Anda di halaman 1dari 115

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENANGGULANGAN

PROSTITUSI DI CIREBON
(Analisis Terhadap Perda Kabupaten Cirebon No. 1 Tahun 2002
Tentang Prostitusi)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Ge!ar Sarjana Hukum Islam (SHI)

'

\!=::=::::::::::=::-;;::::::=.::Ji~;~i. ;'.tin
i

: ."'"""""'"'"""""9""""''''

h '. :::

9.01$~6, f}9

klas1li1k:1,;1 : ............................ ' .. ,, ........... .

Oleh:
Isti'amah
NIM : I 03043227993

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM


PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARI' AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/2008 M

LEMBARPERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :


I. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Universitas Islam Negeri
(UIN) SyarifHidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang gunakan dalam penulisan ini telah saya camtumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UJN)
Syarif Hidayatullah Jaka11a.
3. Jika di Kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (U!N) Syarif
1-lidayatullah Jakarta

Jakaiia, 3 Juni 2008

lsti'amah

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENANGGULANGAN


PROSTITUSI DI CIREBON
(Analisis Terhadap Perda Kabupaten Cirebon No. 1 Tahun 2002
Tentang Prostitusi)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syari'ah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperole:h
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh:

Isti'amalli
NIM : 103043227993

Di Bawah Bimbingan,
Pembimbing I

Drs. Ase
a1ifuddin Hida at SH. MH
NIP. 150 68 573

Pembimbing II;

C?~
Ahmad Ilii!IJi Abd. Shomad, MA
NIP. 150 302 998

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM


PROGRAM STUD I PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARI' AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NE GERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/2008 M

PENGESAHAN PANITIA UJIAN


Skripsi

yang

berjudul

TINJAUAN

HUKUM

ISLAM

TERHADAP

PENAGGULANGAN PROSTITUSI DI CIREBON (Analisis Terhadap Perda


Kabupaten Cirebon No. I Tahun 2002 Tentang Prostitusi) telah diujikan dalam
Sidang Munaqasyah Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 29 Mei 2008. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sa1jana Program Strata Satu (S 1)
pad a Jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum (PMH).
Jakarta, 29 Mei 2008
Mengesahkan,
Dekan Fakult s Syari'ah dan Hukum

Prof. r. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM


NIP. 150 210 422

PANITIA UJIAN MUNAQASYAII


Ketua

: Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA


NIP. 150 220 554

Sekretaris

: H. Muhammad Taufiki, M.Ag


NIP. 150 290 159

Pembimbing I

.~;; ~;oi;~}~~:"'';" a;,,,,csu., MH c

Pembimbing 11 : Ahmad Bisyri Abd. Shomad, MA


NIP. 150 302 998
Penguji I

: Enis Amalia, M.Ag


NIP. 150 289 264

Penguj i II

: Sri Hidayati, M.Ag

i~

CT-[)--.
( ......................... )
._

--~~
"
( ..................... ., ... )
\

KATA PENGANTAR
Dengan Asma Allah, Pencipta semesta raya, muara segala damba dan
tambatan semua pinta, Dia-lah pemilik Rahmaniyah dan Rahimiyah. Karena itu
patutlah jika syukur dan puji teruntuk bagi-Nya, Tuhan penguasa sepanjang masa.
Dia-lah Robbi Tuhan kita, yang dengan taufik dan hidayah-Nya tersingkap segala
ketidak-berdayaan,

serta

dengan

'inayah-Nyalah

sehingga

penulis

mempu

menyelesaikan tugas mulia ini.


Setelah melalui proses yang panJang serta melelahkan, akhirnya penul is
mampu menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari, bahwa karya ini selesai bukan
sepenuhnya dari buah pikiran penulis sendiri, akan tetapi banyak pihak yang ikut
andil dalam penyusunan skripsi ini hingga akhirnya dapat terselesaikan, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Mereka yang dengan tulus meluangkan waktu
membantu penulis, meski hanya sekedar menuangkan aspirasi bagi penulis maupun
hanya sekedar memberi motivasi kepada penulis, tentu tanggung jawab ini akan
terasa berat, j ika tan pa kehadiran mereka.
Oleh karena itu, tidaklah berlebihan kiranya jika pada kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga, khususnya kepada :
I. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MH, MM. Selaku Dekan Fakultas
Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah banyak
memberikan bimbingan kepada mahasiswa Fakultas Syari'ah.
2. Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA. Selaku Ketua Jurusan Perbandingan Madzhab dan
Hukum

dan

H.

Muhammad

Taufiki,

M.Ag. Selaku

Sekretaris

Jurusan

Perbandingan Madzhab dan Hukum yang tidak pernah lelah memberikan arahan
dan motivasi kepada mahasiswa jurusan PMH, khususnya kepada penulis.
3. Bapak Ors. Asep Syarifuddin Hidayat, SH., MH. Selaku pembimbing I, dan
Bapak Ahmad Bisyri Abd. Shomad, MA. Selaku pembimbing II yang dengan
ketulusan keduanya membimbing dan memberikan pengarahan kepada penulis
walau di tengah kesibukannya, walaupun dengan keterbatasan waktu memberikan
arahan yang gamblang dan mudah dipahami oleh penulis hingga skripsi ini dapat
terselesa ikan.
4. Segenap Dosen di Fakultas Syari'ah dan Hukum yang dengan tulus telah
mendermakan ilmunya kepada penulis selama kuliah di kampus tercinta ini,
dengan segala rasa ta'dzim "semoga apa yang tel ah diajarkan menjadi al- 'I/mu

Yaefa' baik di dunia dan akhirat". Amin.


5. Pimpinan Perpustakaan Baik Pusat maupun Fakultas, se11a seluruh stafnya yang
telah memberikan pelayanan terbaiknya sehingga mempennudah penulis dalam
mencari buku referensi hingga skripsi ini cepat terselesaikan.
6. Sembah sujud dan ta'dzim dengan rasa bhakti penulis haturkan kepada Abah dan
Mimi tercinta, Abah Madnur dan Mimi Ulidah, yang tak pernah bosan mendidik
dan mendo'akan untuk keberhasilan anaknya ini. Terima kasih atas kasih sayang
yang telah abah dan mimi berikan selama ini. Kepada adik-adik penulis, Mahrus,
Maesaroh, Ma'arif Hamzah dan Fatihatus Syifa Nurfajri, yang selalu mendo'akan
untuk keberhasilan kakaknya, serta merekalah yang selalu menjadi inspirasi bagi
penulis. Juga kepada Bibi Masidah, Mang Ozi, Mang Awi, Mang Shoib, Uwa
Juhroh, Uwa Jariyah, KH. Yusuf dan Mang H. Taslim yang selalu memberi
rnotivasi dan dukungan kepada penulis dalarn rnenggapai cita .. cita.

...
7. Segenap para guru yang pernah mengajar dan mendidik penulis, di Pesantren
Daarut-Tauhid, Cirebon, KH. lbnu Ubaidillah, KH. Husain, KH. Ahsin Sakho. Di
Pon-Pes Sunan Pandan Aran, Yogya, Mbah Mufid (Alm), KH. Mu'tashim billah
dan seluruh asatidz. Di Majlis Dzikir Assamawat Syaikh Kiai Sa'adih al-Batawi.
Semoga apa yang pernah diajarkan kepada penulis mejadi ilmu yang bennanfaat.
Amin.
8. Terkhusus bagi Suami tercinta, Ka' Budi Santoso, yang selalu memberikan
motivasi dan perhatiannya kepada penulis dalam menyelesaian skripsi ini, serta
yang selalu mendukung dalam mengejar cita-cita (/ love you forever). Juga
kepada Pak Ahsin Mahrus yang senantiasa meluangkan waktu menasehati serta
membimbing penulis, walau sedang di Negeri orang.
9. Teman-teman seperjuangan di PH angkatan 2003, khususnya Neni, Narti, Unun,
Ayang, Memey, lim, Real, Sadath, Qodir, Rozak, Alif, Ratomi, serta tamanteman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan semuanya. Terima kasih atas
kebersamaan selama di bangku kuliah.
I 0. Teman-teman di HT!, ka' Syiddah, Ana, ka Eli. Di !nhutani Ari, Umi, Nur, Sari,
Anam, Misbah. Juga terkhusus kepada Zakiyah, Rohmah, Wiwin, Teh Faiz dan
Nelly, ka Nila, Bang Ahmad, yani, Eka, Nurul, ka Neni, ka Ai, mbak Tati, Nurul
Tega!, Pak Edi Danu, ka Hasyim, ka Awang, ka Imam, ka Muhtar, Mas Agus
Purnomo, Mas Agus Rifa'i Mang Tasina Sekeluarga dan Kadnadi. Terima kasih
kebersamaan yang kalaian berikan selama ini, aku tidak akan melupakan kalian
semua.
11. Keluarga Besar KMSGD, H!QMAH, PMII Syari'ah dan Hukum, Flat Bahasa, serta
keluarga besar Lanselung. Semoga bermanfaat pengalaman yang kalian berikan.

12. Terakhir, kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis, baik yang
membantu secara langsung maupun sekedar saran, penulis tidak akan melupakan
jasa kalian semua, semoga yang Maha Rahman mambalas segala ketulusan kalian.
Demikianlah untaian terima kasih ini, tiada yang dapat penulis lakukan
kepada mereka yang telah berjasa, kecuali menghaturkan terima kasih seagungagungnya serta iringan do'a semoga Allah Swt membalas dengan segala kebaikan .
Harapan terakhir semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya. Akhirnya, kepada-Nya lah kita mohon hidayah dan
ampunan.

Jakarta, 23 Jumadil Tsani 1429 H


27 J U N I
2008 M

Penulis

DAFTARISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................

DAFTAR ISi ...................................................................................................

IX

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masai ah ............................................. .

BAB II

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... . .. . .. .. . . . .. . . . .. . . . .......

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... ... ...... .. . ...... .. . .. .........

D. Metodologi Penelitian . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . ....

E. Sistematika Penulisan . .. .. .. . . .. . . .. . .. . .. . .. .. . ... . . . . .. . .. ... .. . .. .

I0

PROSTITUSI DI CIREBON DAN PENANGGULANGANNYA

A. Definisi Prostitusi .. . .. . ... . .. ... ... ... ... ... .. . .. .. .. . .. .......... ....

13

B. Prostitusi Menu rut Hukum Islam .. . . .. .. .. . . . . . .. .. .. .. . ... . . . . .....

17

C. Dasar Hukum Larangan Prostitusi Menu rut Hukum Islam ... .. .

21

D. Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Prostitusi Menurut 1-lukum


Islam.....................................................................

26

E. Dampak Praktek Prostitusi Terhaclap Kehiclupan Masyarakat .. .

32

BAB III PERDA KABUPATEN CIREBON NO. 1 TAHUN 2002


TENT ANG PROST IT US!

A. Faktor Penyebab Timbulnya Prostitusi di Cirebon . . . . .. ... .. . . ...

40 .

B. Latar Belakang Lahirnya

Perda Kabupaten Cirebon No. I

Tahun 2002 Tentang Prostitusi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..

44

C. Sanksi Bagi Pelaku Tindak pidana Prostitusi Menurut Perda

Kabupaten Cirebon No. I Tahun 2002 Ten tang Prostitusi . . . . . . .

BAB

IV

TINJAUAN

HUKUM

ISLAM

TERHA]l)AP

48

PERDA

KABUPATEN CfREBON NO. 1 TAHUN 2002 TENTANG


PROSTITUSI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..

53

A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sanksi Pidana yang diatur


dalam Perda Kabupaten Cirebon No. I Tahun 2002 Tentang
Prostitusi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . .. .. . . .. .. .. . . .. ..

54

B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perda Kabupaten Cirebon


No. 0 I Tahun 2002 Tentang Prostitusi . .. . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . ...

BAB

70

V PENUTUP
A. Kesimpulan . .. . . .. . . .. . . .. . . .. . . . .. .. . .. . . . . . .. .. . . . . . .. . .. . .. ... ... .. ..

79

B. Saran-saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..

80

DAFT AR PUST AKA .. .. . .. .. .. . . .. ... .. .. .. .. .. .. .. . .. . .. . .. . .. . . . . .. .. . . .. .. .. .. .. .

83

LAMP IRAN

BA.BI
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada masa globalisasi dan infonnasi ini, perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi berjalan sangat cepat, seiring dengan perkembangan tersebut
kehidupan masyarakat sekarang ini banyak mengalami' perubahan, baik cara
hidup, cara pergaulan dan cara berbusana maupun ha! yang lain. Diakui atau tidak
bahwa kemajuan zaman di samping membawa nilai-nilai kemakmuran dalam
kehidupan masyarakat juga menimbulkan kemerosotan pada nilai-nilai moral
dalam kehidupan masyarakat bahkan akan menimbulkan keresahan bagi
lingkungan.
Sementara itu bagi orang yang tidak bisa mernbawa dirinya dalam
mengimbangi cepatnya roda pembangunan dan teknologi yang semakin
berkembang sejalan dengan berkembangnya norma-norma kehidnpan masyarakat,
akibatnya ia akan mudah terbawa arus dalam lingkungan pergaulan yang tidak
terkontrol, terutama lingkungan dan perkembangan teknologi yang banyak
membawa perubahan pada nilai-nilai kehidupan masyarakat, serta terhadap
keluarga dan budi pekerti.
Dari pandangan hidup yang ultra modern ini mengakibatkan merosotnya
penghargaan terhadap nilai Agama yang merupakan pegangan mulia bagi setiap
insan, salah satu dampak dari adanya glo balisasi adalah nilai-nilai dalam

kehidupan masyarakat telah memudar sedikit demi sedikit. Disadari atau tidak
bahwa dalam kehidupan masyarakat itu pasti mempunyai suatu norma atau tata
aturan kehidupan yang harus dijunjung tinggi, dalam artian bahwa naluri setiap
manusia yang bermasyarakat tentu mempunyai tujuan 1mtuk hidup tenang nan
damai dan selalu berusaha untuk memperbaiki kehidupan dan akan mengatasi
masalah-masalah yang menghalangi tujuan tersebut, di antaranya masalah itu
ialah masalah penyakit sosial, masyarakat tentu akan bierusaha menanggulangi
masalah penyakit sosial ini, salah satunya adalah pelacuran, karena bagaimanapun
dalam kenyataannya di tengah-tengah masyarakat praktek pelacuran atau
prostitusi dapat menimbulkan berbagai akibat negatif yang membahayakan dan
meresabkan masyarakat, seperti menghancurkan rmnah tangga, terjadinya tindak
pidana kejahatan dan lain sebagainya.
Pelacuran bukan hanya sebuah gejala individual akan tetapi sudah menjadi
gejala sosial dari penyimpangan seksualitas yang normal dan juga Agama. 1
Karena pelacuran bukan hanya memiliki dampak terhadap individual-individual
pelaku dan pemakai jasa ini secara personal, akan tetapi juga memiliki dampak
terhadap masyarakat umum, sekaligus pelacuran ini jelas-jelas merupakan sebuah
tindakan yang benar-benar melanggar aturan Agama.
Dalam Agama Islam, masalah pelacuran atau perzinaan, ini merupakan
suatu yang sangat penting sehingga mendapat perhatian secara khusus dalam

'Terence H, Hull, Endang Sulistianingsih, Gavin W. J, Pelacuran di Indonesia (Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan, 1997), him. 3

-------

penanggulangannya,

dalam

al-Qur'an

disebutkan

dengan

ungkapan yang sangat diplomatis:

Artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah
perbuatan yang sangat keji dan merupakan suatu jalan yang buruk".
(QS. Al-lsra' : 32).
Hal ini sebagai bentuk pelarangan yang benar-benar sangat dilarang dalam Islam,
karena memang dampaknya sangat besar terhadap pelaku, bahkan akan berimbas
kepada masyarakat luas.
Dalam

menanggulangi

pelacuran dan

sebagai

langkah preventif

(pencegahan) dari perzinaan, Islam memberikan ketentnan bahwa pelaku zina


dikenakan hukuman, dan dalam hukumaunya dibedakan dalam dua jenis menurut
pelakunya, yaitu Zina Muhshon (pelaku zina yang sudah berkeluarga) dikenakan
hukuman rajam, sedangkan Zina ghairu muhshon (belum berkeluarga) dikenakan
hukuman dera sebanyak seratns kali ditambah pengasingan selama satu tahun.
Sekilas hukurnan ini memang kelihatan kejam, tapi justru ini akan memberikan
efek jera terhadap pelaku dan demi menyelarnatkan bagi yang lain dari perbuatan
zina ini.
Mendengar masalah protitusi, pelacuran, perzmaan, asusila dan lain
sebagainya seakan-akan semua mata tertuju ke daerah yang dianggap sebagai
daerah yang berpotensi besar untnk dijadikannya sebagai sarang pelaku prostitusi,
misalnya kawasan Pantura. Ketika pasca dilakukan rehabilitasi terhadap Kramat

Tunggak, Jakarta Utara yang dulunya adalah sebuah kawasan dimana rumah
remang-remang (tempat pelacuran) dapat dijumpai harnpir di seluruh pelosok
daerah tersebut, kini kawasan tersebut telah di sulap meajadi kawasan Islamic
Centre, Kramat Jaya. Setelah Kramat Jaya terbebas dari prostitusi seolah-olah
kawasan Pantura menjadi incaran kecurigaan orang, karena dianggap bahwa
kawasan ini merupakan kawasan yang sangat strategis, dimana lain lintas antar
provinsi yang dapat menghubungkan kota-kota besar, yaitu kota Jakarta dengan
kota-kota besar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sehingga Pantura merupakan
tempat yang cocok dan nyaman untuk tempat persinggahan, apalagi letaknya
dekat dengan pesisir pantai laut Jawa. Dengan demikian tidak menutup
kemungkinan praktek-praktek pelacuran akan bermunculan, bahkan tempattempat prostitusi akan mudah didapatkan disana, dari alasan-alasan tersebut maka
kawasan pantura merupakan kawasan yang dianggap rawan akan tempat
prostitusi, apalagi kalau dihubungkan dengan banyaknya aliran musik yang
terkenal dengan mengmnbar goyangarmya, konon muncul dari kawasan pantura
ini, seperti nyanyian goyang dombret, kucing garong dan lain sebagainya,
sebingga dengan dugaan seperti itu kawasan Pantura dianggap sebagai salah satu
tempat di mana praktek prostitusi mudah dijumpai.
Semua orang boleh beranggapan seperti itu namun kenyataanya apakah
seperti itu? Apakah tidak ada tindakan dari pemerintah setempat? Dalam ha! ini
Pemerintah Daerah Cirebon yang termasuk salah satu Daerah. di kawasan Pantura.
Sudah beberapa tahun yang lalu, sejak tahun 2002 Pemerintah Daerah Cirebon

telah mengupayakan penanggulanga11 prostitusi dalam bentuk Peraturan Daerah,


yakni dengan mengeluarkan Perda Nomor I Tahun 2002 tentang Iarangan
prostitusi.
Tepatnya pada tanggal 13 Maret 2002, Pemerintah Kabupaten Cirebon
memberlakukan Perda Nomor 1 Tahun 2002 tentang Iarangan Prostitusi. Dengan
disahkannya Perda itu maka siapapun dilarang menyediakan, mengadakan, dan
melakukan perbuatan prostitusi. Bagi pelanggar ketentuan-ketentuan Perda
Kabupaten Cirebon No. 1 Th 2002 ini akan dikenakan ancaman pidana bagi
pelakunya, yaitu pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan atau denda
sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah). Setelah peraturan
tersebut diberlakukan, apakah praktek prostitusi di Cirebon itu mulai hilang
ataukah malah sebaliknya, yaitu semakin marak, sebagaimana anggapan banyak
orang.
Namun dengan dikeluarkannya Perda Kabupaten Cirebon No. 1 Th 2002
tentang prostitusi ini diharapkan dapat mengurangi ma:raknya tempat-tetnpat
prostitusi di Cirebon yang akhirnya akan dapat menghapus keberadaan praktek
prostitusi di Cirebon demi terciptanya keamanan, kesopanan dan ketertiban susila .
serta menjadikan Kabupaten Cirebon yang berakhlakul ka:rimah dan bebas dari
perbuatan asusila itu.
Diberlakukannya Perda Kabupaten Cirebon No. 1 Th 2002 tentang
prostitusi ini ternyata disambut baik oleh masyarakat Cirebon, yang sudah lama
diresahkan oleh keberadaan praktek prostitusi, kurang lebih saat ini ada 9

Kecamatan di Kabupaten Cirebon terdapat tempat-tempat prostitusi. Di antaranya


Palimanan, Terminal Cargo, Pasar Minggu Palimanan, Gegesik, Plumbon,
Arjawinangun, Cileduk Tatimunya, Losari, Weru, Plered, Cipema Cirebon, dan
cenderung yang dianggap rnwan sebagai tempat berkeliaran para pelaku prostitusi
adalah Terminal. 2 Dari itu masyarakat Cirebon berharap penyakit sosial yang ada
di daerah mereka segara hilang karena memang sangat meresahkan terutama bagi
generasi muda.
Melihat dari kenyataan-kenyataan yang sudah di jelaskan di atas, penulis
menganggap bahwa masalah ini merupakan masalah yang sangat penting dan
menarik untuk dikaji, sehingga penulis tertarik untuk membahas dan menganalisa
PERDA Cirebon No. I Th 2002 khususnya tentang prostitusi sebagai upaya
Pemda Cirebon menanggulangi masalah Asusila (prostitusi) sekaligus meninjau
peraturan tersebut dengan hukum Islam. Maka penulis mencoba membahasnya
dalam bentuk penelitian yang berjudul Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Penanggulangan Prostitusi Di Cirebon (Analisis Terlrndap Perda Kabnpaten
Cirebon No. 1 Tahun 2002 Tentang Prostitusi). Dengan harapan masalah
prostitusi ini segera bisa diatasi dan tidak berdampak pada kehidupan masyarakat,
yang mana pada saat ini kesusilaan merupakan masalah yang Urgen untuk
diperhatikan.

