Anda di halaman 1dari 21

Latar Belakang

Manusia pada hakekatnya diciptakan berjenis kelamin laki-laki dan perempuan,


keduanya diciptakan berbeda agar dapat saling melengkapiguna membangun suatu kekuatan
baru, dan bermanfaat bagi kelangsunganumat manusia di muka bumi ini. Namun dalam
perkembangan selanjutnya telah terjadi dominasi oleh satu pihak terhadap yang lain,
sehinggamenimbulkan diskriminasi antara perempuan dengan laki-laki. Secaras tatistik pada
umumnya, kaum perempuan mendapatkan posisi yang kurang menguntungkan dalam
berbagai aspek kehidupan, seperti peran produktifatau peran di sektor publik menyangkut
pekerjaan yang menghasilkanbarang dan jasa, peran reproduktif atau peran domestik yang
berkaitandengan surnber daya manusia dan pekerjaan rumah tangga serta peran sosialdalam
kegiatan sosial masyarakat. situasi ini merupakan hasil akumulasidan nilai sosio kultural
suatu masvarakat.Penduduk merupakan bagian dari suatu negara yang memilikiperanan
penting dalam arti bahwa penduduk adalah subyek dan obyek daripembangunan.
Dikatakan subjek pembangunan karena penduduk adalahpelaksana pembangunan
sehingga harus berpartisipasi dalam menjalankanaktivitas pembangunan, sedangkan sebagai
objek pembangunan artinyapenduduk menjadi tujuan untuk memajukan pembangunan.
Dalam peraturanperundang-undangaan tidak pernah dinyatakan adanya diskriminasi
perlakuan antarawanita.Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pandangan mengenai
peranserta dan tanggung jawab perernpuan sebagai anggota masyarakat MenurutRiga
Adiwoso (1990), pembangunan dipengaruhi dan mempengaruhiperempuan dan laki-laki
secara berbeda, sehingga dorongan dan bantuankhusus perlu diberikan pada berbagai
kegiatan perempuan karena adaperbedaan status antara perempuan dan laki-laki di luar rumah
tangga.Adanya perbedaan tersebut merupakan salah satu penyebab masihkurangnya
keterlibatan perempuan di masyarakat, hal ini banyak terjadididunia ketiga termasuk di
Indonesia. Keadaan ini menyebabkan perempuanmasih terkesan dan memiliki citra sebagai
kelompok masyarakat yangkurang berperan. Kegiatan yang mampu dilakukan oleh
perempuandianggap hanya pekerjaan rumah tangga saja, sedangkan pekerjaan kaumlaki-laki
dianggap sebagai dasar ekonomi masyarakat, dan informasi mereka dipandang sebagai
komunikasi sosial yang penting.

Tuntutan sosial dan ekonomi rumah tangga


-

Perempuan sebagai kepala keluarga

Perempuan lebih termotivasi untuk bekerja di sektor informal

Masalah:
1. Perempuan mendapat upah kecil karena tingkat pendidikan, modal dan keterampilan
yang rendah
2. Peran ganda = beban ganda
3. Integrasi dengan permasalahan kependudukan dalam pembangunan,seperti:
(1) Tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi,
(2) jumlah penduduk yang besar,
(3) struktur umur yang muda,
(4) penyebaran penduduk yang tidak merata, dan
(5) permasalahan ketenagakerjaan.

Rumusan Masalah
1.Apakah sektor informal itu?
2.Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi atau mendorong perempuan untuk menjadi
pekerja di sektor informal daripada bekerja di sektor formal?
3.Apakah

Partisipasi

angkatan

kerja

perempuan

memberikan

kemajuan

terhadap

perkembangan ekonomi negara?


4.Apa saja peranan perempuan di sektor informal bagi keluarga dan bagi pembangunan
nasional?

Pembahasan
Konsep sektor informal
Afrida (2003): sebagai status hubungan kerja yang terdiri atas pekerja mandiri dengan
bantuan tenaga lepas dan pekerja keluarga tanpa bayaran.
Pekerja sektor informal adalah tenaga kerja yang bekerja dalam hubungan kerja sektor
informal dengan menerima upah dan atau imbalan (Undang-undang Ketenagakerjaan, 2003).
Definisi lain: segala jenis pekerjaan yang tidak menghasilkan pendapatan yang tetap, tempat
pekerjaan yang tidak terdapat keamanan kerja (job security), tempat bekerja yang tidak ada
status permanen atas pekerjaan tersebut dan unit usaha atau lembaga yang tidak berbadan
hukum.
Ciri-ciri yang termasuk pekerja sektor informal
Salah satu ciri dari sektor informal adalah tidak membutuhkan tingkat pendidikan tinggi
(Eka, 2009).
Ciri-ciri lain pada sektor informal adalah dengan mudahnya menyerap tenaga kerja karena
tidak mempunyai persyaratan penerimaan serta modal yang besar.
1. Kegiatan usaha pada umumnya sederhana, tidak tergantung pada kerja sama
banyak orang dan sistem pembagian kerja yang tidak begitu ketat.
2. Skala usaha relatif kecil, modal usaha, modal kerja, dan omset penjualan pada
umunya kecil serta dapat dilakukan secara bertahap.
3. Usaha sektor informal umumnya tidak mempunyai izin usaha.
4. Untuk bekerja di sektor informal lebih mudah daripada di perusahaan formal,
asalkan adanya keinginan dan kesediaan untuk bekerja.
5. Tingkat penghasilan di sektor informal umumnya rendah walaupun tingkat
keuntungan kadang-kadang cukup tinggi, akan tetapi karena omzet relatif kecil,
keuntungan absolut umumnya menjadi kecil.
6. Keterkaitan sektor informal dengan usaha-usaha lain sangat kecil.
7. Usaha sektor informal sangat beraneka ragam. Tuntutan sosial dan ekonomi
rumah tangga

Pekerja Formal Dan Informal Dalam Kemajuan Ekonomi Negara


-

Gambaran sektor formal-informal dapat menjadi sinyal perekonomian negara.


Semakin maju perekonomian, semakin besar peranan sektor formal. Sampai dengan
Agustus 2008, sektor informal masih mendominasi kondisi ketenagakerjaan di
Indonesia dengan kontribusi sekitar 65,92 persen pekerja laki-laki dan 73,54 persen
pekerja perempuan (Tabel 4.4).

