Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Stabilisasi Tanah
Stabilisasi merupakan proses perbaikan terhadap kondisi tanah yang mempunya sifat fisik
kurang baik atau mempunyai daya dukung lemah. Menurut Bowles 1991, dalam Hardiyatmo
H.C, 2010, bahwa apabila tanah yang akan digunakan dalam pelaksanaan suatu kontruksi
dilapangan mempunyai kondisi yang sangat lepas atau mudah tertekan, sehingga tidak
mendukung persyaratan pembangunan suatu kontruksi, maka tanah tersebut harus distabilisasi.
Menurut Bowles 1991, dalam Hardiyatmo H.C, 2010, tujuan dari dilakukannya stabilisasi tanah
adalah:
1. Meningkatkan kerapatan tanah
2. Menambah material yang tidak aktif sehingga meningkatkan kohesi dan tahan gesek yang
3.
4.
5.
6.

timbul.
Menambah bahan untuk menyebabkan perubahan-perubahan kimiawi dan fisis pada tanah
Menurunkan muka air tanah (drainase tanah)
Mengganti tanah yang buruk
Mengurangi permeabilitas.
Dalam proses pelaksanaan stabilisasi terhadap tanah, biasa dilakukan dengan beberapa

metode, antara lain adalah sebagai berikut:


1. Stabilisasi Mekanis
Stabilisasi mekanis adalah penambahan kekuatan daya dukung tanah dengan jalan
mengatur gradasi tanah yang dimaksud. Tujuan stabilisasi ini adalah untuk mendapatkan tanah
yang berdaya dukung baik. Metode ini biasa digunakan tanah yang berbutir kasar dimana
mempunyai fraksi tanah (lolos saringan no. 200) paling besar 25%. Stabilisasi secara mekanis
terdiri dari :
a. Perbaikan Gradasi Butiran. Perbaikan dilakukan dengan menambahkan butiran tertentu
sehingga dicapai gradasi butiran yang sesuai dengan spesifikasi.
b. Stabilisasi Dengan Pemadatan. Untuk mengantisipasi tanah terutama bersifat ekspansif
(kembang-susut) yang mengikuti kadar airnya, maka diperlukan pemadatan (compaction)
karena hal ini mempengaruhi daya dukung tanah.
Tanah yang telah berhasil distabilisasi secara mekanis ini akan memiliki kemampuan
tertentu terhadap deformasi oleh beban yang bekerja di atasnya. Hal ini disebabkan karena
adanya kait mengait dan geseran antar butiran tanah, serta daya antar butiran tanah oleh bagian
yang halus, dan kestabilan akan tercapai setelah diberi usaha pemadatan yang cukup.
3

2. Stabilisasi fisik
Stabilisasi fisik adalah suatu upaya untuk mengubah sifat-sifat fisik tanah dengan
memanfaatkan reaksi-reaksi tanah, misalnya pemanasan (heating), pendinginan (cooling), dan
menggunakan arus listrik. Salah satu penelitian fisik yang sering digunakan adalah heating.
3. Stabilisasi Kimiawi
Stabilisasi kimia adalah penambahan bahan stabilisasi yang dapat mengubah sifat-sifat
kurang menguntungkan dari tanah. Metode stabilisasi ini biasanya dilakukan untuk tanah yang
berbutir halus. Bahan pencampur yang dipergunakan untuk stabilisasi disebut stabilizing agent
karena setelah diadakan pencampuran menyebabkan tanah menjadi lebih stabil. Bahan
pencampuran yang digunakan seperti portland cement, gamping, abu batubara (fly ash), semen
aspal, sodium dan lain-lain.
B. Stabilisasi Soil Cement
Soil sement dapat diartikan sebagai proses pencampuran antara tanah yang telah
dihancurkan, semen dan air, yang kemudian dipadatkan dengan beban dinamis tertentu, sehingga
menghasilkan material baru yang disebut tanah - semen (Soil sement) dimana kekuatan,
karakteristik deformasi, daya tahan terhadap air, cuaca dan sebagainya dapat disesuaikan dengan
kebutuhan pada proyek perkerasan jalan, pondasi bangunan dan jalan, aliran sungai dan lain-lain
(Kezdi, 1979).
Kezdi (1979 : 108) membagi stabilisasi tanah dengan semen menjadi 5 type yaitu:
1. Soil cement. Tipe stabilisasi tanah semen ini merupakan tipe yang umum, dimana
pencampuran tanah dan semen biasa digunakan untuk pondasi bangunan, perlindungan
tanah terhadap erosi dan pembekuan tanah.
2. Cement improved granular soil mix. Stabilisasi ini digunakan untuk mengurangi kembang
susut dan sifat plastisitas tanah yang tinggi sehingga dapat meningkatkan daya dukung tanah
dengan jalan menambah sedikit kadar semen yang diperlukan.
3. Cement improved silt clay mix. Penambahan kadar semen dilakukan secara bertahap dalam
jumlah yang lebih besar untuk mengurangi sifat kembang susut tanah dan meningkatkan
daya dukung tanah sesuai dengan kadar air yang ada dilapangan.
4. Plastic soil cement. Tipe stabilisasi ini digunakan untuk tanah dengan kadar air yang lebih
tinggi misalnya untuk aliran irigasi, parit dan bangunan pengairan lainnya.
5. Cement treated soil pastes and mortars. Tipe ini digunakan untuk tanah dengan kondisi
kadar air yang sangat tinggi, dengan cara menginjeksi campuran tanah semen ke dalam
tanah. Pada umumnya ditambahkan beberapa bahan kimia pembantu.

