Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Angka harapan hidup di Indonesia setiap tahunnya semakin meningkat.
Hal itu berdampak pada meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia)
dibanding jumlah penduduk secara keseluruhan. Kantor Kementerian Koordinator
Kesejahteraan Rakyat (KESRA) melaporkan, jika tahun 1980 usia harapan hidup
(UHH) 52,2 tahun dan jumlah lansia 7.998.543 orang (5,45%) maka pada tahun
2006 menjadi 19 juta orang (8,90%) dan UHH juga meningkat (66,2 tahun). Pada
tahun 2010 perkiraan penduduk lansia di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau
9,77 % dan UHH sekitar 67,4 tahun. Sepuluh tahun kemudian atau pada 2020
perkiraan penduduk lansia di Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34 % dengan
UHH sekitar 71,1 tahun.
Penurunan fungsi tubuh akan menurun seiring bertambahnya umur
seseorang. Hal itu membuat lansia sangat identik dengan menurunnya daya tahan
tubuh dan mengalami berbagai macam penyakit. Beberapa perubahan dapat
terjadi pada saluran cerna atas akibat proses penuaan, terutama pada ketahanan
mukosa lambung. Kadar asam lambung lansia biasanya mengalami penuruna
hingga 85%. Penurunan tersebut akan membuat lansia rentan menderita penyakit.
Lansia akan memerlukan obat yang jumlah atau macamnya tergantung dari
penyakit yang diderita. Semakin banyak penyakit pada lansia, semakin banyak
jenis obat yang diperlukan. Banyaknya jenis obat akan menimbulkan masalah
antara lain kemungkinan memerlukan ketaatan atau menimbulkan kebingungan
dalam menggunakan atau cara minum obat. Disamping itu dapat meningkatkan
resiko efek samping obat atau interaksi obat.
Dispepsia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang
terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung,
rasa penuh atau cepat kenyang, dan sering bersendawa. Kondisi tersebut dapat
menurunkan kualitas hidup lansia. Jika tidak diantisipasi dengan deteksi dini dan

tindakan yang tepat, maka dapat berakibat fatal bagi lansia. Oleh karena itu,
peningkatan jumlah penduduk lansia harus diimbangi dengan peningkatan
pelayanan kesehatan. Harapannya agar terjadi peningkatan kualitas hidup lansia
dan memperkecil resiko lansia yang menderita penyakit, salah satunya adalah
dispepsia.
B. Rumusan masalah
1. Apa definisi, etiologi, manifestasi, dan komplikasi dispepsia?
2. Bagaimana patofisiologi (pathway) dan pemeriksaan penunjang dispepsia?
3. Apa saja pengkajian yang perlu dilakukan pada pasien lansia dengan
dispepsia?
4. Apa diagnosa yang sering muncul pada pasien lansia dengan dispepsia?
5. Intervensi apa saja yang dapat diterapkan pada pasien lansia dengan
dispepsia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi, etiologi, manifestasi, dan komplikasi dispepsia.
2. Untuk mengetahui pathway dan pemeriksaan penunjang dispepsia.
3. Untuk mengetahui pengkajian yang perlu dilakukan pada pasien lansia dengan
dispepsia.
4. Untuk mengetahui diagnosa yang sering muncul pada pasien lansia dengan
dispepsia.
5. Untuk mengetahui intervensi apa saja yang dapat diterapkan pada pasien
lansia dengan dispepsia.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys) berarti sulit dan Pepse berarti
pencernaan. Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinisyang terdiri dari
rasa

tidak

enak/sakit

di

perut

bagian

atas

yang

menetap

atau

mengalamikekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas


di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk
dispepsia (Mansjoer, 2000). Menurut Mansjoer (2000) pengertian dispepsia
terbagi dua, yaitu :
1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya.Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata
terhadap organ tubuh misalnyatukak (luka) lambung, usus dua belas jari,
radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain.
2. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia nonulkus
(DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai
kelainan atau gangguan struktur organberdasarkan pemeriksaan klinis,
laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong saluranpencernaan).
Dispepsia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang
terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung,
rasa penuh atau cepat kenyang, dan sering bersendawa. Biasanya berhubungan
dengan pola makan yang tidak teratur, makanan yang pedas, asam, minuman
bersoda, kopi, obat-obatan tertentu, ataupun kondisi emosional tertentu misalnya
stress (Wibawa, 2006).

B. Etiologi
Beberapa perubahan dapat terjadi pada saluran cerna atas akibat proses
penuaan, terutama pada ketahanan mukosa lambung (Wibawa, 2006). Kadar asam
lambung lansia biasanya mengalami penuruna hingga 85%.
Dispepsia dapat disebabkan oleh kelainan organik, yaitu :
a. Gangguan penyakit dalam lumen saluran cerna: tukak gaster atau
duodenum, gastritis, tumor, infeksi bakteri Helicobacter pylori.

Gambar 1. Infeksi bakteri H. Pylori


b. Obat-obatan: anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa jenis
antibiotik, digitalis, teofilin dan sebagainya.
c. Penyakit pada hati, pankreas, maupun pada sistem bilier seperti hepatitis,
pankreatitis, kolesistitis kronik.
d. Penyakit sistemik seperti diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit jantung
koroner.
Dispepsia fungsional dibagi 3, yaitu :
a. Dispepsia mirip ulkus bila gejala yang dominan adalah nyeri ulu hati.
b. Dispepsia mirip dismotilitas bila gejala dominan adalah kembung, mual,
cepat kenyang.
c. Dispepsia non-spesifik yaitu bila gejalanya tidak sesuai dengan dispepsia
mirip ulkus maupun dispepsia mirip dismotilitis.
Peranan pemakaian OAINS dan infeksi H. Pylori sangat besar pada
kasus-kasus dengan kelainan organik (Wibawa, 2006).

C. Faktor Predisposisi
Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dan pola hidup. Menurut
Guyton (1997) berikut ini berbagai penyakit (kondisi medis) yang dapat
menyebabkan keluhan dispepsia :
a. Dispepsia fungsional (nonulcer dyspepsia). Dispepsia fungsional adalah rasa
tidak nyaman hingga nyeri di perut bagian atas yang setelah dilakukan
pemeriksaan menyeluruh tidak ditemukan penyebabnya secara pasti.
Dispepsia fungsional adalah penyebab maag yang paling sering.
b. Tukak lambung (stomach ulcers). Tukak lambung adalah adanya ulkus atau
luka di lambung. Gejala yang paling umum adalah rasa sakit yang dirasakan
terus menerus, bersifat kronik (lama) dan semakin lama semakin berat.
c. Refluks esofagitis (gastroesophageal reflux disease)
d. Pangkreatitis
e. Iritable bowel syndrome
f. Pemakaian obat penghilang nyeri secara terus menerus. Obat analgesik anti
inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan naproxen dapat
menyebabkan peradangan pada lambung. Jika pemakaian obat obat
tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung
akan kecil. Tapi jika pemakaiannya secara terus menerus atau pemakaian
yang berlebihan dapat mengakibatkan maag.
g. Stress fisik. Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar
atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis serta pendarahan pada
lambung.
h. Malabsorbsi (gangguan penyerapan makanan)
i. Penyakit kandung empedu
j. Penyakit liver
k. Kanker lambung (jarang)
l. Kanker esofagus (kerongkongan)(jarang)
m. Penyakit lain (jarang)
D. Patofisiologi

Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas,
zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan
makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung
dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding
lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang
akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di
medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik
makanan maupun cairan (Corwin,2001).
E. Manifestasi Klinis
a. Nyeri perut (abdominal discomfort),
b. Rasa perih di ulu hati,
c.

Mual, kadang-kadang sampai muntah,

d. Nafsu makan berkurang,


Erosi dan ulcerasi
e. Rasa lekas kenyang,
mukosa lambung
f. Perut kembung,

Timbulnya tanda dan


gejala klinik
gangguan sistem
g. Rasa panas di dada dan perut,Peningkatan
cerna
produksi HCL
h. Regurgitasi
(keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba).
Pelepasan
mediator
kimia (bradikinin,
histamin,
prostaglandin)
Perubahan status
kesehatan
Impuls ke fleksus meissner
ke nervus vagus
Nosiceptor

Kurang informasi
Merangsang medulla
oblongata

SarafDispepsia
afferen
F. Pathway

Kurang pengetahuan
tentang penyakitnya
Perubahan pola makan, pengaruh
obat-obatan alkohol, nikotin, rokok,
Impuls kefleksus
tumor/kanker
saluran
pencernaan,
miesenterikus
pada
dinding stres

Thalamus

Corteks cerebri

lambung

Stressor

Anoreksia, mual
6

Nyeri

Intake kurang

Cemas
muntah

Nutrisi Kurang

Perubahan
kesimbangan cairan
dan elektrolit

(Bare & Suzzane,2002)

G. Komplikasi
Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya
komplikasi yang tidak ringan. Salah satunya komplikasi dispepsia yaitu luka di
dinding lambung yang dalam atau melebar tergantung berapa lama lambung
terpapar oleh asam lambung. Bila keadaan dispepsia ini terus terjadi luka akan

semakin dalam dan dapat menimbulkan komplikasi pendarahan saluran cerna


yang ditandai dengan terjadinya muntah darah, di mana merupakan pertanda yang
timbul belakangan. Awalnya penderita pasti akan mengalami buang air besar
berwarna hitam terlebih dulu yang artinya sudah ada perdarahan awal. Tapi
komplikasi yang paling dikuatirkan adalah terjadinya kanker lambung yang
mengharuskan penderitanya melakukan operasi (Wibawa, 2006).
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang harus bias menyingkirkan kelainan serius,
terutama kanker lambung, sekaligus menegakkan diagnosis bila mungkin.
Sebagian pasien memiliki resiko kanker yang rendah dan dianjurkan untuk terapi
empiris tanpa endoskopi. Menurut Schwartz, M William (2004) dan Wibawa
(2006) berikut merupakan pemeriksaan penunjang:
a. Tes Darah
Hitung darah lengkap dan LED normal membantu menyingkirkan
kelainan serius. Hasil tes serologi positif untuk Helicobacter pylori
menunjukkan ulkus peptikum namun belum menyingkirkan keganasan
saluran pencernaan.
b. Endoskopi (esofago-gastro-duodenoskopi)
Endoskopi adalah tes definitive untuk esofagitis, penyakit epitellium
Barret, dan ulkus peptikum. Biopsi antrum untuk tes ureumse untuk
H.pylori (tes CLO).
Endoskopi adalah

pemeriksaan

terbaik

masa

kini

untuk

menyingkirkan kausa organic pada pasien dispepsia. Namun, pemeriksaan


H. pylori merupakan pendekatan bermanfaat pada penanganan kasus
dispepsia baru. Pemeriksaan endoskopi diindikasikan terutama pada pasien
dengan keluhan yang muncul pertama kali pada usia tua atau pasien dengan
tanda alarm seperti penurunan berat badan, muntah, disfagia, atau
perdarahan yang diduga sangat mungkin terdapat penyakit struktural.
Pemeriksaan endoskopi adalah aman pada usia lanjut dengan
kemungkinan komplikasi serupa dengan pasien muda. Menurut Tytgat GNJ,
endoskopi direkomendasikan sebagai investigasi pertama pada evaluasi
penderita dispepsia dan sangat penting untuk dapat mengklasifikasikan

keadaan pasien apakah dispepsia organik atau fungsional. Dengan


endoskopi dapat dilakukan biopsy mukosa untuk mengetahui keadaan
patologis mukosa lambung.
c. DPL : Anemia mengarahkan keganasan
d. EGD : Tumor, PUD, penilaian esofagitis
e. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium termasuk hitung
darah lengkap, laju endap darah, amylase, lipase, profil kimia, dan
pemeriksaan ovum dan parasit pada tinja. Jika terdapat emesis atau
pengeluaran darah lewat saluran cerna maka dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan barium pada saluran cerna bgian atas.
I. Pemeriksaan Fisik
Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien dyspepsia yang belum
diinvestigasi terutama hasrus ditujukan untuk mencari kemungkinan adanya
kelainan organik sebagai kausa dispepsia. Pasien dispepsia dengan alarm
symptoms kemungkinan besar didasari kelainan organik. Menurut Wibawa
(2006), yang termasuk keluhan alarm adalah:
1. Disfagia,
2. Penurunan Berat Badan (weight loss),
3. Bukti perdarahan saluran cerna (hematemesis, melena, hematochezia,
anemia defisiensi besi,atau fecal occult blood),
4. Tanda obstruksi saluran cerna atas (muntah, cepat penuh).
Pasien dengan alarm symptoms perlu dilakukan endoskopi segera untuk
menyingkirkan penyakit tukak peptic dengan komplikasinya,

GERD

(gastroesophageal reflux disease), atau keganasan.


J. Pencegahan
Pola makan yang normal, dan teratur, pilih makanan yang seimbang
dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkonsumsi
makanan yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol dan, pantang rokok, bila harus
makan obat karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara
wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung (Wibawa, 2006).

K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang
dilakukan yaitu : Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa
data. Data fokus yang berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut,
rasa pedih di ulu hati, mual kadang-kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa
lekas kenyang, perut kembung, rasa panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar
cairan dari lambung secar tiba-tiba). (Mansjoer, 2000).
a.

Biodata
1) Identitas Pasien : nama, umur, jenis kelamin, suku / bangsa, agama,
pekerjaan, pendidikan, alamat.
2) Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama,
pekerjaan, hubungan dengan pasien, alamat.

b.

Keluhan Utama

c.

Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
2) Riwayat kesehatan yang lalu
3) Riwayat kesehatan keluarga

d.

Keadaan Umum
1)

Tingkat kecemasan

2)

Tanda-tanda vital : tekanan darah, suhu, nadi, dan respirasi.

3)

Penampilan umum : lemah atau tidak

e.

Pemeriksaan
1)

Kulit : warna kulit dan tekstur kulit.

2)

Kuku : keadaan kuku dan warna kuku.

3)

Kepala : bentuk kepala, kelainan, keadaan rambut dan kulit kepala.

4)

Mata : sklera, konjungtiva, reflek cahaya, pupil, dan kelainan.

5)

Hidung : fungsi penciuman, bentuk, serumen, kelainan.

6)

Telinga : fungsi pendengaran, bentuk dan keadaan telinga.

10

7)

Mulut : funsi pengecapan, kebersihan gigi dan kelainan bibir.

8)

Dada dan paru-paru : bentuk dan frekuensi napas.

9)

Abdomen : Nyeri tekanan

10) Genitalia : keadaan rectum


11) Kekuatan otot : reflek bisep, trisep, patella dan babyn sky.
f.

g.

Aspek Psiko-Sosial-Spiritual
1)

Aspek Psikologis

2)

Aspek Sosial

3)

Aspek Spritual
Aktivitas Daily Living
No

1.

2.

Jenis
Aktivitas
Minum

Jenis air minum

Frekuensi

Kesulitan
Personal hygiene

Frekuensi mandi

Sikat gigi

Frekuensi keramas
Eliminasi
A.

Eliminasi fecal
Warna urine
Konsistensi urine
Kelainan

B.

Euminasi urine
Warna urine
Konsintensi urine

Kelainan
Istirahat / tidur

11

Saat Sehat/

Saat Sakit/

Di Rumah

Di RS

h.

Mulai tidur

Lamanya tidur

Sering terjaga

Daftar Penunjang
1)

Pemeriksaan diagnostic
No

Tanggal

Jenis
Pemeriksaan

2)

Hasil

Nilai
Normal

Program terapi
No

Hari, Tanggal

Nama Obat

Dosis Yang Diberikan

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doenges (2001) bahwa diagnosa keperawatan yang lazim timbul pada
klien dengan dispepsia.
a.

Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi


pada mukosa lambung.

b.

Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan


dengan rasa tidak enak setelah makan, anoreksia.

c.

Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit


berhubungan dengan adanya mual, muntah

d.

Kecemasan berhubungan dengan perubahan status


kesehatannya
3. Rencana Keperawatan

12

Rencana keperawatan adalah tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk


menngulangi masalah keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan.
a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa
lambung.
Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri, dengan kriteria
klien melaporkan terjadinya penurunan atau hilangnya ras nyeri
INTERVENSI
1. Kaji tingkat nyeri, beratnya
(skala 0 10)

RASIONAL
1. Berguna dalam pengawasan
kefektifan

obat,

kemajuan

penyembuhan
2. Dengan posisi semi-fowler dapat
2. Berikan istirahat dengan posisi
semifowler

menghilangkan
abdomen

tegangan

yang

bertambah

dengan posisi telentang


3. dapat

menghilangkan

akut/hebat
3. Anjurkan
menghindari

klien

untuk

makanan

yang

dapat meningkatkan kerja asam


lambung
mengatur waktu makannya

menurunkan

aktivitas peristaltik
4. mencegah terjadinya perih pada
ulu hati/epigastrium
5. sebagai

4. Anjurkan klien untuk tetap

dan

nyeri

indikator

melanjutkan

untuk
intervensi

berikutnya
6. Mengurangi rasa nyeri atau dapat

5. Observasi TTV tiap 24 jam

terkontrol
7. Menghilangkan rasa nyeri dan
mempermudah kerjasama dengan

6. Diskusikan dan ajarkan teknik


relaksasi
7. Kolaborasi dengan pemberian
obat analgesik

13

intervensi terapi lain

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak


setelah makan, anoreksia.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang
diharapkan individu, dengan kriteria menyatakan pemahaman kebutuhan
nutrisi
INTERVENSI
1. Pantau dan dokumentasikan

1. Untuk

RASIONAL
mengidentifikasi

dan haluaran tiap jam secara

indikasi/perkembangan dari hasil

adekuat

yang diharapkan

2. Timbang BB klien

2. Membantu

menentukan

keseimbangan cairan yang tepat


3. meminimalkan anoreksia, dan
3. Berikan makanan sedikit tapi
sering

mengurangi iritasi gaster


4. Berguna dalam mendefinisikan
derajat masalah dan intervensi

4. Catat status nutrisi paasien:


turgor kulit,
badan,

timbang

integritas

berat

mukosa

mulut, kemampuan menelan,

yang

tepat

pengawasan

Berguna

dalam

kefektifan

obat,

kemajuan penyembuhan
5. Membantu intervensi kebutuhan

adanya bising usus, riwayat

yang

mual/rnuntah atau diare.

intake diet klien.

5. Kaji pola diet klien yang


disukai/tidak disukai.

spesifik,

meningkatkan

6. Mengukur keefektifan nutrisi dan


cairan
7. Dapat menentukan jenis diet dan
mengidentifikasi

6. Monitor

intake

dan

output

secara periodik.
Catat

adanya

anoreksia,

Awasi

dengan

frekuensi,

untuk

intake nutrisi.
mual,

muntah, dan tetapkan jika ada


hubungannya

masalah

medikasi.
volume,

14

pemecahan
meningkatkan

konsistensi

Buang

Air

Besar

(BAB).
c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
adanya mual, muntah.
Tujuan : Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan prilaku yang perlu
untuk

memperbaiki

defisit

cairan,

dengan

kriteria

mempertahankan/menunjukkan perubaan keseimbangan cairan, dibuktikan


stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik.
INTERVENSI
1. Awasi tekanan darah dan nadi,
pengisian

kapiler,

status

membran mukosa, turgor kulit

RASIONAL
1. Indikator keadekuatan volume
sirkulasi perifer dan hidrasi
seluler

2. Awasi jumlah dan tipe masukan


cairan,

ukur

haluaran

urine

dengan akurat

2. Klien

tidak

cairan

mengkomsumsi
sama

sekali

mengakibatkan dehidrasi atau


mengganti

cairan

untuk

masukan

kalori

yang

berdampak pada keseimbangan


3. Diskusikan

strategi

menghentikan

untuk

muntah

dan

penggunaan laksatif/diuretik

elektrolit
3. Membantu

klien

menerima

perasaan bahwa akibat muntah


dan

atau

penggunaan

laksatif/diuretik

mencegah

kehilangan cairan lanjut


4. Identifikasi

rencana

untuk

4. Melibatkan klien dalam rencana

meningkatkan/mempertahankan

untuk

keseimbangan

keseimbangan untuk berhasil

misalnya

cairan
jadwal

optimal
masukan

cairan

5. Tindakan
memperbaiki

15

memperbaiki
daruat

untuk
ketidak

5. Berikan/awasi

hiperalimentasi

seimbangan cairan elektroli

IV

d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya


Tujuan :

Mendemonstrasikan

koping

yang

positif

dan

mengungkapkan penurunan kecemasan, dengan kriteria menyatakan


pemahaman tentang penyakitnya.

INTERVENSI

RASIONAL

16

1. Kaji tingkat kecemasan

1. Mengetahui sejauh mana tingkat


kecemasan yang dirasakan oleh
klien

sehingga

memudahkan

dlam tindakan selanjutnya


2. Klien

merasa

ada

yang

memperhatikan sehingga klien


2. Berikan dorongan dan berikan
waktu untuk mengungkapkan
pikiran dan dengarkan semua
keluhannya

merasa aman dalam segala hal


tundakan yang diberikan
3. Klien memahami dan mengerti
tentang prosedur sehingga mau

3. Jelaskan semua prosedur dan


pengobatan

bekejasama

dalam

perawatannya.
4. Bahwa segala tindakan yang
diberikan

untuk

penyembuhan
4. Berikan dorongan spiritual

masih

ada

proses

penyakitnya,
yang

berkuasa

menyembuhkannya yaitu Tuhan


Yang Maha Esa.

(Doenges,2001)

BAB III
PENUTUP

17

A. Kesimpulan

Dispepsia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang terdiri
dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung,
rasa penuh atau cepat kenyang, dan sering bersendawa.