Sektor informal sebagai sektor penyelamat. Elastisitas sektor informal dalam


menyerap tenaga kerja menjadikan sektor ini selalu bergairah meskipun nilai tambah
yang diciptakannya mungkin tidak sebesar nilai tambah sektor formal.

Kontribusi Pendapatan Perempuan Bekerja Sektor Informal


Generasi tua ditanggung oleh generasi yang lebih muda. Sementara pemerataan vertikal
diakibatkan oleh prinsip-prinsip dalam perhitungan jaminan yang tidak terlalu prinsip.
Sektor Informal
Belum terjadinya peningkatan yang berarti pada pendapatan di sektor informal, terutama
disebabkan belum berkembangnya usaha lain yang berskala kecil di perkotaan. Kendala-kendala dalam
meningkatkan pendapatan, diantaranya adalah teknologi yang rendah, keterampilan kerja yang rendah,
kendala persediaan bahan baku, pemasaran dan faktor kemiskinan. Menjelaskan tentang Perempuan
Bekerja di Sektor Informal dengan indikasi jenis pekerjaan, curahan waktu yang digunakan, mendapatkan
pendapatan dari pekerjaan serta kontribusi pendapatan terhadap keluarga. Dalam penelitian ini perempuan
bekerja adalah perempuan yang bekerja sebagai pedagang kaki lima di pasar tradisionil, dengan indikator
jenis pekerjaan, jumlah uang pendapatan, serta curahan waktu. Konsep Sektor Informal,
menjelaskan bahwa ciri-cirinya adalah pola kegiatan yang tidak teratur, belum tersentuh hukum, modal
rendah, tidak butuh keahlian khusus, belum adanya tempat usaha yang tetap. Hidayat (1990) menjelaskan
bahwa sektor informal sebagai jenis pekerjaan yang memiliki ciri-ciri :
1. Pola Kegiatannya tidak teratur, baik dalam artian waktu, permodalan, maupun penerimaan dari
usahany
2. Belum tersentuhnya oleh peraturan atau ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah;
3. Modal, peralatan dan perlengkapan maupun omzetnya biasanya kecil dan diusahakan atas dasar
hitungan harian;
4. Umumnya tidak mempunyai tempat usaha yang permanen dan terpisah dengan tempat tinggalnya
5. Tidak mempunyai keterikatan dengan usaha lain yang lebih besar
6. Umumnya dilakukan untuk melayani anggota masyarakat yang berpenghasilan rendah

7. Tidak membutuhkan keahlian khusus sehingga secara luwes dapat menyerap berbagai tingkat
pendidikan ketenaga kerjaan
8. Umumnya setiap satuan usaha mempekerjakan tenaga yang sedikit biasanya dari lingkungan
hubungan kekeluargaan, kenalan atau berasal dari daerah yang sama
9. Belum mengenal sistem perbankan, pembukuan dan perkreditan.
Secara umum indikator sektor informal dicirikan oleh 11 faktor yang terdiri dari :
1. Organisasi (kegiatan usaha tidak terorganisir
2. Izin ssaha (tidak ada izin usaha
3. Pola aktifitas (pola kegiatan tidak teratur)
4. Kebijakan (kebijakan dan bantuan pemerintah tidak ada
5. Unit usaha (pekerja dapat dengan mudah keluar masuk
6. Teknologi (penggunaan teknologi masih sederhana
7. Modal dan skala usaha tergolong kecil
8. Pendidikan (tidak memerlukan pendidikan formal
9. Pengelolaan (dilakukan sendiri, buruh berasal dari keluarga
10. Produksi (dikonsumsi oleh golongan menengah kebawah
11. Modal (milik sendiri atau mengambil kredit tidak resmi)
Berdasarkan pendapat diatas, dalam penelitian ini sektor informal tersebut adalah pedagang kaki
lima di pasar tradisional yang menjual kebutuhan rumahtangga/ kebutuhan harian. Teori lain yang
digunakan adalah dari pendekatan studi wanita, yang menjelaskan tentang pentingnya perspektif gender
dalam kegiatan ekonomi rumah tangga. Pendekatan Women and Development dari Caroline Moser
(1996), yakni menyebutkan tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan yang memilki partisipasi
yang mengakui bahwa: Perempuan merupakan partisipasi aktif dalam proses pembangunan, yang melalui
peran produktif dan reproduktifnya memberikan kontribusi kritis, meski tidak diakui terhadap perubahan
ekonomi. Pendekatan tersebut dimulai dengan asumsi dasar bahwa strategi ekonomi seringkali berdampak
negatif kepada perempuan, dan mengakui bahwa merkea harus dibawa kedalam proses pembangunan
melalui akses terhadap pekerjaan dan pasar. Namun pendekatan keadilan juga terkait dengan masalah
mendasar tentang persamaan yang mentransendenkan bidang pembangunan yang kepedulian utamanya
adalah ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan, baik didalam lingkup kehidupan publik maupun
privat. Pendekatan ini mengidentifikasikan asal usul sub ordinasi perempuan yang berada tidak hanya
dalam konteks keluarga, melainkan pula dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan di pasar.
Perkembangan selanjutnya, menunjukan bahwa hampir semua perempuan memiliki motivasi untuk

berpartisipasi dalam peningkatan ekonomi keluarga nya, dan motivasi perempuan bekerja sangat beragam.
Hal tersebut dapat dijelaskan, menurut S.C. Utami Munandar,(1983), bahwa motivasi wanita bekerja
adalah:
1. Untuk menambah penghasilan keluarga
2. Supaya perekonomian tidak tergantung pada suami
3. Untuk menghindari rasa bosan
4. Karena kegagalan dalam perkawinan
5. Karena mempunyai minat dan keahlian tertentu yang ingin dimanfaatkan
6. Untuk memperoleh status
7. Untuk mengembangkan diri.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perempuan Bekerja dalam Sektor Informal Asyiek
dkk (2009): Beberapa motivasi perempuan untuk bekerja yaitu,

- karena suami tidak bekerja,


- pendapatan rumah tangga rendah sedangkan jumlah tanggungan keluarga cukup
tinggi,

