Anda di halaman 1dari 23

1

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM


PENCERNAAN: DISPEPSIA
By Iwan Sain, S.Kp, M.Kes

A.

Konsep Dasar Medik


1.

Pengertian
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang
terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap
atau mengalami kekambuhan keluhan refluks gastroesofagus klasik
berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung
kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2000 hal :
488). Batasa dispepsia terbagi atas dua yaitu:
a.

Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya


kelainan organik sebagai penyebabnya

b.

Dispepsia

non

organik,

atau

dispepsia

fungsional, atau dispepsia non ulkus (DNU), bila tidak jelas


penyebabnya.
2.

Anatomi dan Fisiologi Lambung


a.

Anatomi
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen
atas tepat dibawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung
berbentuk tabung J, dan bila penuh berbentuk seperti buah

Created By Iwan Sain, S.Kp, M.Kes

2
alpukat raksasa. Kapasitas normal lambung 1 sampai 2 liter.
Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrum
pilorus. Sebelah atas lambung terdapat cekungan kurvatura
minor, dan bagian kiri bawah lambung terdapat kurvatura mayor.
Sfingter kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan
pemasukan. Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah,
mengalirkan

makanan

yang

masuk

kedalam

lambung

dan

mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali.


Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal
dengan nama daerah kardia. Disaat sfingter pilorikum berelaksasi
makanan masuk kedalam duodenum, dan ketika berkontraksi
sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isis usus halus
kedalam lambung.
Lambung terdiri dari empat lapisan yaitu :
lapisan

1.

peritoneal

luar

yang

merupakan lapisan serosa.


Lapisan berotot yang terdiri atas 3

2.
lapisan :

a.) Serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung


dengan otot esophagus.

Created By Iwan Sain, S.Kp, M.Kes

3
b.) Serabut sirkuler yang palig tebal dan terletak di pylorus
serta membentuk otot sfingter, yang berada dibawah
lapisan pertama.
c.) Serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus
lambunh dan berjalan dari orivisium kardiak, kemudian
membelok kebawah melalui kurva tura minor (lengkung
kelenjar).
3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi
pembuluh darah dan saluran limfe.
4. Lapisan mukosa yang terletak disebelah dalam, tebal, dan
terdiri atas banyak kerutan/ rugae, yang menghilang bila
organ itu mengembang karena berisi makanan. Ada beberapa
tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut
bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia
berada dekat orifisium kardia. Kelenjar ini mensekresikan
mukus. Kelenjar fundus atau gastric terletak di fundus dan
pada hampir selurus korpus lambung. Kelenjar gastrik
memiliki tipe-tipe utama sel. Sel-sel zimognik atau chief cells
mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin
dalam suasana asam. Sel-sel parietal mensekresikan asam
hidroklorida dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik diperlukan
untuk absorpsi vitamin B 12 di dalam usus halus. Kekurangan

Created By Iwan Sain, S.Kp, M.Kes

4
faktor intrinsik akan mengakibatkan anemia pernisiosa. Sel-sel
mukus (leher) ditemukan dileher fundus atau kelenjarkelenjar gastrik. Sel-sel ini mensekresikan mukus. Hormon
gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada pylorus
lambung.

Gastrin

merangsang

kelenjar

gastrik

untuk

menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi


lain yang disekresikan oleh lambung adalah enzim dan
berbagai elektrolit, terutama ion-ion natrium, kalium, dan
klorida.
Persarafan lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf
parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan
dari

abdomen

melalui

saraf

vagus.

Trunkus

vagus

mempercabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik dan seliaka.


Pengetahuan

tentang

anatomi

ini

sangat

penting,

karena

vagotomi selektif merupakan tindakan pembedahan primer yang


penting dalam mengobati tukak duodenum.
Persarafan simpatis adalah melalui saraf splenikus major
dan ganlia seliakum. Serabut-serabut aferen menghantarkan
impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, dan dirasakan di
daerah

epigastrium.

menghambat

gerakan

Serabut-serabut
dan

sekresi

aferen

lambung.