2 J(usairi, Kepala Seksi U1nt1111 Satpol PP. J(ab. Cirebon, Jt'auanc:ara Pribadi, Cirebon,

15 .lanuari 2008.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalab


Agar pembahasau dalam skripsi ini lebih terarah dan jelas pokok
permasalahannya, maka penulis membatasinya hauya pada seputar kajian masalah
prostitusi tentaug latar belakaug lahirnya Perda Kabupaten Cirebon No. I tahun
2002, tujuannya sanksinya dau pandangan hukum Islam terhadap Perda
Kabupaten Cirebon No. I tahun 2002 tentang prostitusi tersebut. Selaajutnya
untnk memudahkau dalam penulisau skripsi ini, penulis malakukan kualifikasi
bahasan dan masalah dalam satu spesifikasi berdasarkan tingkat kebutuhan yang
menopang dalam penyusunan tulisan ini, yaitu dengan rnembuat rumusan masalah
sebagai berikut:
I. Apa yang melatarbelakangi lallirnya Perda Kabupaten Cirebon No. I tahun
2002 tentang prostitusi dan apa pula tujuannya?
2. Apa sauksi yang diberikau bagi mereka yang melauggar Perda Kabupaten
Cirebon No. I tahun 2002 tentang prostitusi ?
3. Bagiamana pandangan Hukum Islam mengenai upaya penan;sgulangan
prostitusi yang tertuaug dalam Perda Kabupaten Cirehon No. J tahun 2002
tentang prostitusi ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dengan melakukan penelitiau sehubungan dengau judul diatas, penulis
bertujuan untuk :
!. Untuk mengetahuai latar belakang dan tujuan dibuat/diberlakukannya Perda

Kabupaten Cirebon No. I tahun 2002 tentang prostitusi.

2. Untuk mengetahui bentuk sanksi yang diberikan oleh Pemerintah Daerah


Cirebon bagi mereka yang melanggar peraturan daerah tersebut.
3. Untuk mengetahui bagaimana tirtjauan hukum Islam terhadap Perda Cirebon
No. I tahun 2002 tentang Prostitusi.
Adapun manfaat yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah :
I . Sebagai media yang bisa memberikan informasi bagi masyarakat yang ingin
mengetahui efektivitas peraturan yang tertuang dalam Perda Kabupaten
Cirebon No. I tahun 2002 tentang prostitusi sebagai upaya Pemerintah Daerah
Cirebon menanggulangi gejala penyakit sosial (prostitusi).
2. Menambah khasanah kepustakaan Islam sehingga menjadi informasi dalam
bentuk bacaan yang bermanfaat untuk mengetahui bagaimana tinjauan huknm
Islam terhadap Undangundang atau peraturan yang dibuat oleh Pemerintah
Daerah.
D. Metode Penulisan

Untuk pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan


metode sebagai berikut :
I. Metode Pendekatan
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan kqjian normatif yaitu
pendekatan yang didasarkan pada kaidah-kaidah yang terdapat dalam
peraturan perundang-undangan, dengan memuat deskripsi masalah yang
diteliti berdasarkan tirtjauan pustaka yang dilakukan secara cermat dan
mendalam

2. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian ini adalah jenis kualitatif, yakni deskripsi
berupa kata-kata, ungkapan, norma atau aturan-aturan yang diteliti, karena
penelitian ini dilakukan untuk mengukur dan menilai sebuah peundangundangan di Indonesia dalam hal ini Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon,
sehingga penelitian ini digolongkan kepadajenis penelitian Kualitatif
3. Tehnik Pengumpulan Data
Tehnik yang digunakan untuk mengumpulkan data bersifat library

research guna memperoleh landasan teoritis yang dipero leh dari literatur dan
referensi yang berkaitan dengan tema yang akan dibahas. Selain itu untuk
memperkaya data sekaligus untuk melihat bagaimana urgensi perda ini
terhadap penaggulangan prostitusi tersebut, juga akan digunakan telmik
Interview atau wawancara yaitu suatu cara untuk mengumpulkan data dengan
mengadakan komunikasi/tanya jawab secara langsung dengan pihak terkait,
dalam hat ini penulis akan mencoba mewawancari pihak Pamong Praja
maupun tokoh masyarakat mengenai tanggapannya terhadap diberlakukannya
perda tersebut.

Dengan demikian data yang diguna'kan untuk menunjang

penelitian ini adalah :


a. Data Primer meliputi penmdang-undangan, yaitu Perda Kabupaten
Cirebon No. I Th. 2002 tentang Prostitusi serta al .. Qur'an dan al-Hadits
yang merupakan sumber hukum Islam. Serta data yang didapat dari hasil
wawancara. Bahwa data yang diperoleh tentang jumlah pelanggaran pada
tahun 2006 sebanyak 24 orang, sedangkan pada tahun 2007 sebanyak 31
orang.

10

b. Data Skunder terdiri dari buku-buku hukum, media cetak, artikel maupun
data dari internet (website) yang ada korelasinya dengan materi yang
menjadi pokok masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini.
4. Telmik Analisis Data
Setelah data tersebut terkumpul, penulis akan menyajikan dan
menganalisanya secara deskriptif komperatif, dimaksudkan untuk memberikan
gambaran secara jelas, sistematis, objektif dan kritis yang dipaparkan antara
hukum Islam dan hukum positif mengenai fakta-falcta yang bersifat normatif
tentang permasalahan yang dibahas, dengan berusalia menyajikan bahan yang
relevan dan mendukung.
5. Tehnik Penulisan
Adapun tehnik penulisan skripsi ini mengacu pada buku pedoman
penulisan skripsi Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2007.

E. Sistematika Penulisan
Untuk mernpermudah pembahasan skripsi ini, maka penulis menyusun
skripsi ini dengan siste111atika penulisan yang terdiri Hrna bab, yaitu :
Bab

I : Pendahuluan
Terdiri dari latar belakang rnasalah, pembatasan dan perumusan
masalah, tujuan dan rnanfaat penelitian, rnetode penelitian dan
siste111atika penulisan.

11

Bab II: Mernuat tentang Definisi prostitusi secara umum, kernudian dipaparkan
pengertian prosrptitusi rnenurut hukurn Islam, lalu di sajikan tentang
dasar hukurn dari pelarangan prostitusi rnemrrut hukum Islam, setelah
itu dibahas juga tentang sanksi bagi pelaku tindak pidana prostitusi
menurnt hukurn Islam, kemudian dilihat bagairnana dampak prostitusi
itu terhadap kehidupan masyarakat.
Bab III: Dalam bab ini akan di uraikan tentang faktor penyebab timbulnya
prostitusi di Cirebon, kemudian juga akan di paparkan tentang latar
belakang lahirnya Perda Kabupaten Cirebon No. 1 Th. 2002 tentang
Prostitusi, setelah itu barn kemudian diuaraikan tentang sauksi bagi
pelaku tindak pidana prostitusi menurut Perda Kabupaten Cirebon No. 1
Tahun 2002 tentang prostitusi.
Bab IV: Dalarn bab ini penulis akan mengupas secara tajam tentang bagairnana
tinjauan hukurn Islam terhadap sanksi pidana yang diatur dalam Perda
Kabupaten Cirebon No. 1 Tahun 2002 tentang prostitusi dengan
rnenggunkan rnetode komperatif, disamping itu penulis juga akan
mernbahas tentang bagaimana tinjauan hukwn Islam teradap Perda
Kabupaten Cirebon No. 01 Tahun 2002 Tentang Prostitusi, sehingga
akan nampak jelas bagairnana peran Perda Kabupaten Cirebon No. 01
tahun 2002 tersebut dalam penanggulangan prostitusi di Cirebon.

12

Bab V : Merupakan bab terakhir yang berisikan kesirnpulan yang merupakan


pemadatan dari pembahasan skripsi ini, kemudian dilanjutkan dengan
saran-saran yang konstruktif.

BAB II
PROSTITUSI MENURUT HUKUM ISLAM

A. Definisi Prostitusi
Prostitusi sebagairnana pernaparan Frans Salesman, secara etimologis
berasal dari kata bahasa latin yaitu pro-stituare atau prosstaure yang berarti
memberikan

atau

membiarkan

diri

berbuat zina,

melakukan

pelacuran,

persundalan, pergundikan. Sehingga secara harfiah prostitusi dapat dideskripsikan


sebagai tingkah laku bebas tanpa kendali dan cabul karena adanya pelampiasan
nafsu seks dengan lawan jenis tanpa mengenal batas kesopanan (manusiawi) dan
mendapatkan bayaran 1 Adapun secara terminologis, prostitusi atau pelacuran
adalah penyediaan seksual yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan untuk
mendapat uang atau kepuasan. 2
Prostitusi menurut W.A. Banger dalam tulisannya Maatschappelijke
Oorzaken der Prostitutie menulis definisi: "Prostitusi ialah gejala kemasyarakatan

dimana wanita menjual diri melakukan perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata


pencaharian". Pada definisi ini jelas dinyatakan adanya peristiwa penjualan diri
sebagai profesi atau mata pencaharian sehari-hari dengan jalan melakukan relasirelasi seksual. Menurut sarjana P.J. De Bruine Van Amstel menyatakan bahwa
prostitusi adalah penyerahan diri dari wanita kepada banyak laki-laki dengan

Frans

Salesman,

"Prostitusi",

artikel

diakses

pada

April

2007

dari

b.lln://ww\v. wordpress.com
~ Robert P. 1Vlasland, Jr. Dnvid Estridge, Apu yang lngin Diketahui Rernaja Tentang Seks,

(Jakarta: Bumi Aksara, 1987), h. 134.

14

pembayaran. 3 Sedangkan prostitusi menurut Perda Kabupaten Cirebon NO. 1


Tahun 2002 Tentang Prostitusi ialah hubungan seksual di luar nikah dengan
imbalan uang atau hadiah-hadiah sebagai suatu transaksi perdagangan. 4
Definisi di atas mengemukakan adanya unsur--unsur ekonomis dan
penyerahan diri wanita yang dilakukan secara berulang-ulang atau terus-menerus
dengan banyak laki-laki.
G. May dalam bukunya Encyclopedia of Social Science menuliskan
masalah prostitusi yang menekankan masalah barter atau perdagangan secara
tukar-menukar, yaitu menukarkan pelayanan seks dengan bayaran uang, hadiah
atau barang berharga lainnya. Juga mengemukakan promiskuitas, hubungan seks
bebas dan kekacauan emosional, melakukan hubungan seks tanpa emosi, tanpa
perasaan cinta kasih atau afeksi. Pihak pelacur mengutamakan motif-motif
komersil, atau alasan-alasan keuntungan materil. Sedang pihak laki-laki
mengutamakan pemuasan nafsu-nafsu seksual. Baik May maupun ensiklopedia
AMERICANA memberikan batasan "promiscuity dan promiscuous unchastity"
sebagai tingkah laku tuna susila yang professional. 5
Selanjutnya,

Kartini

Kartono

dalam

bukunya

"Patologi

Sosial"

mengemukakan definisi pelacuran sebagai berikut: 6


' W.A. Banger, De Maatschappelijke Oorzaken der Prostitutie, Verspreide Geschr!ften,
dell 11. Amsterdam, 1950. (terjemahan B. Simanjutak. Mimbar Demokrasi, Bandung, April 1967).
4

Lembaran Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 05 tahun 2002 Seri Edisi 4 Peraturan
Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 0 I Tahun 2002 Tentang Larangan Perjudian, Prostitusi dan
rY1inuman Keras.
5

G. May, Encyclopedia of Social Science, dalam Kartini Kartono, Pato/ogi Sosia/,


(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005) Jil. l, Edisi 2, h. 215-216.
6

2, h. 216.

f(artini J(artono, Patv!ogi Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2005) Ji!. 1, Edisi

15

I. Prostitusi adalah bentuk penyimpangan seksual, dengan pola-pola organisasi


impuls/dorongan seks yang tidak wajar dan tidak lerintegrasi dalam bentuk
pelampiasan

nafsu-nafsu

seks

tanpa

kendali

dengan

banyak

orang

(promiskuitas), disertai eksploitasi dan komersialisasi seks yang impersonal


tanpa afeksi sifatnya.
2. Pelacuran merupakan peristiwa penjualan diri (persundalan) dengan jalan
memperjualbel ikan badan, kehormatan, dan kepribadian kepada banyak orang
untuk memuaskan nafsu-nafsu seks dengan imbalan pembayaran.
3. Pelacuran ialah perbuatan perempuan atau laki-laki yang menyerahkan
badannya untuk berbuat cabul secara seksual dengan mendapatkan upah.
Prostitusi/pelacuran menurut Kiai Bahrudin, Pimpinan Pondok Pesantren
Al-Ma'unah, Kepuh, Pasar Minggu, Cirebon, ialah perbuatan keji yang
hubungannya dengan penyaluran syahwat baik dengan sejenis maupun dengan
Jawan jenis.7 Menurut Teddy Suhroto (Kepala Ketertiban Satpol PP. Kab.
Cirebon), ia mengemukakan bahwa prostitusi adalah masyarakat yang berbuat
mencari penghasilan dengan menjual seks. 8 Lain lagi menurut pemaparan Kusairi
(Kepala Seksi Ketertiban Umum Satpol PP. Kab. Cirebon), prostitusi adalah
termasuk perselingkuhan atau hubungan seksual di luar nikah. 9
7

K. Bahrudin, Pimpinan Pondok Pesantren Al-Ma'unah, Kepuh, Pasar Minggu, Cirebon,


Wawancara Pribadi, Cirebon, 15 Januari 2008.
8

Wmvancara

Kusairi, Kepala Seksi Umu1n Satpol PP. Kab. Cirebon. Wmvancara Pribadi, Cirebon, 15

Teddy Subroto, Kepala Bidang Ketertiban Satpol PP. Kab. Cirebon,


Pribadi, Cirebon, 15 Januari 2008.

Januari 2008.

16

Pelacuran menurut Soedjono adalah pelacur merupakan gejala sosial yang


seolah langgeng, faktor penentunya justru terletak pada sifat-sifat alami manusia
khususnya segi seksual biologis dan psikologis, sedangkan faktor lainnya hanya
bersifat faktor pendamping yang akan memperlancar atau dapat menghambat
pertambahan jumlah pelacuran. 10 Pengertian pelacuran menurut konsep kaum
objektif adalah kegiatan penyimpangan prilaku karena telah melanggar normanorma sosial.

11

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa pelacuran berasal


dari kata lacur yang berarti malang, celaka, sial, gaga!, atau buruk laku. Pelacur
adalah wanita yang melacur sundal, wanita tuna susila. Pelacur adalah perihal
menjual diri sebagai pelacur, penyundalan. 12
Pendapat Davis beragumenntasi bahwa unsur pembayaran dalam bentuk
tertentu juga ditemukan dalam pranata sosial lain seperti pernikahan dan
pe1tunangan. Komponen yang membedakan unsur promiskuita~ yang harus
ditonjolkan dalam definisi pelacuran. Cara pandang ini diperluas oleh Polsky yang
mendifinisikan pelacuran sebagai pemberian "seks di luar pernikaan sebagai
pekerjaan". 13

Soedjono, Pelacuran Ditinjau Dari Hu/cum dan Kenyataan Da/am Masyarakat,


(Bandung: Karya Nusantara, 1977), h. 44.
'

11

Ibid h. 45.

12

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:


Balai Pustaka, 1987), h. 550.
13

Tahnh-Dam Truong, Parhvisata dan Pe/acuran di Asia Tenggara, Terjemahan: Moh.

Arif, (Jakarta: LPJES, 1992 ), h. 15.

17

Definisi tentang pelacuran menunjukkan bahwa unsur pembayaran atau


penerimaan upah harus ada dalam konsep pelacuran. Namun, unsur pembayaran
atau penerimaan upah yang merupakan unsur ekonomis bukanlah satu-satunya
unsur dalam penentuan konsep tentang pelacuran. Para ilmuan bersepakat
mengenai adanya unsur ekonomis tersebut dalam konsep tentang pelacuran, tetapi
mereka berbeda pendapat terutama mengenai batas-batas sosial dalam pelacuran.
B. Prostitusi Meuurut Hokum Islam

Dalam kamus lnggris-lndonesia kata Prostitution diartikan dengan


Pelacuran, Persundalan dan ketunasusilaan. 14 Sedangkan dalam kamus al-Maurid
kata kerja Prostitute diartikan dengan ( _;,...,)

dalam kamus Al-Munawwir kata

dengan ( ~ - ..>P-:! ) dengan arti berzina dan ism failnya adalah perempuan yang
berzina (;;~WI) disinonimkan dengan ( :\.,uljll), (._,.,.,._,..II) dan kata bigha ( o\.i.;ll ),
disinonimkan dengan kata al-Zina. 15
Dari makna di atas perbedaan makna antara prostitusi dengan perzinaan
hemat penulis adalah setiap prostitutor adalah pezina dan setiap pezina belum
belum tentu prostitutor. Maksudnya setiap praktek protil:usi bertujuan komersil
dengan meraup upah, sedangkan pezina tidak selalu bertujuan materil. Dalam AlQur'an istilah prostitusi diindikasikan dengan menggunakan tenninology al-Bigha
( o\.i.;ll ), dalam surat an-Nur ayat 33:
14

Hasan Sadily dan John M. Echols, Kamus Inggris- Indonesia, (Jakarta: Gramedia,

1990).
15

Al-Ba'la al-Baqi, al-Maurid (Beirut: Daar al-'flm. 1977\.

18

Artinya: " Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan
pe!acuran, sedangkan mereka sendiri menginginkan kesucian, karena
kamu hendak mencari keuntungan duniawi". (QS: an-Nur: 33).
Pesan ayat ini adalah larangan bagi muslim mencari kekayaan lewat jalur yang
haram yaitu prostitusi.
Zina berasal dari kata

_,..;j -_,lj; -_,..;j

yang artinya berzina, berbuat

zina. Kata 01j yang jamaknya olij (apabila yang berzina laki-laki), dan kata ~lj
yang kata jamaknya _,il_,j (apabila yang berzina perempuan). 15 Secara garis besar,
pengertian zina menurut hukum Islan1 sebagaimana yang diungkapkan oleh
Muhammad Ali as-Sabuni bahwa zina menurut arti bahasa adalah persetubuhan
yang diliaranikan. Dan zina menurut syar'i ialah persetubuhan yang dilakukan oleh
seorang laki-laki dengan seorang perempuan melalui (pada) vagina di luar nikah
dan bukan nikah subhat. 16
Beberapa defmisi lain tentang ziI1a yang dikemukakan oleh berbagai ulama
madzhab menunjukkan pengertian yang hampir sama. Hanya saja ada yang sedikit

15

Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hida Karya Agung,

2002), h. 230.
16

Muhammad Ali as-Sabuni, Rawai'ul Bayan Tafsir Ayaat al-Ahkam min al-Qur'an,
(Beirut: Daar al-Fikr, tt.), Jil. II, h. 8.

19

berbeda, sepe1ii ulama Hanabilah dan ulama zidiyah yang menambahkan jimak
melalui dubur. 18
Sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Qodir 'Audah dalam kitabnya Al-

Tasyri' al-Jinai al-Islami Muqoronan bi al-Qonun al-Wad'i tentang pendapat para


ulama madzhab dalam mendifinisikan zina, ialah sebagai berikut: 19
I. Pendapat Malikiyah.

Artinya: "Zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh orang mukallaf


terhadapfarji (vagina) manusia (wanila) yang bukan miliknya secara
disepakati dan dilakukan dengan kesengajaan".
2. Pendapat Hanafiyah.

Artinya: "Zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh seorang laki-laki


lerhadap wanila yang bukan miliknya dan lidak syubhat memilikinya
pada qubul (vagina wanita tersebut).
3. Pendapat Syafi'iyah.

Artinya: "Zina adalah memasukkan dzakar ke dalam fmji yang diharamkan


karena za111ya, bukan karena syubhat don menurut tabi'atnya
menimbulkan syahwat.
4. Pendapat Hanabilah.

18

Muhammad Abduh Malik, Prilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHAP,
(Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2003), Cet. I, h. 25.
19

Abdul Qodir 1Audah, Al-Tasyri' a/-Jinai al-/slan1i Muqoronan bi al-Qonun a/-Wad'i,

(Beirut: Muassasah alRisalah, 1992), Cet. XI, h. 349,

20

Artinya:

"Zina adalah melakukan perbuatan keji (persetubuhan yang


diharamkan), baik terhadap qubul maupun dubur.

5. Pendapat Dzahiriyah.

Artinya: "Zina adalah persetubuhan yang dilakukan terhadap orang yang tidak
halal memandang ke seluruh tubuhnya, serta mengetahui akan
keharamannya (melakukan zina), atau zina adalah persetubuhan
yang di haramkan karena zatnya.
6. Pendapat Zidiyah

Artinya: "Zina adalah memasukkan kemaluan laki-laki (dzakar) ke dalamfarji


(vagina wanita) yang masih hidup yang haram atasnya (laki-laki),
baik terhadap qubul maupun dubur tanpa ada .1yubhat.
Dari beberapa definisi tersebut di atas, yang akan dipergunakan sebagai
pegangan selanjutnya, adalah definisi yang dikemu.kakan o!eh Muhan1IT1ad Ali AsSabuni karena lebih sesuai dengan pandangan umun111ya para ularna.
Se!ain itu, dari definisi zina yang dikernu.kakan oleh para ularna tersebut,
dapat diketahui bahwa unsur-unsur jarinlah itu ada dua, yaitu:
1. Persetubuhan yang diharamkan.

Persetubuhan yang dianggap zina adalah persetubuhan di dalarn farji.


Ukurannya adalah apabila kepala kernaluan telah rnasu.k ke dalarn farji
walaupun sedikit. Juga dianggap sebagai zina sekalipun ada penghalang antara

21

dzakar dan farji, selama penghalangnya tipis yang tidak menghalangi perasaan
dan kenikrnatan bersenggama.
Apabila persetubuhan tidak memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut
maka tidak dianggap sebagai zina yang dikenai hukuman had, melainkan hanya
tergolong kepada perbuatan maksiat yang diancam dengan hukuman ta'zir,
walaupun perbuatannya itu merupakan pendahuluan dari zina. Contoh seperti
mufakhadzah (memasukkan penis di antara dua paha), sex oral dan sentuhan di

luar farji. Demikian pula perbuatan maksiat lain yang merupakan pendahuluan
dari zina dikenai hukuman ta'zir, contohnya, ciuman, pelukan, bersunyi-sunyi
dengan yang bukan muhrim. Larangan-Iarangan ternebut tercalrnp dalam
frrman Allah SWT surat al-Isra' ayat 32 :
cl'

,.,.,.,.

"'

..-

,.

,,

,.

.(iY : dr-)'1). ~ ~L.) ;G.;...L; ulS"' ~1 _)jll ly~ "J)


,

Artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah
perbuatan yang sangat keji dan merupakan suatu jalan yang buruk''.
(QS. Al-lsra': 32).