- mengisi waktu luang,


- ingin mencari uang sendiri dan
- ingin mencari pengalaman dan umumya bekerja di sektor informal.
Bambang dan Mukhlis (2006): yang dapat menimbulkan perempuan memilih bekerja
sebagai pekerja sektor informal adalah tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang sesuai
dengan tingkat pendidikan perempuan.
Dixon (1978): tiga faktor yang mendorong perempuan mencari pekerjaan di luar
rumah, yaitu..
1. Kebutuhan Finansial/Uang
2. Kebutuhan Sosial Relasional
3. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Mudzhar (2001): Motivasi pribadi yang mendorong seorang perempuan yang telah
berkeluarga untuk bekerja sehingga harus meninggalkan rumahtangga yaitu...
1. Untuk menambah penghasilan keluarga.
2. Untuk ekonomi yang tidak tergantung dari suami.
3. Menghindari rasa kebosanan atau untuk mengisi waktu kosong.
4. Karena ketidakpuasan dalam pernikahan.
5. Karena mempunyai minat atau keahlian tertentu yang ingin dimanfaatkan.

6. Untuk memperoleh status.


Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan
Keberadaan perempuan dalam rumah tangga bukan sekedar pelengkap reproduksi, namun
memberikan sumbangan bagi kelangsungan ekonomi dan kesejahteraan.
Perempuan cenderung hanya menggeluti usaha sangat kecil atau sambilan sebagai bagian
dari strategi kelangsungan hidup keluarganya.
Kebutuhan perempuan akan kredit baik untuk modal kerja maupun untuk modal investasi
sukar terpenuhi.
Diskriminasi terhadap perempuan pekerja tetap menjadi masalah besar, misalnya persoalan
memperoleh upah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi angkatan kerja
Maryanti (2000), semakin besar jumlah anak yang masih hidup makin kecil TPAK.
Proporsi penduduk yang berpendidikan SLTA ke atas memiliki pengaruh terhadap TPAK, jam
kerja perminggu tidak mempunyai pengaruh terhadap TPAK, lapangan pekerjaan mempunyai
pengaruh terhadap TPAK, proporsi penduduk usia produktif tidak memperlihatkan hubungan
terhadap TPAK di kota maupun di desa, dan setelah diuji ternyata pengaruh TPAK di kota
lebih

dominan

mempengaruhi

TPAK

di

kota

dibandingkan

TPAK

di

desa.

Variabel yang paling kuat mempengaruhi partisipasi angkatan kerja perempuan adalah
tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan keluarga sedangkan usia pengaruhnya kurang
signifikan.
Peran Perempuan di Sektor Informal bagi Keluarga dan bagi Pembangunan Nasional
Sejak tahun 1987 di Indonesia sudah membentuk menteri Urusan Peranan Wanita
(UPW) yang bertujuan untuk memperbaiki status perempuan Indonesia.
Pemerintah Indonesia memasukkan kebijakan perempuan dalam GBHN yang dikenal dengan
kebijakan Peran Ganda Perempuan.
Perempuan didorong untuk berpartisipasi aktif di sektor publik, sekaligus tetap harus
menjalankan fungsinya sebagai istri dan ibu (Nursyahbani, 1999).
Pujiwati dalam Handayani, M.Th dan Ni Wayan Putu Artini (2009) mengungkapkan:
Pertama, peran wanita dalam status atau posisi sebagai ibu rumah tangga yang melakukan
pekerjaan yang secara tidak langsung menghasilkan pendapatan, tetapi memungkinkan
anggota rumah tangga yang lain melakukan pekerjaan mencari nafkah.

Kedua, peranan wanita pada posisi sebagai pencari nafkah (tambahan atau pokok) dalam hal
ini wanita melakukan pekerjaan produktif yang langsung menghasilkan pendapatan.
Partisipasi wanita dewasa ini bukan hanya untuk membantu perekonomian keluarga
tetapi turut serta berpartisipasi bagi pembangunan dalam masyarakat di Indonesia secara
langsung. Hal ini mengakibatkan adanya perubahan atau pergeseran peranan antara pria dan
wanita dalam rumah tangga.
Semakin tinggi tingkat partisipasi angkatan kerja wanita sering dianggap sebagai indikasi
adanya proses perubahan struktur perekonomian dari sektor dominan pertanian ke industri.
Proses industrialisasi dan semakin meningkatnya tingkat pendidikan maka akan semakin
terbuka pula kesempatan wanita untuk memasuki dunia publik.
Banyak faktor yang mempengaruhi kontribusi pendapatan ibu dalam keluarga antara
lain yaitu tingkat pendidikan, jam kerja, jumlah tanggungan keluarga dan jumlah anggota
keluarga yang bekerja.
Konsep Sektor Informal Resources
Pendekatan teori ekonomi akan digunakan dalam penelitian ini, karena difokuskan kepada
perempuan bekerja dengan indikator jenis pekerjaan, hasil pendapatan, curahan waktu bekerja serta
kontribusinya dalam peningkatan ekonomi keluarga. Teori tersebut tentang transformasi ekonomi, menurut
Sunyoto Usman dalam bukunya pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, (2003), dimana
terdapat tiga periode perkembangan yakni:
1. the family based
2. the family waged economy
3. the family consumer economy.
-

The based economy


Dimana rumah tangga masih menjadi basis dari kegiatan ekonomi. Dalam arti bahwa kegiatan

proses produksi berada dalam rumah tangga, dengan demikian pekerjaan rumah tangga tidak ditinggalkan.
Namun kelemahannya adalah sulit memisahkan peran ekonomi dan peran domestiknya. 2.
-

The family waged economy


Ditandai dengan transformasi kegiatan ekonomi dari pertanian dalam hal ini perikanan, ke

perdagangan. Paa periode ini tenaga kerja tidak lagi terkonsentrasi pada kegiatan rumah tangga, tetapi diluar
rumah yakni di pabrik-pabrik yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan industrialisasi.
Pada saat inilah muncul yang disebut peran ganda bagi kaum perempuan. 3.