simpatis

Pleksus

saraf

mesentrikus (auerbach) dan submukosa (meissner) membentuk

Created By Iwan Sain, S.Kp, M.Kes

5
persarafan intrinsik dinding lambung dan mengkordinasi aktivitas
motoring dan sekresi mukosa lambung.
Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serat hati,
empedu, dan limpa) terutama berasal dari daerah arteri seliaka
atau trunkus seliaka, yang mempecabangkan cabang-cabang yang
mensuplai kurvatura minor dan mayor. Dua cabang arteri yang
penting dalam klinis adalah arteri gastroduodenalis dan arteri
pankreas

tikoduodenalis

(retroduodenalis)

yang

berjalan

sepanjang bulbus posterior duodenum. Tukak dinding postrior


duodenum dapat mengerosi arteria ini dan menyebabkan
perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta
berasal dari pankreas, limpa, dan bagian lain saluran cerna,
berjalan kehati melalui vena porta.
Berikut ini adalah gambar anatomi lambung.

Esophagus
Cardiac spinter

Fundus

Cardiac

Body

Spinter Pilorus
Duodenum

Created By Iwan Sain, S.Kp, M.Kes

6
Antrum

Pylorus

Patofisiologi dispepsia terutama dispepsia fungsional dapat terjadi


karena

bermacammacam

penyebab

dan

mekanismenya.

Penyebab

dan

mekanismenya dapat terjadi sendiri atau kombinasinya. Pembagian dispepsia


berdasarkan gejalanya, seperti tercantum diatas, adalah untuk panduan
manajemen awal terutama untuk dispepsia yang tidak terinvestigasi.11
Patofisiologinya yang dapat dibahas disini adalah : 1. Sekresi asam lambung dan
keasaman duodenum Hanya sedikit pasien dispepsia fungsional yang mempunyai
hipersekresi asam lambung dari ringan sampai sedang. Beberapa pasien
menunjukkan gangguan bersihan asam dari duodenum dan meningkatnya
sensitivitas terhadap asam.12 Pasien yang lain menunjukkan buruknya relaksasi
fundus terhadap makanan. Tetapi paparan asam yang banyak di duodenum tidak
langsung berhubungan dengan gejala pada pasien dengan dispepsia fungsional.13
2. Infeksi Helicobacter pylori Prevalensi dan tingkat keparahan gejala dispepsia
serta hubungannya dengan patofisiologi gastrik mungkin diperankan oleh H
pylori. Walaupun penelitian epidemiologis menyimpulkan bahwa belum ada
alasan yang meyakinkan terdapat hubungan antara infeksi H pylori dan dispepsia
fungsional.14 Tidak seperti pada ulkus peptikum, dimana H pylori merupakan

Created By Iwan Sain, S.Kp, M.Kes

7
penyebab utamanya.15 3. Perlambatan pengosongan lambung Universitas
Sumatera Utara 25-40% pasien dispepsia fungsional mempunyai perlambatan
waktu pengosongan lambung yang signifikan. Walaupun beberapa penelitian kecil
gagal untuk menunjukkan hubungan antara perlambatan waktu pengosongan
lambung dengan gejala dispepsia. Sebaliknya penelitian yang besar menunjukkan
adanya perlambatan waktu pengosongan lambung dengan perasaan perut penuh
setelah makan, mual dan muntah.16 4. Gangguan akomodasi lambung Gangguan
lambung proksimal untuk relaksasi saat makanan memasuki lambung ditemukan
sebanyak 40% pada pasien fungsional dispepsia yang akan menjadi transfer
prematur makanan menuju lambung distal.Gangguan dari akomodasi dan
maldistribusi tersebut berkorelasi dengan cepat kenyang dan penurunan berat
badan.17 5. Gangguan fase kontraktilitas saluran cerna Gangguan fase kontraksi
lambung proksimal terjadi setelah makan dan dirasakan oleh pasien sebagai
dispepsia fungsional. Hubungannya memang belum jelas tetapi mungkin
berkontribusi

terhadap

gejala

pada

sekelompok

kecil

pasien.18

6.