Penggunaan jumlah semen pada tanah jenis A5/ML dalam penelitian ini adalah sebesar
10%, penggunaan jumlah semen tersebut diambil dari penelitian American Concrete Institute
yang menyatakan bahwa pada stabilisasi tanah jenis A5/ML menggunakan semen sebesar 10%.
Tabel 2.1. The typical cement content necessary for making soil-cement
based on soil classification (American Concrete Institute, 1990)

Pada penelitian ini diharapkan semen dapat mengisi pori pori tanah, menempel pada
bidang bidang kontak antara butir butir tanah dan berfungsi sebagai pengikat yang kuat.
Proses interaksi antara tanah dengan semen adalah sebagai berikut:
1. Absorpsi air dan reaksi pertukaran ion
Menurut Herzog dan Mitchell (1963), bahwa partikel semen yang kering tersusun secara
heterogen dan berisi kristal-kristal 3CaO.SiO2, 4CaO.SiO4, 3CaO.Al2O3 dan bahan-bahan yang
padat berupa 4CaO.Al2O3Fe2O3. Bila semen ditambahkan pada tanah, ion kalsium Ca+++
dilepaskan melalui hidrolisa dan pertukaran ion berlanjut pada permukaan partikel-partikel
lempung. Dengan reaksi ini partikel-partikel lempung menggumpal sehingga mengakibatkan
konsistensinya tanah menjadi lebih baik.
2. Reaksi pembentukan kalsium silikat
Dari reaksi-reaksi kimia yang berlangsung diatas, maka reaksi utama yang berkaitan
dengan kekuatan adalah hidrasi dari A-lite (3CaO.SiO2) dan B-lite (2CaO.SiO2) terdiri dari

kalsium silikat dan melalui hidrasi tadi hidrat-hidrat seperti kalsium silikat dan aluminat
terbentuk. Senyawa-senyawa ini berperan dalam pembentukan atau pengerasan.
3.

Reaksi pozzolan
Kalsium hidroksida yang dihasilkan pada waktu hidrasi akan membentuk reaksi dengan