The family consumer economy


Pada periode ini terjadi perubahan ekonomi dan teknologi yang ditandai oleh transisi dari ekonomi

domestik kearah konsumen ekonomi, yang kemudian muncul perubahan citra dan kedudukan perempuan.
Aspek Ekonomi berikutnya adalah peranannya dalam distribusi pendapatan, baik distribusi horizontal
(pemerataan dari sisi umur dalam berbagai golongan pendapatan atau distribusi antar generasi), maupun
distribusi vertikal (pemerataan antar golongan pendapatan).
Kontribusi Pendapatan Keluarga
Motivasi perempuan bekerja pada saat ini semakin kompleks, namun yang lebih utama adalah
untuk mengatasi persoalan ekonomi keluarganya. Kontribusi pendapatan merupakan sumbangan yang
diberikan kepada rumah tangganya oleh perempuan bekerja, dengan indikator jumlah pendapatan yang
diterima dan jumlah uang yang diberikan kepada rumah tangganya. Sedangkan Ekonomi keluarga
merupakan keseluruhan kebutuhan ekonomi keluarga, yang terdiri dari kebutuhan ekonomi sehari-hari
/pangan, kebutuhan pendidikan dan kebutuhan kesehatan. Namun juga akan dijelaskan kebutuhan lainnya
(konsumsi non pangan dan kebutuhan pribadi). Hal tersebut diatas berhubungan dengan fungsi dan peranan
keluarga, yang bertujuan untuk mensejahterakan kelurganya. Pendapat tersebut didukung oleh Sasmita dkk
(1992), bahwa fungsi keluarga adalah :
1. Mempersiapkan anaknya agar bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan norma yang berlaku
dalam masyarakat tempat tinggal (sosialisasi
2. Mengusahakan terselenggarakan kebutuhan ekonomi rumahtangga sehingga keluarga dikenal
sebagai unit-unit
3. Melindungi anggota dari berbagai gangguan
4. Meneruskan keturunan (reproduksi)
Ditinjau dari sudut pandang sumber daya manusia(SDM), baik secara kualitas yang
melekat pada pribadinya maupun secarakuantitas, wanita memiliki dimensi multi
dimensional. Wanita secarakodratiah adalah menjadi istri dan ibu dari anak -anak dalam
kehidupankeluarga, serta memiliki kedudukan, fungsi dan peranan dalam kehidupansosial.
Dalam aspek ekonomi wanita sebagai tenaga kerja (man power),tenaga ahli (expertice) dan
tenaga kepemimpinan (leadership), yangmenjadi salah satu faktor penunjang keberhasilan
usaha.Perempuan, baik sebagai warga negara maupun sebagai sumber daya insanidalam
pembangunan, mempunyai tugas dan kewajiban serta kesempatanyang sama dengan laki-laki
dalam pembangunan di segala bidang. Hal inidapat diwujudkan melalui pembinaan peranan
perempuan sebagai mitrasejajar dengan laki-laki yang ditujukan untuk meningkatkan peran

aktifdalam kegiatan pembangunan, termasuk upaya mewujudkan keluarga sehat,sejahtera dan


bahagia serta pengembangan anak remaja dan pemuda dalam rangka pembangunan manusia
Indonesia

seutuhnya.

Kedudukan

perempuan

dalam

keluarga

dan

masyarakat

dalampembangunan perlu dipelihara dan ditingkatkan sehingga dapat memberikansumbangan


yang sebesar-besarnya bagi pembangunan bangsa denganmemperhatikan kodrat serta harkat
dan martabat (Achmad, 1994). Lebihlanjut dikatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan
yang makin meningkatakan tenaga kerja terampil dalam pembangunan, tenaga kerja
perempuansangat diperlukan di berbagai lapangan pekerjaan. Peranan perempuandalam
pembangunan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaanperlu terus ditingkatkan
terutama dalam menangani berbagai masalah sosialekonomi yang diarahkan pada pemerataan
hasil

pembangunan,pengembangan

sumber

daya

manusia

yang

berkualitas

dan

pemeliharaanlingkungan.Eksistensi wanita telah mendapat pengakuan dari pemerintah,


baiksebagai warga negara maupun sebagai sumber daya insani pembangunan,mempunyai
kewajiban serta kesempatan yang sama dengan pria dalampembangunan di segala bidang.
Pembinaan peran wanita sebagai mitrasejajar pria ditunjukan untuk mendapatkan peran aktif
dalam kegiatanpembangunan, termasuk mewujudkan keluarga sehat, sejahtera dan
bahagia.Memperhatikan besarnya potensi perempuan sebagai sumber dayamanusia, maka
upaya menyertakan perempuan dalam proses pembangunan,menurut Sayogyo & Pujiwati
(1999), bukan hanya merupakan hal yangbersifat manusiawi, tetapi juga merupakan tindakan
yang efisien. Hal iniberarti tanpa mengikutsertakan perempuan dalam pembangunan
berartipemborosan dan akan memberikan pengaruh negatif terhadap lajupertumbuhan
ekonomi.
Ada beberapa faktor umum pendorong dari kaum wanita untuk bekerja:
1. Faktor Ekonomi
Kondisi perekonomian di Indonesia sedang mengalami Keadaan yang kurang baik.
Secara pisikologis yang memotivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan adalah untuk
memperoleh uang. Pada kasus seperti ini wanita bekerja semata-mata untuk memperoleh
uang karena keadaan sosial ekonomi mereka relative rendah, sehingga motivasi utama untuk
bekerja adalah mendapatkan uang, guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Para wanita di Kota
2. Faktor Pendidikan
Dewasa ini ada bangsa-bangsa mengalami fenomena krisis global, tidak terkecuali
bangsa indonesia juga terkena imbasnya, banyaknya terjadi PHK terhadap sejumlah
kariyawan, sehingga muncul fenomena sulitnya mencari kerja. Di samping itu dimasa

sekarang ada kecendrungan pencari kerja lebih banyak kaum wanita dibandingkan dengan
pria. Dalam hal ini setiap 97% penduduk wanita berusia 10 tahun keatas berpendidikan SD
dan tamat SD.
Semenjak anak laki-laki dan perempuan mendapatkan kesempatan yang sama untuk
menempuh pendidikan dan pengajaran secara bersama-sama, maka makin terbukalah
kesempatan bagi wanita untuk mengikuti pendidikan. Jumlah kaum wanita mengikuti
pendidikan menunjukkan peningkatan. Pendidikan kaum wanita di kota ini rata-rata
berpendidikan SD, SMP, SMA dan ada beberapa yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Bagi
mereka yang hanya berpendidikanSD-SMP, biasanya memilih pekerjaan di sektor informal
seperti menjadi pedagang/saudagar, buruh bangunan, buruh tani, dan sebagai pengrajin
gerabah.
Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupanindividu,
masyarakat, bangsa dan negata, karena pendidikan sangatmenentukan tingkat kualitas sumber
daya manusia. Semakin tinggi tingkatpendidikan masyarakat, semakin baik kualitas sumber
dayanya.