Hipersensitivitas lambung Hiperalgesia terhadap distensi lambung berkorelasi


dengan nyeri abdomen post prandial, bersendawa dan penurunan berat badan.
Walaupun disfungsi level neurologis yang terlibat dalam hipersensitivitas
lambung masih belum jelas.19 7. Disritmia mioelektrikal dan dismotilitas antroduodenal Penelitian tentang manometrik menunjukkan bahwa hipomotilitas
antrum terdapat pada sebagian besar pasien dispepsia fungsional tetapi
hubungannya tidak terlalu kuat dengan gejala spesifiknya. Aktivitas abnormal dari
mioelektrikal lambung sangat Universitas Sumatera Utara umum ditemukan pada

Created By Iwan Sain, S.Kp, M.Kes

8
pasien tersebut, meskipun berkorelasi dengan perlambatan pengosongan lambung
tetapi tidak berkorelasi dengan gejala dispepsianya.20 8. Intoleransi lipid intra
duodenal Kebanyakan pasien dispepsia fungsional mengeluhkan intoleransi
terhadap makanan berlemak dan dapat didemonstrasikan hipersensitivitasnya
terhadap distensi lambung yang diinduksi oleh infus lemak ke dalam duodenum.
Gejalanya pada umumnya adalah mual dan perut kembung.21 9. Aksis otak
saluran cerna Komponen afferen dari sistem syaraf otonomik mengirimkan
informasi dari reseptor sistem syaraf saluran cerna ke otak via jalur vagus dan
spinal. Di dalam otak, informasi yang masuk diproses dan dimodifikasi oleh
fungsi afektif dan kognitif. Kemudian otak mengembalikan informasi tersebut via
jalur parasimpatik dan simpatik yang akan memodulasi fungsi akomodasi, sekresi,
motilitas dan imunologis.22 10. Faktor psikososial a. Korelasi dengan stress b.
Korelasi dengan hidup c. Korelasi dengan kelainan psikiatri dan tipe kepribadian
d. Korelasi dengan kebiasaan mencari pertolongan kesehatan 11. Dispepsia
fungsional pasca infeksi Hampir 25% pasien dispepsia fungsional melaporkan
gejala akut yang mengikuti infeksi gastrointestinal.23
Gambar 1. Anatomi Lambung

b.

Fisiologi
Fisiologi Lambung :
1. Mencerna makanan secara mekanikal.

Created By Iwan Sain, S.Kp, M.Kes

9
2. Sekresi, yaitu

kelenjar dalam mukosa lambung mensekresi

1500 3000 mL gastric juice (cairan lambung) per hari.


Komponene utamanya yaitu mukus, HCL (hydrochloric acid),
pensinogen, dan air. Hormon gastrik yang disekresi langsung
masuk kedalam aliran darah.
3. Mencerna makanan secara kimiawi yaitu dimana pertama kali
protein dirobah menjadi polipeptida
4. Absorpsi, secara minimal terjadi dalam lambung yaitu absorpsi
air, alkohol, glukosa, dan beberapa obat.
5. Pencegahan, banyak mikroorganisme

dapat dihancurkan

dalam lambung oleh HCL.


6. Mengontrol aliran chyme (makanan yang sudah dicerna dalam
lambung) kedalam duodenum. Pada saat chyme siap masuk
kedalam duodenum, akan terjadi peristaltik yang lambat yang
berjalan dari fundus ke pylorus.
3.

Etiologi
a.

Perubahan pola makan

b.

Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara


berlebihan dan dalam waktu yang lama

c.

Alkohol dan nikotin rokok

d.

Stres

e.

Tumor atau kanker saluran pencernaan

Created By Iwan Sain, S.Kp, M.Kes

10

4.

Insiden
Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan
bahwa 15 30 % orang dewasa pernah mengalami hal ini dalam
beberapa

hari.

Di

inggris

dan

skandinavia

dilaporkan

angka

prevalensinya berkisar 7 41 % tetapi hanya 10 20 % yang mencari


pertolongan medis. Insiden dispepsia pertahun diperkirakan antara 1
8 % (Suryono S, et all, 2001 hal 154). Dan dispepsia cukup banyak
dijumpai. Menurut Sigi, di negara barat prevalensi yang dilaporkan
antara 23 dan 41 %. Sekitar 4 % penderita berkunjung ke dokter
umumnya mempunyai keluhan dispepsia. Didaerah asia pasifik,
dispepsia

juga

merupakan

keluhan

yang

banyak

prevalensinya sekitar 10 20 % (Kusmobroto H, 2003)


5.