Etiologi dari dispepsia karena kelainan organik, yaitu gangguan atau


penyakit dalam lumen saluran cerna, obat-obatan, Penyakit pada hati,
pankreas, maupun pada sistem bilier seperti hepatitis, pankreatitis,
kolesistitis kronik, serta penyakit sistemik

Manifestasi klinis dari dispepsia, yaitu:


a. Nyeri perut (abdominal discomfort),
b. Rasa perih di ulu hati,
c.

Mual, kadang-kadang sampai muntah,

d. Nafsu makan berkurang,


e. Rasa lekas kenyang,
f.

Perut kembung,

g. Rasa panas di dada dan perut,


h. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba).

Patofisiologi dari dispepsia yaitu adanya perubahan pola makan yang tidak
teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta
adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi kurang
sehingga lambung akan kosong, dan mengakibatkan erosi pada lambung
akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, sehingga peningkatan
produksi HCL akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, dan
rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake
tidak adekuat baik makanan maupun cairan.

Komplikasi dari dispepsia yaitu luka di dinding lambung yang dalam atau
melebar tergantung berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung, dan

kanker lambung.
Pemeriksaan penunjang dari dispepsia yaitu dengan tes darah, endoskopi
(esofago-gastro-duodenoskopi),

DPL,

18

EGD,

serta

dianjurkan

untuk

melakukan pemeriksaan laboratorium termasuk hitung darah lengkap, laju


endap darah, amylase, lipase, profil kimia, dan pemeriksaan ovum dan

parasit pada tinja.


Pemeriksaan penunjang dari dispepsia yaitu ditujukan untuk mencari

kemungkinan adanya kelainan organik sebagai kausa dispepsia.


Diagnosa dari dispepsia, yaitu :
a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak
setelah makan, anoreksia.
c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
adanya mual, muntah.
b. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya.

B. Saran
1. Untuk Institusi
Sebagai sekolah yang bergerak di bidang kesehatan, hendaknya
dapat memberi pendidikan yang lebih baik lagi kepada siswanya dalam
praktik pelayanan kesehatan dan menyediakan buku-buku penunjang
sebagai acuan dalam melakukan asuhan keperawatan.
2. Untuk Keluarga
Dalam proses asuhan keperawatan, sangat diperlukan kerja sama
keluarga dan pasien itu sendiri guna memperoleh data yang bermutu untuk
menentukan tindakan sehingga memperoleh hasil yang diharapkan.

Daftar pustaka

19

Mahadeva, S. & Goh, K., 2012. Epidemiology of Functional Dyspepsia: A


Global Perspective. In: Chua, A.S.B. 2012. World Journal of
Gastroenterology. 2661-2666.
WHO.
2010.
Growth
Refrence
Data
for
5-19
http://www.who.int/growthref/. Diakses 11 September 2015.

Years.

Corwin,E.2009.Bukusakupatofisiologi.Jakarta:EGC
Friedman, M.2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset,Teori, dan
Praktek.EGC.Jakarta.
Ganong WF. 2013. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-22. Jakarta:
EGC.
Mansjoer, Arif,dkk. 2012. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga Jilid 1.
Jakarta
Herman, B. R. (2014). Fisiologi Pencernaan Untuk Kedokteran. Padang :
Andalas University Press
Almatsier, S. 2014. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta
Misnadiarly. 2013. Mengenal Penyakit Organ Cerna. Pustaka Populer
Obor. Jakarta
Misnadiarly. 2012. Mengenal Penyakit Organ Cerna. Pustaka Populer
Obor. Jakarta
Muya,Y, dkk. 2011.Karakteristik Penderita Dispepsia Fungsional Yang
Mengalami Kekambuhan Di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr.
Djamil Padang.Jurnal.fk.unand.ac.id
Minggu, K. 2014. Gambaran Pola Makan Dalam Terjadinya Gastritis Pada
Biarawati Di Yayasan Santa Maria. Skripsi Universita Sumatera Utara
Sudoyo, AW.2013. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 529-531.
Buku NANDA NIC NOC (2014)
Rani AA.2011 Jacobus A. Buku Ajar Gastroenterologi. Jakarta Pusat:
Interna Publishing.

20

Friedman, M.2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset,Teori, dan


Praktek.EGC.Jakarta
Suratun dan Lusianah. (2010). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Sistem Gastrointestinal. Jakarta : CV. Trans Info Media
Sudoyo, AW.2012. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 529-531.

21

Anda mungkin juga menyukai