d. Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika
dengan adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit
keganasan lainnya pada tubuh seperti kanker payudara.
e. Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi.
f. Telah berulang kali mengalami operasi caesar.
g. Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung
organik dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru aktif,
toksemia gravidarum yang berat.
h. Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang disertai
komplikasi vaskuler, hipertiroid, dan lain-lain.
i. Epilepsi, sklerosis yang luas dan berat.
j. Hiperemesis gravidarum yang berat, dan chorea gravidarum.
k. Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus
seperti ini, sebelum melakukan tindakan abortus harus dikonsultasikan dengan
psikiater.
Berdasarkan alasan kriminalitas, hal ini terjadi karena kehadiran janin tidak
diharapkan dan dikawatirkan dapat membawa rasa malu bagi sang calon oarng tua, ada
beberapa alasan yang menyebabkan hal ini terjadi:
a. Alasan kesehatan, di mana ibu tidak cukup sehat untuk hamil.
b. Alasan psikososial, di mana ibu sendiri sudah enggan/tidak mau untuk punya anak
lagi.
c. Kehamilan di luar nikah.
d. Masalah ekonomi, menambah anak berarti akan menambah beban ekonomi
keluarga.
e. Masalah sosial, misalnya khawatir adanya penyakit turunan, janin cacat.
f. Kehamilan yang terjadi akibat perkosaan atau akibat incest (hubungan antar
keluarga).
Selain itu tidak bisa dilupakan juga bahwa kegagalan kontrasepsi juga termasuk
tindakan kehamilan yang tidak diinginkan.
Biasanya aborsi kriminalis dilakukan oleh :
a. Wanita bersangkutan.
b. Dokter atau tenaga medis lain (demi keuntungan atau demi rasa simpati).
c. Orang lain yang bukan tenaga medis (misalnya dukun).
2.2 Tindak Aborsi di Pandang dari Segi Agama
2.2.1
Medisinalis/Artificialis/Therapeuticus)
adalah
atau
al-Ijraami
(Abortus
Melihat klasifikasi yang ada di atas, dapat dilihat bahwa jenis pertama tidak
masuk dalam kemampuan dan kehendak manusia, sehingga tentunya masuk
dalam firman Allah Taala:
Allah
tidak
membebani
seseorang
melainkan
sesuai
dengan
jiwa
sang
ibu;
dalam
keadaan
tidak
mungkin
bisa
karena syariat Islam dalam keadaan seperti itu memerintahkan untuk melanggar
salah satu madharat yang teringan. Apabila tidak ada di sana solusi lain kecuali
menggugurkan janin untuk menjaga hidup sang ibu. [Al-Ijhadh wa NazharatulIslam Ilaihi -makalah yang disusun Ahmad al-Ghazali dan diajukan kepada
muktamar ar-Ribath yang diadakan dari tanggal 24-29/11/1972 M] Wallahu
alam.
Permasalahan yang penting dalam pembahasan ini adalah hukum aborsi
jenis ketiga, yaitu Al-Ijhadh al-Ijtima-i yang dinamakan juga al-Ijhadh al-Jina-i
atau al-Ijrami (Abortus Provokatus Kriminalis). Hukum aborsi jenis ini telah
dimaklumi bahwa janin mengalami fase-fase pembentukan sebelum menjadi janin
yang sempurna dan lahir menjadi bayi. Di antara pembeda yang banyak dilihat
para ahli fikih yang berbicara dalam hal ini adalah adanya ruh dalam janin
tersebut. Dengan dasar ini maka hukum aborsi dapat diklasifikasikan secara
umum menjadi dua:
1. Aborsi sebelum ditiupkan ruh
Melihat pendapat para Ulama fikih dari berbagai madzhab, dapat
disimpulkan bahwa pendapat mereka dalam masalah ini menjadi 3 kelompok:
a. Kelompok yang membolehkan aborsi sebelum ditiup ruh pada janin. Ini
pendapat minoritas Ulama madzhab Syafiiyah, Hambaliyah, dan
Hanafiyah.
b. Kelompok yang membolehkan aborsi sebelum dimulai pembentukan
bentuk janin yaitu sebelum empat puluh hari pertama. Ini pendapat
mayoritas mazhab Hanafiyah, Syafiiyah, dan Hambaliyah. Pendapat ini
dirajihkan Syaikh Ali Thanthawi rahimahullah.
c. Kelompok yang mengharamkan aborsi sejak terjadinya pembuahan dalam
rahim. Ini pendapat yang rajih dalam madzhab Malikiyah, pendapat Imam
al-Ghazali, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnu Rajab al-Hambali dan
Ibnu al-Jauzi. Juga pendapat madzhab Zhahiriyah.