2. Adanya kesengajaan atau niat yang melawan hukum ('-1'\.J,.I _ra-<}I} ,.1_,JI ..WU)
Unsur kedua dari jarima zinah adalah niat dari pelaku yang melawan
hukum. Unsur ini terpenuhi apabila pelaku melakukan suatu perbuatan
(persetubuhan), padahal ia tahu bahwa wanita yang disetubuhinya adalah
wanita yang diharamkan baginya.
C. Dasar Hukum Larangan Prostitusi Menurut Hukum Islam

Dasar hukum tentang pelarangan prostitusi atau zi.na dalam Islam tidak
ditunjukkan secara langsung te.ntang pelarangan terhadap perbuatan zina itu

22

sendiri. Baile dalam al-Qur'an maupun di dalam hadits, tidak ada dalil yang
menjelaskan tentang pelarangan secara khusus mengenai dilarangnya perbuatan
zina. Namun dalam al-Qur'an maupun hadits pelarangan ditunjukkan dengan
penyebutan perbuatan keji, serta ditmtjukkan dengan penyebutan langsung
terhadap sanksi kepada para pelaku perbuatan zina.
Sedangkan pelarangan perbnatannya diisyaratkan dengan pelarangan
terhadap hal-hal yang memicu terjadinya perbuatan zina tersebut, bahkan
dalain satu ayat dijelaskan mendekat saja tidak boleh, ayat tersebut sebagai
pangkal dari hadits-hadits yang menjelaskan tentang perbuatan yang bisa
mendekatkan pada perbuatan zina. Selain itu ada juga da1il yang menyebutkan
tentang penggolongan perbuatan zina kepada perbuatan dosa-dosa besar.
Jadi secara garis besar, dasar hukum zina dapat di kelornpokkan menjadi
beberapa bagian, yaitu; pertama dasar hukum tentang hal-hal yang dapat memicu
terjadinya perbuatan zina, serta dan kedua dasar hukum yang rnenjelaskan tentang
akibat dari per~uatan zina. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
I. Dasar hukum yang ditunjukkan dengan pelarangan melakukan perbuatan keji.
Firman Allah SWT:

Artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah
perbuatan yang sangat keji dan merupakan suatu jalan yang buruk".
(QS. Al-Jsra': 32).

23

Artinya : "Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara
kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika
keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka.
Sesungguhnya Allah maha penerima taubat lagi maha penyayang".
(QS. An-Nisa' :16)
2. Dasar hukum tentang hal-hal yang dapat memicu terjadinya perbuatan zina:

Arinya: "Janganlah seorang laki-laki itu bersunyi-sunyi (berduaan) dengan


seorang perempuan (yang bukan muhrimnya) karena syaitan akan
menjadi yang ketiganya (menggodanya) ''. (Hadits dikeluarkan dari hadits
Buraidah).
3. Dasar hukum yang mejelaskan tentang akibat dari perbuatan zina:
;ll

......

w[ 4.ll1 c.J.!.) .) :;.;1~


,,.. ....

,..

_,,

,..

'I

4.

,..,...

,J.

,,..

~~\J U) ;;::u;.
:;;

,,,.,..

,,,

,,..,..

;S)

....

,..

,,.

....

an.. ~ J.>.lj J" 1J:lli,.u ".,;()Ji) ~1jll


,.

,,.

....

',..

,,..

',' 11 c:r
, - .,.. I~ ~~I"' '.~','I'
'"UI ir.J
''ii'
<Ww ~'"' ~J?
,...
....
,......
,..

.(\: J.Y). ~_;...,


,,.....

,,..

"'

.111

>W'!
....
,..

....

,..

,,

r:!'.<

'! '.

<.!yy
,..

Artinya: "Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiaptiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas
kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama
Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orangorang yang beriman ". (QS. An-Nur: 2).

,y o.)\.:i y , 4.iJ/' 4i

Jr J Jt.> '
19

4.:9

rJ.

~ ,y ~ .:r. .,?= GJ.>. ,,My.I J>b:. C:l~ GJ.>.

.ill1 ~J ~L...dl

rJ.

o.)l,Y y ' .ill1 --Y' rJ.

eiu..,.. d" ' ;:::->." rJ. ~y..

Muhammad bin 'Ilan asy-Syafi'i al-Asy'ari al-Makki as-Siddiqy, Dali/ a/-Falihin Ii


Turuq Riyadh a/-Shalihin,(t.k.: Daar al-Fikr, t.t.), Ji!. IV, h. 481.

24

.JLo
v ,,

Jh ):j4 ~I . ~ ~ :JJ1 j;.;,. :ti ~ lj~ " : r


,..

,, ,,

,,

,.

If

.(<1>.-Lo .y.I olJJ)

>O ~

_,

> ",..

,..

J
>

o'1J

~ .Ji1
OIP ,.

_._.

j_o .Ji1
J

o o ,,,..

~]IJ :UL. :i.J_,,,. ~4 :.,..;;:JIJ a.:...., '-:--!-faJ


t:<

,..

,..

.....

Artinya : " Bakar bin Khalqf yakni Abu Bisrin menceritakan kepada kami dari
Yahya bin Sa'id, dari Sa'id bin Abi Arubah dari Qatadah, dari Yunus
bin Juber dari Khutan bin Abdillah dari Ubadah bin Shamit r.a bahwa
Rasu/ullah Saw bersabda : "Ambillah dariku yang Allah telah jadikan
jalan bagi mereka, yaitu mereka yang berniat zina telah diberi jalan
(hukuman), jejaka dan perawan (yang melakukan zina) hukumannya
adalah jilid seratus kali dan buanglah asingkanlah se/ama satu tahun.
Sedangkan duda dan janda (yang pernah kawin) hukuman mereka
adalahjilid seratus kali dan rajam". (HR. Ibnu Majah).

4. Dasar hukum yang menyebutkan tentang penggolonganperbuatan zinakepada


perbuatan dosa-dosa besar:

Artinya : "Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji,


hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksikan),
kemudian apabila mereka telah memberi persaksian maka kurunglah
mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui
ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan yang lain kepadanya". (QS.
An-Nisa' :15)

20

Al-Hafidz Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al-Kizwini, Sunan lbnu Majah, (Bai rut:
Daar al-Fikr, 1995), Juz. II, h.55.

25

Artinya: "Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan lain beserta Allah dan
tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali
dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang
melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan)
dosa(nya). (yakni) akan dilipatgandakan adzab untuknya pada hari
kiamat dan dia akan kekal dalam adazb itu, dalam keadaan terhina".
(QS. Al-Furqan : 68).

,,,.

,..

,I

!JJJj 1 :JL;
n

"'.J.

'? ~I ~ Ji.;

,,.,..

,.,

,,

,~ Y.,j I~ il!I _JP~ 1)1 :

Ji.; '?

...

.(4#- ~) . !J~G.. ~ ~1] ::ii'? ~I~ ,,JL< ,~~I~~

Artinya : "Dari Abdullah bin Mas'ud, katanya, seorang laki-laki bertanya kepada
Rasulullah Saw, dosa apa yang paling besar di sisi Allah? Jawab
beliau: menyekutukan Allah, padahal dia yang menciptakannya,
kemudian ia bertanya lagi, kemudian apa lagi? Jawab Rasulullah Saw;
membunuh anakmu disebabkan kamu takut alwn ditumpangi ,makan,
kemudian apalagi? Jawab beliau; berzina dengan istri tetangga". (HR
Muttafaq 'Alaih).
Dasar hukum tentang zina tersebut di atas diturunkan oleh Allah, betapa
perbuatan zina itu sangat dilarang dalam kehidupan manusia, karena merupakan
perbuatan yang keji, selain itu dampak dari perbuatan zina itu sangat banyak.
Da1an1 ha! perbuatan zina, Allah SWT juga telah menetapkar1 hukum dan hukuman
atas perbuatan zina secara berangsur-angsur. Dalan1 surat makiyah Allah SWT
menegaskan terlebih dahulu bahwa perbuatan zina itu adalah suatu perbuatan keji,
karena itu Allah SWT melarang manusia mendekati dan melakukan perbuatan
zina. Setelah itu dalam surat madaniyah Allah SWT menetapkan sanksi hukuman
21

'

;1JI ~ ::,?I

Abu al-Husain Muslim Ibnu al-Hajjaj al-Qusyairiy al-Naisaburiy, Shohih Muslim, (Bairut:
Daar al-Fikr, 1995), Juz. II, h. 6

26

terhadap pelaku zina dan setelah itu pula Nabi Muhammad Saw dalam haditsnya
menetapkan hukuman tambahan bagi pelaku zina yang sudah menikah.
D. Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Prostitusi Menu111t Hokum Islam
Sebagaimana yang disebutkan di atas, bahwa dasar hukum yang
menjelaskan tentang sanksi perbuatan zina tidak dijelaskan secara rinci, di dalam
surat An-Nur ayat (2), tentang sanksi perbuatan zina, masih global, yaitu
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina maka deralah tiap-tiap seorang
dari keduanya seratus kali. Namun dalam hadits Nabi Saw yang diriwayatkan oleh
Ibnu Majah, Rasulullah Saw menjelaskan lebih rinci tentang sanksi terhadap
pelaku perbuatan zina. Yaitu jejaka dan perawan (yang melakukan zina)
hukumannya adalah jilid seratus kali dan diasingkan (penjara) selama satu tahun.
Sedangkan duda dan janda (yang pernah kawin) hukuman mereka adalah jilid
seratus kali dan rajam.
Pada dasamya sanksi terhadap perbuatan zina terbagi menjadi dua, Yaitu:
1. Hukuman di Akhirat

Setiap perbuatan, apalagi yang tern1asuk dalam perbuatan dosa besar pasti
akan mendapatkan balasan dari Allah di akhirat kelak, zina merupakan
perbuatan yang sangat keji dan tergolong dosa yang paling besar setelal1
pembunuhan. Memang di dalam Al-Qur'an tidak disebutkan bahwa apa adzab
yang akan ditimpakan oleh Allah terhadap pelaku zina di akhirat nanti, tapi

27

yang jelas dia akan dilipatgandakan adzab untuknya pada hari kiamat dan dia
akan kekal dalam adzab itu, dalam keadaan terhina.
2. Hukuman di Dunia
Bagi pelaku dosa besar seperti zina ini, maka patutlah mendapatkan
hukuman di dunia, sebagai akibat yang dilakukannya dari perbuatan keji,
kalaulah memang dia lepas dari hukuman di dunia, di akhirat tidak akan bisa
lolos dari siksa api neraka yang sangat pedih
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam al-Qur'an dan hadits Nabi Saw
seperti disebutkan di atas, bahwa sanksi di dunia terhadap pelaku zina bisa
disimpulkan sebagai berikut:
a. Hukuman Fisik
Tentang hukuman fisik ini tidak harus sama, dalam ru1ian
hukumannya dibedakan menurut pelakunya, sudah menikah ataukah masih
lajang. Bagi pelaku zina yang masil1 lajang Oejalca dan perawan), dalam
istilah fiqlmya disebut zina ghairu muhsail, maka hukumannya sebagai
berikut:
I). Hukuman Cambuk
Sebagaimana disebutkan dalam surat An-Nur ayat 2 di atas
bahwa hukuman pelaku zina baik laki-laki maupun perempuan berupa
seratus kali crunbuk, dijelaskru1 lagi bahwa tidak boleh merasa kasihan
dalam melaksanakan hukuman. Ini berarti hulrnman ini tidak bisa
ditawar-tawar lagi. Jadi hukumail tidak bisa diganti dengan hukuman

28

yang lain ataupun dengan denda bahkan tidak boleh dikurangi maupun
diringankan baik kualitas ataupun kuantitas hukumannya.
2). Hukurnan Pengasingan
Mengenai masalah hukuman pengasingan ini, masih terdapat
perbedaan pendapat di kalangan ulama. Namun dalam ha! ini sudah
ditegaskan oleh Ibnu Munzir, yang mengatakan bahwa Nabi Saw
bahkan bersumpah dengan nama Allah ( .(ill '-:J~ ~ <\Ji ) pada
waktu beliau menjelasan hukuman had. Bagi pegawai (' J"'c ) yang
berzina dengan istri majikannya di mana Nabi berkata bahwa hukuman
bagi si pegawai (masih bujangan) itu adalah dicambuk seratus kali dan
diasingkan selama satu tahun ( f'\.c

'-:-l:lfaJ ;;l.. ~ ~ <\Jj ). Jadi

berarti penetapan Nabi atas hukuman tambahan diasingkan selama satu


tahun itu jelas berdasarkan kitabullah dan Umar pernah mempidatokan
isi hadits itu di atas mimbar. 22
Sedangkan bagi pelaku zina yang sudah pernah kawin, atau disebut juga
sebagai zina muhsan, maka hukumannya adalah dirajam sampai meninggal.
Jadi sebenarnya pada intinya adalah hukuman mati. Dalam memberikan
hukuman kepada zina muhsan, para ulama juga berbeda pendapat, apakah
cukup dengan hukuman rajam ataukah dikenakanjuga hukuman cambuk.

22

Malik, Peri/aim Zina, h. 91.

29

Pendapat Ali bin Abi Thalib yang diriwayatkan oleh Al-Bukhori, bahwa
Ali menggabungkan huknman cambuk dan rajam, dii mana Ali mencambuk
Syarahah pada hari kamis dan merajamnya pada hari Jum'at. Selanjutnya Ali
mengatakan bahwa aku mencambuk berdasarkan perintah Al-Qur'an dan
merajam berdasarkan hadits Nabi Saw. Menurut Sya'bi ini sebagai jawaban
atas pertanyaan seorang sahabat, apakah benar Ali menggabungkan kedua
huknman tersebut. Menurut AIHazimi, pendapat Ali ini juga dipegangi oleh
Ahmad, Ishaq, Daud, Ibnu Mnnzir dan juga pendapat Hadawiyah. 23 Mereka
menggunakan alasan petunjuk Hadits 'Ubadah bin as-Samit sepe1ii yang telah
disebutkan di atas.
Pendapat lainnya, tidak digabungkan hukuman cambuk dan hukuman
rajam. Mereka mengatakan hadits 'Ubadah tersebut di atas di-mansukh
(dibatalkan) oleh hadits Nabi Muhammad Saw tentang peristiwa Ma'is, AlGhamidiyah dan Al-Yahudiyah di mana Nabi merajam mereka dan tidak
tampak Nabi mencambuk merek:a. 24
b. Huknman Non Fisik.
Huknman non fisik ialah hukuman yang berkaitan dengan kejiwaan atau
psikologis pelaku dan juga berhnbungan dengan hnbm1gm1 k:ehidupan sosial si
pelaku. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat An-Nur ayat 2, yang mana
pelaksanaan huknman harus disaksikan oleh orang banyak. Ini berarti pelaku
23

Al-Imam Muhammad bin Ismail al-Amir al-Yumna as-San'ani, Subul al-Salam, (Mesir:
Mustafa al-Babi al-Halabi wa Awladuhu, 1950), Ji!. 4, h. 5-6. dan al-Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah,
(Beirut: Daar al-Fikr, 1977), Jil. II, h. 350.
24

Ibid. Ji!. 4, h. 5-6.

30

dipermalukan didepan umum. Hal tersebut bertujuan untuk menumbuhkan rasa


malu si pelaku, selain itu juga bersifat preventif bagi orang lain. Kemudian
hubungannya dengan kehidupan sosial si pelaku, otom!ltis dengan kejadian itu
masyarakat akan mengucilkannya karena telah dianggap mengotori lingkungan
mereka dengan perbuatan keji.
Jadi siapapun yang melakukan pelanggaran hukum Allagh, dan ia mampu
berkelit atau terhindar dari hukuman meteril maka Allah SWT akan
menjatuhkan hukuman psykologis bagi pelakunya, bentuk hukuman ini dalam
istilah ahli hukum disebut dengan al-Uqubah al-Fitriyah25 (hukuman atas
pelanggaran fitrah), bahkan bal1aya akibat yang ditanggung tidak hanya bagi
pelakunya namun ancaman bala, adzab bagi masyarakat yang mentolerir
prakrik pelacuran akan dilanda berbagai mushibah.
Tekanan jiwa yang dikenakan bagi pelaku maksiat pada umunmya dan
zina khususnya ditunjukkan sebagaimana firman Allah:

Artinya: "Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka seszmgguhnya


bagi mereka penghidupan yang sempit dan kami akan
menghidupkannya pada ari kiamat dalam keadaan buta''. (QS:
Thaha: 124).
Sedangkan hadits-hadits yang menjelaskan hukuman itu adalah:

25

Said Hawa, Al-Islam, Juz. Ill, (Kairo: Maktabah Wah bah, l 987), h. 5

31

_.

t;i:UI

ufa
,..

11:1

,,, ,..

~I \.'.'.:! :
,..

..

,..

,..

o/:-\II ufa <!.i~j \J111 J


,.. ,..

,..

,..

..

,..

,..

,..

..;.,~ : .}1_.,a.:.:.
r::

,..

.A

C......_,, 9
,.. ,..

11:1

,..

,..

<;:!

0~ Lijll
,,.

Artinya: "Dari Khudzaifa r.a. bahwa Rasulullah .Saw bersabda: Wahai


segenap manusia hindarilah perzinaan, karena praktik perzinaan
terdapat enam perkara (hukumannya), tiga perkara di dunia dan tiga
perkara di akhirat: adapun yang di dunia: Perzinaan akan
menghapuskan kharismatika (dari wajah pelakunya), akan
menimbulkan kemiskinan, dan memperpendek umur. Sedangkan tiga
perkara di akhirat, maka Allah Swt akan murka kepadanya, eelaka di
dalam hisab, dan akan menerima adzab yangpedih''. (HR. Bukllori).
. ~I~

l~I,,. : Jti 'i ;:_,~~I


~J
~ 'i
,..
,..

JJ1
...

Jj:~\,!: ~j <.::Jt;

Artinya: "Zainab r.a. bertanya kepada Nabi Saw: Ya Rasulullah, apakah kita
akan binasah sedangkan di tengah-tengah kita ada orang-orang yang
sholeh? Nabi menjawab: Apabila kemaksiatan sudah merebak (di
tengah-tengah masyarakat". (HR. Ibnu Majah).

26

Wahbah Zuhaili, Ta/sir al-Munir, Ji!. 18, (Beirut: Daar alFikr al-Muashir, 1991), h.

129.
27

Imam Abi Abdillah Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim Ibnu al-Mughiroh bin
Bardazabah al-Bukhori, Shohih al-Bukhori, Jil, X, (Bairut, Daar al-Fikr, 1981 ), h. 205

32

28

1' ' , , 'JJI , " 10 1 . 0 ' , 0 <<


-(A>.-,_., cJI o JJ) y/2.1' cJI. . ~ >'-"' ~
~ l,r'"
I

I I

IS:

Artinya: "Dari Abdullah bin Umar berkata: Rasulullah Saw menghampiri kami
sambil berkata: Wahai kaum Muhajirin, ada lima perkara jika telah
menimpa kalian, maka tidak ada kebaikan lagi bagi kalian. Dan aku
berlindung kepada Allah SWT semoga kalian tidak menemui zaman
itu: tidak merajalela praktik perzinaan pada suatu !mum, sampai
mereka berani berterus terang melakukannya, melainlmn penyakitpenyakit menular di tengah merelm, dan kelaparan yang belum
pernah menimpa umat-umat yang telah lalu''. (HR. Ibnu Majah).
Jadi jelaslah, bahwa bagi pelakti tindak pidana prostitusi tidak hanya
mendapatkan sanksi di akhirat saja melainkan juga sebelum mendapatkan adzab di
akhirat juga dikenakan sanksi di dunia, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas
baik itu hukuman fisik maupun hukuman non fisik.

E. Dampak Praktek Prostitusi Terltadap Kehidupa11 Masyamkat


Islam melarang manusia berbuat zina dan menutup rapat-rapat segala jalan
yang mungkin dapat membawa manusia kepada perbuatan zii1a. Karena itu tidak
saja Islam melaraug zinanya itu sendiri, tetapi juga melarang segaia bentuk
perbuatan apapun wujud akan manifestasinya, besar atau kecil yang dapat
mendekatkan manusia kepada perzinaan.
Tidak hanya mengenai haranmya zina saja Islam melarang demikian, tetapi
dalam segala ha! yang lain Islam juga demikian, yakni apabila Islam

28

Ibid. h. 206.

33

mengharamkan sesuatu, maka ditutupnyalah rapat-rapat segalajalan yang mungkin


dapat membawa manusia kepada perbuatan yang diharamkan itu.
Jadi dilarangnya segala macam pendahuluan-pendahuluan zina oleh Islam,
tidak lain adalah dalam rangka melindungi dan mengamankan larangan zina itu
sendiri supaya manusia dapat dijauhkan sejauh-jauhnya dari kejahatan seksual
(tidak pada tempatnya) yang amat kotor itu.30
Dari segi pembinaan sosial kemasyarakatan bisa dilihat perbedaan yang
sangat besar antara zina dengan hubungan seksual dalam perkawinan. Perkawinan
merupakan sendi dasar pembentukan masyarakat. Dengan kata lain, lewat
perkawinanlah terjaminnya kesinambungan keturunan, dan memelihara keturunan
merupakan salah satu dari lima tujuan syara', yakni melindungi agama, jiwa,
keturunan, akal, dan melindungi harta. Sedangkan perzinaan itu merusak
semuanya. Bahkan yang paling bahaya zina dapat mengakibatkan tertularnya
penyakit, seperti penyakit kelamin. Zinajuga bisa mengancam kelangsungan hidup
anak akibat kemungkinan besar terjangkiti penyakit-penyakit kelamin. Bayi yang
dilahirkan dari sel benih ibu atau sel bibit bapak yang mengandung bibit penyakit
kelamin, selain bisa menimbulkan keguguran juga bisa mengakibatkan si anak
terlahir dalam keadaan cacat.
Oleh karena itu kel uarga merupakan induk masyarakat, maka untuk
membentuk masyarakat yang baik diperlukan satuan-satuan keluarga yang baik.
Keluarga yang baik, anggota-anggotanya paling tidak harus memiliki ketentraman
30

Humaidi Tatapangarsa, Sex Dalam Islam. (Surabya: PT. Bina

Jlm11 t t \ 1,.1 o< 0 "

34

jiwa, akhlak yang mulia, sehat jasmani dan rohaninya. Ketiga ha) itu merupakan
satu kesatuan jiwa suami-istri bisa tentram jika keduanya berakhlak mulia, yang
berarti saling mengasihi. Jika jiwa dan akhlak mulia dapat dipelihara dalam suatu
rumah tangga, niscaya kesehatan jasmani dan rohani bisa diperoleh. 30
Sedangkan perbuatan zina menjauhkan tiga ha!. tcrsebut dari kehidupan
rumah tangga. Seorang yang berbuat zina berarti sudah tidak meajunjung tinggi
nilai-nilai kesucian, ketakwaan, dan kejujuran. Akal sehat dan nurani mereka telah
tunduk dan dikendalikan oleh nafsu seksualnya, sangat sulit diharapkan sikap kasih
sayang yang tulus dari mereka, yang merupakan modal utama dalan1 membentuk
runiah tangga bahagia

Beberapa akibat atau dampak yang ditimbulkan oleh pelacuran atau


prostitusi ialah sebagai berikut:
I. Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin atau kulit, penyakit yang
paling banyak terdapat oleh pelaku zina (yang sering ganti-ganti pasangan)
ialah syphilis dan gonorrhoe (kencing nanah).
2. Mernsak sendi-sendi kehidupan kelnarga. Suami yang tergoda oleh pelacur
biasanya melupakan fungsinya sebagai kepala keluarga, sehingga keluarga
menjadi berantakan.
3. Mendemorealisasi atau memberikan pengaruh demorialisasi kepada Iingkungan
khususnya anak-anak muda remaja pada masa puber dan Adolesensi.

