Masalah:
1. Perempuan mendapat upah kecil karena tingkat pendidikan, modal dan keterampilan
yang rendah
2. Peran ganda = beban ganda
3. Integrasi dengan permasalahan kependudukan dalam pembangunan,seperti:
(1) Tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi,
(2) jumlah penduduk yang besar,
(3) struktur umur yang muda,
(4) penyebaran penduduk yang tidak merata, dan
(5) permasalahan ketenagakerjaan.
Rumusan Masalah
1.Apakah sektor informal itu?
2.Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi atau mendorong perempuan untuk menjadi
pekerja di sektor informal daripada bekerja di sektor formal?
3.Apakah
Partisipasi
angkatan
kerja
perempuan
memberikan
kemajuan
terhadap
Pembahasan
Konsep sektor informal
Afrida (2003): sebagai status hubungan kerja yang terdiri atas pekerja mandiri dengan
bantuan tenaga lepas dan pekerja keluarga tanpa bayaran.
Pekerja sektor informal adalah tenaga kerja yang bekerja dalam hubungan kerja sektor
informal dengan menerima upah dan atau imbalan (Undang-undang Ketenagakerjaan, 2003).
Definisi lain: segala jenis pekerjaan yang tidak menghasilkan pendapatan yang tetap, tempat
pekerjaan yang tidak terdapat keamanan kerja (job security), tempat bekerja yang tidak ada
status permanen atas pekerjaan tersebut dan unit usaha atau lembaga yang tidak berbadan
hukum.
Ciri-ciri yang termasuk pekerja sektor informal
Salah satu ciri dari sektor informal adalah tidak membutuhkan tingkat pendidikan tinggi
(Eka, 2009).
Ciri-ciri lain pada sektor informal adalah dengan mudahnya menyerap tenaga kerja karena
tidak mempunyai persyaratan penerimaan serta modal yang besar.
1. Kegiatan usaha pada umumnya sederhana, tidak tergantung pada kerja sama
banyak orang dan sistem pembagian kerja yang tidak begitu ketat.
2. Skala usaha relatif kecil, modal usaha, modal kerja, dan omset penjualan pada
umunya kecil serta dapat dilakukan secara bertahap.
3. Usaha sektor informal umumnya tidak mempunyai izin usaha.
4. Untuk bekerja di sektor informal lebih mudah daripada di perusahaan formal,
asalkan adanya keinginan dan kesediaan untuk bekerja.
5. Tingkat penghasilan di sektor informal umumnya rendah walaupun tingkat
keuntungan kadang-kadang cukup tinggi, akan tetapi karena omzet relatif kecil,
keuntungan absolut umumnya menjadi kecil.
6. Keterkaitan sektor informal dengan usaha-usaha lain sangat kecil.
7. Usaha sektor informal sangat beraneka ragam. Tuntutan sosial dan ekonomi
rumah tangga
7. Tidak membutuhkan keahlian khusus sehingga secara luwes dapat menyerap berbagai tingkat
pendidikan ketenaga kerjaan
8. Umumnya setiap satuan usaha mempekerjakan tenaga yang sedikit biasanya dari lingkungan
hubungan kekeluargaan, kenalan atau berasal dari daerah yang sama
9. Belum mengenal sistem perbankan, pembukuan dan perkreditan.
Secara umum indikator sektor informal dicirikan oleh 11 faktor yang terdiri dari :
1. Organisasi (kegiatan usaha tidak terorganisir
2. Izin ssaha (tidak ada izin usaha
3. Pola aktifitas (pola kegiatan tidak teratur)
4. Kebijakan (kebijakan dan bantuan pemerintah tidak ada
5. Unit usaha (pekerja dapat dengan mudah keluar masuk
6. Teknologi (penggunaan teknologi masih sederhana
7. Modal dan skala usaha tergolong kecil
8. Pendidikan (tidak memerlukan pendidikan formal
9. Pengelolaan (dilakukan sendiri, buruh berasal dari keluarga
10. Produksi (dikonsumsi oleh golongan menengah kebawah
11. Modal (milik sendiri atau mengambil kredit tidak resmi)
Berdasarkan pendapat diatas, dalam penelitian ini sektor informal tersebut adalah pedagang kaki
lima di pasar tradisional yang menjual kebutuhan rumahtangga/ kebutuhan harian. Teori lain yang
digunakan adalah dari pendekatan studi wanita, yang menjelaskan tentang pentingnya perspektif gender
dalam kegiatan ekonomi rumah tangga. Pendekatan Women and Development dari Caroline Moser
(1996), yakni menyebutkan tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan yang memilki partisipasi
yang mengakui bahwa: Perempuan merupakan partisipasi aktif dalam proses pembangunan, yang melalui
peran produktif dan reproduktifnya memberikan kontribusi kritis, meski tidak diakui terhadap perubahan
ekonomi. Pendekatan tersebut dimulai dengan asumsi dasar bahwa strategi ekonomi seringkali berdampak
negatif kepada perempuan, dan mengakui bahwa merkea harus dibawa kedalam proses pembangunan
melalui akses terhadap pekerjaan dan pasar. Namun pendekatan keadilan juga terkait dengan masalah
mendasar tentang persamaan yang mentransendenkan bidang pembangunan yang kepedulian utamanya
adalah ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan, baik didalam lingkup kehidupan publik maupun
privat. Pendekatan ini mengidentifikasikan asal usul sub ordinasi perempuan yang berada tidak hanya
dalam konteks keluarga, melainkan pula dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan di pasar.
Perkembangan selanjutnya, menunjukan bahwa hampir semua perempuan memiliki motivasi untuk
berpartisipasi dalam peningkatan ekonomi keluarga nya, dan motivasi perempuan bekerja sangat beragam.
Hal tersebut dapat dijelaskan, menurut S.C. Utami Munandar,(1983), bahwa motivasi wanita bekerja
adalah:
1. Untuk menambah penghasilan keluarga
2. Supaya perekonomian tidak tergantung pada suami
3. Untuk menghindari rasa bosan
4. Karena kegagalan dalam perkawinan
5. Karena mempunyai minat dan keahlian tertentu yang ingin dimanfaatkan
6. Untuk memperoleh status
7. Untuk mengembangkan diri.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perempuan Bekerja dalam Sektor Informal Asyiek
dkk (2009): Beberapa motivasi perempuan untuk bekerja yaitu,
dominan
mempengaruhi
TPAK
di
kota
dibandingkan
TPAK
di
desa.
Variabel yang paling kuat mempengaruhi partisipasi angkatan kerja perempuan adalah
tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan keluarga sedangkan usia pengaruhnya kurang
signifikan.
Peran Perempuan di Sektor Informal bagi Keluarga dan bagi Pembangunan Nasional
Sejak tahun 1987 di Indonesia sudah membentuk menteri Urusan Peranan Wanita
(UPW) yang bertujuan untuk memperbaiki status perempuan Indonesia.
Pemerintah Indonesia memasukkan kebijakan perempuan dalam GBHN yang dikenal dengan
kebijakan Peran Ganda Perempuan.
Perempuan didorong untuk berpartisipasi aktif di sektor publik, sekaligus tetap harus
menjalankan fungsinya sebagai istri dan ibu (Nursyahbani, 1999).
Pujiwati dalam Handayani, M.Th dan Ni Wayan Putu Artini (2009) mengungkapkan:
Pertama, peran wanita dalam status atau posisi sebagai ibu rumah tangga yang melakukan
pekerjaan yang secara tidak langsung menghasilkan pendapatan, tetapi memungkinkan
anggota rumah tangga yang lain melakukan pekerjaan mencari nafkah.
Kedua, peranan wanita pada posisi sebagai pencari nafkah (tambahan atau pokok) dalam hal
ini wanita melakukan pekerjaan produktif yang langsung menghasilkan pendapatan.
Partisipasi wanita dewasa ini bukan hanya untuk membantu perekonomian keluarga
tetapi turut serta berpartisipasi bagi pembangunan dalam masyarakat di Indonesia secara
langsung. Hal ini mengakibatkan adanya perubahan atau pergeseran peranan antara pria dan
wanita dalam rumah tangga.
Semakin tinggi tingkat partisipasi angkatan kerja wanita sering dianggap sebagai indikasi
adanya proses perubahan struktur perekonomian dari sektor dominan pertanian ke industri.
Proses industrialisasi dan semakin meningkatnya tingkat pendidikan maka akan semakin
terbuka pula kesempatan wanita untuk memasuki dunia publik.
Banyak faktor yang mempengaruhi kontribusi pendapatan ibu dalam keluarga antara
lain yaitu tingkat pendidikan, jam kerja, jumlah tanggungan keluarga dan jumlah anggota
keluarga yang bekerja.
Konsep Sektor Informal Resources
Pendekatan teori ekonomi akan digunakan dalam penelitian ini, karena difokuskan kepada
perempuan bekerja dengan indikator jenis pekerjaan, hasil pendapatan, curahan waktu bekerja serta
kontribusinya dalam peningkatan ekonomi keluarga. Teori tersebut tentang transformasi ekonomi, menurut
Sunyoto Usman dalam bukunya pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, (2003), dimana
terdapat tiga periode perkembangan yakni:
1. the family based
2. the family waged economy
3. the family consumer economy.
-
proses produksi berada dalam rumah tangga, dengan demikian pekerjaan rumah tangga tidak ditinggalkan.
Namun kelemahannya adalah sulit memisahkan peran ekonomi dan peran domestiknya. 2.
-
perdagangan. Paa periode ini tenaga kerja tidak lagi terkonsentrasi pada kegiatan rumah tangga, tetapi diluar
rumah yakni di pabrik-pabrik yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan industrialisasi.
Pada saat inilah muncul yang disebut peran ganda bagi kaum perempuan. 3.
domestik kearah konsumen ekonomi, yang kemudian muncul perubahan citra dan kedudukan perempuan.
Aspek Ekonomi berikutnya adalah peranannya dalam distribusi pendapatan, baik distribusi horizontal
(pemerataan dari sisi umur dalam berbagai golongan pendapatan atau distribusi antar generasi), maupun
distribusi vertikal (pemerataan antar golongan pendapatan).
Kontribusi Pendapatan Keluarga
Motivasi perempuan bekerja pada saat ini semakin kompleks, namun yang lebih utama adalah
untuk mengatasi persoalan ekonomi keluarganya. Kontribusi pendapatan merupakan sumbangan yang
diberikan kepada rumah tangganya oleh perempuan bekerja, dengan indikator jumlah pendapatan yang
diterima dan jumlah uang yang diberikan kepada rumah tangganya. Sedangkan Ekonomi keluarga
merupakan keseluruhan kebutuhan ekonomi keluarga, yang terdiri dari kebutuhan ekonomi sehari-hari
/pangan, kebutuhan pendidikan dan kebutuhan kesehatan. Namun juga akan dijelaskan kebutuhan lainnya
(konsumsi non pangan dan kebutuhan pribadi). Hal tersebut diatas berhubungan dengan fungsi dan peranan
keluarga, yang bertujuan untuk mensejahterakan kelurganya. Pendapat tersebut didukung oleh Sasmita dkk
(1992), bahwa fungsi keluarga adalah :
1. Mempersiapkan anaknya agar bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan norma yang berlaku
dalam masyarakat tempat tinggal (sosialisasi
2. Mengusahakan terselenggarakan kebutuhan ekonomi rumahtangga sehingga keluarga dikenal
sebagai unit-unit
3. Melindungi anggota dari berbagai gangguan
4. Meneruskan keturunan (reproduksi)
Ditinjau dari sudut pandang sumber daya manusia(SDM), baik secara kualitas yang
melekat pada pribadinya maupun secarakuantitas, wanita memiliki dimensi multi
dimensional. Wanita secarakodratiah adalah menjadi istri dan ibu dari anak -anak dalam
kehidupankeluarga, serta memiliki kedudukan, fungsi dan peranan dalam kehidupansosial.
Dalam aspek ekonomi wanita sebagai tenaga kerja (man power),tenaga ahli (expertice) dan
tenaga kepemimpinan (leadership), yangmenjadi salah satu faktor penunjang keberhasilan
usaha.Perempuan, baik sebagai warga negara maupun sebagai sumber daya insanidalam
pembangunan, mempunyai tugas dan kewajiban serta kesempatanyang sama dengan laki-laki
dalam pembangunan di segala bidang. Hal inidapat diwujudkan melalui pembinaan peranan
perempuan sebagai mitrasejajar dengan laki-laki yang ditujukan untuk meningkatkan peran
seutuhnya.
Kedudukan
perempuan
dalam
keluarga
dan
masyarakat
pembangunan,pengembangan
sumber
daya
manusia
yang
berkualitas
dan
sekarang ada kecendrungan pencari kerja lebih banyak kaum wanita dibandingkan dengan
pria. Dalam hal ini setiap 97% penduduk wanita berusia 10 tahun keatas berpendidikan SD
dan tamat SD.
Semenjak anak laki-laki dan perempuan mendapatkan kesempatan yang sama untuk
menempuh pendidikan dan pengajaran secara bersama-sama, maka makin terbukalah
kesempatan bagi wanita untuk mengikuti pendidikan. Jumlah kaum wanita mengikuti
pendidikan menunjukkan peningkatan. Pendidikan kaum wanita di kota ini rata-rata
berpendidikan SD, SMP, SMA dan ada beberapa yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Bagi
mereka yang hanya berpendidikanSD-SMP, biasanya memilih pekerjaan di sektor informal
seperti menjadi pedagang/saudagar, buruh bangunan, buruh tani, dan sebagai pengrajin
gerabah.
Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupanindividu,
masyarakat, bangsa dan negata, karena pendidikan sangatmenentukan tingkat kualitas sumber
daya manusia. Semakin tinggi tingkatpendidikan masyarakat, semakin baik kualitas sumber
dayanya.
Peningkatankualitas
SDM
merupakan
salah
satu
modal
utama
dalam
semakinbaiknya
kualitas
sumber
dayanya,
sehingga
rnampu
bersaing
Dalam studi ini, untuk mengidentifikasi kompetensi wanita pelaku usaha koperasi dan
UKM, dilihat performance personal pengurus koperasi/pemilik usaha dari aspek alasan
berkiprah di koperasi-UKM, pemanfaatan teknologi, pemikirannya terhadap diversifikasi
usaha, hubungan kerja dengan anak buah dan mitra usaha guna melihat motif, pengetahuan,
ketrampilan, inter personal, dan peran sosial. Aspek kepemimpinan (sistem pengambilan
keputusan, hubungan kerja dengan bawahan/ sejawat), melihat citra diri yang terdiri dari
aspek kejujuran dan tanggung jawab, keterbukaan, kepedulian, respek, dan disiplin. Serta
sifat-sifat/ kompetensi yang seharusnya dimiliki oleh seorang pelaku usaha atau pimpinan
yaitu : ulet, berani.
4. Waktu
Pola peranan digambarkan wanita seluruhnya hanya dalam pengerjaan pekerjaan
rumah tangga atau pekerjaan pemeliharaan kebutuhan hidup semua anggota keluarga dan
rumah tangganya. Pola wanita memiliki peran ganda yaitu: sebagai pengurus rumah tangga
dan
Pekerjaan rumah tangga bagi wanita merupakan suatu hal yang kompleks,
sepertipekerjaan dapur, mengurus anak dan suami, merawat rumah dan sebagainya, semua
pekerjaan tersebut memerlukan banyak waktu, sehingga bagi wanita yang tidak bisa membagi
waktu, tidak akan bisa mengikuti ritme pekerjaan dengan baik, salah satu ahsil wawancara
dengan pekerja di
Kendala pembagian waktu memang sudah menjadi resiko bagi ibu-ibu yang ingin
bekerja paruh waktu, seperti pekerka di Swalayan yang di domonasi oleh perempuan baik
yang masih lajang maupun yang sudah berkeluarga, ini meangambarkan betapa besarnya
antusias dari kaum perempuan dalam menopang perekonomian keluarga.
Pemenuhan Kebutuhan Utama Keluarga
Dalam situasi tertentu wanita menjadi tokoh sentral dalam perekonomian keluarga,
hal ini terkait dengan keadaan lapangan pekerjaan yang semakin terbatas, bahkan jumlah
wanita yang bekerja bisa lebih banyak dari pada pria hal tersebut dikarenakan kondisi
lapangan pekerjaan yang menciptakan keadaan tersebut.
Untuk menyikapi kondisi ini perlu suatu pemahaman yang netral. Dalam mengambil
keputusan untuk rnelakukan suatupekerjaan di luar kegiatan rumah tangga pengerajin, seperti
sebagai buruh, pegawai lain-lainya dan merupakan hak mereka dalammembantupendapatan
suami atau menunjang ekonomi keluarga, sehingga untuk itu mereka bisa berjalan selaras
harmonis yang dan karena semua dilakukanadalah untuk menjaga keutuhan yang keluarga
merupakan salah satu daripembinaan keluarga.(Pudjiwati, 1993)
Selanjutnya
Menurut
Mubyarto
(1997)
pendapatan
merupakan
penerimaan
peran
perempuan
dalam
perekonomian.
Misalnya,
banyak
pekerjaan perempuan dalam sektor informal dianggap tidak bernilai ekonomi atau
bernilai ekonomi sangat rendah karena perempuan yang bekerja dianggap sebatas
pencari nafkah tambahan bukan pencari nafkah utama. Amartya Sen mengungkapkan bahwa
ekonomi mustahil berkembang tanpa melibatkan perempuan sebagi agen atau sebagai bagian
dalam perhitungan ekonomi. Edisi Jurnal Perempuan 74 Siapakah Agen Ekonomi?
menunjukkan bahwa ekonomi tidak bisa berkembang tanpa perempuan, dan ekonomi
perempuan
sangat
berperan
dalam
menumbuhkan keluarga,
dan
otomatis
perspektif dan metodologis feminis diwujudkan salah satunya dengan rutin mengadakan
pendidikan publik setiap terbitnya edisi Jurnal Perempuan. Sabtu, 3 November 2012 yang
lalu, Jurnal Perempuan didukung oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (KPPA) menyelenggarakan pendidikan publik Jurnal Perempuan edisi 74
dengan tema Siapakah Agen Ekonomi? di Double Bay Lounge & Dinner, Hotel F1
Menteng, Jakarta Pusat dengan narasumber Titik Hartini (Direktur Eksekutif Association for
Community Empowerment), Rocky Gerung (Dewan Redaksi Jurnal Perempuan), Deva
Rachman (Corporate Affairs Director of Intel Corporations) dengan moderator Dr. Phil. Dewi
Candraningrum (Dewan Redaksi Jurnal Perempuan).
Titik Hartini, Direktur Eksekutif ACE (Association for Community Empowerment)
berbicara mengenai ruang perempuan di pasar produksi yang semakin sempit dengan lahirnya
produk-produk perusahaan. Sebagian besar perempuan di Indonesia memang bekerja di
sektor informal dan sektor ini sebenarnya potensial dilihat sebagai agen ekonomi untuk
menyejahterakan perempuan termasuk di dalamnya menurunkan angka kemiskinan keluarga
dan angka kematian ibu melahirkan. Namun, kenyataanya perempuan di sektor ini banyak
terpinggirkan. Masuknya batik Cina ke Solo misalnya, langsung menurunkan keuntungan
pembatik perempuan di sana secara drastis. Kebanyakan perempuan di sektor informal juga
tidak memiliki asuransi kesehatan, atau jaminan keselamatan kerja. Program-program
pemberdayaan masyarakat di daerah-daerah kebanyakan tidak menyasar perempuan, dan
perempuan yang bekerja di sektor informal yang menjadi target dari program pemberdayaan
tersebut
kebanyakan
tidak
dilibatkan dalam
perencanaan
penganggaran.