Manifestasi Klinik
a. nyeri perut (abdominal discomfort)
b. Rasa perih di ulu hati
c. Mual, kadang-kadang sampai muntah
d. Nafsu makan berkurang
e. Rasa lekas kenyang
f. Perut kembung
g. Rasa panas di dada dan perut
h. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)

Created By Iwan Sain, S.Kp, M.Kes

10

dijumpai,

11

6.

Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang
tidak jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi
kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga
lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan
erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung,
kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL
yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung,
sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah
sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.

7.

Pencegahan
Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang
seimbang dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur,
sebaiknya tidak mengkomsumsi makanan yang berkadar asam tinggi,
cabai, alkohol, dan pantang rokok, bila harus makan obat karena
sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar
dan tidak mengganggu fungsi lambung.

8.

Penatalaksanaan Medik
a.

Created By Iwan Sain, S.Kp, M.Kes

Penatalaksanaan non farmakologis

11

12
1)

Menghindari

makanan

yang

dapat

meningkatkan asam lambung


2)

Menghindari faktor resiko seperti alkohol,


makanan yang peda, obat-obatan yang berlebihan, nikotin
rokok, dan stres

3)

Atur pola makan

b.

Penatalaksanaan farmakologis yaitu:


Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan
terutama dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat
dimengerti karena pross patofisiologinya pun masih belum jelas.
Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF reponsif terhadap
placebo.
Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam
lambung) golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran
asam lambung) dan prokinetik (mencegah terjadinya muntah)

9.

Test Diagnostik
Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang
sama, seperti halnya pada sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia
hanya

merupakan

kumpulan

gejala

dan

penyakit

disaluran

pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk memastikan


penyakitnya, maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan, selain

Created By Iwan Sain, S.Kp, M.Kes

12

13
pengamatan jasmani, juga perlu diperiksa : laboratorium, radiologis,
endoskopi, USG, dan lain-lain.
a.

Laboratorium
Pemeriksaan

laboratorium

perlu

dilakukan

lebih

banyak

ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik lainnya


seperti: pankreatitis kronik, diabets mellitus, dan lainnya. Pada
dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium dalam batas
normal.
b.

Radiologis
Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit
di saluran makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan
radiologis terhadap saluran makan bagian atas, dan sebaiknya
menggunakan kontras ganda.

c.

Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi)
Sesuai

dengan

definisi

bahwa

pada

dispepsia

fungsional,

gambaran endoskopinya normal atau sangat tidak spesifik.


d.

USG (ultrasonografi)
Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin
banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik
dari suatu penyakit, apalagi alat ini tidak menimbulkan efek
samping, dapat digunakan setiap saat dan pada kondisi klien yang
beratpun dapat dimanfaatkan

Created By Iwan Sain, S.Kp, M.Kes

13

14
e.

Waktu Pengosongan Lambung


Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet radioopak.
Pada dispepsia fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30
40 % kasus.

B.

Konsep Asuhan Keperawatan


1.

Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana
kegiatan

yang

dilakukan

yaitu

Mengumpulkan

data,

mengelompokkan data dan menganalisa data. Data fokus yang


berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa
pedih di ulu hati, mual kadang-kadang muntah, nafsu makan
berkurang, rasa lekas kenyang, perut kembung, rasa panas di dada
dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar tiba-tiba).
(Mansjoer A, 2000, Hal. 488). Dispepsia merupakan kumpulan
keluhan/gejala klinis (sindrom) yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit
diperut bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan lain,
perasaan panas di dada daerah jantung (heartburn), regurgitasi,
kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia,
mual, muntah, dan beberapa keluhan lainnya (Warpadji Sarwono, et
all, 1996, hal. 26)

Created By Iwan Sain, S.Kp, M.Kes

14

15
2.

Dampak Dispepsia Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

Perubahan pola makan, pengaruh obat-obatan alkohol, nikotin, rokok,


tumor/kanker saluran pencernaan, stres
Erosi dan ulcerasi
mukosa lambung

Peningkatan
produksi HCL

Timbulnya tanda dan


gejala klinik gangguan
sistem cerna

Pelepasan mediator
kimia (bradikinin,
histamin,
prostaglandin)

Impuls ke fleksus meissner ke


nervus vagus

Perubahan status
kesehatan

Merangsang medulla oblongata

Kurang informasi

Nosiceptor

Saraf afferen

Impuls kefleksus miesenterikus Kurang pengetahuan


pada dinding lambung
tentang penyakitnya

Anoreksia, mual

Stressor

Thalamus
Intake kurang

muntah

Corteks cerebri

Cemas

Nyeri

Nutrisi Kurang

Created By Iwan Sain, S.Kp, M.Kes

Perubahan
kesimbangan cairan
dan elektrolit

15

16
3.