Pendapat inilah yang dirajihkan mayoritas Ulama kontemporer dewasa ini,
karena adanya pelanggaran terhadap hak janin untuk hidup dan juga hak
masyarakat. DR. Wahbah az-Zuhaili menjelaskan hal ini dengan menyatakan:
Para Ulama sepakat mengharamkan aborsi tanpa udzur setelah bulan
keempat, yaitu setelah berlalu seratus dua puluh hari dari permulaan
kehamilan. Mereka juga sepakat menganggap ini sebagai kejahatan yang
menyebabkan adanya diyat, karena ada upaya menghilangkan jiwa dan
pembunuhan. Kami juga merajihkan larangan aborsi sejak awal kehamilan,
karena adanya kehidupan dan permulaan pembentukan janin; kecuali karena
keadaan darurat seperti terkena penyakit akut/parah contohnya kelumpuhan
atau kanker. Kami condong sepakat dengan pendapat Imam al-Ghazali
rahimahullah yang menganggap aborsi, walaupun dilakukan di hari pertama
kehamilan adalah seperti mengubur janin hidup-hidup (al-Wadu) yang
merupakan kejahatan terhadap sesuatu yang ada. [Al-Fikhul-Islami wa
Adilatuhu 3/556-557]
Sedangkan Syaikh Ahmad Sahnun seorang Ulama dari Maroko menyatakan:
Aborsi adalah perbuatan tercela dan kejahatan besar yang dilarang dalam
Islam. Juga diingkari jiwa kemanusiaan dan jiwa-jiwa yang mulia
menolaknya. Sebab hal itu adalah pembunuhan jiwa yang Allah Taala
haramkan, perubahan ciptaan Allah Taala dan menentang takdir/kehendak
Allah Taaka. Islam telah melarang membunuh jiwa seperti dalam firman
Allah Taala:
Dan
janganlah
kamu
membunuh
jiwa
yang
diharamkan
Allah
(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. [QS. alIsra'/17:33] sebagaimana juga melarang sikap merubah ciptaan Allah Taala
dalam firman-Nya:
Dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar
mereka merubahnya. [QS. an-Nisaa'/4:119]
Aborsi mirip dengan al-Wadu (mengubur anak hidup-hidup) yang
dahulu pernah dilakukan di zaman Jahiliyah, bahkan tidak lebih kecil
kejahatannya. Islam sangat mengingkari hal ini sebagaimana firman-Nya:
Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya. [QS.
at-Takwir/81: 8]
Inilah pendapat yang dirajihkan Umar bin Ibrahim Ghanim dalam
kitabnya Ahkamul-Janin: Sudah pasti pendapat kelompok yang melarang
aborsi sejak pembuahan adalah yang lebih dekat kepada kebenaran dan sesuai
dengan ruh Islam. Ruh Islam yang memerintahkan untuk melindungi dan
mnjaga keturunan; juga menghalangi kesempatan pengekor hawa dan nafsu
syahwat yang ingin mengambil kesempatan untuk merealisasikan tujuan dan
keinginan mereka untuk melemahkan keturunan kaum Muslimin. Demikian
juga fatwa larangan ini termasuk saddu adz-Dzariat yang sangat bersesuaian
dengan ruh syariat Islam yang mulia.
2. Aborsi setelah ditiupkan ruh pada janin (setelah empat bulan)
Telah dijelaskan bahwa ada perbedaan pendapat di antara para ulama
dalam hukum aborsi sebelum peniupan ruh pada janin. Sedangkan setelah
peniupan ruh, para ahli fikih sepakat bahwa janin telah menjadi manusia dan
kemuliaan, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Taala: