihat
jika lebar sungai cukup besar tapi debit air kecil maka sungai tersebut merupakan sungai
kecil. Sedangkan sebaliknya jika lebar sungai tidak terlalu besar namun debitnya besar maka
biasanya disebut sebagai sungai atau sungai besar, karena kedalaman maupun kecepatan
aliran sungai tersebut besar. Untuk penggunaan di Indonesia, dimana ditemukan jenis sungai
dengan berbagai variasi lebar dan kedalaman serta debit alirannya, maka klasifikasi menurut
Leopold et al. (1964) ini sangat cocok.
4. Fenomena Pertemuan Air Sungai
Adapun hal-hal yang dapat kita ketahui dari pertemuan sungai ini antara lain yaitu :
1. Adanya pencampuran air sejenis,
2. Kondisi air tidak tercampur, karena perbedaan suhu, salinitas, kandungan sedimen,
ataupun bahan terlarut,
3. Pertambahan debit,
Dengan perhitungan debit dan skema matematik pertambahan debit pada pertemuan sungai,
dengan metode ODonnel dan Muskingum-Cunge ODonnel (1985), ODonnel (1985)
menganggap bahwa jika ada aliran lateral yang masuk sebesar aI, pada penelusuran banjir
sungai, pertambahan aliran lateral tersebut dapat langsung dijumlahkan pada aliran masukan
(I), sehingga alirannya menjadi I(1+ a).
IS hi i = IS hu i + IAS i

dengan Ihi I = debit aliran sungai di hilir pertemuan sungai pada waktu ke i, Ihu I = debit
aliran sungai di hulu pertemuan sungai pada waktu ke i, dan IAs I = debit aliran anak sungai
yang masuk ke sungai pada waktu ke i. Rumus-rumus yang digunakan dalam penelusuran
sama dengan penelusuran banjir cara Muskingum-Cunge pada suatu penggal sungai. Metode
ini memasukkan parameter kecepatan aliran untuk setiap debit yang ditelusur. Penerapan
metode ini pada DAS Goseng memberikan hasil yang cukup baik
4. Peningkatan pencemaran air, karena kualitas air yang berubah.
Hal ini bisa terjadi kerena anak-anak sungai yang bertemu dengan sungai induk berada di
kawasan industri dan membawa limbah-limbah industri.

Anda mungkin juga menyukai