Peningkatankualitas

SDM

merupakan

salah

satu

modal

utama

dalam

memajukanpembangunan selain sumber daya alam. Berkaitan dengan hal tersebut,pemerintah


bersama swasta dan masyarakat berkewajibanmenyelenggarakan program pendidikan
nasional yang berkualitas yangmeliputi seluruh lapisan masyarakat. Upaya serius di bidang
pendidikantelah dilakukan pemerintah sejak tahun tujuh puluhan antata lain melaluiprogram
penambahan sarana pendidikan dan Program Wajib Belajar 9Tahun, dengan maksud agar
semua penduduk usia sekolah baik laki lakimaupun perempuan dapat mengikuti pendidikan
minimal pada jenjangpendidikan dasar.Secara normatif nampak bahwa kebijakan dan
program pemerintah dibidang pendidikan baik pada pendidikan dasar, menengah,
maupunpendidikan tinggi tidak menunjukkan adanya diskriminasi gender. Namundalam
realitas outputnya, kesenjangan gender cukup signifikan, terutamapada jenjang pendidikan
menengah ke atas. Kesenjangan gender di bidangpendidikan salah satu indikator penting
yang dapat dipakai untuk melihatkemajuan tingkat pendidikan suatu masyarakat adalah
kemampuanmembaca dan menulis.
Semakin tinggi persentase penduduk yang buta huruf dalam suatu masyarakat,
menandakan tingkat kualitas sumber dayanyasemakin rendah. Makin tinggi tingkat
pendidikan yang dapat dicapai olehseseorang atau pekerja perempuan akan berkorelasi
dengan

semakinbaiknya

kualitas

sumber

dayanya,

sehingga

rnampu

bersaing

untukmemperoleh pekerjaan dan pada akhirnya akan mampu meningkatkantingkat


pendapatan keluarga.

Di samping tingkat pendidikan yang mampu meningkatkankesejahteraan keluarga


(pendapatan keluarga), pengalaman kerja jugasangat menentukan karena pengalaman kerja
merupakan kejadian-kejadianriil yang dialami oleh pekerja perempuan. Dengan belajar dari
pengalaman,seseorang akan mampu mengerjakan pekerjaan lebih cepat biladibandingkan
dengan mereka yang belum berpengalaman, sehingga outputyang dihasilkan akan lebih
banyak dan sebagai kompensasinya upah ataupendapatan yang mereka terima juga akan
bertambah.
3. Kesempatan Kerja
Pertambahan pekerja perempuan sepertinya selalu naik per tahunnya, karena mereka
mewarisi kerajinan ini sejak lahir. Hal ini memungkinkan para wanita di Kota ini tidak
banyak terlibat dalam pekerjaan pertanian sehingga mereka banyak mempunyai waktu luang
setelah selesai mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Hanya saja waktu itu pekerjaan mereka bersifat kecil-kecilan. Peralatan yang
dipergunakan dalam pembuatan gerabah masih sangat sederhana, begitu pula bentukbentuk
barang yang dibuat tidak banyak variasi dan pemasaarannya masih bersifat lokal. Sejalan
dengan perkembangan sektor pariwisata khususnya industri kecil dan industri kerajinan
rumah tangga berkembang cukup pesat. Karena pada hakekatnya sector pariwisata
merupakan salah satu sektor yang kegiatannya bersifat padat karya, artinya memiliki daya
serap yang tinggi terhadap pengangguran dan dapat meningkatkan pendapatan penduduk.
Selanjutnya apabila ditarik lebih jauh lagi Keterlibatan wanita Indonesia dalam
kegiatan ekonomi sebagai wirausaha telah ada sejak zaman ke zaman, sejak dulu wanita telah
terjun dalam dunia perdagangan, misalnya wanita-wanita di Solo telah membantu ekonomi
keluarga, bahkan sebagai tulang punggung ekonomi keluarga dari usaha batik yang mereka
kelola. Demikian halnya di Palembang, Padang, Lampung, dan Ujung Pandang, wanitawanita sukses mengelola industri rumah tangga berupa kain songket. (Lyle M. Spencer dan
Signe Spencer : 1993) Kompetensi dapat didefinisikan sebagai karakter mendasar dari
seseorang yang menyebabkan seseorang sanggup menunjukkan kinerja yang efektif atau
superior di dalam suatu pekerjaan atau karakter yang memberikan kontribusi terhadap kinerja
menonjol dalam suatu pekerjaan. Berarti kompetensi merupakan factor-faktor mendasar yang
dimiliki seorang Best/Superior Performance (berprestasi secara menonjol) yang membuatnya
berbeda dengan Average Performance (berprestasi secara rata-rata atau biasa-biasa saja).
Kompetensi mempunyai cakupan yang jauh lebihkomprehensif yang terdiri dari
keterampilan, motif, sifat, citra diri, peran social, pengetahuan.

