Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Pembelajaran adalah seperangkat kegiatan (event) yang mempengaruhi peserta didik
sedemikian rupa sehingga peserta didik memperoleh kemudahan dalam belajar. Hal ini
dikemukakan oleh Briggs yang dikutip oleh Anni (2009 : 191). Berdasarkan pengertian
tersebut, kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang sangat penting dalam memperoleh
pemahaman yang lebih baik, khususnya pemahaman konsep matematika. Oleh karenanya,
pengajar harus bisa menyelenggarakan kegiatan pembelajaran dengan baik agar kemudahan
dapat dirasakan oleh peserta didik baik dalam proses belajar maupun saat mengatasi masalah
yang disediakan.
Matematika merupakan suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir, bersifat abstrak,
penalarannya bersifat deduktif dan berkenaan dengan gagasan terstruktur yang hubunganhubungannya diatur secara logis (Hudojo, 2003:40-41). Matematika adalah ilmu yang sangat
banyak penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari berhitung sederhana hingga
melakukan perhitungan kompleks nan rumit. Oleh karena itu, matematika menjadi mata
pelajaran wajib bagi siswa di segala jenjang, mulai dari SD, SMP, SMA, hingga Perguruan
Tinggi.
Matematika memiliki cabang ilmu yaitu Aritmatika, Aljabar, Statistika, Kalkulus, dan
Geometri. Meskipun terdapat cabang, namun antar cabang memiliki korelasi satu sama lain.
Geometri merupakan salah satu cabang matematika yang banyak digunakan orang karena
sangat aplikatif. Segala pengukuran baik di garis maupun bidang, bidang datar ataupun
bangun ruang tentunya berada dalam cakupan Geometri.
Menurut Depdiknas, sebagaimana yang dikutip oleh Sugiarto (2009:12), pembelajaran
matematika di sekolah bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam
pemecahan masalah.

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam
membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dalam pernyataan
matematika.
3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model
matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah.
Pendidikan di sekolah selalu menyertakan materi mengenai Geometri di setiap jenjang, setiap
kelas, bahkan setiap semester. Hal ini menunjukan pentingnya pembelajaran mengenai
Geometri. Buku karya Euclid, The Element; merupakan buku acuan awal dari materi
Geometri karena memuat aksioma-aksioma serta sifat-sifat geometri. Selain itu muncul
teorema seperti Phytagoras, Chavalier, de Ceva, dan lain-lain mengenai sifat Geometri.
Pendidikan yang baik harus bisa menyampaikan konsep dari para ahli tersebut dalam
pembelajaran Geometri dengan cara yang sesuai sehingga siswa mampu memahami secara
utuh.
Namun terkadang beberapa pengajar lupa bahwa konsep Geometri adalah konsep abstrak
yang tidak bisa hanya dengan menyampaikan aksioma-aksioma, sifat, dan rumus-rumus
geometri saja. Sementara itu siswa masih memiliki pola berpikir konkret. Perlunya alat
peraga pada konsep Geometri tidak bisa ditawar lagi. Keberadaan alat peraga sangat penting
sebagai proses abstraksi terhadap konsep geometri. Kemudian, selain dapat digunakan, alat
peraga perlu didesain menarik sehingga siswa merasa senang mempelajarinya. Dengan
adanya alat peraga, diharapkan siswa mampu mendapatkan pemahaman yang lebih baik.
Dalam praktik di lapangan, ada saja kendala dalam penyediaan alat peraga. Pertama,alat
peraga yang diperlukan dalam konsep geometri terbilang cukup banyak, sedangkan yang
tersedia sangatlah terbatas pada objek yang diprioritaskan. Kedua, dari banyak kasus di
sekolah, banyak alat peraga yang tak terawatt karena penyimpanannya yang tidak benar. Hal
ini dimaklumi karena pembelajaran materi Geometri tidaklah sering. Ditambah dengan
desainnya yang tidak cukup menarik atau terkesan biasa saja. Akibatnya siswa tidak
memiliki ketertarikan yang berarti untuk mengikuti pembelajaran Geometri. Ketiga, terdapat
konsep Geometri yang alat peraganya belum ada, contohnya pada materi Transformasi.