30

Anang Zamroni dan Ma'ruf Asrari, Bimbingan Seks Islami, (Gurabaya: Pustaka Anda,
1197) cet. I, hal. 203-205.

35

4. Berkorelasi dengan komunitas pelacur dan kecandun bahan-bahan narkotika


(ganja, morfin, heroin dan lain sebagainya}.
5. Merusak

sendi-sendi

moral,

susila,

hukum,

Agarna.

Terutama

sekali

menggoyahkan norma perkawinan, sehingga menyimpang dari adat kebiasaan,


norma hukurn, dan Agama, karena digantikan dengan pola pelacuran dan
promistuitas, yaitu digantikan dengan pola pemuasan kebutuhan seks dan
kenikmatan seks yang awut-awutan se11a tidak bertanggung jawab. Bila pola
pelacuran ini telah membudaya, maka rusaklah sendi-sendi kehidupan keluarga
yang sehat.
6. Adanya pengeksploitasian manusia oleh manusia lain. Pada umumnya wanitawanita pelacur itu cuma menerima upah sebagian kecil saja dari pendapatan
yang harus diterimanya, karena sebagian besar harus diberikan kepada germo,
calo-calo, centeng-centeng, pelindung dan lain-lain. Dengan kata lain ada
sekelompok manush benalu yang memeras darah dan keringat para pelacur ini.
7. Bisa

menyebabkan

terjadinya

disfungsi

sosial,

misalnya;

impotensi,

anorgasme, nymfomania, satyriasis, ejakulasi premature yaitu pembuangan


sperma sebelum dzakar melakukan penetrasi dalam vagina atau Jiang senggama
dan lain-lain. 32

32

249-251.

Kartini Kartono, Pato/ogi Sosia/, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005)jilid I, hal.

36

Ada beberapa penyakit yang diakibatkan dari hubungan seksual atau


veneveal deseases yang merupakan dampak dari perzinaan atau pelacuran,
diantaranya ialah:

I.

Sifilis
Sifilis atau yang biasa dikenal dengan istilah. penyakit raja singa,
merupakan penyakit berbahaya yang kalau tidak segera ditangani akan
menyerang organ vital di selurub tubuh. Penyakit ini menular lewat hubungan
seksual.

2. Honorheon
Gonorheon merupakan penyakit yang disebabkan oleh kuman neisseria

gonorhoea. Selain menyerang organ kelamin dan organ kemin (organ


urogenital), gonorhoea juga bisa menjangkiti selaput Iendir mulut, anus,
rektrum, mata, dan beberapa organ tubuh lainnya.

3. Herpes Progenitelis
Penyakit ini disebabkan oleh virus herpes simpleks yang secara teratur
akan aktif dalam beberapa bulan atau tahun dan menimbulkan lecet yang
menyakitkan pada alat kelamin laki-laki atau wanita. Al'iivitas virus tersebut
makin lama makin ringan, namun dalam kurun waktu yang lama beberapa
penderita ada yang mendapatkan serangan yang parah.
4. AIDS

Ketika AIDS untuk pertama kalinya ditemukan di Amerika Serikat pada


tahun 1981 seluruh dunia langsung gempar, hingga bulan Maret 1986 sudah

37

ditemukan 18.000 kasus dan 51 persen dari jumlah tersebut meninggal dunia.
Bahkan sampai akhir 1996 di Indonesia sudah muncul 501 kasus AIDS.

32

Penyimpangan seksual yang merajalela di masyarakat adalah fenomena


sosial yang berdampak amat buruk terhadap anak-anak dan para remaja yang
sedang menginjak puberitas, terutama praktek perzinaan. Sering kita mendengar
tentang para remaja di bawah umur terjerumus kepada perbuatan bejat dan amoral,
karena Iepas dari pengawasan orang tua serta orang-orang yang bertanggung jawab
terhadap pendidikan mereka. Sehingga mereka sendiri yang harus menanggung
resiko kelainan mental, dekadensi moral, lalu hanyut ke dalam ketidakberdayaan
yang pada akhirnya menyeret mereka ke jurang kebinasaan dan kehancuran. 33
Prostitusi atau pelacuran merupakan penyakit dalam masyarakat yang harus
segera dihilangkan, karena sangat mengganggu ketentraman dan kedamaian dalam
suatu masyarakat. Walaupun dipahami bahwa prostitusi rnerupakan salah satu
sekian keprihatinan yang pasti ada dan sulit untuk dihindarkan, sebagai
konsekuensi logis dari perkembangan peradaban, namun prostitusi dalam bentuk
apapun tetap merupakan penyakit masyarakat yang hams diatasi secara jelas, tegas
dan tuntas.

32
33

Anang Zamroni dan Ma'ruf Asrosri, Bimbingan Seks ls/ami. h .. 217-227.

Usman Ath-Thawil, Ajaran Islam Tentang Fenomena Seksual, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 1997), cet. I, h. 68-69.

38

Kenyataan membuktikan, bahwa semakin ditekan pelacuran, maka semakin


Juas menyebar prostitusi tersebut. Sikap reaktif dari masyarakat luas atau reaksi
sosialnya bergantung pada empat factor, yaitu:
I. Derajat penampakan/visibilitas tingkah laku, yaitu menyolok tidaknya perilaku
immoril para pelacur.
2. Besarnya pengaruh yang mendemoralisasi lingkungan sekitarnya.
3. Kronis tidaknya kompleks tersebut menjadi sumber penyakit kotor syphilis dan
gonorrhoe, dan penyebab terjadinya abortus serta kematian bayi-bayi.
4. Pola cultural; adat istiadat, nonna-norma susila dan Agama yang menentang
pelacuran yang sifatnya represif dan memaksakan.
Reaksi sosial itu bisa menolak sama sekali dan mengutuk keras serta
memberi hukuman berat sampai pada sikap netral, masa bocloh dan acuh tak acuh
serta menerima dengan baik. Sikap menolak bisa bercampur dengan rasa benci,
ngeri, jijik, takut, dan marah. Sedang sikap menerima bisa bercampur dengan rasa
senang, memuji-muji, menclorong dan simpati.
Apabila deviasi atau penyimpangan tingkah-laku berlaku terns menerus clan
jumlah pelacur menjadi semakin banyak menjadi kelompok-kelompok deviant
dengan tingkah Jakunya yang mencolok, maka terjadilah pada sikap dan organisasi
masyarakat

terhaclap

prostitusi,

te1jadi

pula

perubahan-perubahan dalam

kebudaya an itu sendiri.


Stigma atau nocla sosial clan eksploitasi-komersialisasi seks yang semula
clikutuk dengan hebat, kini berubah dan mulai diterima sebagai gejala sosial yang

39

umum. Usaha penghukuman, pencegahatl, pelarangan, pengendalian, reformasi,


dan perubahan, semuanya ikut bergeser dan berubah. 34 Tingkah laku seksual
immoral yang semula dianggap sebagai noda bagi kehidupan normal dan
mengganggu system yang sudah ada, mulai diterima sebagi gejala yang wajar,
yang tadinya semua ditolak oleh umum kemudian diintegrasikan menjadi bagian
dari kebudayaan masyarakat, demikian pula halnya dengan gejala pelacuran ini.
Demikianlah dampak yang akat1 muncnl akibat perbuatan prostitusi yang
akan mempengaruhi ketimpangan tatanan norma dalam masyarakat, belum lagi
penyakit yang akan timbul akibat prostitusi tersebut. Yang jelas banyak dampak
negatifyang akan timbul dalam kehidupan masyarakat.

34

Kartini Kartono, Pato/ogi Sosial, Jil. !, h. 257-258.

BABIU
PERDA KABUPATEN CIREBON NO. 01TAHUN2002
TENTANG PROSTITUSI

A. Faktor Penyebab Timbulnya Prostitnsi Di Cirebon


Menelusuri tentang latar belakang atau fuktor penyebab prostitusi di
manapun sangat sulit, karena memang masalah yang melingkupinya sudah jelas,
dan saling erat berkaitan d!)fi sebab yang satu ke sebab yang lainnya. Namun
faktor-faktor tersebut dapat dibedakan secara garis besarnya, menurut hasil
penelitian Sedyaningsih, di antaranya: 1
1. Faktor Moral atau Akhlak
a. Adanya demoralisasi atau rendahnya faktor moral, ketakwaan individu, dan
masyarakat serta ketidak-takwaan terhadap ajaran Agamanya.
b. Standart pendidikan dalam keluarga mereka pada umumnya rendah.
c. Berkembangnya pomografis secara bebas dan liar.
2. Faktor Ekonomi
Adanya kemiskinan dan keinginan untuk meraih kemewahan hidup,
khususnya dengan jalan pintas dan mudah, tanpa harus memiliki keterampilan
khusus, walau kenyataanya mereka buta huruf, pendidikan rendah berpikiran
pendek, sehingga menghalalkan pe!acuran.

Endang Sedyaningsih, Perempuan-perempuan Keramat Tunggak, (Jakarta, Pustaka Sinar


Harapan, 1999), h. 70.

41

3. Faktor Sosiologis
a. Ajakan dari teman-temannya se daerah yang sudah lebih dahulu terjun ke
dunia pelacuran.
b. Karena pengalaman dan pendidikan mereka sangat minim, akhirnya mereka
dengan mudah terbujuk dan terkena tipuan dari pria dan calo, terutama
dengan dijanjikan pekerjaan terhormat dengan gaji tinggi yang akhirnya
dijebloskan ke tempat-tempat pelacuran.
4. Faktor Psikologis
Adanya pengalaman traumatis (Iuka jiwa), shock mental, dan rasa ingin
balas dendarn yang diakibatkan oleh hal-hal seperti: Kegagaian dalarn perkawinan,
dimadu, dinodai sama pacarnya yang kemudian ditinggalkan begitu saja.
Berbicara tentang faktor penyebab timbulnya prostitusi di Cirebon,
sangatlah banyak faktornya, tapi yang jelas masalah utama adalah masalah moral
dan ekonomi, seperti yang sudah disebutkan di atas. Hal tersebut bisa kita lihat
pada penjelasan para tokoh masyarakat di Cirebon. Menurut Kiai Bahruddin,
bahwa faktor utarna penyebab timbulnya prostitusi di Cirebon adalah masalah
moral. Lebih lanjut beliau menjelaska:n, jadi tidak pandang orang Pesantren atau
non Pesantren, ataupun orang paham Agama maupun orang awam, yang penting
moral, karena tidak bisa mengendalikan hawa nafsu. beliau beralasan, jika memang
benar karena faktor ekonomi yang Iemali, mestinya para pelaku melihat, masih
banyak orang yang lebih susah ekonominya dari dia, nyatanya mereka masih bisa

42

mempertahankan kehalalan dalam bekerja. Jadi tergantung faktor moral merekanya


sendiri, bisa mengendalikan nafsunya ataukah malah memelihara nafsunya. 2
Sedangkan menurut Teddy Subroto, bahwa penyebab timbulnya prostitusi
di Cirebon adalah faktor ekonomi, kebanyakan karena sudah janda, dan juga
karena masalah prostitusi di kalangan masyarakat sendiri masih ada yang pro dan
kontra3 Hal ini sejalan dengan pendapat Kusairi yang berkomentar bahwa faktor
utama timbulnya perbuatan prostitusi adalah faktor ekonomi, suami yang tidak
bertanggung jawab dan ada pula karena suami yang sudah tidak berfungsi alat
kelaminnya. 4
Demikianlah faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya prostitusi di
Cirebon, yaitu lebih besar diakibatkan dari faktor moral clan ekonomi. Maka dari
sinilah yang seharusnya pemerintah lebih cerdik mencari jalan keluar untuk
mengatasi maraknya prostisusi di Kota Wali tersebut. Memang tidak mudah
mengatasi masalah yang berkenaan dengan moral seseorang, ditambah dengan
lemahnya ekonomi.
Selain dari permasalahan penyebab timbulnya prostitusi di atas, masalah
lain yang muncul akhir-akhir ini yang tak kalah pentingnya, yaitu kenapa masalah
prostitusi selalu ada, dan susah untuk diberantas. Sebagaimana hasil wawancara
' K. Bahrudin, Pimpinan Pondok Pesantren Al-Ma'unah, Kepuh, Pasar Minggu, Cirebon,
Wawancara Pribadi, Cirebon, 15 Januari 2008.
3

Wawancara

.i

Kusairi, Kepala Seksi Umun1 Satpol PP. Kab. Cirebon, Wawancara Pribadi, Cirebon, 15

Teddy Subroto, Kepala Bidang Ketertiban Satpol PP. Kab. Cirebon,


Pribadi. Cirebon, 15 Januari 2008 .

Januari 2008.

43

penulis dengan tokoh masyarakat yang biasa disapa dengan Kang Adib (aktifis
sosial) memaparkan, bahwa ini adalah faktornya persoalan rakyat dengan
Pemerintahnya. Jadi justru para kalangan yang mengerti hukum masih pada sibuk
berdebat membenarkan pendapatnya masing-masing, sehingga golongan yang
melakukan kemaksiatan menjadi enak dan merasa aman-aman saja, karena hukum
masih diperdebatkan terus.

Kemudian faktor sebagian penegak hukum (Pamong Praja) yang menjadi


oknum mencari kepentingan pribadi, karena tak kuatnya dengan godaan dalam
bertugas di lapangan disebabkan lemahnya iman. Bahkan istilah Japrem (Jaka
Preman) itu ditujukan buat Polisi. Selanjutnya Adib berasumsi, kenapa ketika
oprasi/razia selalu bocor?, sebenarnya yang membocorkan rahasianya tentu dari
kalangan Polisi juga atau tidak jauh dari kalangan mereka sendiri yang mencari
kepentingan pribadi, dan ini sudah ada bukti bahwa ada Polisi yang tertangkap
yang sedang asyik main bersama WTS di tempat prostitusi. 6
Namun demikian, dari segala bentuk permesalahan y1mg menjadi penyebab
timbulnya prostitusi maupun kendala pemberantasannya, lkita berharap dengan
segala upaya pemerintah daerah, semoga segala bentuk perbuatan prostitusi di
Cirebon segera dapat ditanggulangi oleh pemerintah melalui para petugas yang
berwenang, tentu dengan dukungan dan kerjasama dari masyarakat.

Adib, Aktifis Sosial, Wawancara Pribadi, Cirebon, 15 Januari 2008.

Ibid.

44

B. Latar Belakang Lahirnya Perda Kabnpaten Cirebon No. 01 Tahun 2002


Tentang Prostitusi
Indonesia merupakan Negara berkembang dengan jumlah pemeluk Islam
terbesar di dunia dengan karakteristik sosial dan budaya yang khas. Nilai-nilai,
ajaran dan budaya Islam dalam norma kehidupan sosial cukup berpengaruh dalam
kebiasaan dan landasan moral masyarakat, sehingga seringkali dijadikan standart
dalam menilai suatu prilaku masyarakat, yang benar-salah, baik-buruk, dan pantastidak. Terlebih ketika kita sudah masuk pada suatu daerah te1tentu, nilai-nilai
kebudayaan sangat terasa sekali, dimana nilai-nilai moral dan kesopanan menjadi
identitas tersendiri. Berbicara tentang daerah Cirebon di mana nilai-nilai moral dan
kesopanan sangat dijunjung tinggi, mengingat kota Cirebon adalah kota wali, yaitu
warisan dari salah satu Wali Songo (Sunan Gunung Jati). Predikat kota wali
melambangkan kondisi masyarakat Cirebon yang relegius dalam arti menjalankan
Agama dan menjaga nilai-nilai moral dan kesopanan. Maka seharusnya Cirebon
harus terbebas dari segala bentuk kemaksiatan, terutama masalah prostitusi,
menurut masyarakat Cirebon yang mayoritas Muslim menganggap bahwa
prostitusi merupakan berbuatan yang sangat keji dan tercela, oleh masyarakat biasa
disebut Pekat (penyakit masyarakat), maka harus dilenyapkan dari bumi Cirebon.
Namun belakangan, banyak yang menganggap bahwa predikat kota wali di
Cirebon seolah-olah tinggal nama, sedangkan wasiat sunan Gunnng Jati {ingsun

titip tajug !an fakir miskin) tinggal sekedar slogan yang ditulis di papan-papan

45

reklame. Kehidupan dan geliat sehari-hari kota terbesar kedua di Jawa Barat itu
semakin tidak menunjukkan karakteristik sebagai kota yang mewarisi ajaran agung
seorang wali. Salah satu contoh yang paling mudah dilihat mata telanjang adalah
maraknya dunia prostitusi di kota tersebut. Setiap malam, belasan pekerja seks
komersial (PSK) dengan mudah ditemui di sepanjang ruas jalan siliwangi, jalan
protokol utanlft kota Cirebon, tempat Balai Kota, dan bahkan gedung DPRD juga
ada. 7
Kota Cirebon juga memiliki catatan menonjol tentang angka kejahatan
seksual terhadap perempuan dan anak di bawah umur. Sepanjang tahun 2003,
Kepolisian Resor Kota Cirebon tercatat menangani 11 kasus kekerasan seksual
terhadap perempuan dan anak di bawah umur. Dalam ba11asa Budayawan Cirebon
TD Sudjana menyebutkan, segala ha! yang termasuk dalam molimo atau 5 M, yaitu
maling (mencuri), minum (minum minuman keras), madat (mabuk narkotika),
madon (bermain perempuan atau berzina), dan mateni (membunuh), dapat
ditemukan lengkap di kota wali. Secara umum, Ketua DPRD Suryana melihat
sedang terjadi keruntuhan tata nilai di tengah-tengah masyarakat Cirebon. 8
Dari kenyataan seperti itu, maka banyak ulama darn lapisan masyarakat
ingin mewujudkan dan mengembalikan jati diri kota Cirebon sebagai kota wali.
Beberapa upaya dilakukan urntuk memberantas kemaksiatan. Berkali-kali MUI dan

Kompas, 634 Tahun Kola Cirebon Menemukan Kembali Makna Kola Wa/i, arlikel
diakses pada 21 Februari 2004 dari 1J.'lv111.ko111pasonline.con1
8

Ibid

46

Ormas Islam mendesak kepada aparat agar segera memberantas pekat, bahkan
puluhan anggota Muslimat FUUI (Forum Ukhuwah Umat Islam) Cirebon
mendatangi gedung DPRD. Mereka menuntut agar Anggota Dewan segera
bertindak membuat aturan berupa Perda anti kemaksiatan. Mereka menyatakan
segala bentuk kemaksiatan di kota Cirebon yang dikenal kota Wali hams
diberantas tuntas, di antaranya soal prostitusi. Rombongan Muslimat FUUI
tersebut diterima Wakil ketua DPRD, H. Dahrin Syahrir dan anggota Komisi D.
kepada Muslimat FUUI, Dahrin berjaaji akan menindak Janjuti tuntutan itu.
Dari gencarnya desakan masyarakat untuk segera menutup tempat-tempat
maksiat, menuntut anggota dewan segera membuat rumusan Perda tentang
prostitusi dan tentang kemaksiatan Jainnya, yang akan diusulkan kepada
Pemerintah Daerah. Perda merupakan sebuah instrument regulasi yang hadir di
tengah sebuah komunitas. Sebuah Perda lahir karena inisiatif Pemerintahan
setempat akibat dorongan bahwa perlunya suatu ha! untuk diregulasi demi
kesejahteraan dan keamanan masyarakat.
Seperti yang dijelaskan di atas, bahwa Peratura:n Daerah Kabupate:n
Cirebo:n tentang prostitusi ini lahir kare:na dorongan keinginan masyarakat untuk
me:ngembalikan ide:ntitas Cirebon sebagai Kota Wali, karena belakangan ini
kemaksiatan, khususnya prostitusi sangat marak di Cirebon. Akibat mudahnya
dijumpai tempat-tempat prostitusi, sehingga kapan, dimai1a dan siapa saja akai1
mudah terjerumus ke dalam Jembah kemaksiatan yang sangat keji itu.

47

Sebagai upaya penanggulangan prostitusi di Cirebon, Pemerintah Daerah


Kabupaten Cirebon dengan segala bentuk dorongan dan tuntutan dari masyarakat
merumuskan dan membentuk sebuah kebijakan berupa Perda tentang pelarangan
prostitusi, yang ditetapkan dan diundangkan di Sumber pada tanggal 13 Maret
2002, oleh Bupati Cirebon, H. Sutisna, SH. Sebagai landasan hukum dalam
penetapan Perda Kabupaten Cirebon tentang prostitusi tersebut adalah sebagai
berikut:
I. UU No. I Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
2. UU No. 14 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten
dalam lingkungan Propinsi Jawa Barat.
3. UU No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
4. UU No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.
5. UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah.
6. UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Repnblik Indonesia..
7. PP No. 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Undang-un:lang No. 8 Tahun
1982 Tentang KUHAP.
8. Perda Kabupaten Cirebon No. 1 Tahun 2000 Tentang Teknik Penyusunan
Peraturan Daerah.
9. Perda Kabupaten Cirebon No. 4 Tahun 2001 Tentang Penyidik Pegawai Negeri
Sipil.
Demikianlah sehingga Perda Kabupaten Cirebon No. 1 Tahun 2002 tentang
prostitusi resmi diundangkan di Cirebon. Narnun dalam pelaksanaannya masih

48

banyak dari kalangan masyarakat atau Ormas Islam menuntut kepada aparat
bersikap lebih tegas dalam menindak pelaku prostitusi, karena dalam kenyataanya
masih banyak para pelaku prostitusi berkeliaran baik di Desa mauptm Kota
Cirebon.

C. Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Prostitusi Me11urut Perda Kabupaten


Cirebon No. 01 Tahun 2002 Tentang Prostitusi
Masyarakat clan hukum merupakan kesatuan yang sulit dipisahkan karena
masyarakat dalam kehiduparmya membutuhkan keamanan, ketertiban clan
ketentraman. Hukum adalah rangkaian peraturan mengenai tingkah laku
masyarakat yang bertujuan mengadakan keselamatan, kebaltagiaan clan ketertiban
di dalam masyarakat. 9 Oleh karena itu, hukum yang berlaku dalam suatu
masyarakat, jika benar-benar dipatuhi dapat mewujudkan suatu masyarakat yang
arnan dan tentram.
Dalam sebuah teori disebutkan bahwa peraturan atau UU dapat berjalan
clan dipatuhi kalau ia memp1..11yai aspek yang bersifat mengikat atau mamaksa.
Pemaksaan dapat berupa pemberian sanksi hukum bagi pelanggar, untuk itu Perda
Kabupaten Cirebon memberikan sanksi hukum berupa ancaman pidana atau denda
terhadap pelaku tindak pidana prostitusi sebagai salalt satu cara melindungi dan
menghindarkan masyarakat dari perbnatan keji, asusila, serta cara untuk
menjauhkan dari tirnbulnya berbagai penyakit yang ditimbulkan dmi perbuatan

1969), h. 14.