tanah (reaksi pozzolan) yang bersifat memperkuat ikatan antara partikel, karena ia berfungsi
sebagai binder (pengikat).
C. Pengaruh Kadar Air Pada Soil Cement
Kadar air adalah jumlah air tertentu yang tedapat dalam tanah atau campuran. Kadar air
sendiri terdiri dari tiga posisi yaitu : sisi kering optimum (dry side of optimum), sisi dekat
optimum atau optimum (optimum), dan sisi basah optimum (wet side of optimum). Besarnya
kadar air pada tanah lempung atau semen mempunyai reaksi yang berbeda. Pada tanah lempung
kadar air yang terbaik untuk mencapai berat volume kering terbesar atau kepadatan maksimum
adalah dalam posisi kadar air optimum (Hardiyatmo H.C., 1992). Sedangkan pada campuran
tanah-semen proporsi kadar air yang semakin sedikit akan memberikan kekuatan yang lebih
tinggi (Miura., dkk., 2002).
Pada campuran tanah-semen, air memiliki fungsi sebagai bahan yang memungkinkan
reaksi hidrasi terjadi, sehingga semen akan mengalami pengikatan dan pengerasan. Dalam
fungsinya sebagai pemicu reaksi hidrasi pada semen tersebut, proporsi air tehadap semen
menjadi sangat penting. Untuk 1 bagian berat semen membutuhkan sekitar 0.25 bagian berat air
untuk hidrasi. Jika proporsi air terhadap semen sangat kecil , maka reaksi hidrasi tidak akan
berjalan dengan sempurna Karena ada sebagian butiran semen yang tidak tersentuh oleh air,
tetapi jika proporsi air tehadap semen terlalu besar, maka kelebihan air akan mengisi ruang
diantara butiran pasta, dan saat seluruh air menguap ketika campuran mengering akibat hidrasi,
akan terbentuk rongga-rongga yang ditinggalkan oleh air. Oleh karena itu besarnya kadar air
yang tepat pada campuran tanah-semen dapat menghasilkan tanah dasar atau subgrade yang
bagus.
Penelitian tentang pengaruh kadar air pada stabilisasi tanah juga pernah diteliti oleh
beberapa peneliti. Antara lain :
1. Analysis of strength development in cement-stabilized silty clay from microstructural
considerations,. (Suksun H., dkk,. 2010).

Pada penelitian ini tanah yang digunakan adalah tanah lempung tak
organik berplastisitas tinggi. Pada uji proctor didapat kadar air optimum
untuk tanah dengan penambahan 0%, 3%, 5% dan 10% semen dari berat
kering tanah adalah 17,2% pada standard proctor dan 22% pada modified
proctor. Sedangkan pada uji tekan bebas (UCS) dengan penambahan 10%
semen dari berat kering tanah dengan masa perawatan sampel 7, 28, dan 60
hari didapatkan nilai UCS tertinggi terdapat pada 1,2 kadar air optimum.
Disni dikatan bahwa nilai UCS tertinggi tidak terdapat pada kadar air
optimum terendah tetapi pada 1,2 yang mengandung jumlah tertinggi dari
produk

semen

karena

hidrasi

semen

itu

sendiri

dapat

mengontrol

perkembangan kekuatan terhadap uji tekan bebas. Dan berikut hasil dari
percobaan yang dilakukan:

Gambar 2.1. uji standard proctor dan modified proctor


Sumber : Suksun H., dkk,. 2010

Gambar 2.2. uji tekan bebas (UCS)


Sumber : Suksun H., dkk,. 2010

2. Accelerated Loading Evaluation of Subbase Layers in Pavement Performance (Gavin P. G.,


dkk, 2009)
Pada penelitian ini tanah yang digunakan adalah tanah lempung tak
organik berplastisitas sedang dengan nilai kadar air optimum soil I = 17.5
dan soil II = 13.5, Pada penelitian ini didapat nilai UCS tertinggi dengan
penambahan 0%, 4%, 8% dan 12% semen dari berat kering tanah dengan
masa perawatan 1, 7, dan 28 hari adalah tidak pada rasio

kadar air

terendah tetapi lebih sekitar kadar air optimum karena kadar air tidak hanya
menentukan berapa banyak air yang tersedia di tanah untuk hidrasi semen, tetapi juga
mempengaruhi satuan berat kering. Klasifikasi jenis tanah dan hasil uji UCS tanah I
dan II adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2. Physical properties of tested soils

Sumber : Suksun H., dkk,. 2010

Gambar 2.3. UCS and moisture content at molding, Soil I, Umur 7 hari
Sumber : Suksun H., dkk,. 2010

Gambar 2.4. UCS and moisture content at molding, Soil I, Umur 28 hari
Sumber : Suksun H., dkk,. 2010

10

Gambar 2.6. UCS and moisture content at molding, Soil II, Umur 28 hari
Sumber : Suksun H., dkk,. 2010

Pada kedua penelitian di atas tanah yang digunakan adalah tanah lempung tak organik
dengan plastisitas sedang dan tinggi dan belum ada yang meneliti menggunakan tanah lanau
berpasir. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh kadar air
terhadap soil-cement pada tanah lanau berpasir.

Anda mungkin juga menyukai