Diagnosa Keperawatan
Menurut Inayah (2004) bahwa diagnosa keperawatan yang lazim
timbul pada klien dengan dispepsia.
a.

Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi


pada mukosa lambung.

b.

Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan


dengan rasa tidak enak setelah makan, anoreksia.

c.

Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit


berhubungan dengan adanya mual, muntah

d.

Kecemasan berhubungan dengan perubahan


status kesehatannya

4.

Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan adalah tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan untuk menngulangi masalah keperawatan yang telah
ditentukan dengan tujuan.
a.

Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi


pada mukosa lambung.
Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri,
dengan kriteria klien melaporkan terjadinya penurunan
atau hilangnya ras nyeri

Created By Iwan Sain, S.Kp, M.Kes

16

17
INTERVENSI
1. Kaji tingkat nyeri, beratnya
(skala 0 10)

RASIONAL
1. Berguna

dalam

pengawasan

kefektifan

obat,

kemajuan

penyembuhan
2. Berikan

istirahat

dengan

posisi semifowler

2. Dengan posisi semi-fowler


dapat

menghilangkan

tegangan abdomen yang


bertambah dengan posisi
telentang
3. Anjurkan

klien

untuk

3. dapat

menghilangkan

menghindari makanan yang

nyeri

dapat meningkatkan kerja

menurunkan

asam lambung

peristaltik

4. Anjurkan klien untuk tetap


mengatur waktu makannya

akut/hebat

4. mencegah
perih

dan

aktivitas

terjadinya
pada

ulu

hati/epigastrium
5. Observasi TTV tiap 24 jam

5. sebagai

indikator

melanjutkan

untuk

intervensi

berikutnya
6. Diskusikan

dan

ajarkan

teknik relaksasi
7. Kolaborasi

Created By Iwan Sain, S.Kp, M.Kes

6. Mengurangi

rasa

nyeri

atau dapat terkontrol


dengan

17

7. Menghilangkan rasa nyeri

18
pemberian obat analgesik

dan

mempermudah

kerjasama

dengan

intervensi terapi lain


b.

Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan


dengan rasa tidak enak setelah makan, anoreksia.
Tujuan : Menunjukkan

peningkatan

berat

badan

mencapai

rentang yang diharapkan individu, dengan kriteria


menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi
INTERVENSI
1. Pantau dan dokumentasikan
dan

haluaran

tiap

jam

secara adekuat

RASIONAL
1. Untuk
mengidentifikasi
indikasi/perkembangan
dari hasil yang diharapkan

2. Timbang BB klien

2. Membantu

menentukan

keseimbangan cairan yang


tepat
3. Berikan

makanan

sedikit

tapi sering

3. meminimalkan anoreksia,
dan

mengurangi

iritasi

gaster
4. Catat status nutrisi paasien:

4. Berguna

dalam

turgor kulit, timbang berat

mendefinisikan

badan,

masalah

mulut,

Created By Iwan Sain, S.Kp, M.Kes

integritas

mukosa

kemampuan

18

dan

derajat
intervensi

yang tepat Berguna dalam

19
menelan,

adanya

bising

pengawasan

kefektifan

usus, riwayat mual/rnuntah

obat,

kemajuan

atau diare.

penyembuhan

5. Kaji pola diet klien yang


disukai/tidak disukai.

5. Membantu

intervensi

kebutuhan yang spesifik,


meningkatkan intake diet
klien.

6. Monitor intake dan output


secara periodik.

6. Mengukur

keefektifan

nutrisi dan cairan

Catat adanya anoreksia, mual,

7. Dapat menentukan jenis

muntah, dan tetapkan jika ada

diet dan mengidentifikasi

hubungannya dengan medikasi.

pemecahan masalah untuk

Awasi

meningkatkan

frekuensi,

konsistensi

Buang

volume,
Air

Besar

intake

nutrisi.

(BAB).
c.

Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit


berhubungan dengan adanya mual, muntah
Tujuan : Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan prilaku
yang perlu untuk memperbaiki defisit cairan, dengan
kriteria

mempertahankan/menunjukkan

perubaan

keseimbangan cairan, dibuktikan stabil, membran


mukosa lembab, turgor kulit baik.

Created By Iwan Sain, S.Kp, M.Kes

19

20
INTERVENSI
1. Awasi tekanan darah dan
nadi,

pengisian

kapiler,

status

membran

mukosa,

RASIONAL
1. Indikator
keadekuatan
volume sirkulasi perifer
dan hidrasi seluler

turgor kulit
2. Awasi

jumlah

dan

masukan

cairan,

haluaran

urine

tipe
ukur

dengan

akurat

2. Klien

tidak

mengkomsumsi

cairan

sama

sekali

mengakibatkan dehidrasi
atau

mengganti

cairan

untuk

masukan

kalori

yang

berdampak

pada

keseimbangan elektrolit
3. Diskusikan

strategi

untuk

3. Membantu

klien

menghentikan muntah dan

menerima

perasaan

penggunaan laksatif/diuretik

bahwa
dan

akibat
atau

muntah

penggunaan

laksatif/diuretik
mencegah
4. Identifikasi

rencana

untuk

meningkatkan/mempertahan
kan

keseimbangan

cairan

optimal misalnya : jadwal

Created By Iwan Sain, S.Kp, M.Kes

20

kehilangan

cairan lanjut
4. Melibatkan klien dalam
rencana
memperbaiki

untuk

21
masukan cairan

keseimbangan

5. Berikan/awasi

untuk

berhasil

hiperalimentasi IV

5. Tindakan

daruat

untuk

memperbaiki

ketidak

seimbangan

cairan

elektroli
d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya
Tujuan : Mendemonstrasikan

koping

yang

positif

dan

mengungkapkan penurunan kecemasan, dengan kriteria


menyatakan pemahaman tentang penyakitnya.
INTERVENSI
1. Kaji tingkat kecemasan

RASIONAL
1. Mengetahui sejauh mana
tingkat kecemasan yang
dirasakan

oleh

klien

sehingga

memudahkan

dlam tindakan selanjutnya


2. Klien merasa ada yang
2. Berikan

dorongan

berikan

waktu

dan

memperhatikan

sehingga

untuk

klien merasa aman dalam

mengungkapkan pikiran dan

segala hal tundakan yang

dengarkan

diberikan

semua

keluhannya
3. Jelaskan

Created By Iwan Sain, S.Kp, M.Kes

semua

3. Klien
prosedur

21

memahami

mengerti

dan

tentang

22
dan pengobatan

prosedur

sehingga

bekejasama

mau
dalam

perawatannya.
4. Bahwa
4. Berikan dorongan spiritual

yang
proses

segala

tindakan

diberikan

untuk

penyembuhan

penyakitnya, masih ada


yang

berkuasa

menyembuhkannya

yaitu

Tuhan Yang Maha Esa.


5. Evaluasi
Tahap

evaluasi

dalam

proses

keperawatan

mencakup

pencapaian terhadap tujuan apakah masalah teratasi atau tidak, dan


apabila tidak berhasil perlu dikaji, direncanakan dan dilaksanakan dalam
jangka waktu panjang dan pendek tergantung respon dalam keefektifan
intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2,
(Edisi 8), EGC, Jakarta
Carpenito, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, (Edisi 2),
EGC, Jakarta
Corwin,. J. Elizabeth, 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta
Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse, 2001, Rencana Asuhan
Keperawatan, (Edisi III), EGC, Jakarta.

Created By Iwan Sain, S.Kp, M.Kes

22

23
FKUI, 1979, Patologi, FKUI, Jakarta
Ganong, 1997, Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta
Gibson, John, 2003, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, EGC,
Jakarta
Guyton dan Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, (Edisi 9), EGC, Jakarta
Hinchliff, 1999, Kamus Keperawatan, EGC, Jakarta
Price, S. A dan Wilson, L. M, 1995, Patofisiologi, EGC, Jakarta
Sherwood, 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, (edisi 21), EGC,
Jakarta
Sobotta, 2003, Atlas Anatomi, (Edisi 21), EGC, Jakarta

Created By Iwan Sain, S.Kp, M.Kes

23

Anda mungkin juga menyukai