Anda di halaman 1dari 3

Minggu Kelabu

Minggu pagi kelabu


Kuberjalan tiada tentu
Angin sejuk menerpa rambutku
Baawa aku ketepi jalan itu
Bus berhenti tepat didepanku
Ku melangkah naik, lalu duduk dibangku
Kubuka jendela kaca
Pandanganku lempar keluar sana
Mataku terbelalak
Saat melihat balihonya
Ya, itu dia
Dia yang membuatku seperti ini
Dia yang menghancuurkan hidupku
Dia yang porak-porandakan keluargaku
Karena dia kami miskin
Karen adia kami melarat
Ku gapai wajahnya
Kucakar dia dengan kuku-kukuku
Hahahahaha
Aku ketawa penuh kepuasan

Abdullah Bin Ubay


Berkali-kali al-Quran menunjuk orang ini sebagai sosok kontroversi dalam tutur kata
dan perbuatannya yang merugikan Islam dan kaum Muslimin. Hampir setiap ada
fitnah yang menimpa kaum Muslimin di Madinah selalu ada peran Abdullah bin Ubay
sebagai provokatornya, bahkan peristiwa haditsul ifki (berita palsu) yang menimpa

Ummul Mukminin Aisyah ra al Quran mengisyaratkan Abdullah bin Ubay sebagai


pembesar yang mengendalikannya.
Muhith Muhammad Ishaq
Hingga tahun ke sembilan Hijriyah, sepulang Rasulullah saw dari perang Tabuk, di
akhir bulan Syawwal Abdullah bin Ubay menderita sakit. Mendengar Abdullah bin Ubay
sakit, Rasulullah saw menyempatkan diri untuk membesuknya. Usamah bin Zaid
bercerita: Saya bersama Rasulullah saw mengunjungi Abdullah bin Ubay yang sedang
sakit untuk membesuknya. Rasulullah saw mengingatkan Abdullah bin Ubay
Bukankah saya sudah melarang kamu dari dahulu agar tidak mencintai orang-orang
Yahudi? Abdullah bin Ubay menjawab sekenanya, Dulu Sad bin Zurarah membenci
orang-orang Yahudi, kemudian Sad bin Zurarah mati.
Rasulullah saw tidak kehilangan sisi kemanusiaan yang bermartabat meskipun kepada
orang yang sering Rasulullah ketahui dari Allah SWT sebagai pembuat masalah dan
fitnah di dalam barisan kaum Muslimin. Secara zahir Abdullah bin Ubay menunjukkan
dirinya sebagai seorang Muslim, maka ia berhak mendapatkan hak keIslaman itu
dengan dibesuk ketika sakit.
Pada bulan kerikutnya, bulan Dzulqadah Abdullah bin Ubay wafat. Anak lelaki
Abdullah bi Ubay, yang bernama Abdullah bin Abdullah bin Ubay datang menemui
Rasulullah saw, meminta salah satu kain Rasulullah saw untuk dijadikan sebagai kafan
bagi Abdullah bin Ubay, ayahnya. Dan Rasulullah saw mengabulkan permintaan itu dan
memberikan kainnya kepada Abdullah bin Abdullah bin Ubay untuk menjadi kafan bagi
jenazah ayahnya.
Kemudian Abdullah bin Abdullah juga meminta agar Rasulullah saw berkenan datang
menshalatkannya. Maka Rasulullah saw datang untuk menshalatkan jenazah itu. Ketika
Rasulullah saw berdiri hendak menshalatkannya, Umar bin Khaththab menarik baju
Rasulullah saw dari belakang dan berkata: Wahai Rasulullah, Engkau akan
menshalatkannya? Bukankah Allah melarangmu untuk menshalatkannya?
Rasulullah saw menjawab: Sesungguhnya Allah SWT memberikan kepadaku dua
pilihan kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun
bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka
tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan kepada mereka.
Yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (QS at-Taubah:80) Dan saya akan
menambahnya lebih dari tujuh puluh kali.
Umar berkata: Sesungguhnya dia itu orang munafiq. Setelah Rasulullah saw
menshalatkannya, barulah turun ayat: Dan janganlah kamu sekali-kali
menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah
kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada
Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam Keadaan fasik. (QS. At-Taubah:84)

Rasulullah saw menshalatkannya ketika itu karena memperlakukannya secara zahir,


yaitu pengakuan Abdullah bin Ubay bahwa ia seorang Muslim. Dan Islam mengajarkan
ummatnya untuk memperlakukan manusia sesuai dengan kondisi zahirnya, urusan hati
dan batinnya adalah kewenangan Allah SWT.
Bisa juga dimaknai bahwa Rasulullah saw menshalatkan Abdullah bin Ubay tokoh
munafiq itu- untuk menghormati anaknya Abdullah bin Abdullah bin Ubay- yang
merupakan salah satu sahabat mulia. Sedangkan pemberian kain Rasulullah saw
sebagai kain kafan Abdullah bin Ubay bisa difahami sebagai pembuktian karakter
Rasulullah saw yang tidak pernah menolak permintaan siapapun selama Rasulullah saw
memilikinya. Bisa juga difahami bahwa Rasulullah saw tidak pernah melupakan
kebaikan Abdullah bin Ubay tokoh munafiq itu- di samping keburukannya yang tidak
terhitung.
Bagi Abdullah bin Abdullah bin Ubay kematian ayahnya itu menjadi salah satu bukti
bahwa berbakti kepada orang tua tetap dilakukan oleh seorang anak, meskipun ia tahu
bahwa ayahnya bergelimang dosa dan berlumur maksiat. Selama orang tua itu tidak
menyuruhnya berbuat maksiat atau melarangnya beramal shalih.

Anda mungkin juga menyukai