Program
ekonominya sangat rendah. Sebagai buruh migran, tenaga perempuan dianggap murah karena
dianggap tak punya nilai ekonomi. Skill-nya juga tidak dihargai karena dianggap hanya
pekerjaan rumah tangga. Sebanyak enam juta rumah tangga di Indonesia dikepalai oleh
perempuan dan setiap tahun kepala keluarga perempuan meningkat sampai 14%.
Perempuan adalah
pelaku
ekonomi
potensial
tapi
kesulitan
mendapatkan
akses
modal. Perempuan sebagai istri pun juga sulit mendapatkan akses modal karena beban ganda
mereka mengasuh anak dan keluarga. Setiap perempuan yang ingin membuka usaha,
pertama-tama dia harus bernegosiasi dengan suaminya. Bila suami tidak mengizinkan, maka
selesailah mimpinya, meskipun kebutuhan ekonomi keluarga tidak mencukupi. Sementara
itu, para perempuan yang didukung suaminya kebanyakan maju usahanya. Kesimpulannya,
menjadi perempuan itu, negosiasi pertama soal keinginan dan kemajuan usaha adalah
di kamar tidur yaitu negosiasi dengan suami. Mereka tidak bisa mengambil keputusan
sendiri. Pun jika perempuan lebih maju daripada suami, muncul masalah baru. Negosiasi bisa
jadi gagal di tahap berikutnya. Titik menegaskan bahwa memberdayakan ekonomi
perempuan sebetulnya sama dengan memberdayakan ekonomi keluarga. Jadi, keluarga yang
setara, istri yang maju dan mandiri secara ekonomi, adalah tatanan masyarakat yang berhasil
membantu keluar dari kemiskinan. Namun, ruang-ruang perempuan untuk masuk dalam
kebijakan ekonomi sangat kecil. Pasar tradisional misalnya, tidak dilibatkan dalam kebijakan
ekonomi.
Deva
Rachman,
Corporate
Affairs
Director
dari
Intel
Corporations
jika perempuan memakai keduanya, maka dianggap tidak bermoral. Rocky mengibaratkan
proses ekonomi melalui metafora cangkul. Cangkul pada mulanya adalah ekstensi tangan
perempuan, untuk merawat halaman rumahnya, kemudian oleh laki-laki, cangkul kemudian
berubah menjadi alat yang merusak payudara bumi rahim perempuan dianeksasi, dibunuh
oleh tangan laki-laki. Artinya, otoritas yang dipakai oleh laki-laki malah kemudian merusak
bumi,
mengeksploitasi, bukan
perempuan.Hampir
yang diistilahkan
merawat
80%
produk
yang
Rocky
sebagai
produk
sebagaimana
kita
nikmati
rahim
yang
awalnya
adalah
produk
perempuan,
tapi
dilakukan
perempuan,
yang
menjadi
properti perempuan tak pernah lebih dari 4-6% dan selalu, klaim peradaban menjadi
milik laki-laki. Perempuan tidak mempunyai klaim atas produk yang dilahirkan oleh mereka
sendiri. Anggaran APBD, 70% digunakan untuk membiayai gaji pegawai, dan hanya 30%
yang digunakan untuk pembangunan. Itulah sebabnya indeks pembangunan kita sangat
mengenaskan. APBD bukan semata dokumen ekonomi, namun dokumen politis, yang
didalamnya terdapat transaksi parta. Sri Mulyani adalah perempuan pertama yang sangat
mendukung gender budgeting di departemen-departemen negara. Dalam struktur demografi
kita, perempuan adalah proletarnya proletariat. Pekerjaan untuk membebaskan politik dari
ketidakadilan adalah bukan hanya pekerjaan politisi, namun juga akademisi. Ekonomi
perempuan seperti sengaja dihambat karena ketakutan laki-laki terhadap persaingan.