Dalam studi ini, untuk mengidentifikasi kompetensi wanita pelaku usaha koperasi dan
UKM, dilihat performance personal pengurus koperasi/pemilik usaha dari aspek alasan
berkiprah di koperasi-UKM, pemanfaatan teknologi, pemikirannya terhadap diversifikasi
usaha, hubungan kerja dengan anak buah dan mitra usaha guna melihat motif, pengetahuan,
ketrampilan, inter personal, dan peran sosial. Aspek kepemimpinan (sistem pengambilan
keputusan, hubungan kerja dengan bawahan/ sejawat), melihat citra diri yang terdiri dari
aspek kejujuran dan tanggung jawab, keterbukaan, kepedulian, respek, dan disiplin. Serta
sifat-sifat/ kompetensi yang seharusnya dimiliki oleh seorang pelaku usaha atau pimpinan
yaitu : ulet, berani.
4. Waktu
Pola peranan digambarkan wanita seluruhnya hanya dalam pengerjaan pekerjaan
rumah tangga atau pekerjaan pemeliharaan kebutuhan hidup semua anggota keluarga dan
rumah tangganya. Pola wanita memiliki peran ganda yaitu: sebagai pengurus rumah tangga
dan
Pekerjaan rumah tangga bagi wanita merupakan suatu hal yang kompleks,
sepertipekerjaan dapur, mengurus anak dan suami, merawat rumah dan sebagainya, semua
pekerjaan tersebut memerlukan banyak waktu, sehingga bagi wanita yang tidak bisa membagi
waktu, tidak akan bisa mengikuti ritme pekerjaan dengan baik, salah satu ahsil wawancara
dengan pekerja di
Kendala pembagian waktu memang sudah menjadi resiko bagi ibu-ibu yang ingin
bekerja paruh waktu, seperti pekerka di Swalayan yang di domonasi oleh perempuan baik
yang masih lajang maupun yang sudah berkeluarga, ini meangambarkan betapa besarnya
antusias dari kaum perempuan dalam menopang perekonomian keluarga.
Pemenuhan Kebutuhan Utama Keluarga
Dalam situasi tertentu wanita menjadi tokoh sentral dalam perekonomian keluarga,
hal ini terkait dengan keadaan lapangan pekerjaan yang semakin terbatas, bahkan jumlah
wanita yang bekerja bisa lebih banyak dari pada pria hal tersebut dikarenakan kondisi
lapangan pekerjaan yang menciptakan keadaan tersebut.
Untuk menyikapi kondisi ini perlu suatu pemahaman yang netral. Dalam mengambil
keputusan untuk rnelakukan suatupekerjaan di luar kegiatan rumah tangga pengerajin, seperti
sebagai buruh, pegawai lain-lainya dan merupakan hak mereka dalammembantupendapatan
suami atau menunjang ekonomi keluarga, sehingga untuk itu mereka bisa berjalan selaras

harmonis yang dan karena semua dilakukanadalah untuk menjaga keutuhan yang keluarga
merupakan salah satu daripembinaan keluarga.(Pudjiwati, 1993)
Selanjutnya

Menurut

Mubyarto

(1997)

pendapatan

merupakan

penerimaan

yangdikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan. Pendapatan seorang padadasarnya


tergantung dari pekerjaan di bidang jasa atau produksi, sertawaktu jam kerja yang
dicurahkan, tingkat perdapatan per jam yang diterima,serta jenis pekerjaan yang dilakukan.
Tingkat pendapatan per jam yangditerima dipengaruhi oleh pendidikan, ketrampilan dan
sumber-sumber nontenaga kerja yang dikuasai, seperti tanah, modal dan teknologi.
Makintinggi pendidikan dan ketrampilan, makin tinggi pula pendapatan yangditerimanya per
jam kerja.
Soeharjo dan Patong (1973) mengatakan bahwa pendapatanmerupakan selisih
penerimaan yang diperoleh dengan biaya yangdikeluarkan dalam satu tahun. Lebih lanjut
dikatakan bahwa sumberpendapatan petani di daerah perdesaan dibedakan atas dua sumber
yaituseklor pertanian dan luar sektor pertanian. Pendapatan seltor pertaniandigolongkan atas
pendapatan usaha tani sawah, usaha tani bukan sawah,peternakan dan buruh tani. Sedangkan
pendapatan dari sektor non pertanianyaitu semua pendapatan mata pencaharian dari sektor
pertanian nonpertanian seperti perdagangan, kerajinan, industri, buruh pegawai, tukangdan
yang lainnya.Dalam suatu rumah tangga di desa pendapatan yang berasal dariseklor pertanian
sangat dominan, serta merupakan faktor terbesar sangatberpengaruh pada pendapatan rumah
tangga petani (Wahyuni, 1991). Dengan demkian peran sentral ibu rumah tangga menjadi
penting pada kondisi ini karena menjadi penopang utama perekonomian keluarga.
Mustahil Ekonomi Tanpa Peran Wanita
Seringkali pembicaraan mengenai ekonomi dibonsai dalam dunia patriarki
yang mengecilkan

peran

perempuan

dalam

perekonomian.

Misalnya,

banyak

pekerjaan perempuan dalam sektor informal dianggap tidak bernilai ekonomi atau
bernilai ekonomi sangat rendah karena perempuan yang bekerja dianggap sebatas
pencari nafkah tambahan bukan pencari nafkah utama. Amartya Sen mengungkapkan bahwa
ekonomi mustahil berkembang tanpa melibatkan perempuan sebagi agen atau sebagai bagian
dalam perhitungan ekonomi. Edisi Jurnal Perempuan 74 Siapakah Agen Ekonomi?
menunjukkan bahwa ekonomi tidak bisa berkembang tanpa perempuan, dan ekonomi
perempuan

sangat

berperan

dalam

menumbuhkan keluarga,

dan

otomatis

masyarakat. Komitmen Jurnal Perempuan untuk menyebarluaskan pengetahuan, informasi,


dan dokumentasi mengenai hak-hak dan permasalahan perempuan di Indonesia dengan

perspektif dan metodologis feminis diwujudkan salah satunya dengan rutin mengadakan
pendidikan publik setiap terbitnya edisi Jurnal Perempuan. Sabtu, 3 November 2012 yang
lalu, Jurnal Perempuan didukung oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (KPPA) menyelenggarakan pendidikan publik Jurnal Perempuan edisi 74
dengan tema Siapakah Agen Ekonomi? di Double Bay Lounge & Dinner, Hotel F1
Menteng, Jakarta Pusat dengan narasumber Titik Hartini (Direktur Eksekutif Association for
Community Empowerment), Rocky Gerung (Dewan Redaksi Jurnal Perempuan), Deva
Rachman (Corporate Affairs Director of Intel Corporations) dengan moderator Dr. Phil. Dewi
Candraningrum (Dewan Redaksi Jurnal Perempuan).
Titik Hartini, Direktur Eksekutif ACE (Association for Community Empowerment)
berbicara mengenai ruang perempuan di pasar produksi yang semakin sempit dengan lahirnya
produk-produk perusahaan. Sebagian besar perempuan di Indonesia memang bekerja di
sektor informal dan sektor ini sebenarnya potensial dilihat sebagai agen ekonomi untuk
menyejahterakan perempuan termasuk di dalamnya menurunkan angka kemiskinan keluarga
dan angka kematian ibu melahirkan. Namun, kenyataanya perempuan di sektor ini banyak
terpinggirkan. Masuknya batik Cina ke Solo misalnya, langsung menurunkan keuntungan
pembatik perempuan di sana secara drastis. Kebanyakan perempuan di sektor informal juga
tidak memiliki asuransi kesehatan, atau jaminan keselamatan kerja. Program-program
pemberdayaan masyarakat di daerah-daerah kebanyakan tidak menyasar perempuan, dan
perempuan yang bekerja di sektor informal yang menjadi target dari program pemberdayaan
tersebut

kebanyakan

tidak

dilibatkan dalam

perencanaan

penganggaran.

Program

pemberdayaan ekonomi perempuan juga biasanya semata-mata dimasukkan dalam program


PKK dan Dharma Wanita, bukan langsung pada usaha kecil. Berbicara tentang wajah
perempuan, hampir selalu berbicara berbicara tentang kemiskinan. Ada seorang ibu dengan
sembilan anak yang tinggal di lingkungan kumuh di daerah Kampung Sawah, Cilincing.
Suaminya lari dari tanggung jawab dan ibu ini harus berjuang menghidupi kesembilan
anaknya yang masih kecil. Mereka tinggal di sebuah rumah kontrakan berukuran 2x2 meter.
Sehari-hari ia memberi makan kesembilan anaknya dengan memulung dan mengais
bekas makan siang para buruh pabrik. Ada juga seorang perempuan yang harus
menjadi pekerja seks di Kendal karena miskin dan harus menghidupi ibu serta
kedua anaknya. Mereka tinggal di bawah jembatan dalam jeratan kemiskinan. Titik juga
memaparkan fakta bahwa 70% buruh migran adalah perempuan. Hal ini karena keterampilan
perempuan banyak yang lebih dikaitkan dengan urusan-urusan domestik yang nilai

ekonominya sangat rendah. Sebagai buruh migran, tenaga perempuan dianggap murah karena
dianggap tak punya nilai ekonomi. Skill-nya juga tidak dihargai karena dianggap hanya
pekerjaan rumah tangga. Sebanyak enam juta rumah tangga di Indonesia dikepalai oleh
perempuan dan setiap tahun kepala keluarga perempuan meningkat sampai 14%.
Perempuan adalah

pelaku

ekonomi

potensial

tapi

kesulitan

mendapatkan

akses

modal. Perempuan sebagai istri pun juga sulit mendapatkan akses modal karena beban ganda
mereka mengasuh anak dan keluarga. Setiap perempuan yang ingin membuka usaha,
pertama-tama dia harus bernegosiasi dengan suaminya. Bila suami tidak mengizinkan, maka
selesailah mimpinya, meskipun kebutuhan ekonomi keluarga tidak mencukupi. Sementara
itu, para perempuan yang didukung suaminya kebanyakan maju usahanya. Kesimpulannya,
menjadi perempuan itu, negosiasi pertama soal keinginan dan kemajuan usaha adalah
di kamar tidur yaitu negosiasi dengan suami. Mereka tidak bisa mengambil keputusan
sendiri. Pun jika perempuan lebih maju daripada suami, muncul masalah baru. Negosiasi bisa
jadi gagal di tahap berikutnya. Titik menegaskan bahwa memberdayakan ekonomi
perempuan sebetulnya sama dengan memberdayakan ekonomi keluarga. Jadi, keluarga yang
setara, istri yang maju dan mandiri secara ekonomi, adalah tatanan masyarakat yang berhasil
membantu keluar dari kemiskinan. Namun, ruang-ruang perempuan untuk masuk dalam
kebijakan ekonomi sangat kecil. Pasar tradisional misalnya, tidak dilibatkan dalam kebijakan
ekonomi.
Deva

Rachman,

Corporate

Affairs

Director

dari

Intel

Corporations

memaparkan bagaimana supaya globalisasi dapat mengembangkan perempuan. Secara


global banyak yang bisa didapatkan perempuan. Menurut Deva, posisi Indonesia
berada dalam kesempatan lebih lumayan daripada negara lain seperti Bangladesh, Afrika dan
lain-lain. Badan PBB mengatakan bahwa investasi waktu dan pendidikan, yang diberikan
kepada perempuan, akan berbalik pada kebaikan ekonomi keluarga. Deva menawarkan
kembali, saat ini kita perlu melihat bagaimana teknologi dapat membantu perempuan yaitu
mendukung kemajuan mereka. Bila perempuan diberi investasi ini, maka kontribusinya
terhadap masyarakat bisa dua kali lipat lebih besar. Pembicara berikutnya, Rocky Gerung,
dewan redaksi Jurnal Perempuan dan juga dosen filsafat Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Indonesia memaparkan bahwa ekonomi berasal dari kata oikos yaitu rumah, yang artinya
ekonomi pada awalnya bertujuan membangun rumah tangga. Sementara kini, rumah tangga
dibatasi sebagai ruang tidur dan ruang makan, dan ekonomi selalu dianggap sebagai
ruang publik. Rasionalisme dan kompetitif diklaim sebagai dunia laki-laki, dan

jika perempuan memakai keduanya, maka dianggap tidak bermoral. Rocky mengibaratkan
proses ekonomi melalui metafora cangkul. Cangkul pada mulanya adalah ekstensi tangan
perempuan, untuk merawat halaman rumahnya, kemudian oleh laki-laki, cangkul kemudian
berubah menjadi alat yang merusak payudara bumi rahim perempuan dianeksasi, dibunuh
oleh tangan laki-laki. Artinya, otoritas yang dipakai oleh laki-laki malah kemudian merusak
bumi,

mengeksploitasi, bukan

perempuan.Hampir
yang diistilahkan

merawat

80%

produk

yang

Rocky

sebagai

produk

sebagaimana
kita

nikmati

rahim

yang

awalnya

adalah

produk

perempuan,

tapi

dilakukan
perempuan,

yang

menjadi

properti perempuan tak pernah lebih dari 4-6% dan selalu, klaim peradaban menjadi
milik laki-laki. Perempuan tidak mempunyai klaim atas produk yang dilahirkan oleh mereka
sendiri. Anggaran APBD, 70% digunakan untuk membiayai gaji pegawai, dan hanya 30%
yang digunakan untuk pembangunan. Itulah sebabnya indeks pembangunan kita sangat
mengenaskan. APBD bukan semata dokumen ekonomi, namun dokumen politis, yang
didalamnya terdapat transaksi parta. Sri Mulyani adalah perempuan pertama yang sangat
mendukung gender budgeting di departemen-departemen negara. Dalam struktur demografi
kita, perempuan adalah proletarnya proletariat. Pekerjaan untuk membebaskan politik dari
ketidakadilan adalah bukan hanya pekerjaan politisi, namun juga akademisi. Ekonomi
perempuan seperti sengaja dihambat karena ketakutan laki-laki terhadap persaingan.
Ida