Wirjono Pradjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia, (Bandung: PT. Eresco,


.

49

kotor

tersebut.

Dalam

Perda

Kabupaten

Cirebon,

ketentuan

pidananya

sebagaimana disebutkan dalam bab VI pasal 8:


Ayat (I)
Barang siapa yang melanggar ketenluan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 3 ayat (1), (2) dan (3) diancam pidana kurungan selama-lamanya 6
(enam) bu/an dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,00 (lima
ju/a rupiah).
Ayat(2)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (I) adalah pelanggaran.

ltulah ketentuan pidana yang terdapat dalam Perda Kabupaten Cirebon


No. I tahun 2002 tentang prostitusi yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana
atau pelanggaran. Dalam KUHP tindak pidana terbagi dalam 2 jenis, yaitu
kejahatan dan pelanggaran. Meskipun tidak ditentukan secara jelas dan terperinci,
tetapi sudah dianggap demikian adanya, dari pasal 4, 5, 39, 45, 53 buku I, buku II
memuat tentang kejahatan, dan buku Ill tentang pelanggaran.
Menurut M.v.T. (Smidt I hal. 63 dan seterusnya) p<;mbagian atas dua jenis
tindak pidana itu didasarkan pada perbedaan prinsipil. Dikatakan, bahwa kejahatan
adalah "rechtstedliten", yaitu perbuatan-perbuatan yang meskipun dalam UU tidak
ditentukan sebagai perbuatan pidana, telah dirasakan sebagai onrecht yaitu
perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum. Sebaliknya pelanggaran adalah
"wetsdeliktern", yaitu perbuatan-perbuatan yang sifat melawan hukumnya baru
dapat diketahui setelah ada wet yang menentukan demikian. 10 Pada masa sekarang
ini adanya pandangan tentang perbedaan kualitatif antara kejahatan dengan

' Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana. IJakarta'. Rinelm r;nto

?M?I ""

\IT "

50

pelanggaran sudah banyak ditinggalkan dan diganti dengan pandangan bahwa

hanya ada perbedaan kuantitatif antara kejahatan dan pelanggaran, yaitu soal berat
atau entengnya ancaman hukuman.
Ancaman pidana pada kejahatan lebih berat dibandingkan pelanggaran
(perbedaan secara kuantitatif), maka dapat dikatakan bahwa:
1. Pidana penjara hanya diancamkan pada kejahatan saja.
2. Adanya keharusan pembuktian oleh jaksa atas sebuah kejahatan, tidak pada
pelanggaran.
3. Tenggang waktu kadaluwarsa bagi kejahatan adalah lebih panjang dari pada
pelanggaran. 11
Pembedaan antara kejahatan clan pelanggaran juga tercermin pada istilah
mala in se (kejahatan) dan mala prohibita (pelanggaran). Kejal1atan lebih merujuk

pada perbuatan jahat, buruk dan inlmoral, seperti pembunuhan, pencurian,


perzinaan (prostitusi) dan sebagainya, sementara pelanggaran lebih dilihat pada
kepentingan untuk ketertiban umum, misalnya mengendarai motor tanpa SIM
ataupun helm dan lain sebagainya. Yang perlu diingat adalah tidak ada delik adnan
pada tindak pidana pelanggaran. 12
Kemudian mengenai ketentuan pidana dalam ayat (1) pasal 8 Perda
Kabupaten Cirebon No .1 tahun 2002 tentang prostitusi tersebut, sebagai akibat dari
ketentuan pasal yang apabila dilanggar, maka pelakunya diancam dengan pidana

11

Ibid

12

Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, (Bandung: As-Syamil, 2000), h.142.

51

kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.


5.000.000.00 (lima juta rupiab). Pasal yang dimaksud adalah pasal 2 ayat (2) dan
pasal 3 ayat (I), (2), dan (3) tentang subyek larangan adalab sebagai berikut:
Pasal 2
Ayat (2)
Subyek pelarangan adalah setiap orang atau sekelompok orang atau badan
hukum yang mengadakan, menyediakan, melaksanakan dan melindungi
perbuatan prostitusi.
Pasal 3
Ayat (1)
Siapapun dilarang menyediakan, mengadakan, dan melakukan perbuatan
prostitusi.
Ayat (2)
Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku juga bagi mereka
yang melindunginya.
Ayat (3)
Larangan sebagaimana dimaksud ayat (I} termasuk yang dilakukan baik
langsung atau tidak langsung di ruang tertutu ataupun diruang terbuka.

Ketentuan-ketentuan pidana sebagaimana dijelaskm1 dalam Perda ini,


secara jelas dan tegas memberikan ancammi hukuman bagi siapa saja baik relaku,
penyedia (germo) maupun yang melindungi perbuatmi prostitusi baik ymig secara
termig-termigmi ataupun ymig sembunyi-sembunyi. Namun dalam kenyatamiya
masib bmiyak terdapat pelmiggarmi-pelanggmmi di kalmigan masyarakat seperti
masib bmiyak terdapat tempat-tempat mangkal para pelaku prostitusi, babkmi pada
saat razai Polisi bmiyak menangkap pasmigmi ymig bukan sumni istri di kamark!Ullar hotel, baik terdiri para PSK maupun pasmigmi selingkuh.

52

Berdasarkan beberapa ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Perda


Kabupaten Cirebon No. I tahun 2002 tentang prostitusi tersebut di atas, maka
jelaslah bahwa ketentuan pidana bagi setiap pelaku yang melakukan tindak pidana
prostitusi adalah dikenakan sanksi pidana kurungan selama-lamanya enam bulan
dan atau denda sebayak-banyaknya Rp. 5.000.000,00 (limajuta rupiah).
Namun menurut penulis sanksi di atas belumlah bisa berfungsi sebagai
preventif sehingga ketentuan pedinanya harus diperberat lagi, baik berupa
hukuman kurungan maupun hulruman denda. Dengan demildan diharapkan pelaku
akan berfikir seribu kali ketika akan melanggar ketentuan tersebut disebabkan
beratnya sanksi yang diberikan.

BAB IV
PERDA KABUPATEN CIREBON NO. 01TAHUN2002 TENTANG

PROSTITUSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Dalam bab ini dijelaskan, bagaimanakah kemudian melihat kesahihan Perda


Kabupaten Cirebon tentang prostitusi sebagai upaya Pemerintah Cirebon dalam
menanggulangi maraknya praktek prostitusi di Cirebon, yaitu dilihat dari sudut
pandang hukum Islam, apakah upaya tersebut sudah sesuai dengan ajaran yang
dianjurkan dalam Islam, atau belum atau bahkan bertentangan dengan hukum Islam.
Cirebon merupakan warisan dari sunan Gunung Jati yang mayoritas masyarakatnya
memeluk agama Islam, dan yang sangat menjunjung tinggi nilai moralitas dan ahlakul
karimah, kenapa peraturan pemerintahnya tidak didasarkan pada hukum Islam atau
paling tidak melaksanakan tujuan dari hukum Islam itu sendiri.
Kita sebagai umat Islam yakin betul bahwa Islam merupakan Agama yang
sempurna, semua peraturan dan perundang-undangan yang mengatur segala ha! sendisendi kehidupan telah termuat dan tercantum dalam kitab suci al-Qur'an dan as-Sunnah
Rasulullah Saw. Kita akan menemukan semua itu kalau kita man mengkaji dan
mencermati isi yang terkandung dalam keduanya (al-Qur'an dan as-Sunnah) karena
tidak satupun yang terlewatkan atau te1iinggal di dalam al-Qur'an dan as-Sunnah
walaupun sedikit. Oleh karena di bawah ini alcan dibahas tentang bagaimana tinjauan
hukum Islam terhadap sanksi pidana yang te1iuang dalam Perda Kabupaten Cirebon
No. I tahun 2002 tentang prostitusi maupun keabsahan dari Perda itu sendiri.

54

A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sanksi Pidana Yang Diatur Dalam Perda
Kabupaten Cirebon No.1 Tahun 2002 Tentang Prostitusi
Pidana berasal dari kata staf (Belenda) yang adaka.lanya disebut dengan
hukuman/pidana

didefinisikan

sebagai

suatu

penderitaan

yang

sengaja

dijatuhkan/diberikan oleh Negara pada seseorang atau beberapa orang sebagai


sebab akibat hukuman/sanksi baginya atas perbuatannya melanggar larangan
hukuman pidana. 1
Hukuman yang merupakan cara pembebanan pertanggungjawaban pidana
dimaksudkan untuk memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat atau
dengan kata lain sebagai alat untuk menegakkan kepentingan masyarakat, oleh
karena itu besarnya hukuman harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat,
yakni tidak boleh kurang dari apa yang diperlukan untuk menjauhkan akibat-akibat
buruk dari tuntutan jarimah.
Dalam bab IV mengenai ketentuan pidana dalam Perda kabupaten Cirebon
No. I tahun 2002 tentang prostitusi yang te11uang dalarn pasal 8 (ayat I dan 2)
dinyatakan bahwa :
Ayat (I)
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 3 ayat (I), (2) dan (3) diancam pidana kurungan selama-lamanya 6
(enam) bulan dan a/au denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,00 (Zima
juta rupiah).
Ayat(2)
1

Adam Chazawi, Buku Pe/ajaran Hukum Pidana Bagian I (stetse/ Pidana, tindak pidana,
teori-teori pen1idanaan, dan batas berlakunya huklan pidana), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2002), h. 24.

55

Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran .


Berdasarkan ketentuan pasal 8 ayat (I) dan (2) tersebut adalah jelas, bahwa
sanksi pidana yang diberikan kepada pelaku tindak pidana prostitusi yaitu berupa
hukuman kuruugan dan atau denda. Diharapkan dari ketentuan sebagaimana
tersebut di atas dapat membuat jera para pelaku tindak pidana prostitusi, namun
dalam kenyataannya apakah ketentuan tersebut bisa berfungsi sebagai pencegah
dari terjadinya perbuatan asusila yang mewabah pada kehidupan masyarakat.
Perlu kita kaji kembali tujuan pokok dalam pengaturan hukuman dalam
syari'at Islam adalah pencegahan (ar-Rad'u wa al-zqjru) dan pengajaran serta
pendidikan (al-Isiah wa al-Tahdzib). Dalam hukum Islam tindak pidana dikenal
dengan istilah 'jarimah", akan tetapi ada pula yang menggunakan istilah 'Jinayah".
Menurut Imam Mawardi jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh
syara' yang diancam oleh Allah dengan hukuman had atau ta'zir. 2
Dalam istilah lain jarimah disebut juga dengan jinayah, menurnt Abdul
Qadir 'Audah, jinayah adalah suatu istilah untuk perbuatan yang dilara11g oleh
syara' baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta atau Iaim1ya. Adapll11 hukuman
yang dikemukakan beliau adalah pembalasan yang ditetapkan untuk kemaslahatan
masyarakat, karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan syara'.

Ditinjau dari hukumannya, jarimah terbagi pada tiga bagian, yaitujarimah

hudud, jarimah qishas dan diat, danjarimah ta'zir. Adapunjarimah hudud adalah
2

Ahmad Wardi Muslih, Hu/mm Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), cet. I, h. ix

Ibid.

56

jarimah yang diancam dengan hukuman had (yaitu ketentuan pidananya sudah
ditentukan oleh syara') dan jarimah ini terbagi kepada tJ.ljuh macam jarimah, yaitu
jarimah zina, jarimah qadzaf, jarimah syurb al-khamar, jarimah pencurian, jarimah
hirabah, jarimah riddah danjarimah pemberontakan. Sedangkanjarimah qishas dan
diat terbagi menjadi ke dalam dua macam yaitu: pembunuhan dan penganiayaan,
jika diperluas maka jumlahnya ada lima macam, yaitu pembunuhan sengaja,
pembunuhan menyempai sengaja, pembunuhan karena kesalahan, penganiayaan
sengaja, dan penganiayaan tidak sengaja. Sedangkan jarimah ta'zir ini adalah
hukuman yang belum ditetapkan oleh syara' dan wewenang untuk menetapkam1ya
diserahkan kepada ulil amri.4
Dalam kaitallilya penjelasan di atas bahwa prostitusi (perzinaan) termasuk
bagian dari jarimah hudud, yaitu huknmannya sudah ditentukan dalam syara'.
Dalam syara' memang dudah jelas tentang ketentuan pidananya, bahwa hukuman
pelaku perzinaan baik laki-laki maupun perempuan dihukum dengan seratus kali
dera (cambuk), ha! ini bisa kita Iihat dalan1 firman Allah S\VT. surat An-Nur ayat
(2), yang meajelaskan :

01 .JJ1 LT-) <} ;.:t 4 ~L:.~ tl:; .:J;. i;Lo ~ -lj JS- ,_,~~ ~1jJ1j
~1jJ1
ff,.,
...
,.

,,

,.

....

,,

,. ,.

ff,

.('i' :

,,

,.

,,:: ,..

,,.

_,yJI) . ~'.?JI
;)..,.. 4.ilt.b
r::;;1JJ, ~~J y:.-\Jl
r'.Jlj ,.4.1.l~.... 0)..Ji
r'7<
,,,..
,.
,..,..
,.
,..
0

.,,.,..

,.

,.

I>

;:<!

,.

_,

Artinya : "Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzin amaka deralah tiaptiap seorang dari keduanya seratus kali dan janganlah belas kasian
kepada keduanya mencegah untuk (menjalankan) agama Allah, jika
kamu beriman kepada Allah dan hari akhir dan hendaklah
4

Ibid

57

(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan ale sekumpulan orang yang


beriman". (QS. An-Nur: 2).

Ketika wahyu ini diturunkan, telah dipahami bahwa mereka yang berdosa
melakukan perzinaan dihukum seratus kali dera. Kemudian Nabi Saw meqjelaskan
atau merinci tentang hukurnan perbuatan zina dengan sabdanya. Sehingga dari
penjelasan tersebut bisa dipahami bahwa tentang tingkatan berat ringannya
hukuman bagi pelaku zina itu dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu muhshan (yang
sudah menikah) dan ghairu mukhshan (belum menikah). Jadi hukuman bagi pelaku
zina jejaka dan gadis hukumannya dijilid sebanyak seratus kali dan diasingkan
(dipe1tjara) selama satu tahun, sedangkan bagi laki-laki dan perempuan yang sudah
pernah menikah maka hnknmannya dijilid seratus kali clan dirajam. Tentang
pembedaan hukuman tersebut dijelaskan dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh
Ibnu Majah :

' ~ ..!JI ~.J c::..-aL..a.ll 01 o~~ , f ' ..UI ..y- 01 i.Jl.,b... 0->- ' fr:"'" 01 ~ y.. , f

Artinya : " Bakar bin Khalaf yakni Abu Bisrin menceritakan kepada kami dari
Yahya bin Sa'id, dari Sa'id bin Abi Arubah dari Qatadah, dari Yunus
bin Juber dari Khutan bin Abdillah dari Ybadah bin Shami! r.a bahwa
Rasulullah Saw bersabda : "Ambillah dariku yang Allah telah jadikan
5

Al-Hafidz Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al-Kizwini, Sunan Jbnu Majah, (Bairut:
Daar al-Fikr, 1995), Juz. II, h.55.

58

jalan bagi mereka, yaitu mereka yang bernuat zina telah diberi jalan
(hukuman), jejaka dan perawan (yang melakukan zina) hukumannya
adalah jilid seratus kali dan buanglah atau asingkanlah selama satu
tahun. Sedangkan duda dan janda (yang pernag kawin) hukuman
mereka adalahjilid seratus kali dan rqjam". (HR. Ibnu Majah).
Karena begitu besamya akibat yang ditimbulkan dari perbuatan zina dan
beratnya hukuman yang ditimpakan kepada pelakunya, maka ketetapan hukuman
zina ini dalam Islam tidak langsung ditetapkan sebagaimana ketetapan yang
tercantum dalam surat An-Nur ayat (2) dan Hadits Nabi sebagaimana tersebut di
atas, akan tetapi melalui suatu tahapan.
Dalam Islan1 prostitusi atau perzinaan adalah suatu perbuatan yang sangat
keji dan sangat dilarang, mengingat kejahatan dari prilaku perbuatan zina yang
begitu tinggi dan dampak negatifuya yang begitu besar serta sauksi hukumannya
yang sangat berat dan keras bagi pelakunya di dalam hukum pidana Islam. Maka
peringatan atas hukuman perbuatan zina diturunkan oleh Allall SWT secara
berangsur atau bertahap atau dengan kata lain tidak ditetapkan sebagaimana yang
tertera dalam surat an-Nur dan hadits Nabi riwayat Ibnu majah seperti tersebut di
atas melainkan diturunkan melaui tingkatan hukuman secara bertahap seperti yang
tertera dalam surat-surat yru1g lain.
Dalrun ha! ini kebanyakan ulama-ulama fiqh yang empat berpendapat,
ballwa penetapan hukuman zina ini adalah be1iahap, sebagaimana penetapan
hukun1 pengharaman khamar dan penetapan kewajiban melakukan puasa
(berpuasa). 6
6

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Terjemahan: Moh. Nabhan Husain, Jil. IX, (Bandung: PT.
Al-Ma'arif, 1995), h. 89.

59

Untuk pertama kali, hukuman zina berbentuk teguran. Firman Allah SWT
dalam surat An-Nisa' ayat (16) menyebutkan:

.(\ "\: >WI) . ~~

Artinya : "Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara
kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika
keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka.
Sesungguhnya Allah maha penerima taubat lagi maha penyayang''.
(QS. An-Nisa' :16)
Pada tahapan kedua, hukuman ini ditingkatkan dalam bentuk hukuman
kurungan rumah (tahanan rumah) sebagaimana diterangkan dalam surat an-Nisa'
ayat (15), yaitu:

IJJ~\ 0~ ~ ~~i ~ IJ~~\;'. .. ~ ~~ ~ ~WI


.( \ o : >WI)

11_:'. ~ ill1 ~ ji ~yjl ;:;~fe J;.-

0,Jt ~WI)

::=-'_;,11 ~ ;:;~{;

Artinya : "Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji,


hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu <Yang menyaksikan),
kemudian apabila mereka telah memberi persaksian maka kurunglah
mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui
ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan yang lain kepadanya". (QS.
An-Nisa' :15)
Dan setelah melaui dua tahapan tersebut barn kemudian diberlakukan
hukumanjilid seperti yang tertera dalam surat An-Nur ayat (2) dan hukuman rajam
bagi zina mukhshan sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Nabi riwayat Ibnu
Majah.

60

Pentahapan ini dimaksudkan agar hukuman zina dapat diterima dengan


mudah oleh para pemeluk Islam yang barn dan yang telah terbiasa dengan
kebusukan zina dalam masyarakat Arab pada masa Jahiliyah. Disamping itu jnga
agar dapat memasyarakat dan dapat secara perlahan serta lemah lembut
membawanya ke dalam kesucian dan tahap kenmrnian, agar manusia mampu
menginternalisasikan jiwa hukum secara bertahap, tanpa merasakan adanya
kesulitan, ketertekanan dalam menjalankan Agama.
Kemudian

bagi pelaku zina lald-Iaki maupun perempuan dalam

hukumannya harus memenuhi syarat-syarat berikut, sebagian berdasarkan


kesepakatan ulama dan sebagian ikhtilafulama. 7
1. Pelaku zina sudah baligh, maka tidak wajib dihad bagi anak kecil yang belum
baligh dengan kesepakatam pendapat ulama.
2. Orang yang melaknkan zina berakal, maka bagi orang yang hilang akalnya
(gila) melaknkan zina, maka tida wajib dihad, dengan kesepakatn ulama.
3. Pelakunya beragama Islam, ini pendapat Imam Malik, maka tidal; wajib had
bagi orang kafir, apabila Iaki-laki muslim melaknkan zina dengan wanita kafir
maka pelakunya hams dihad. Pendapat Imam Hanafi, pelaku zina mukhshan
dia tidak wajib dirajam tetapi hanya dijilid, pendapat Imam Syafi'i dan Imam
Hambali, pelaku zina dan minum khamar tidak wajib di ad karena itu
merupakan hak Allah.

Wah bah Zuhaili, Fiqh al-Islam wa adi/latuh, (Bairut: Daar al-Fikr, 1995), Juz.Vl, h. 36.

61

4. Dilakukan atas dasar suka sama. Bagi pelaku yang di paksa maka tidak wajib
dihad tetapi pendapat Imam Hambali wajib dihad.
5. Pendapat empat imam, apabila melakukan zina dengan hewan maka pelakunya
tidak wajib dihad tetapi wajib dita'zir, dan hewannya tidak harus dibunuh
sekalipun dimakan hukumnya tidak haram, demikian menurut kesepakatan
ulama. 8
6. Perbuatan ziI1a tidak termasuk kepada yang subhat, apabila melakukan zina
dengan subhat maka gugurlah hukum hadnya. Tetapi pendapat Abu hanifah
dan Abu Yusuf pelakunya wajib dihad.
7. Pelaku zina mengetahui bahwa zina itu hukumnya haram. Apabila pelakunya
tidak tahu tentang hukum tersebut, maka ada dua pendapat ulama yang
berbeda. Pendapat pertama wajib dihad sedangkan yang kedua tidak wajib
dihad.
8. Perempuan yang melakukan zrna dalam keadaan hidup maka wajib dihad.
apabila perempuannya sudah me,1iI1ggal dunia tidak wajib dihad, pendapat
Imam malik pelakunya wajib dihad.
Dalam hukum Islam pemberian hukuman/sanksi terhadap trndak pidana
prostitusi atau perzinaan itu sangatlah berat, bahkan bukan hanya hukuman fisik
yang diberikan akan tetapi hukuman moral, psiko logis dan juga sosial. Menglligat
tllidak pidana ini sangatlah keji clan dampaknya begitu besar baik bagi pelaku
maupun terhadap masyarakat di sekelilrngnya. Hal ini bisa kita lihat dari
8

Ibid h. 37.

62

penjabaran dari surat An-Nur ayat (2) dan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu
Majah, bahwa secara global hukuman terhadap pelaku zina itu di golongkan
menjadi 2, yaitu hukuman fisik dan hukuman non fisik. Adapun penjabarannya
sebagai berikut :
1. Hukuman Fisik

Adapun hukuman fisik meliputi :


a. Hukuman Cambuk
Dalam surat An-Nur ayat (2) ditegaskan bahwa pelaku zina baik pria
maupun wanita dihukum dengan hukuman cambuk seratus kali dan tidak
boleh merasa kasihan dalam melaksanakan hukuman, jadi pelaksanaan
hukuman tidak boleh dikurangi dan diringaukan baik kuantitas maupun
kualitas, atau juga tidak boleh dikurangi jumlah hukuman, !mat pukulan
atau bahan cambuk yang digunakan, tetapi harus sesuai dengan ketentauan
yang dicontohkan di zaman Nabi Muhammad Saw.
Dalam surat An-Nur ayat 2 disebutkan dahulu pelaku wanita 4,i.;ljll
dan baru yang kedua pelalm pria ~ljll ha! ini karena dampak negatif
perbuatan zina terhadap wanita jauh lebih besar dari pada terhadap pria.
Jadi secara implisit mengandung pengertian mengapa kaum wanita mau
melalman perbuatan zina padahal dampak negatifnya terhadap mereka jauh
lebih besar dari pada terhadap pria.

63

Wanita tidak bisa mengelak dari tanggung jawab terhadap akibat dari
perbuatan zina yang dilakukannya seperti apabila terjadi kehamilan maka ia
barns bertanggung jawab memelihara bayi yang dikandungnya sampai
melahirkan, mendidiknya dan membesarkannya. Apabila wanita itu
melakukan aborsi maka berarti ia telah melakukan pembunuhan.
Sedangkan pelaku pria, realitanya masih mungkin melarikan diri dari
tanggunng jawabnya, meskipun secara yuridis atau moril dan Agama baik
di dunia maupun di akhirat nanti tidak mungkin menghindar. Oleh karena
itu secara eksplisit untuk melindungi kaum wanita, maka mereka kaum
wanita itu terlebih dahulu disebutkan dan diperingatkan oleh Allah akan
hukuman yang akan mereka terima berupa hukuman ym1g keras.
Apabila mereka me!akukan perbuatan zina maka hukumlah mereka
dengan hukuman seratus kali cambuk di depm1 im1um dan diasingkan
selama satu tahun, kemudian terhadap pelaku pria hukumlah pula mereka
seratus kali cambuk di depan umum dan diasingkan selama satu tahtm.
I-Iukum yang demikian itu ditetapkan bagi mereka pelaku pria dan wanita
yang belun1 menikah. 9
Menurut Asy-Syafi'i sunah fi'Jiyah Nabi Muhammad saw hanya
menetapkan hukum cambuk bagi

fa.Ii tidak untuk y,i'.i.11 seperti pelaksanaan

hukuman rajam yang dilaksanakan Nabi Muhammad Saw terhadap Ma'il

Ibid

64

al-Ghamidiyah dan Yahudiyah. Sebaliknya Ali bin Abi Thalib Khalifah ke


empat, diriwayatkan telah menghukum cambuk seorang wanita pada hari
kamis

dan

merajamnya

pada

hari

Jum'at.

Dia

mempertahankan

pendapatnya itu, bahwa dia mencambuk sesuai dengan perintah Allah, lalu
merajamnya berdasarkan perintah Rasulullah Saw.JO
b. Hukuman Pengasingan
Dalam hadits riwayat lbnu Majah disebutka.n bahwa hukuman bagi
pelaku yang belum menikah selain dijilid juga dikenakan hukuman
pengasingan selama satu tahun. Mengenai masalah hukuman pengasingan
pelaku zina selama satu tahun juga terdapat perbeclaan pendapat antara
ulama-ulama fiqh :
1). Khulafa Rasyidin, Malik lbn Anas, Asy-Syafi'i, Ahmad Jbn Hanbal,
lshaq dan lainnya berpendapat wajib bagi pelaku zina yang masih bikr
diasingkan (dipenjara) selama satu tahun untuk menyempurnakan
hukuman had.
2). Hadawiyah dun Hanifah berpendapat tidak wajib pelaku zina bikr di
asingkan selama satu tahun karena hukuman itu tidak ada dalam alQur'an berarti menambah nash al-Qur'an clan juga hadits yang menjadi
dasarnya itu adalah hadits ahad. Kalau begitu hadits ahad menasakh alQur'an dan hal itu tidak bisa diamalkan.

'

Abdur Rahman, Tindak Pidana Dalam Svari'at Islam. !Jakarta: Rineb <:into\

hol 11,;

65

3). Abu Hanifah bisa menerima hukuman pengasingan selama satu tahun
itu diputuskan oleh imam atas dasar maslahah, karena hukuman
pengasingan selama satu tahun itu bukan hukuman had, tapi 'uqubah
ta'ziriyah yang menjadi kewenangan imam.
4). Menurut pendapat Malik dan Auza'i, bahwa pelaku zina perempuan
tidak diasingkan , karena aib yang memalukan mengasingkannya berarti
melenyapkan dari pengawasan dan bisa mendatangkan fitnah barn.
Karena itu wanita dilarang melakukan perjalanan tanpa didampingi
muhrimnya. 11
c. Hukuman Rajam
Bagi pelaku pria dan wanita yang sudali menikah hukuman atas
perbuatan zina yang dilakukannya adalah hukuman rajam atau hukuman
mati melalui rajam di depan umum.
Orang yang sudah menikah berstatus kawin atau bisa disebut janda
maupun duda, sifat melawan hukumnya lcbih tinggi dari mereka yang
belum menikah, karena orang yang sudah menikali, pada waktu ia menikah
berarti di dalam hatinya ia mernilih jalur hukum. Islam memandang
pernikahan jalur yang benar dan halal, dan perzinaan adalah jalur yang
salah dan buruk, apabila mereka yang sndah menikah melakukan perbuatan
zina, berarti mereka sengaja melawan kebenaran hukum Islam yang sudah
mereka pegang dan mereka yakini serta mereka laksanakan.
11

Sabiq, Fikih Sunah, h. 90-93

66

Oleh karena itu pantas mereka diberi hukuman lebih berat dari
mereka yang belum menikah. Hukuman untuk mereka yang sudah menikah
baik ia berstatus suami atau istri, janda atau duda adalah sama saja, karena
sarna tinggi sifat melawan hukumnya, jika disamakan hukuman bagi
mereka yang sudah menikah dengan yang belum menikah tentu tidak adil,
karena kualitas melawan hukumnya berbeda. Kualitas melawan hukum
orang yang sudah menikah Iebih tinggi dari mereka yang belum pemah
menikah. Mereka yang belum menikah diberi kesempatan untuk
memperbaiki diri dan masih punya prospek untuk menjadi orang baik.
Mereka yang sudah menikah tidak diberi kesempatan lagi untuk
memperbaiki diri, tapi diberi kesempatan untuk be1iaubat dan menebus
dosanya melalui kesediaannya menerima hukuman rajarn atau hukuman
mati melalui hukuman rajam.
Mereka yang sudah pemah menikah, apabila sudah pemah
melakukan ekstra marital seks akan cenderung mengulanginya berulang
kali kepada orang lain. Jadi mereka akan sering menebarkan kerusakan
moral dalarn masyarakat dan merusak kebahagiaan dan ketentranmn rumah
tangga orang lain. Laki-laki yang beristri atau perempuan yang bersuami
sudah ada yang halal baginya, mengapa mereka mencari yang tidak halal
baginya. Hal ini berarti mereka mengingkari atau murtad dari akidah yang
benar, oleh karena itu untuk preventif, wajar kepada suami dan istri atau
janda dan duda yang berbuat zina diberikan hukun1an yang lebili berat dan

67

lebih keras, yaitu hukuman mati melalui hukuman rajam dari pada
hukuman yang diberikan kepada pria dan wanita yang tidak terikat
perkawinan.
2. Hukumau Nou Fisik
Hukuman non fisik mernpakan hukuman yang tidak langsung pada fisik
pelaku, namun hukuman ini akan berakibat pada moral, psikologis, dan
kehidupan sosial pelaku zina. Dalam surat An-Nur ayat (2) dinyatakan bahwa
pelakasnaan hukuman terhadap pelaku perbuatan zina hendaklah disaksikan
oleh sekelompok orang-orang beriman. Jadi berarti pelaksanaan hukuman
tersebut hams di saksikan orang banyak. Dengan disaksikan oleh orang banyak
berarti si pelaku perbuatan zina dipermalukan di depan orang banyak, karena
dengan terjadinya perbuatan zina rasa malu si pelaku perbuatan zina sudah
luntur, oleh karena itu rasa malu ini perlu ditumbuhk:an kembali dan juga
dipermalukan ini mempunyai nilai preventif terhadap si pelaku agar tidak
mengulangi kembali perbuatan zina tersebut, dan juga bernilai preventif bagi
orang yang berniat melakukan perbuatan zina.
Nabi Muhammad Saw menyatakan bahwa rasa malu adalah bagian dari
iman. Nabi Muammad Saw juga menyatakan bahwa orang berzina tidak
beriman pada waktu melakukan perbuatan zina, karena apabila ia beriman
maka ia tidak akan melakukan perbuatan zina, orang yang tidak hilang
imannya, tidak akan menge1jakan perbuatan yang sangat dilarang oleh Allah
dan Rasuhiya yaitu zina. Rasulullah Saw bersabda :

68

Artinya: "Dari Abu Hurairah bahwasannya Nabi SAW bersabda; tidak akan
berzina orang yang berzina ketika dia rnelakukan perbuatan zina
rnanakala dia waktu itu berirnan (kepada Allah) ". (HR. Bukhari).

Jadi hukuman permaluan itu merupakan bagian dari hukuman moral


psikologis, karena si pelaku perbuatan zina pada waktu melakukan pebuatan
zina tersebut sudah tidak beriman dan tidak punya rasa malu. Jadi
mempermalukan itu merupakan hukuman moral psikologis dan berdampak
sosial yang efektif untuk preventif atau mencegah terulangnya kembali
perbuatan zina dalam masyarakat, karena pelaksanaan ekskusi hukuman had
zina yang disaksikan oleh orang banyak itu menumbuhkan rasa main bagi si
pelaku perbuatan zina dan juga bagi orang yang menyaksikan. Karena itu
mereka akan jera dan berpikir seribu kali untuk melakukan perbuatan zina di
masa mendatang.
Hadits Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah
sebagaimana tersebut di atas menegaskan bahwa hukuman keras yang
ditetapkan Islam terhadap pelaku zina itu ditetapkan setelah Islam menawarkan
kebolehan berpoligami sebagai alternatif atau jalan keluar yang lebih baik bagi
orang yang mempunyai hawa nafsu seksual yang berlebihan, disamping banyak

'

12

Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Lu'/u' wa a/-Mmjan, Jil. I, (Bairut: Daar al-Fikr, tt), h.

69

melakukan ibadah puasa dan Iebih mendekatkan diri kepada Tuhan dan
memperbanyak amal saleh di Iingkm1gan masyarakat agar supaya orang
tersebut tidak mudah mencari dalih untuk berbuat zina.
Menurut Sayyid Sabiq, hukuman yang keras itu juga seimbang antara
nestapa yang diberikan kepada pelaku perbuatan zina dengan kerusakan
manusia dan masyarakat yang ditimbulkannya dan inilah keadilan. 13
Jadi jelaslah bahwa dalam hukmn pidana Islam hukaman terhadap tindak
pidana prostitusi sangat berat dan tidak pandang bulu, yaitu bagi siapa saja yang
telah melakukan perzinaan dalam kategori zina ghairu mukhshan maka dikenakan
hukmnan cambuk sebanyak seratus kali ditambah hukmnan pengasingan (penjara)
selan1a satu tahoo, sedangkan bagi pelaku zn1a mukhshan dikenakan hulcuman
rajam atau dengan kata lain hukmnan mati.
Dengan demikian, sauksi pidana terhadap tindak pidana prostitusi yang
diatur dalam perda Kabupaten Cirebon No. 1 tahoo 2002 tentang prostitusi berupa
hukmnan kuroogan dan denda sebagainiana yang tercantmn dalan. pasal 8 ayat (1)
dan (2) kalau ditinjau dari hukmn pidana Islam masih sangat jau!J perbedaannya,
rnasih relatif sangat ringan, sehll1gga para pelaku tindak pidana prostitusi tidak
menjadi jera dan masih memoogkinkan akan mengulanginya lagi. Sedangkan
hukmn Islam terhadap tindak pidana prostitusi sangat keras dalam pemberian
sauksinya, pelaku dikenakan hukUlllall cambuk dan penjara selama satu tahoo itu

13

Rahman, Tindak Pidana Dalam Syari'at Islam, h. 136 ..

70

bagi yang belwn menikah sedangkan bagi yang sudah menikah dihukum dengan
hukuman rajam (hukuman mati).
Jadi dalam penanggulangan prostitusi hukum Islam nilai preventifuya
sangat tinggi dibandingkan peraturan daerah kabupaten Cirebon. Oleh sebab itu
kalau memang Kabupaten Cirebon merupakan kabupaten yang mayoritas
penduduknya Muslim dan diakui sebagai kota wali, warisan dari Sunan Gunung
Jati, maka seyogyanya peraturan daeralmya disesuaikan dengan hukum Islam, atau
paling tidak melaksanakan tujuan dari hukum Islam, yaitu dengan menjadikan
Perda sebagai preventif dari tirnbulnya tindak pidana prostitusi, konskuensinya
tentu ketentuan sanksi pidananya tidak seringan seperti saat ini. Yaitu barns
diperberat lagi, baik berupa hukuman kurungannya maupun hukuman denda

B. Tinjauan Hokum Islam Terhadap Perda kabupaten Cirebon No. 01 Tahon


2002 Teutang Prostitusi
Sebelum meninjau Perda Kabupaten Cirebon dengan hukum Islam perlu
dijabarkan teriebih dahulu tent.mg makna dan tujuan dari Perda itu sendiri.
Peraturan daerah adalah merupakan peratwan yang dikeluarkan oleh pemerintah
daerah tingkat II (Kabupaten). Munculnya Perda ini sebagai bentuk peraturan atau
undang-undang yang mengatur demi terciptanya suasana aman, tentram dan tertib
di daerah tersebut. Biasanya peraturan itu berupa pelarangan terhadap suatu
perbuatan yang dianggap bisa mengganggu ketertiban umum atau sesuatu yang
bisa membahayakan orang banyak. Sehingga dalam bentuk: undang-undang inilah

71

suatu perbuatan yang dianggap dapat merugikan orang lain atau melanggar
ketertiban umum (tindak pidana) untuk bisa dijatuhi hukuman.
Sebagaimana yang disebutkan dalam undang-undang (UU) hukum pidana
pasal 1 ayat (1) menyatakan, bahwa ketentuan pidana harus ditetapkan dalam
undang-undang yang sah, yang berarti bahwa larangan-larangan menurut adat tidak
berlaku untuk menghukum seseorang. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan
oleh R. Soesilo dalam buku Prilaku Zina Pandangan hukum Islam dan KUHP
karya Dr. H. Abduh Malik, dalam mengomentari ayat (1) KUHP ini dia
menyatakan bahwa ketentuan pidana harus ditetapkan dalam bentuk m1dangundang yang sah, yang berarti bahwa Iarangan-larangan menurut adat tidak berlaku
untuk menghukum seseorang. Jadi suatu perbuatan dipandang tercela menurut adat
atau tercela menurut pandangan masyarakat umum, tidak clapat diambil tindakan
hukum karena tidak tercantum dalam peraturan perundang-undangan. Begitu pula
suatu perbuatan yang dipandang tercela atau perbuatan a.tau perbuatan pidana
menurut hukum Islam yang dianut masyarakat, tidak dapat diambil tindakan
hukum pidana karena memang tidak tercantum dalam KUHP atau PERDA, dan
inilah sulitnya untuk menindak suatu tindakan yang sangat merugikan karena harus
menunggu adanya peraturan yang mengaturnya.
Oleh sebab itu dalam kaitannya dengan hal tersebut, agar suatu perbuatan
tercela yang sering terjadi di daerah Cirebon, salah satunya yaitu perbuatan
prostitusi ini bisa dikenakan sanksi, maka dibentuklah suatu peraturan yang
mengatur dan melarang perbuatan-perbuatan terlarang tersebut dalam bentuk

72

peraturan daerah, sehingga para pelanggar menjadi jera (tidak lagi mengulangi
perbuatan kotor itu) atau paling tidak bisa mengurangi terjadinya tindakantindakan tercela tersebut yang bisa merugikan orang lain/mengganggu ketertiban
urnnm.
Tujuan utama diberlakukannya suatu undang-undang adalah agar suatu
perbuatan terlarang itu tidak terjadi/tidak terulang kembali atau dengan kata lain
bertujuan sebagai preventif. Nah, kalau suatu undang-undang nilai preventifuya
sudah tidak berfungsi, apakah masih layak UV tersebut diberlakukan ataukah harus
dikaji ulang?. Mengenai Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon No. I tahun 2002
tentang prostitusi yang suksi pidananya sangat ringan, disini penulis menganggap
bahwa nilai preventifuya sangat kurang, terbukti masih maraknya praktek
prostitusi yang ada di daerah Cirebon baik di kotanya maupun di pelosok desa.
Kalau kita kaji dengan hukum Islam, bahwa hukum Islam mengandung
nilai preventif yang sangat tinggi. Tentang masalah proslitusi (perzinaan) hukum
Islam sangat menutup rapat-rapat jalan untuk menuju perbuatan tercela tersebut,
sehingga dalam peraturannya tidak langsung ditunjukkan dengan pelarangan
perbuatan zina itu sendiri, melainkan ditunjukkan dengan pelarangan perbuatan
yang dapat memicu terjadinya perbuatan ziua yang keji itu . Bentuk larangan itu
dalam al-Qur'an disebutkan dalam surat al-Isra' ayat (32), yaitu:
:::

,..

;;

_,,.

.~

,..

"'

(>

,..

.('fl : .-.1.r")ll) . ~
... G) ~u 015' ~! JJJI 1'.;.~ '1)
,
,
,

73

Artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu merupakan
suatu perbuatan yang sangat keji dan suatu jalan yang buruk". (QS. AlIsra': 32).

Islam menganggap zina bukan hanya sebagai suatu dosa yang besar
melainkan juga sebagai suatu tindakan yang akan membuka gerbang berbagai
perbuatan maksiat lainnya, akan menghancurkan landasan keluarga yang sangat
mendasar, akan mengakibatkan terjadinya perselisihan dan pembunuhan,
meruntuhkan nama baik dan kekayaan serta menyebarluaskan sejumlah penyakit
baik jasmani maupun rohani. Tak diragukan lagi bahwa perzinaan merupakan
perbuatan dosa yang sangat besar, bahkan merupakan perbuatan dosa yang paling
besar setelah pembunuhan. Jadi, bila prostitusi itu dibiarkan tanpa hambatan,
niscaya ia akan mengancmkan bangunan sosial umat ini, oleh sebab itu maka
ditetapkan hukuman yang mengerikan (berat) bagi pelaku tindak pidaua yang besar
ini dalam undang-undang hukum Islam serta ancaman siksa yang dasyat bagi para
pelaku zina di hari kemudian.
Maka dari itu, pelarangannya pun sangat preventif, bahkan mendekati rnja
tidak boleh, dalam artian selain yang dilarang itu perbuatan zinanya pun yang yang
memicu perbuatan tersebut juga dilarang, sepe1ii bersunyi-sunyi berdnan antara
lawan jenis yang bukan muhrim, karena ini akan membuka jalan orang untuk
melakuan zina karena di sanalah syaitan akan bertindak sebagai orang ketiga yang
akan membujuk untuk melakukan perbuatan keji, syaitan sangat licik, maka disini
tidak berlaku bagi orang yang lemah imannya atau yang kuat imannya, !arangan
tersebut berlaku untuk semuanya. Karena sekuat-kuatnya iman seseorang kalau

74

sudah terperangk:ap bujukan syaitan, diapun susah untuk melepaskannya dan


dipastikan ia akan terjerumus ke dalam perbuatan keji yang sangat dilarang itu.
Nah inilah kenapa Nabi Saw sangat melarang seseorang laki-laki berduaan dengan
wanita yang bukan muhrimnya, karena dia akan mudah tergoda oleh kecantikan
wanita tersebut yang sebenarnya dipancarkan oleh godaan syaitan yang sangat
licik. Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw bersabda :

Arinya: ''Janganlah seorang laki-laki itu bersunyi-sunyi (berduaan) dengan


seorang perempuan (yang bukan muhrimnya) karena syaitan akan
menjadi yang ketiganya (menggodanya)". (Hadits dikeluarkan dari hadits
Buraidah).
Jadi tampaklah jelas, kenapa Islam sangat mengunci rapat-rapat pintu
terbukanya jalan maksiat menuju perzinaan, karena memang akibatnya sangat
besar dan berat hukumannya.
Ditinjau dari hukum Islam, Perda Kabupaten Cirebon No. 1 tahun 2002
tentang prostitusi tampa:knya masih jauh dari tujuan preventif sebagaimana yang
diharapkan dalam hukum pidana Islam, kalau kita kaji kembali mengenai materi
bab I tentang ketentuan umum pasal 1 poin (:I) yang menjelaskan tentang
pengertian prostitusi adalah "hubungan seksual di luar nikah dengan imbalan uang
atau hadiah-hadiah sebagai sesuatu transaksi perdagangan", dengan materi defmisi
seperti itu maka terlihat kerancuan, karena terkesan yang dilarang melakukan

14

Muhammad bin 'Han asy-Syafi'i al-Asy'ari al-Makki as-Siddiqy, Dali/ al-Falihin Ii

Turuq Riyadh a/-Sha/ihin,(t.k.: Daar al-Fikr, t.t.), Jil. IV, h. 481.

75

prostitusi di sini hanya orang-orang yang berekonomi lemah, yaitu yang


melakukan perbuatan prostitusi karena mengharapkan imbalan.
Kalau kita lihat di Japangan, kenyataanya kebanyakan yang melakukan
hubungan seksual di luar pernikahan itu atas dasar suka sama suka bukan
mengharapkan imbalan, justru inilah sebenarnya yang paling dilarang dalam Islam.
Sebagai bukti yang terjadi di kota Cirebon sebagaimana hasil Japoran liputan6.com
bahwa pada Kamis dini hari 20 September 2007 Polisi menjaring tujuh pasangan
bukan suami istri saat razia. Mereka kedapatan berduaan dalam kamar rumah koskosan dan juga rumah penginapan, pasangan mesum itu langsung digelandang ke
Markas Kepolisian Resor Kota Cirebon. 15 Bahkan istilah perselingkuan sekarang
ini terdengar sangat marak, mungkin kalau kita selidiki di kamar-karnar hotel
kebanyakan yang rnelakukan hubungan seksual di luar pernikahan adalah
pasangan-pasangan selingkuh atas dasar suka sama suka, malah pelakunya
kebanyakan orang-orang yang berduit yang hanya ingin rnemuaskan hawa nafsu
belaka. Hal ini bisa kita lihat dari basil razia yang dilakukan oleh Polresta Cirebon
pada 17 Febmari 2055, bahwa Polisi menggrebek enam hotel Melati di Cirebon
yang diduga tempat prostitusi terselubung. Walhasil, Polisi berhasil menangkap
para pelaku prostitusi, selain 15 PSK, seorang waria, tiga pria hidung belang Polisi
juga menangkap dua pasangan selingkuh yang rata-rata daTi golongan mampu. 16

15

Liputan6, Rurnah Kos-Kosan Di Cirebon Dirazia,berita terbit pada Kamis, 20


September 2007 di alcses dari www.liputan6.com
16

Gatrn.com, Polresta Grebek Enam Hotel Melati, info terbit Jl<lda tanggal 2 September
2005 di akses dari www.gatrn.com

76

Mengenai ketentuan poin (f) pasal

1 tersebut,

menurut

penulis

ketentuannya belum begitu jelas, karena masih ada ketentuan yang belum termuat
dalam poin tersebut, sehingga memungkinkan masih banyak yang akan melakukan
perbuatan prostitusi, ketentuan hukum dari Perda tersebut masih sangat lemah
untuk menjerat para pelaku tindak pidana prostitusi alas dasar suka sama suka.
Ketika terkena razia petugas, meraka akan mudah mengelak dari tuntutan telah
melakukan prostitusi, karena memang tidak ada aturan yang mengatur tentang
hubungan seksual di luar pernikahan yang di lakukan atas dasar suka sama suka,
atau perselingkuhan. Hal ini seirama dengana apa yang disampaikan Bapak Adib
( aktifis sosial) kenapa di Cirebon masalah prostitusi bisa bebas saja, karena
memang yang dianggap prostitusi terselubung itu tidak semuanya berkaitan dengan
hukum (tidak ada ketentuan hukumnya), seperti pacaran, suka sama suka,
perselingkuhan dan lain sebagainya. Sedangkan kalau narkoba, narkotika dan
psikotropika tidak bisa bebas, komunitasnya sangat tertutup karena kekhawatiran
mereka terkait dengan hukum.
Kemudian mengenai ketentuan pidana prostitusi dalam pasal 8 ayat (1)
disebutkan, bahwa barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 3 ayat (1 ), (2) dan (3) diancam pidana kurungan selama-lamanya 6
bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,00 (Inna juta rupiah).
Melihat ketentuan pasal 8 ayat (1) tersebut di atas, seperti terkesan pemerintah
masih memberi ruang kepada para pelaku tiJ1dak pidana prostitusi untuk beroperasi
di Cirebon. Mengapa sanksi terhadap pidana prostitusi hanya dengan kurungan

77

selama-lamanya enam bulan dan atau dengan denda yang hanya sebanyakbanyaknya lima juta rupiah. Hal ini bagi mereka yang berduit akan mudah
melakukan perbuatan terlarang tersebut, mereka tidak takut terhadap ancaman
pidana yang sudah diterapkan, karena hanya dengan uang lima juta rupiah mereka
bisa bebas. Ini terkesan peraturan tersebut hanya untuk orang-orang miskin saja,
bukan untuk orang yang berduit, karena hukuman bisa dibeli dengan uang, padahal
dalam Islam, hukum tidak bisa dibeli dengan uang.
Kemudian kalau kita bandingkan dengan Perda Kota Tangerang No. 7
tahun 2005 tentang minuman berakohol, rnaka masih jauh perbedaam1ya, dalam
Perda Tangerang tersebut tindak pidana MIRAS dikenaan hukuman denda sebesar
lima puluh juta rupiah. Ini sangat aneh, kenapa tindak pidm1a seberat prostitusi
hanya dikenakan sanksi sangat ringan, bahkan masih jauh kalau dibandingkan
dengan tindak pidana MIRAS.
Lalu tentang penggunaan kata "dan atau" dalam pasal 8 ayat (I), ha! ini
sangat mengherankan, kenapa tindak pidana seperti protitusi hanya dikenakan satu
hukuman saja, dengan penggunaan kata "dan atau" berarti terpidana bisa memilih
hukumm1 yang diberikan, yaitu kurungan atau denda. Maka bagi para pelaku ym1g
berduit dengan mudah memilih denda, hanya dengan membayar denda lima juta
rupiah maka bebaslah dia. Padahal dalan1 hukum Islam, hukuman bagi pelaku zina

ghairu mukhshan saja dikenakan hukuman carnbuk seratus kali ditambah


pengasingan (penjara) selama satu talmn. Dalam hukum Islam diberlakukan hukum
ganda, agar pelaku benar-benar akan jera. Memang kalau kita lihat dalan1 Kitab

78

Undang-Undang Hukum Pidana, kebanyakan penyebutan hukuman kurungan


(penjara) dengan denda selalu menggunakan kata "dan atau". Menurut penulis hal
tersebut kurang tepat, dan kalau memang hukum pidana itu sebagai pencegah
terjadinya suatu tindak pidana, maka seyogyanya menggunakan ungkapan yang
sekira orang mendengar akan smtlcsinya mereka jadi segan, tapi dalam
kenyataannya tidak, semakin peraturan ini diberlakukan dan razia digalakkan,
malah prektek prostitusi semakin mmak.
Maka di sini perlu dikaji kembali, dan dicarikan jalan keluarnya. Paling
tidak materi perda tentm1g ketentuan pidana maupun ketentuan pelarangan
menggunakan kata-kata yang jelas dan rinci. Supaya pelaku tidak bisa mengelak
dari tuntutan hukum.

BABV

PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan tentang penanggulangan


perostitusi di Cirebon, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Menurut Perda Kabupaten Cirebon No.I tahun 2002 tanta11g pelarangan

prostitusi adalah hubungan seksual di luar nikah dengan imbalan uang atau
hadiah-hadiah sebagai suatu transalcsi perdagangan. Baik yang menyediakan,
mengadakan, melakukan maupun yang melindungi perbuatan prostitusi.
2. Dalam Perda kabupaten Cirebon terdapat Pula ketentuan-ketentuan pidana
terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi, setiap pelaku yang melakukan
tindak pidana prostitusi adalah dikenakan sanksi berupa pidana kurungan
selama-lamanya 6 (enarn) bulan clan atau denda sebanyak-banyakuya Rp.
5.000.000,00 (limajuta rupiah).
3. Dalarn pandangan hukum Islam prostitusi atau perzinaan adalah hubungan
seksual yang diharamkan, yakni persetubuhan yang dilakukan oleh seorang
laki-laki dengan seorang perempuan melalui farji di Iuar nikah dan bukan nikah
subhat. Zina merupakan perbuatan keji, cabul dan termasuk perbuatan dosa
yang peling besar setelah pembunuhan, karena perbuatan ini merupakan
pelampiasan nafsu seks dengan lawan jenis tanpa mengenal batas kesopanan
(manusiawi), melanggar nilai-nilai kemanusiaan dan akan menimbulkan
banyak

kerusalcan

pada

tatanan

kehidupan

masyarakat,

serta

akan

mengakibatkan menularnya berbagai penyakit. Oleh karena itu melakukan

80

perbuatan prostitusi tennasnk tindak pidana yang cligolongkan ke dalam


jarimah hudud, mengingat tindak pidana ini telah dijelaskan secara tegas dalam
nash syara' (al-Qur'an dan Hadits). Berdasarkan penggolongan jarimah hudud
tersebut, maka pelaku tindak pidana prostitusi dikenakan hnkuman yang sangat
berat. Berat-ringmmya hnkumat1 dibedakan oleh status pelakunya. Bagi pelaku
yang belum kawin Gejaka dan perawat1) dikenakan hukuman cambnk seratus
kali ditambah pengasingan sela111a satu tahun. Sedangkan pelaku yang sudah
kawin (muhsan), maka hnkumannya adalah hnkuman rajam, dengan kata lain
ialah hnkuman mati.
4. Konsep Perda Kabupaten Cirebon kalau ditinjau dari segi upaya pemerintah
dalam penanggulangan prostitusi, maka sah-sah saja. Akan tetapi ketika upaya
tersebut ditinjau dari segi hukum Islam, maka 111:1sih jauh dari tujuan
diberlaknkannya sebuah peraturat1, yaitu bernilai preventif. Sedangkan hnkum
Islam nilai preventifuya sangat

tinggi,

sehingga menutup rapat-rapat

kemungkinat1 terjadinya suatu perbuatan prostitusi. Temmsnk sanksi ym1g


diberikan dalam hnkum Islam, yang mana sanksi yatlg diberikan sangat berat,
kemungkinan pelaku akan berfikir seribu kali ketika akan melalrukan perbuatan
keji tersebut.

B. Saran-saran
1. Mengingat perbuatan proslilusi tennasuk perbuatan dosa yang sangat besar,
serta berdampak terhadap tatanatl sosial masymakat, bisa merusak rumah
tatlgga seseorang, selain itu juga akan 111enin1buikat1 penyakit yang satlgat

81

ganas, maka diharapkan pertisipasi dari berbagai kalangan masyarakat dalam


upaya menanggulangi prostitusi tersebut, khususnya di Cierbon yang akhirakahir ini tempat-tempat prostitusi mulai marak berm1mculan. Kamudian bagi
aparat penegak hukum agar benar-benar tegas dalam memberikan sanksi bagi
siapa saja yang melakukan tindak pidana prostitusi dengan sanksi pidana sesuai
aturan hukum yang berlaku agar minimal memberikan efek jera bagi
pelakunya, serta diberikan penyuluhan kepada seluruh lapisan masyarakat akan
besarnya bahaya yang ditimbulkan dari perbuatan prostitusi.
2. Agar

penanggulangan prostitusi di

Cirebon rnembuahkan hasil

yang

diharapkan, maka hendaknya pemerintah segera meninjau ulang terhadap Perda


yang ada sekarang ini, kerena kurang berfungsi sebagai preventi, yaitu dengan
masih banyaknya para pelaku prostitusi berkeliaran di penjuru kota, terutama
pada ketentuan pidananya yang masih sangat kurang dan jauh dari nilai
preventif. Disamping itu penberian sanksi terhadap pelaku prostitusi hams
diperberat, baik berupa ketentuan hukuman kurungan maupun hukuman denda,
paling tidak ketentuan pidananya bisa membuat jera terhadap para pelaku
prostitusi.
3. Demi terlaksananya Perda Kabupaten Cirebon No.I tahun 2002 tentang
prostitusi, masyarakat diharapkan mematuhi berbagai aturan hukum yang di
ciptakan oleh pemerintah agar tujuan dan upaya penangulangan prostitusi di
Cirebon dapat te1wujud dan terealisasikan, sehingga masyarakat Cirebon
terhindar dari perbuatan keji itu, terutan1a generasi muda.

82

4. Sebagai tindak Janjut untuk memberdayakan para pelaku prostitusi atau para
WTS yang sudah terjaring, maka hendaknya Pemda membuat lapangan
pekerjaan atau sebagi aktivitas rutin bagi pelaku, dengan mengadakan
pelatihan-pelatihan/keterampilan

sesuai

dengan

bakat

masing-masing.

Tentunya harus ada anggaran dari Pemda untuk mengadakan pelatihan


terse but.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur'an al-Karim.
Adib, Aktifis Sosial, Wawancara Pribadi, Cirebon, 12, Februari 2008.
Arikunto, Suharsimi, Managemen Penelitian, Cet. 11, Jakaiia: PT. Rineka Cipta,
1993.
'Audah, Abdul Qodir, Al-Tasyri' al-Jinai al-Is!ami Muqoronan bi al-Qonun al-Wad'i,
Cet. XI, Beirut: Muassasah al-Risalah, 1992.
Bahrudin, K., Pimpinan Pondok Pesantren Al-Ma'unah, Kepuh, Pasar Minggu,
Cirebon, Wawancara Pribadi, Cirebon, 15 Januari 2008.
Bagi, Muhammad Fuad Abdul, al-Lu'lu' wa al-Marjan, Jil. I, Bairut: Daar al-Fikr, t.t.
Bagi al-, Al-Ba'la, al-Maurid, Beirut: Daar al-'llm, 1977.
Sadily, Hasan dan John M. Echols, Kamus Jnggris- Indonesia, Jakarta: Gramedia,
1990.
Bonger,

De Maa/schappelijke Oorzaken der Proslitutie, Verspreide


Geschriften, dell II, Amsterdam, 1950, (terjemahan), B. Simanjutak,
Mimbar Demokrasi, Bandung: tp., April 1967.

W.A.,

Bukhori al-, Imam Abi Abdillah Muha~mad bin lsma'il bin Ibrahim lbnu alMughiroh bin Bardazabah, Shohih al-Bukhari, Jil, X, Bai rut: Daar al-Fikr,
1981
Chazawi, Adam, Buku Pelajaran Hukum Pidana Bagian I (stetsel Pidana, lindak

pidana, teori-teori pemidanaan, dan ba/as berlakunya hukum pidana),


Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1987), h. 550.
Djazuli, A., Fiqih Jinayah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000.
Gatra.com, Polresta Grebek Enam Hotel Melati, info terbit pada tanggal 2 September
2005 di akses dari www.gatra.com

84

Kartono, Kartini, Patologi Sosial, Jil. I, Ed. 2, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2005.
Kizwini al-, Al-Hafidz Abi Abdillah Muhammad bin Yazid, Sunan Ibnu Majah, Juz.
II, Bairut: Daar al-Fikr, 1995.
Kompas, 634 Tahun Kata Cirebon Menemukan Kembali Makna Kola Wali, artikel

diahes pada 21Februari2004 dari www.kompasonline.com


Kusairi, Kepala Seksi Umum Satpol PP. Kab. Cirebon, Wawancara Pribadi, Cirebon,
I 5 Januari 2008.
Lembaran Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 05 tahun 2002 Seri Edisi 4 Peraturan
Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 0 I Tahun 2002 Tentang Larangan
Perjudian, Prostitusi dan Minuman Keras.
Liputan6, Rumah Kos-Kosan di Cirebon Dirazia, berita terbit pada Kamis, 20
September 2007 di akses dari www.liputan6.com
Malik, Muhammad Abduh, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, Cet.
I, Jaka1ia: PT. Bulan Bintang, 2003
May, G., Encyclopedia of Social Science, dalam Ka11ini Kartono, Patologi Sosial,
(Jakmia: PT. Raja Grafindo Persada, 2005) Ji!. I, Edisi 2, h. 215-216.
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Cit. VI, Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
Muslih, Ahmad Wardi, Hukum Pidana Islam, cet. [,Jakarta: Sinar Grafika, 2005.
Naisaburiy al-, Abu al-Husain Muslim lbnu al-Hajjaj al-Qusyairiy, Shohih kiuslim,
Juz. II, Bairut: Daar al-Fikr, 1995.
Pradjodikoro, Wi1jono, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia, Bandung: PT.
Eresco, 1969.
Rahman, Abdur, Tindak Pidana Dalam Syari 'at Islam, Jakarta: Rineka Cipta.tt.
Robett P., Masland., Estridge, David, Jr., Apa Yang Ingin Diketahui Remaja Tentang
Seh, Jakarta: Bumi Aksara, 1987.
Sabiq, al-Sayid, Fiqh al-Sunnah, Jil. II, Beirut: Daar al-Fikr, 1977).

--------------, Fiqih Sunnah, Terjemah: Moh. Nabhan Husein, Jilid IX, Bandung : PT.

al- Ma'arif, 1995.

85

Sabuni as-, Muhammad Ali, Rawai'ul Bayan Tafsir Ayaat al-Ahkam min al-Qur'an,
Jil. II, Beirut: Daar al-Fikr, t.t.
Salesman,

Frans, "Prostitusi", artikel


http://www.wordpress.com.

diakses

pada

April

2007

dari

San'ani as-, Al-Imam Muhammad bin Ismail al-Amir al-Yumna, Subul al-Salam, Jil.
4, Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi wa Awladuhu, 1950.
Santoso, Topo, Menggagas Hukum Pidana Islam, Bandung: As-Syamil, 2000.
Sedyaningsih, Endang, Perempuan-perempuan Keramat Tunggak, Jakarta, Pustaka
Sinar Harapan, 1999.
Siddiqy as-, Muhammad bin 'llan asy-Syafi'i al-Asy'ari al-Makki, Dali! al-Falihin Ii
Turuq Riyadh al-Shalihin, Jil. 4, t.k.: Daar al-Fikr, t.t.
Soedjono, Pelacuran Ditilyau dari Hukuman Kenyataan dalam Masyarakat,
Bandung: Karya Nusantara, 1977.
Subroto, Teddy, Kepala Bidang Ketertiban Satpol PP. Kab. Cirebon, Wawancara
Pribadi, Cirebon, 15 Januari 2008.

Tatapangarsa, Humaidi, Sex Dalam Islam, Surabya: PT. Bina Ilmu, t.t.
Terence H, Hull, Endang Sulistianingsih, Gavin W. J,
Jakai1a: Pustaka Sinar Harapan, 1997.

Pelacuran di Indonesia,

Thawil Ath-'Usman, Ajaran Islam Tentang Fenomena Seksual, cet. I, Jakarta: PT.
Raja Grafindo, 1997.
Truong, Tahnh-Dam, Pariwisata dan Pelacuran di Asia Tenggara, Te1jemahan:
Moh. Arif, Jakarta: LP3ES, 1992.
Yunus, Mahmud, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, Jakarta: PT. Hida Karya Agung,
2002.
Zamroni, Anang dan Asrori, Ma'ruf, Bimbingan Seks lslami, eel. I, Surabaya:
Pustaka Anda, 1197.
Zuhaili, Wahbah, Fiqh al-Islam Wa Adi!latuh, .Juz. VI, Bairut: Daar al-Fikr, 1995.

--------------, Tafsir al-Munir. Jil. 18, Beirut: Daar al-Fikr al-Muashir, 1991.

para pelaku tindak pidana prostitusi, clan ketika Perda tentang prostitusi belum
acla (belum diberlakukan) maka ketika mereka melakukan prostitusi, polisi
menjawab, kami tidak ada paying hokum, maka kami merasa ticlak dipersalahkan.
Jadi dengan adanya perda, polisi mempunyai dasar hukum secara hukum,
disamping sebagai payung hukum bagi polisi, sementara masyarakat juga
menuntut tegas langkah-langkah peerintah dalam meninclak lanjuti prostitusi
secara hokum. Dan didukung oleh pemerintah ldmsus perda kabupaten

ci~bon

sehingga usulan dari pemerintah, rakyat clan tokoh agama merupakan tolak ukur
pemerintah untuk segera diberlakukan perda prostitusi.

Jakarta, 1 Februari 2008

Yang di Waw

Yang Mewawancarai

~~
Istii'amah

Hasil Wawancara
Nam a

: Teddy Subroto, SE

Jabatan

: Kepala Bidang Ketertiban Satpol PP Kab. Cirebon

Hari/Tanggal : Selasa, 15 Januari 2008


Tern pat

: Kantor Satpol PP Kab. Cirebon

Waktu

: 12.00 s/d 13.00 WIB.

Jsi Wawancara :

1. Apa yang dimaksud prostitusi meuurut Bapak?


Prostitusi adalah masyarakat yang berbuat mencari penghasilan dengan menjual
seks.
2. Apa faktor penyebab timbulnya prostitusi yang ada di Cirebon?
Faktor ekonomi, kebanyakan mereka yang sudah janda dan juga karena masalah
prostitusi dikalangan masyarakat sendiri masih ada yang pro dan kontra.
3. Apa yang melatar belakangi lahirnya Perda Kabupaten Cirebon No.1 Tahon
2002 Tentang Prostitusi?
Bahwa Perda terseb11t lahir secara terpadu, sepe1ti: POLRES, KAPOL PP, Bupati
dan dikaitkan dengan Instansi-Instansi, sepe1ti: Dinas Sosial, Yayasan dan lainlain. Juga masyarakat dan tokoh-tokoh Agama.
4. Apa sanksi bagi pelalrn tindak pidana prostitusi menurut Perda Kah.
Cirebon No.I Tahun 2002 Tentang Prostitusi?
Bahwa sanksi bagi pelaku tindak pidana ini, disamping dikenakan denda 5 juta
Rupiah juga orangnya akan

mendapat pengawasan

dari

kepol isian dan

kt!banyakannya n1ereka jera.


5. Bagaimana tanggapan Bapak tentang diberlaknkannya Perda tentang
prostitusi?
Cukup bagus, karena merupakan suatu usaha untuk berusaha menegakkan Perda
yang ada.

6. Untuk sekarang target opcrasinya di daerah apa saja?

Untuk saat ini yang sedang atau lagi diincar adalah: Terminal, TempaHempat
parker dan trnk-trnk.
7. Apa kendalll bapak dalam menangani tindak pidana prostitusi di Cirebon?

Kendalanya yaitu di Cirebon ini masalah prostitusi mayoritasnya bukan orang


Cirebon sendiri melainkan dari luar wilayah. Sehingga kendalanya karena bukan
masyarakat Cirebon jadi harus mengurns antar wilayah lain yang beersangkutan.
Kadang ketika operasi atau rajia pada kabur dan kembali

kedaerah

asalnya.sehingga sulit untuk melacalmya karena tugasnya hanya berwenag di


Kab. Cirebon.
8. Bagaimana caranya masyarakat melaporkan

kejadian-kejadian yang

berkaitan dengan prostitusi?

Caranya yaitu bisa melalui SMS Polling Terbuka, ke Polres langsung dan lainlain sehingga masyarakat dapat melaporkan kejadian-kejadian yang ada tanpa
dipungut biaya.
9. Bagaimana cara-cara penangkapan di Satpol PP'!

Caranya yang pertama; memberikan peringatan selan1a satu minggu, yang keDua; operasi seminggu kemudian yang Ke-tiga setelah tiga minggu maka barn
ditangkap selanjutnya barn BAP.

Jakarta, 1 Febrnari 2008

Yang di Wawancarai

Yang Mewawancarai

Teddy Subroto, SE

Isti'amah

Hasil Wawancara
Nam a

: Ors. Kusairi, MSi

Jabatan

: Kepala Seksi Umum Satpol PP Kab. Cirebon

Hari/Tanggal : Selasa, 15 Januari 2008


Tern pat

: Kantor Satpol PP Kab. Cirebon

Waktu

: 10.00 s/d 12.00 WIB.

lsi Wawancara :
1. Apa yang dimaksud prostitusi menurut Bapak?

Prostitusi adalah perselingkuhan, hubungan di luar nikah.


2. Apa faktor penyebab timbulnya prostitusi yang ada di Cirebon?
Faktor yang utama adalah ekonomi, suami yang tidak bertanggung jawab dan
suami yang sudah tidak berfungsi alat kelaminnya.
3. Apa dampak prostitusi terhadap kehidupan masyarakat?
Penyebaran penyakit, terdapat cacat si anak dan yang jelas meresahkan
masyarakat.
4. Apa bentuk tindak pidana prostitusi menurut Perda Kah. Cirebon?
Dari segi sanksi

: Kurungan clan denda.

Dari segi tindak pidana : Pemerkosaan, pelecehan seksual, hobi jajan, kalangan
ekonom yang sukajajan seks.
5. Dimana

saja

biasanya

tempat-tempat yang

rawan

dijadikan

ajang

prostitusi?
Tempat prostitusi biasanya bermacam-macam, seperti Panti Pijat, Hotel, Warung
Ren1ang-remang, Diskotik dan Rumah-rumah Penginapan.

6. Berdasarkan data Perda Kab. Cirebon, seberapa banyak warga di Kab.


Cirebon yang terkena penyakit AIDS ?
Berdasarkan data yang ada penyakit AIDS di Cirebon, yaitu;

Pada tahun 2005 ada 7 orang

Tahun 2007 berjumlah 241

Kemudian dari dinas kesehatan terdata 270 dan dari Satpol PP sendiri terdata 365

7. Bagaimana langnkah-langkah penanggulangan prostitusi dalam Perda?


Langkah-langkah penanggulangannya yaitu:

Promotif dan preventif-Edukatif, meliputi:

>
>
>
>

Kegiatan melalui jalur keluarga

>

Melalui unit ke1ja

Kegiatan melalui jalur sekolah/pesantren


Melalui lembaga keagamaan
Melalui kemasyarakatan

Pengendalian dan pengawasan jalur resmi

Penangulangan jalur gelap

Terapi dan rehabilitasi

Jakarta, I Februari 2008

Yan di Wawancarai

Yang Mewawancarai

Drs. Kusairi, MSi

lsti'amah

Hasil Wawancara
Nama

: Kang Adib

Jabatan

: Aktifis Sosial

Hari/Tanggal : Selasa, 15 Januari 2008


Tempat

: Plered, Cirebon

Waktu

: Jam 16.00 s/d 17.30 WIB

Isi Wawancara:

I. Apa faldor penyebab timbulnya prostitusi yang ada di Cierbon?

Masalahnya, bahwa mereka (WTS) juga manusia yang perlu dimanusiakan, jadi
faktornya persoalan rakyat dengan negaranya. Yang jadi permasalahan, justru
para kalangan yang menge1ii lrnkum pada sibuk

b1~rdebat

membenarkan

pendapatnya masing-masing, sehingga golongan yang melakukan kemaksiatan


menjadi enak-enak saja dan merasa aman-mmm saja melakukannya karena hukum
masih diperdebatkan terns. Kemudian (prostitusi) bisa bebas saja, karena tidak
semua ym1g kaitannya dengan hukum. Kalau narkoba, nark:otika dm1 psikotropika
tidak bisa bebas, komunitasnya sangat tertutup, karena kekhawatiran mereka
kaitannnya dengan hukum. Kemudian faktor sebagian penegak hukum (pamong
Praja) yang menjadi oknum meucari kepentingan pribacli kmena tak kuatnya
clengan goclaan-godaan clalam bertugas di lapm1gan clisebabkan kurang kuatnya
imm1 .. bahkan istilah Japrem (Jaka Preman) itu ditujukm1 buat polisi, misalnya,
warung remang-remm1g, ketika polisi datang ditawarin minuman, disediakan
wanita, dikasih uang pula, gratis lagi, serta bebas clari hukum, dengan dalih
sedang bertugas. Kenapa ketika operasi/razia sealalu bocor? Sebenarnya yang

kalangan mereka sendiri yang mencari kepentingan pribadi. Sudah ada bukti
polisi yang tertangkap basah sedang asyik mabuk-mabukar1, main WTS dan judi
di ternpat prostitusi tmlpa membawa atribut tu gas kepol isiml alias kebutuhml

pribadi.

Kemudian

faktor penegak

hukum

yang

setengah

hati

dalam

melaksanakan penegakan hukum, karena penegak hukum juga bukan orang yang
paling benar dan tidak memunafikkan diri sebagai manusia, jadi tidak menutup
kemungkinan dari kalangan penegak hukunmya sendiri yang melanggar karena
banyak sekali godaanya.

2.

Bagaiman cara pemcrintah untuk meminimalisir maralmya prostitusi di


Cirebon scrta menindak lanjuti para pelaku

prostitusi~'

Yaitu dengan cara membuat tempat-tempat rehabilitasi, untuk saat ini di Cirebon
belum ada pesantren yang khusus menangani WTS, barn ada satu-satunya tempat
Panti Rehabilitasi yang membina prostitusi, yaitu siliasih (dikelola oleh Pak
Deden, dan pengawasannya pun sangat ketat karnna takut diteror oleh para germo
dan lain-lain). Tidak mudah untuk bisa masuk ke sana. Siliasih merupakan
Yayasan Sosial, kepunyaan pemerintah propinsi, tapi menurut saya, siliasih hanya
sebagai pemborosan saja, karena hasilnya masih kurang memuaskan, sehingga
saya dan Bpk. H. Abdul Latif, MM selaku Kabag TU Satpol PP mempunyai
ide/usul, yaitu lokalisasi, katanya lokalisasi bukan legalitasi, jadi perlu dibedakan,
lokalisasi hanya bersifat tempat, tapi kalau legalitas prostitusi dalam agama sudah
jelas haranmya dan tidalc boleh.

3. Bagaimana tanggapan Bapak tcntang diberlakukannya Pcnla tcntang


Prostitusi?
Oerahnya pemerintah menangani prostitusi itu sudah kehabisan aka!, dan Perda
jangan dijadikan ruwet. Persoalan masyrakat yang sudah dimarjinalkan itu sudah
semakin dimarjinalkan, ketika munculnya Perda prostitusi justru malah semakin
memotong hak manusiawi mereka yang sudah dimmjinalkan.

Jakaiia, I Februari 2008


Yang di Wawm1carai

Kang Adib

Yang Mewawancarai

Isti"amah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN


CIR E-B 0 N

") .--. "'I

...:.I.I\)..:_

DEf-.iGA:\ Rfu.'-LvfAT TLfl-iAN YANG .lvL.IJ{A. ES.'\

I
!

DlJPATI CIR.EDON
::Vlenimbang

I
\
l

I
\

a. bahwa pe1:judian, prostitusi dan minuman kl&<:f


dapat

menimb.l!J.i:;.an

gangguan

ketertiba

----------- ---umwn_ ketenteraman dan kesehatan. olcl,

-----

----

------- -.
p<?fbuatan dao. a.tau percdaranr..)
- --- -------------
perlu dilarang;
~

kar~!.l.'!.__j!!!_

--~---

._
-2-

b. bahwa dalam rangka larangan perjudi.


prostitusi dan n.mun:ian keras di Kabupa1
Cirebon perlu adanya ketentuan yang menga
larangar. sebagaimana dimaksud pada humJ
diatas;
c.

bc;rdasarkan .penimbang,:m

bah,va

sebag:c

mana di1naksud hutuf a dan b <liatas. ~

brangan perjudian. prostitu~i dan mi.11um:


!;eras b:nk tindakan melalui secara orefont
maupun

represif perlu

ditetapkan

denoa

~~~~~-'~~~~-=~

l. Cndang-Cndang ~<omi1r 1 Tahun 1946 rcm:m


T-
1_ ndmig-:_-nd::ng
i\..lf [i l)
I

l~ ndang-T_~ !1Ci:ing

~'.'.OJf1()f

14

Tahun

t>embL:t1 ru l.:.:.:n1

t211iang

tlala1n lln~s~.ungan ?rr>11lnsi .1a\\...J


Barat (Berita !'-Jeg;1ra Republi1.,: fodonesia
Tam2gal g .\.gustus 1950i.
.
Ki!i1up;:1ltii

Il
I
i

~-

3. Fn<lang-Cndan!! :Nomor 7 Tahun 197i leni:m~


Pene11ib:m Periudi:rn
(Lemb:ir:m :Ncg.1r:1
~

n . . . . l''o';~.
1'-'!) l

!ll\

Lm1hahall

.~

r ..... -1.- .. ~ ....._,;.\

.Ut\.iVti\.>JlU

T1hun
J.L.tl" JI

101.i

.!./If

,,,-,-,'v'-

.......
_...

--- ..:.

Rt:puhlik

I
I

-3-

4. Unda::ig-Undang Nomor 8 tahun 19'81 tentang


Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara
Republik Imlonesia Tahun 1981 J~omor 76,
Tambahan
Lembar<:n Negara Re'_publik
Indom:sia Nomor 3209)
5. Undang-Unclang

Tahun 1992
tcntang Kesehatarr (Lem!Jar.m Negara Republik
Lridoncsia Tahun 1992 1-..!onior 100, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3-1-95).
N01nor

23

6. Lndang-Uncbng ~'-fomor 22 Tahun 1999


tcntang Pcmcrimahan Dacrah (Lcmbaran .
\\:gara Rcpublik lndorn.:sia Tahun 1999
:.<omor 60. Tambahan Lembaran Negara
Rcpublik In<lonc:sia :\omor 3839).
.
.. .
':'-.omor
.
')
...
l .. nl!ang-L.in<.tllng

'T'

l()(l I

! ~10Ui1 ....

v ....

tcntang

'
.a
Jnc1or1e:,;i
!Lernbaran Negara Repuhlik Indorn:sia Tahun
~-(H}2 i'~or11or

2, TDmbni1a11

L~r11baran

1'-icgar;i

8. Perai.urnn Pemerinl:ii1 Nomor 27 Tahun 1933


'"'"f'ln-:r
......... ........ :::i
~

D.:>l1l.:.:
.....
'"' ......... ~ . .11~~1
. . . 1 .. w

LI,1u~J.,ncr-lf,1d~11-,
i\7""'1'\l-H' Q
..
... *;;:;>
J . H...
bw''-'~AU

TJhun 1:):)2. kntang Kitab Und.ang-linclang


Hul-u111

.-\c:ar:1

Pid:l!la

(L~mhara:1

Republik Indonesia Tahun 1983 No1nor 3r;

Tambahan Lembaran
L.'1done~ia ?-Jomor 32 52).

Negara

Repub'

9. Peraluran Daerah Kabupat.en Cirebon Nomnr

T ek.11ik Penyt.Jsun
Peraturan
Daerah
(Len1baran
Dat:r.
Kabuoakn
2000 Noi:wr 1 :;,
. Ctrebon Tahun
'
T a.liun

20(!0

knt3ng

D.1.)..

10. Peraturan Dacrah K;ibupaten Ci.rebon >.:omor


Tahun 200i ri:nrnng Penyidik Pegawai Neg<
Sipil (Lembaran Da.orah Kabupaten Cirebt
Tahun 2001 Nomor 4 Sc:ri E.3. Tambah:
Lemb;iran Daerah Nomor 14 Tahun 2001.

Dengan Pernetujuan
DE\.VAN PER\VAKILAN RAKYAT DAER.AR
KABUPATEN ClREBON
lvlEi'vfUTUSKAN

\1enetapkau

PERATURAN
DAERAI-l
IB1"'TA..N1
LARANGAN PERJUDIAN, PROSTITUSI DAJ
lvflNU11AN KERA.S.

-:5-

BAB I
ICETEl\111.JAN lI~vfu'l\f
Pa5al 1
Dalam Peraturan Daerah mi yang dimaksud dengan :
a. Daerah adalah 1:.abupaten Cirebon;
b. Bupati ad,1l;:h Bupati Cirebon:

S;1tu~111

C.

f)etjlltiian .:ld:llD.h

I>(yfisi ! 1.:!t11ong I>raja :/2i1g scia11J111r1}a dis!...11gk.::il S..i..11~c)


lJP acl,1lail :S:<iuan Polisi Lnnong Praia Kabup:ucn L'.i.n:bon:

~.ran2

ole-i1

~r,;gj;ir~tn

})t!rmairt3i1

i)Crsif~t unrUil@.-UiliUng~li

tiilakt1kiln 1nciah1i 1ne:til.1 Tcrrc-r1ti1 d;1L11r1

seorang

atau

.......
, . ....,ro
V~ld=:-

:~eni11k !)Crl;tnJhJ:~
..i:~n~_.
~..'-,

. ".,

...... ......... . . 1... ..... ,, ! .. , ....

l'-ll"-.:."""l' ......... ..4ll

..
t

f).,...-..,.r;n:
..i .-,.!.'\1Jh i,,.i,11rlt'"~T'
~-~i---11J
A
.!':..:.u!-... ~.~~~--"--~.:':""~.'-'
~..,A ~'- A\.JUul

....

1.lail~ atau
~

.\

.~

-'.:.:!.

l1adiaJ,-11adial1 scl'1a:di
-

ii

Ll

,, ..... ,

._,._.I'-~

lu'r
p;i(."~1
,1....,n~! \rt i~T!hJLln
'
....
.l ... <
,__..._,,,;::.

Stl.J.li.! tr:tt!SJ~si :::~rciJ~.l1t:2!.ii1:


<

murnm:m
m-:rn:ibul.kan:

h. Bad:m hukum adabh bcmuk perkumpuLm yang L>kh


uiakui sebag:ii subv.:k huf:um:
i.

?vkrnproduk~i

adalall

rnclakuk:in

hu~:c;m

.JI ~ii

mcnyiapkan, mengolah, mernbuar. rncngl.1~.';ilL1p_ mcngcmas. d;m


:;t;1upun mengub:1h bentuk menjJdi minum:in kcra;.

RillilSlll!mlllllll--~

-- -

-----~----

--

----~ .... -

---~----

.....--

........

i 1) Chd.; l..iram!an ad;d;tli suaill kc!!,i;itan pcnVc<haan. pcngadaan tla1


~-~--'----~~-'--~-~---'-~

memproduksi
men!!,ed,1rLm. men~l;on~umsi dr.n 11101nbawa mi.rJtl!nan keras d
T)dt.:rill1.

!Tl.~Jint.i.' l._rt fr_i


n..,.rt. . ' l """T ""'1
~-'----==-~L~-=-~~':::.:"~=:::.__~,.~-~.~t-'~C~~~--=~.:.:.!

;_!_. ,1.fl.

mcmproduksi.

mcngcdarLm.

rriVD\'iJ11DJfL
.
.

lncr1gkonsu1nsi dan mc1nl"'l.J\,'\"i1 rt1U1tlrt1~tn kcras tcnn:t.suk yang

rn.:.liml11nginya y;mg ad;i tii D;1;;rah.

Pasal 3
( l) ::>iapapun diiarang :
a. lvfenyed iakan,
pe1:judi:in.

mengadakan

/ b. . } l'vknvediakan.
<........-- . . --..

mengadakan

.--.

proHtitL,;_i.
c.

74m&.~ni.

'\1Y'<><illft(

!viemproduks~

dnn

mciakukan

perbuatan

dan

melakuJ.;an

perbuatan

~\'l-~ -n-.'l.:>lll'f(

meny11npan,

mengkonsumsi dan

m~mbnwa

menjual,

minuman keras.

menged:Jr~

------

--- -----

~
-7-

(2) Larangan sebagaimana dirnaksud pada ayat (1), berlakujuga bagi


mereka yang melindunginya.

(3) Larangan sebagaimana dimaksud ayat (1) teimasuk yang


dilakukan baik Jangsung at:!U ticlak lang8urtg ui 1uang te1tutup

ataupun ruang terbuk3.

( l J iViinuman keras sebagairn;::n.:i dnnaksud pasal .I ayac ( 1) huruf c,


dikdompokkan dalam golongan sc;bagai be:rikut :
a.

.lviinuman berJikohol golongan A Jdalah minum.an beralkoho!


dcngan kadar etanol (C2H50H) 1 ~;:, (satu pcrsen) sampai
dengan 5 o (lima pen:en).

b. l\.iinuman beraikohol golongan B :H!:il:1h minuman beralkohol


dengan kadar ctam'~ (C:'.H)(}f-I) lcbih dari 5 ;, (lirna persen)
sampai dcngim 20 "o ( dua puiuh pcrsen).
c.

\ 1finuman heralkohol gohmgan C Ji.blah r11inuman beralkohoi


dengan kadar er:moi (C2H50H) samp:1i dc:ngan 55 'Yo (lim:i
puluh lilna persen).

{2) ivfinuman k;;;ra:; sebagai.m:ma dimaksud ayal (1) <liperkenankan


u.ntuk dijual cl.Jn diedarkan L1nyJ p:id.:i Hore! berbint:ing 3 (tiga),
4 I em pat) clan :5 (lima).

' i,,,
I
i

I
\

-8-

(3) l\m_iualan <Ian pcngedaran mint<n-,<ln kcras sebagailnana dilnahsuci


p:ida ayat (2) han.ya uniuk langsung dinLUlUJT, di
ri~p;...ri--.=.t-.':'lfiL'ln
.........\..._.. .. ..,..;1.
'"'"...,.....

LO.J.

k1n,~at

<lan li<lak

u1t11i.
crl:if...,,.,11:'}
lr,;:,.l\l'lr ]01."l\,.;
...
............
... ......... u ........ ,. ..... u._
t ..u.:.>,..

B.. \B III

..
--

( 1) S.;riap wa_rga masvarnkat di D<!erJh w:iiih beq)er:Jn serta sec::ira

:i1'tif d;:ilam

P~:na~~><ulan11an p.:.;::<1d1J1;.

keras.
i 2)

;irosurns; Jan minumar;

\.\';irga yang mcngcialmi ad:i;iYJ pcri~Ii\Ya seb.agai:n:i~a di~uaks~d


~;at (1), tid:ik dihc.n:irbn m:iin haki.rn scndi.ri dan \V;ijib

meiaporkannya kepad<I

piJrn~.

yang b.cnven:mg.
i

( J) Peng:1wasan dan pengendalian dilakukan ttrh;idap :


:i.

I<:.!.npat-temp::it yang diduQa ;iuu p;irut diduga menyediakan,


mengadakan <lan melakukan peijudian dan atau prostitusi.

b. Temp:it-temp:it yang di<luga :itau pJtut didilg:i men1produksi,

mcnyi:mpan. mcnjual dan mcnged;irkan rninuman keras.

-9-

(2) Pengawasan clan pengendalian sebagairnana dimaksu<l pa<la ayat


(1) dilaks:makan oleh SATPOL PP dbersama-sama POLRJ.

B.'-\.B V
SANKSI

ADiv1lNI~TRASI

P<isal 7
Bagi pihak yang dikecualikan scbagairnJna dirnaksud dal:tm Pas::! 4
ayat (2) dan ayar (3) apabila nelanggar ketcam1:m dal.:rm Pc.rat:urc.t1

l)3erah ini, dikenakan sanksi admi.11isrrasi berupa pene;\buun izi.,1


t1saha.

B,.:\ l~

\ 11

kunmgan <:eJama-lam;;ny:i 6 (.:;nam) hnlan ti:m JlJtt


~cbanyak-banvaknva Rp. 5.000.000,00 (1ima juta nmi:ihl.
12} TindJk pidana sebagaimana dimaksud pada <ivat (ii acl:iialt
l

i
f,
I

pe-ianggat"nn.

-j

0-

BAB Vll
K.ETENTUAN PEN'.!D)JKA.~
PJsal 9
(i )

!-Jrns11s seb;;g_;ii Pcnvidik w1rnk mc:I<:.kukrm pnvidiha;1 \i:ida

2id:1na I?.dangp.ilran Peraturnn Oaerah sesuai ketentuan :kram:1


2
.. u;,-;:-:n1r-1:n:l:1"tr::n
''rlr10
i1,-:.1}3'!p
,. -l
l.--- r ._,
.. " : . .
~t _.;z, - .t-. .:.

'~
-}

-
. ...
.
.
\\.c\..,:c;.1.111g r ..:1rv1..Jt1-~ s..:.;_:.;., g.:t 1!11.:! !1Zi

IJei:tngg;;rJii 1Jcr~1rura11 Dacrt111 agar }\eter~11gan JtJu


~~r:.;c!-;ur

!Jp0ta1,

rnciijadi lcngka-1) dan.jc1as ;

b. ivkndiri. mencari clan mengumpuikan kererangan rnengcnai


or.:ing pribadi at::u badan tent;:mg, kebenaran perbu:itan Y;mg
dilalrnkan sehuhungan dengan tjudak pidanil cian2gJr;m
Peraruran Daerah:
c. [\.fe1ninta ketcrangan dan bahan bukti dari orang pribadi dan
'Jiau badan sehubungan .:Iengan tindak pi<lnn;i pdanggar:m
Peraturan Daerah;

-11-

d. :Niemeriksa buku-buku, catatan-catatzn dan dokumendokumen lain berkenaan dengan tindak pidana pelanggaran

Pera!Uran Daerai1;
e. i\1elakukan penggeledahan untuk mendapathan hahan bukti
p<::mbukuan, pencatatan, clan dokurnen-dokumen lilin s,.::rta
mdakukan pet1yitaan terhadap barang b'ik1i iersebut:
l~ ~\ierrlitlt:t

~ugas

11

bL1I!tUa!1

l('fl:J..~3

pe:n::i'-iikan

t~t1d.Jk

'\I-mu-.
.- "" .. ~r;~11
tJvl
14\ ::,
l,

J\..o)\.-

t)fJng

aflli ({3]J111 fJ!i.Q;~;J r~..:jaf:;;t{1~1;lr)


r:idana !)elar1gg:ir.:!1i I=\;r;.;n1r Jf!

,.~LI!::=:
... n., 1)--1la1ra1
..._.
'.(.
.&.
l

. .Jr1ttd_-:

dick:ngar

-~

..

I lJ I \.i

~.

r ..

----------

---~---~-

------

- l ::'-

k. ivfolakuk<.m

tindakan lain yang pedu

penyidik~u1

untuk

tind:11: pid::na menurur hukum


die11anggu11g)a\;ab!;;,n.
(''\)
\ -- J

kdancaran

y:1ng

dapat

t!irn:tks11d
pa cl a ayJ1 ( 1.) memberifJhuL1:: di.i1ul;:inya pcnyir!ih<in cla;i
menyampaikan ha~ii pcny1dikannya mcialw: ptliyidik POLRI

B ..~B -, !II

I.J:: TE:'.'~TC A'.<

PE~l_:

]"i..'P

H:1l-hal yang belum diatur daiam Peramr:m D:ierab ini sepanjang


mengenai reknis pelaksanaannya akan diteiapkan icbih lanjut dengan
Kcpuiusan Bupati.

P:1s;i I 11

Peraturan Dacrah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

-13-

.-\gar
setiap
orang
dapat
mengetahuinya,
mcrcerintal1km
pengund::mgan Per:itur:ill Daerah ini dengan pene111patannya dalam
Lembaran Daerah Kabupaten Cirebon.

L.'irer;;pkan di '.'umber
P{i.(La t.arlgg.31 13

111ari:.t

'.?.0(f2

SL'P.\TI CIREBON

TTD
(

H. SUTISNA, SH

;p ATEN CJREBON

"

L21vfBARAN DAERAH KABUP ATEN Clill~BON T Am TN 200


NOMOR 05 SERI E.4.

Anda mungkin juga menyukai