Selama ini konsep tersebut hanya diperagakan dalam bentuk gambar 2D yang sebenarnya
kurang merepresentasikan konsep Transformasi.
Salah satu tujuan dari pembelajaran matematika adalah kemampuan menyelesaikan masalah.
Suatu pertanyaan akan merupakan suatu masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan
adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin
(routine procedure) yang sudah diketahui si pelaku, maka untuk menyelesaikan suatu
masalah diperlukan waktu yang relative lebih lama dari proses pemecahan soal rutin biasa
(Shadiq, 2004:13). Realitanya, pemecahan masalah merupakan hal yang cukup sulit baik oleh
pengajar maupun murid. Hal ini dikarenakan sifat khusus matematika yang memiliki objek
abstrak. Dengan pola berpikir siswa yang umumnya masih berdasarkan konsep konkret
(dikarenakan pola perpikir berdasarkan apa yang dilihatnya), maka pola berpikir siswa perlu
dijembatani agar sampai kepada pola berpikir matematis yang bersifat abstrak, khususnya
konsep geometri. Perlu disadari bahwa daya serap Ujian Nasional Matematika SMA
mengenai geometri selalu ada di urutan bawah. Hal ini mengindikasikan lemahnya
pemahaman siswa mengenai geometri. Perlunya model pembelajaran sudah tak bisa
dipungkiri, untuk membantu pemahaman siswa.
Visualisasi memiliki peran penting dalam pengembangan pemikiran, pemahaman matematis,
dan dalam transisi dari berpikir konkret ke abstrak berkaitan dengan pemecahan masalah
matematis (Lavy, 2006). Visualisasi merupakan alat yang ampuh mengeksplorasi masalah
matematis dan untuk memberi arti bagi konsep konsep matematis dan hubungannya (Roska
& Rolka : 2006). Pemecahan masalah merupakan jantungnya matematika, dan inti dari
pemencahan masalah adalah visualisasi (Yin : 2011). Yin mengidentifikasikan peran
visualisasi dalam memecahkan masalah matematis : untuk memahami masalah,
menyederhanakan masalah, melihat masalah ke koneksi terkait, memenuhi gaya belajar
individu, sebagai pengganti untuk perhitungan, sebagai alat untuk memeriksa jawaban, dan
untuk mengubah masalah ke dalam bentuk bentuk matematis. Rendahnya kemampuan
siswa menyelesaikan masalah matematis khususnya geometri mengindikasikan rendahnya
kemampuan visual thinking yang disebabkan oleh pembelajaran yang kurang menampilkan
visualisasi pada siswa. Proses belajar yang hanya mengandalkan hafalan semata lebih sering
menemukan kebuntuan mana kala ada masalah yang sedikit berbeda namun masih berada

