Pemeriksaan Tanah
.
1
12.1
2
3
5
2.63
41.2
0
30.8
5
6
Indeks plastisitas, %
Lolos saringan No. 200, %
2
9.18
60.3
7
7
8
1.36
29.4
0
% PC
Karakteristik
Berat kering maksimum (MDD)
36
10
1.36
1.42
37
29.40
28.00
b. CBR
Pada penelitian ini diperoleh nilai CBR perawatan 7 x 24 jam dan rendaman 4 x 24 jam
adalah dalam tabel 5.3 sebagai berikut:
Tabel : 5.3. Hasil uji CBR pada masa perawatan dan perendaman
Masa
No.
PC 10%
Nilai
Perawatan
Perawatan
7 hari
Perendaman
4 hari
wopt -
wopt
8%
wopt - 4%
wopt
CBR
56.12
70.32
139.2
73.28
64.32
1.30
1.40
1.41
1.39
1.34
CBR
20.45
37.43
115.02
67.2
61.74
1.31
1.31
1.40
1.39
1.33
+4%
wopt +8%
c. Pengembangan (Swelling)
Dalam masa perendaman selama 4 x 24 jam pada penelitian ini diperoleh data
pengembangan pada soil semen adalah dalam tabel 5.4, sebagai berikut:
Tabel : 5.4. Pengaruh prosentase PC dan perendaman terhadap pengembangan
Masa
No.
PC 10%
wopt - 8
wopt - 4
wopt
1 1 x 24 jam
0.03 %
0.00 %
2 2 x 24 jam
0.03 %
3 3 x 24 jam
4 4 x 24 jam
Perendaman
wopt + 4
wopt + 8
0.00 %
0.00 %
0.00 %
0.03 %
0.00 %
0.00 %
0.00 %
0.04 %
0.03 %
0.00 %
0.01 %
0.02 %
0.04 %
0.04 %
0.01 %
1.2 %
1.3 %
38
B. Pembahasan
1. Uji Pendahuluan
a. Kadar Air
Dalam penelitian ini diperoleh nilai pemeriksaan kadar air tanah asli adalah sebesar
12,15%.
b. Analisa Saringan
Tanah menunjukkan gradasi baik jika mempunyai koefisien gradasi 1<C c<6 dengan Cu>4
untuk kerikil, dan Cu>6 untuk pasir. Tanah disebut bergradasi sangat baik bila, Cu>15.
39
D 60
D 10
= 0.07
0.015
= 4.67
Cu
Cc
(D 30)
D 60 x D 10
=
(0.035)
(0.07 x 0.015)
= 1.167
Walaupun Cc = 1.167 > 1, tapi karena Cu = 4.67 < 6 maka tanah ini termasuk bergradasi buruk.
d. Batas-batas Atterberg
Dari pengujian di Laboratorium didapat hasil:
1) Batas Cair (LL)
: 41.20%
: 30.82%
3) Indeks Plastisitas
Hasil dari PI sebesar 9.18 % menunjukkan bahwa tanah ini berplastisitas sedang.
e. Klasifikasi menurut Unified Soil Clasification System (USCS)
Sesuai dengan klasifikasi USCS, maka dalam penelitian ini tanah digolongkan sebagai MLCL, karena melihat bahwa tanah lolos saringan no 200 adalah 60,37% yang berarti bahwa lebih
dari 50%, maka sesuai dengan klasifikasi pada USCS harus digunakan kolom tanah berbutir
halus. Pada hasil nilai LL = 41,20% < 50 % maka tanah tersebut termasuk dalam golongan CL
dan ML (lanau berpasir).
