04011181320085
2013-A
1. Apa saja kemungkinan cedera yang terjadi pada kasus?
a. Fraktur tulang kepala dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak, namun biasanya
ini bukan merupakan penyebab utama timbulnya kacacatan neurologis.
b. Cedera fokal merupakan akibat kerusakan setempat yang biasanya dijumpai pada kirakira separuh dari kasus cedera kepala berat. Kelainan ini mencakup kontusi kortikal,
hematom subdural, epidural dan intraserebral yang secara makroskopis tampak
dengan mata telanjang sebagai suatu kerusakan yang berbatas tegas.
c. Cedera otak difusa pada dasarnya berbeda dengan cedera fokal, dimana keadaan ini
berkaitan dengan disfungsi otak yang luas serta biasanya tidak tampak secara
mikroskopis. Mengingat bahwa kerusakan yang terjadi kebanyakan melibatkan aksonakson, maka cedera ini juga dikenal dengan cedera aksional difusa.
2. Bagaimana mekanisme luka dan memar di kepala kanan?
Dianiaya dengan sepotong kayu kekuatan mekanis berlebih pada kepala
menyebabkan penekanan, penarikan, perputaran pada jaringan tubuh luka
Dianiaya dengan sepotong kayu (trauma benda tumpul pada kepala) ruptur pembuluh
darah otak perdarahan pada epidural (diantara skalp dan duramater) tekanan
intrakranial meningkat pembengkakan memar
3. Bagaimana diagnose pada kasus?
Lucid interval akibat hematoma epidural.
4. Apa definisi diagnosis kerja pada kasus? (Lucid interval)
Lucid interval: Adanya fase sadar diantara 2 fase tidak sadar. Lucid interval adalah waktu
sadar antara terjadinya trauma sampai timbulnya penurunan kesadaran ulang.
Epidural hematoma: Hematoma terjadi karena perdarahan antara tubula interna kranii
dengan duramater. Insiden terjadinya 1-3 %.
5. Bagaimana tatalaksana pada kasus?
Cedera kepala sedang (GCS=9-12) Pasien dalam kategori ini bisa mengalami gangguan
kardiopulmoner, oleh karena itu urutan tindakannya sebagai berikut:
a. Periksa dan atasi gangguan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi
b. Periksa singkat atas kesadaran, pupil, tanda fokal serebral dan cedera organ lain.
Fiksasi leher dan patah tulang ekstrimitas
c. Foto kepala dan bila perlu bagiann tubuh lain
d. CT Scan kepala bila curiga adanya hematom intrakranial
e. Observasi fungsi vital, kesadaran, pupil, defisit fokal serebral.
Pernafasan (Breathing)
Gangguan pernafasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral atau perifer. Kelainan
sentral adalah depresi pernafasan pada lesi medula oblongata, pernafasan cheyne
stokes, ataksik dan central neurogenik hyperventilation. Penyebab perifer adalah
aspirasi, trauma dada, edema paru, DIC, emboli paru, infeksi. Akibat dari gangguan
pernafasan dapat terjadi hipoksia dan hiperkapnia. Tindakan dengan pemberian
oksigen kemudian cari danatasi faktor penyebab dan kalau perlu memakai ventilator.
Sirkulasi (Circulation)
Hipotensi menimbulkan iskemik yang dapat mengakibatkan kerusakan sekunder.
Jarang hipotensi disebabkan oleh kelainan intrakranial, kebanyakan oleh faktor
ekstrakranial yakni berupa hipovolemi akibat perdarahan luar atau ruptur alat dalam,
trauma dada disertai tamponade jantung atau peumotoraks dan syok septik.
Tindakannya adalah menghentikan sumber perdarahan, perbaikan fungsi jantung
danmengganti darah yang hilang dengan plasma, hydroxyethyl starch atau darah
b. Pemeriksaan fisik
Setelah ABC, dilakukan pemeriksaan fisik singkat meliputi kesadaran, pupil, defisit
fokal serebral dan cedera ekstra kranial. Hasil pemeriksaan fisik pertama ini dicatat
sebagai data dasar dan ditindaklanjuti, setiap perburukan dari salah satu komponen
diatas bis adiartikan sebagai adanya kerusakan sekunder dan harus segera dicari dan
menanggulangi penyebabnya.
c. Pemeriksaan radiolog
Dibuat foto kepala dan leher, sedangkan foto anggota gerak, dada danabdomen dibuat
atas indikasi. CT scan kepala dilakukan bila ada fraktur tulang tengkorak atau bila
Hiperventilasi
Setelah resusitas ABC, dilakukan hiperventilasi dengan ventilasi yang terkontrol,
dengan sasaran tekanan CO2 (pCO2) 27-30 mmHg dimana terjadi vasokontriksi yang
diikuti berkurangnya aliran darah serebral. Hiperventilasi dengan pCO2 sekitar 30
mmHg dipertahankan selama 48-72 jam, lalu dicoba dilepas dgnmengurangi
hiperventilasi, bila TIK naik lagi hiperventilasi diteruskan lagi selama 24-48 jam. Bila
TIK tidak menurun dengan hiperventilasi periksa gas darah dan lakukan CT scan
ulang untuk menyingkirkan hematom
2.
Drainase
Tindakan ini dilakukan bil ahiperventilasi tidak berhasil. Untuk jangka pendek
dilakukan drainase ventrikular, sedangkan untuk jangka panjang dipasang ventrikulo
peritoneal shunt, misalnya bila terjadi hidrosefalus
3.
o
Terapi diuretik
Diuretik osmotik (manitol 20%)
Cairan ini menurunkan TIK dengan menarik air dari jaringan otak normal melalui
sawar otak yang masih utuh kedalam ruang intravaskuler. Bila tidak terjadi diuresis
pemberiannya harus dihentikan.
Cara pemberiannya :
Bolus 0,5-1 gram/kgBB dalam 20 menit dilanjutkan 0,25-0,5 gram/kgBB, setiap 6 jam
selama 24-48 jam. Monitor
osmolalitas tidak melebihi 310 mOSm
Posisi Tidur
Penderita cedera kepala berat dimana TIK tinggi posisi tidurnya ditinggikan bagian
kepala sekitar 20-30, dengan kepala dan dada pada satu bidang, jangan posisi fleksi
atau leterofleksi, supaya pembuluh vena daerah leher tidak terjepit sehingga drainase
vena otak menjadi lancar.
g. Epilepsi/kejang
Epilepsi yang terjadi dalam minggu pertama setelah trauma disebut early epilepsi dan
yang terjadi setelah minggu pertama disebut late epilepsy. Early epilelpsi lebih sering
timbul pada anak-anak dari pada orang dewasa, kecuali jika ada fraktur impresi,
hematom atau pasien dengan amnesia post traumatik yang panjang.
Pengobatan:
o Kejang pertama: Fenitoin 200 mg, dilanjutkan 3-4 x 100 mg/hari
o Status epilepsi: diazepam 10 mg/iv dapat diulang dalam 15 menit. Bila cendrung
berulang 50-100 mg/ 500 ml NaCl 0,9% dengan tetesan <40 mg/jam. Setiap 6 jam
dibuat larutan baru oleh karena tidak stabil. Bila setelah 400 mg tidak berhasil, ganti
obat lain misalnya Fenitoin.
Cara pemberian Fenitoin, bolus 18 mg/KgB/iv pelan-pelan paling cepat 50 mg/menit.
Dilanjutkan dengan 200-500 mg/hari/iv atau oral Profilaksis: diberikan pada pasien
cedera kepala berat dengan resiko kejang tinggi, seperti pada fraktur impresi,
hematom intrakranial dan penderita dengan amnesia post traumatik panjang
h. Komplikasi sistematik
o Infeksi: profilaksis antibiotik diberikan bila ada resiko tinggi infeksi seperti: pada
fraktur tulang terbuka, luka luar dan fraktur basis kranii
o
i.
Neuroproteksi
Adanya waktu tenggang antara terjadinya trauma dengan timbulnya kerusakan
jaringan saraf, memberi waktu bagi kita untuk memberikan neuroprotektan. Manfaat
obat-obat tersebut masih diteliti pada penderita cedera kepala berat antara lain,
antagonis kalsium, antagonis glutamat dan asetilkolin
Tujuan utama dari pengobatan pada cedera kepala adalah menghilangkan atau
meninimalkan kelainan sekunder, karena itu pengendalian klinis dan penanggulannya
sangat penting. Adanya jarak walaupun singkat antara proses primer dansekunder
harus digunakan sebaik mungkin, waktu tersebut dinamakan jendela terapi.