Ida
Ruwaida,
dosen
di
Fakultas
Ilmu
Sosial
dan
Politik,
Universitas
Indonesia memberikan tanggapan dari pemaparan narasumber. Ida menjelaskan bahwa tanpa
ada perempuan, ekonomi rumah tangga menjadi tanda tanya. Ida juga memaparkan alasan
kenapa banyak perempuan pergi menjadi buruh migran yaitu karena perempuan dianggap
sebagai penyelamat ekonomi keluarga dan sayangnya negara belum menjadi pelindung bagi
para buruh migran. Perempuan sebagai pilar utama dalam ekonomi keluarga ternyata sangat
susah mendapat akses untuk program pengentasan kemiskinan. Dewi Candraningrum
kemudian mengulas sedikit tentang tulisan Ahmad Badawi di Jurnal Perempuan edisi 74 yang
menulis tentang kawasan Muria dan Dieng yang tidak lagi hijau, namun kini coklat. Hal
tersebut menjadi salah satu penyebab perempuan dieksplor bekerja ke luar negeri, karena
hancurnya dan rusaknya alam akibat penjarahan hutan. Titik juga menambahkan alasan
kenapa buruh migran pergi. Kebanyakan memang mereka berasal dari desa yang
ditenggelamkan untuk waduk dan danau untuk irigasi. Mereka tidak punya banyak pilihan
lain.
penampilannya, tapi suaranya dan pikirannya tidak didengar. Rocky juga menjelaskan bahwa
kuota perempuan di DPR bukan semata ada manusia berpayudara dan bervagina disana, tapi
perempuan yang memiliki value justice. Kesatuan pikiran perempuan adalah dari kepala
sampai kelamin. Vagina adalah alat eksistensi perempuan. Karena itu, perusakan alat kelamin
perempuan (perkosaan, kekerasan) adalah perusakan eksistensi perempuan. Politic is the
art of attacking the impossible, demikian Rocky berujar. Hanya laki-laki yang mau merubah
pikiran yang dapat berkontribusi untuk menciptakan keadilan. Perjuangan melawan
diskriminasi gender adalah persoalan melawan konstruksi budaya dan arus peradaban.
Maka,
berbicara
mengenai
ekonomi
adalah
juga
berbicara
mengenai
perempuan, sebab kenyataannya, perempuan adalah agen ekonomi yang perannya sangat
dibutuhkan dalam perkembangan perekonomian. Pemerintah dan masyarakat mestinya
menyadari hal tersebut, serta berupaya untuk menciptakan iklim ekonomi dan kebijakan
ekonomi yang bisa diakses dan berpihak tidak hanya bagi laki-laki, tapi juga bagi para
perempuan.
Kesimpulan
-
Sektor informal adalah segala jenis pekerjaan yang tidak menghasilkan pendapatan
yang tetap, tempat pekerjaan yang tidak terdapat keamanan kerja (job security),
tempat bekerja yang tidak ada status permanen atas pekerjaan tersebut dan unit usaha
atau lembaga yang tidak berbadan hukum.
Alasan utama yang mendasari faktor-faktor tersebut adalah karena adanya motivasi
yang mendukung.
Tingkat partisipasi kerja perempuan pada umumnya memang masih rendah bila
dibandingkan dengan pria.
Keberadaan wanita yang secara absolut lebih besar daripada penduduk laki-laki,
perempuan merupakan potensi yang harus dimanfaatkan untuk menunjang kelancaran
proses pembangunan.
Banyak faktor yang mempengaruhi kontribusi pendapatan ibu dalam keluarga antara
lain yaitu tingkat pendidikan, jam kerja, jumlah tanggungan keluarga dan jumlah
anggota keluarga yang bekerja.
UNIVERSITAS TRIDINANTI
PALEMBANG