f. Klasifikasi menurut ASSHTO
Dari hasil pengujian distribusi ukuran butiran diperoleh data 60.37% Fraksi tanah lolos
saringan No.200 yang berarti lebih besar dari 35 %, berarti tanah tersebut secara umum
dikelompokkan sebagai tanah lanau-berpasir. Dengan diketahuinya nilai batas cair (LL) lebih
besar dari 41%, dan harga Indeks Plastisitas (PI) lebih kecil dari 10%, maka tanah termasuk
golongan A-5. Untuk mendapatkan pengelompokan yang lebih detail maka dihitung indeks
kelompoknya dengan persamaan sebagai berikut:
GI
= (F-35){0,2+0,005(LL-40)}+{0,01(F-15)(PI-10)}
40
= (60,37-35){0,2+0,005(41,22-40)}+{0,01(60,37-15)(9,18-10)}
= 4,73 = 5
Berdasarkan sistem klasifikasi AASHTO, sesuai tabel 2.1 maka tanah ini dapat dikategorikan
ke dalam kelompok tanah lanau berpasir A-5
Gambar 5.2: Batas-batas Atterberg untuk subkelompok A-4, A-5, A-6, dan A-7 Sumber :
Hardiyatmo, 2010, Mekanika Tanah 1
2. Penelitian Utama
a. Pemadatan
1.8
1.6
1.4
Perlakuan A
Perlakuan B
1.2
1
-8
-4
41
Pada gambar 5.4 memperlihatkan grafik hasil pemadatan, yang dilakukan pada perlakuan
A yaitu pemadatan pada d maksimum dan perlakuan B yaitu pada pemadatan proctor normal.
Terlihat pada gambar tersebut bahwa pada perlakuan A diperoleh berat volume kering yang lebih
besar, sedangkan pada penelitian Rio Rahmanto, 2012 pada perlakuan B diperoleh berat volume
kering yang lebih kecil.
Pada perlakuan B diperoleh reaksi semen dibawah sisi kering optimum tidak maksimal
karena dilakukan pemadatan pada kadar air kurang dari Woptimum (Rio Rahmanto, 2012),
sehingga dilakukan penelitian pada perlakuan A untuk mengetahui reaksi semen dibawa sisi
kering optimum.
b. California Bearing Ratio (CBR)
1) CBR perawatan
Berikut ini adalah hasil nilai CBR perawatan yang diperoleh dengan pemadatan pada
perlakuan A yaitu pada d maksimum dan pada perlakuan B yaitu pada proctor normal.
160
140
139.2
132.68
120
100
80
Perawatan perlakuan A
70.32
60
perawatan perlakuan
B
73.28
64.19
56.12
64.32
53.57
40
20.98
20
19.8
0
-8
-4
Gambar 5.5. Pengaruh PC + Kadar Air terhadap nilai CBR dengan masa perawatan
Dalam gambar terlihat bahwa pada perlakuan A (pemadatan pada d maksimum)
diperoleh nilai CBR yang lebih besar pada tiap-tiap benda uji, sedangkan Rio Rahmanto pada
perlakuan B (pemadatan proctor normal) diperoleh nilai CBR dari tiap-tiap benda uji lebih kecil.
Nilai CBR yang besar pada perlakuan A (pemadatan pada d maksimum) dikarenakan adanya
pengaruh tingkat kepadatan pada tiap-tiap benda uji yang lebih tinggi, kepadatan yang lebih
42
tinggi tersebut disebabkan karena usaha pemadatan yang dilakukan pada d maksimum
menyebabkan tanah menjadi lebih rapat sehingga menimbulkan nilai CBR yang lebih besar dari
perlakuan B (pemadatan proctor normal).
Pada gambar di atas terlihat bahwa pada perlakuan A (pemadatan pada d maksimum)
kadar air dan reaksi semen tetap berpengaruh terhadap nilai CBR maksimal, hal tersebut
disebabkan karena nilai CBR maksimal yang diperoleh pada perlakuan A (pemadatan pada d
maksimum) tetap terjadi pada kadar air optimum. Hal ini disebabkan karena kadar air yang
cukup untuk semen dapat bereaksi secara maksimal ada pada kadar air optimum. Terlihat juga
pada gambar bahwa dibawa sisi kering optimum diperoleh nilai CBR yang sangat rendah, hal ini
dipengaruhi oleh jumlah kadar air yang kurang cukup. Penggunaan jumlah kadar air yang kurang
menyebabkan reaksi semen tidak maksimal dibawah sisi kering optimum.