Ruwaida,

dosen

di

Fakultas

Ilmu

Sosial

dan

Politik,

Universitas

Indonesia memberikan tanggapan dari pemaparan narasumber. Ida menjelaskan bahwa tanpa
ada perempuan, ekonomi rumah tangga menjadi tanda tanya. Ida juga memaparkan alasan
kenapa banyak perempuan pergi menjadi buruh migran yaitu karena perempuan dianggap
sebagai penyelamat ekonomi keluarga dan sayangnya negara belum menjadi pelindung bagi
para buruh migran. Perempuan sebagai pilar utama dalam ekonomi keluarga ternyata sangat
susah mendapat akses untuk program pengentasan kemiskinan. Dewi Candraningrum
kemudian mengulas sedikit tentang tulisan Ahmad Badawi di Jurnal Perempuan edisi 74 yang
menulis tentang kawasan Muria dan Dieng yang tidak lagi hijau, namun kini coklat. Hal
tersebut menjadi salah satu penyebab perempuan dieksplor bekerja ke luar negeri, karena
hancurnya dan rusaknya alam akibat penjarahan hutan. Titik juga menambahkan alasan
kenapa buruh migran pergi. Kebanyakan memang mereka berasal dari desa yang
ditenggelamkan untuk waduk dan danau untuk irigasi. Mereka tidak punya banyak pilihan
lain.

Kemudian soal peran perempuan dalam bidang ekonomi, Deva mengemukakan


bahwa mestinya perempuan dilibatkan dalam segala hal, misalnya pengambilan
keputusan. Perempuan adalah roda perekonomian, dan perubahan sosial banyak sekali
berkelindan dengan isu ekonomi. Dewi menambahkan bahwa negara-negara yang paling
maju sekalipun, mengenai persoalan kepemimpinan perempuan pun masih sangat timpang.
Berbicara tentang kepemimpinan di Indonesia, meskipun tertulis mengenai peraturan 30%
kuota perempuan, namun prakteknya tidak demikian. Untuk pejabat eselon 4 saja, jumlah
perempuannya

kurang dari 5%. Selama ini, perempuan dinilai dari pakaiannya,

penampilannya, tapi suaranya dan pikirannya tidak didengar. Rocky juga menjelaskan bahwa
kuota perempuan di DPR bukan semata ada manusia berpayudara dan bervagina disana, tapi
perempuan yang memiliki value justice. Kesatuan pikiran perempuan adalah dari kepala
sampai kelamin. Vagina adalah alat eksistensi perempuan. Karena itu, perusakan alat kelamin
perempuan (perkosaan, kekerasan) adalah perusakan eksistensi perempuan. Politic is the
art of attacking the impossible, demikian Rocky berujar. Hanya laki-laki yang mau merubah
pikiran yang dapat berkontribusi untuk menciptakan keadilan. Perjuangan melawan
diskriminasi gender adalah persoalan melawan konstruksi budaya dan arus peradaban.
Maka,

berbicara

mengenai

ekonomi

adalah

juga

berbicara

mengenai

perempuan, sebab kenyataannya, perempuan adalah agen ekonomi yang perannya sangat
dibutuhkan dalam perkembangan perekonomian. Pemerintah dan masyarakat mestinya
menyadari hal tersebut, serta berupaya untuk menciptakan iklim ekonomi dan kebijakan
ekonomi yang bisa diakses dan berpihak tidak hanya bagi laki-laki, tapi juga bagi para
perempuan.

Kesimpulan
-

Sektor informal adalah segala jenis pekerjaan yang tidak menghasilkan pendapatan
yang tetap, tempat pekerjaan yang tidak terdapat keamanan kerja (job security),
tempat bekerja yang tidak ada status permanen atas pekerjaan tersebut dan unit usaha
atau lembaga yang tidak berbadan hukum.

Alasan utama yang mendasari faktor-faktor tersebut adalah karena adanya motivasi
yang mendukung.

Tingkat partisipasi kerja perempuan pada umumnya memang masih rendah bila
dibandingkan dengan pria.

Keberadaan wanita yang secara absolut lebih besar daripada penduduk laki-laki,
perempuan merupakan potensi yang harus dimanfaatkan untuk menunjang kelancaran
proses pembangunan.

Peran perempuan terhadap pembangunan di sektor informal, maka perempuan


memiliki peranan yang cukup membantu dalam pembangunan.

Wanita yang bekerja berarti memenuhi kebutuhan keluarga sehingga kesejahteraan


keluarga dapat dicapai. Selain itu dapat memberikan nilai tambah (added value) bagi
kehidupan mereka maupun dalam masyarakat.

Banyak faktor yang mempengaruhi kontribusi pendapatan ibu dalam keluarga antara
lain yaitu tingkat pendidikan, jam kerja, jumlah tanggungan keluarga dan jumlah
anggota keluarga yang bekerja.

Para ekonom mengklasifikasikan bahwa nilai yang diperoleh adalah berupa


peningkatan penghasilan individu, peningkatan produktifitas kerja, peningkatan nilai
sosial (social benefit) individu dibandingkan dengan sebelum memperoleh pendidikan
(Elfindri, 2001).

PERANAN WANITA DALAM


MENINGKATKAN PEREKONOMIAN
DI SEKTOR INFORMAL
D
I
S
U
S
U
N
Oleh

Nama : Siti Nur Alfiah


Nim : 14 11 11 06 42
Dosen Pembimbing : Leo Budiansyah,SE

UNIVERSITAS TRIDINANTI
PALEMBANG

Anda mungkin juga menyukai