2) CBR Rendaman
Pada gambar 5.6 berikut ini adalah hasil dari nilai CBR rendaman yang dilakukan pada
perlakuan A (pemadatan pada d maksimum) dan perlakuan B (pemadatan proctor normal).
160
140
120
115.02
114
100
80
Rendaman perlakuan A
Rendaman perlakuan B
67.2
62.94
60
40
61.74
59.23
37.43
27.7
20.45
20
14.62
0
-8
-4
Gambar 5.6. Pengaruh PC + Kadar Air terhadap nilai CBR dengan masa perendaman
Dari gambar di atas terlihat bahwa pada perlakuan A (pemadatan pada d maksimum)
diperoleh nilai CBR benda uji rendaman lebih besar dari perlakuan B (pemadatan proctor
normal), itu artinya bahwa tingkat kepadatan juga berpengaruh terhadap nilai CBR rendaman.
43
Namun pada gambar diatas terlihat bahwa dalam penelitian ini dibawah sisi kering optimum
terjadi penurunan nilai CBR rendaman yang cukup signifikan dari nilai CBR perawatan, hal ini
disebabkan oleh pengaruh kadar air yang kurang cukup sehingga menyebabkan semen tidak
bereaksi secara maksimal.
3) CBR Perawatan dan CBR Perendaman pada perlakuan A (pemadatan pada d maksimum).
160
140
139.2
120
115.02
100
80
Perawatan perlakuan A
70.32
60
Rendaman perlakuan
A
73.28
67.2
64.32
61.74
56.12
40
37.43
20.45
20
0
-8
-4
Gambar 5.7. Pengaruh PC pada wopt terhadap nilai CBR dengan masa perawatan dan
perendaman
Pada gambar di atas terlihat bahwa dalam penelitian ini nilai CBR maksimum tidak di
pengaruhi oleh adanya tingkat kepadatan yang tinggi atau d maksimum, tetapi nilai CBR
maksimum dalam penelitian ini dipengaruhi oleh reaksi semen. Dalam penelitian ini terlihat
bahwa reaksi semen yang maksimal dipengaruhi oleh kadar air, dan kadar air yang cukup untuk
semen dapat bereaksi maksimal dalam penelitian ini adalah pada kadar air optimum.
Dari gambar juga memperlihatkan bahwa dalam penelitian ini dibawa sisi kering
optimum semen tidak bereaksi secara maksimal, hal ini terlihat dari nilai CBR rendaman yang
mengalami penurunan sangat signifikan dari nilai CBR perawatan.
44
c.
pada A (pemadatan pada d maksimum) lebih kecil dari perlakuan B (pemadatan proctor normal),
hasil dari perbandingan tersebut adalah sebagai berikut :
0.48
0.40
0.32
0.24
Rendaman 1 x 24 perlakuan B
0.16
0.08
0.00
-8
-4
Gambar 5.7. Pengaruh kadar Air dan PC terhadap swelling dengan masa perendaman 1 x 24 jam
0.48
0.40
0.32
0.24
0.16
0.08
0.00
-8
-4
Gambar 5.8. Pengaruh kadar Air dan PC terhadap swelling dengan masa perendaman 2 x 24 jam
45
0.48
0.40
0.32
0.24
0.16
0.08
0.00
-8
-4
Gambar 5.8. Pengaruh kadar Air dan PC terhadap swelling dengan masa perendaman 3 x 24 jam
0.48
0.40
Rendaman 4 x 24 jam kepadatan tetap
0.32
0.24
0.16
0.08
0.00
-8
-4
Gambar 5.9. Pengaruh kadar Air dan PC terhadap swelling dengan masa perendaman 4 x 24 jam
Dari semua grafik pengembangan, terlihat bahwa nilai swelling yang diperoleh pada
perlakuan A (pemadatan pada d maksimum) dalam penelitian ini adalah sangat kecil, nilai yang
sangat kecil tersebut artinya bahwa tanah tetap dalam kondisi baik walaupun mengalami
perubahan kadar air dari kondisi awal pemadatan. Hal ini disebabkan karena usaha pemadatan
yang dilakukan pada perlakuan A (pemadatan pada d maksimum) membuat kepadatan menjadi
lebih tinggi.
46