pada bahasan yang sama. Geometri merupakan konsep matematis yang sangat memerlukan
visualisasi, sehingga diperlukan media yang menjembatani proses visualisasi tersebut.
Konsep E-Learning merupakan konsep yang sedang digandrungi para pengajar mengingat
zaman sudah mulai banyak penerapan teknologi informasi. Konsep E-Learning melibatkan
pembelajaran multimedia. Konsep ini seolah menjadi jawaban atas masalah mengatasi
kejenuhan siswa terhadap proses belajar yang biasa. Apalagi ditambah dengan makin banyak
bermunculan produk-produk teknologi pendidikan diharapakan mampu membuat siswa
bersemangat serta dapat memahami konsep belajar secara utuh, khususnya konsep Geometri.
Sudah banyak produk teknologi pendidikan yang dapat digunakan untuk menunjang
pembelajaran geometri berbasis multimedia, baik untuk komputer maupun smartphone.
Untuk computer, terdapat banyak software yang dapat digunakan untuk menunjang
pembelajaran. Ada software yang bersifat umum (dapat digunakan untuk segala hal) yang
dapat dikembangkan menjadi media pembelajaran, adapula software yang memang khusus
sebagai software geometri interaktif, salah satunya adalah Cabri 3D. Cabri 3D merupakan
salah satu produk dari Cabrilog yang dapat digunakan untuk membuat , melihat, serta
merekayasa objek geometri dengan mudah dan cepat sehingga dapat digunakan sebagai
media pembelajaran geometri. Software ini diharapkan mampu membantu siswa memahami
konsep geometri lebih baik.
Berdasarkan uraian tersebut, dalam rangka mengusahakan ketuntasan belajar siswa maka
penulis mengadakan penelitian dengan judul Keefektifan Pembelajaran Geometri dengan
Metode Visualisasi Berbantuan Cabri 3D Terhadap Siswa SMA
1.2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, disusunlah rumusan masalah dalam penelitian, yaitu :
1. Apakah kemampuan menyelesaikan masalah peserta didik yang memperoleh
pembelajaran dengan metode visualisasi berbantuan Cabri 3D dapat mencapai KKM
(Kriteria Ketuntasan Minimal)?;
2.
Apakah kemampuan menyelesaikan masalah peserta didik yang memperoleh
pembelajaran dengan metode visualisasi berbantuan Cabri 3D lebih baik dari pada
peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan metode Direct Instruction (DI)?

1.3.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kemampuan menyelesaikan masalah peserta didik yang


memperoleh pembelajaran dengan metode visualisasi berbantuan Cabri 3D , untuk
mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal);
2. Untuk membandingkan kemampuan menyelesaikan masalah peserta didik yang
memperoleh pembelajaran dengan metode visualisasi berbantuan Cabri 3D dengan
peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan metode Direct Instruction (DI).

1.4.

Manfaat Penelitian
Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Memberikan pengetahuan mengenai keefektifan metode visualisasi berbantuan Cabri 3D
terhadap kemampuan pemecahaman masalah geometri;
2. Bagi guru, dapat menerapkan model pembelajaran yang variatif agar selain menanamkan
pemahaman kepada murid secara utuh, dapat juga memunculkan suasana kelas yang aktif
dan berwarna;
3. Bagi murid, diharapkan dapat terbantu dalam proses belajarnya sehingga dapat
memperoleh pemahaman yang utuh serta mampu mengatasi berbagai masalah yang
disediakan.

1.5.

Istilah
1.5.1. Keefektifan
Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (1995:100), keefektifan berasal dari kata
efektif yang artinya berhasil, tepat guna. Dalam penelitian ini, keefektifan adalah
tingkat keberhasilan dari metode pembelajaran yang diterapkan. Adapun indicator
keefektifan dari metode visualisasi berbantuan Cabri 3D ini adalah sebagai berikut.
1. Kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang memperoleh metode
visualisasi berbantuan Cabri 3D telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM);
2. Kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang memperoleh metode
visualisasi berbantuan Cabri 3D lebih baik dibandingkan peserta didik yang
memperoleh metode DI (Direct Instruction).
1.5.2. Visualisasi
Visualisasi (Hershkowitz dkk, 1990: 75) atau representasi adalah hal yang
berhubungan dengan kemampuan menggambarkan, mengubah, generalisasi,

mengkomunikasikan, membuktikan, membayangkan informasi visual, yang


memainkan peran utama dalam memahami geometri.
1.5.3. Software Cabri 3D
Cabri 3D adalah software interaktif matematika pada geometri ruang (Hery Sutarto,
2011:1).Software ini dapat digunakan untuk membuat, memandang, serta
memanipulasi objek geometri. Selain itu, software ini dapat digunakan untuk
melakukan pengukuran objek, serta dapat menghitung data numeric. Kemudian,
software ini dapat digunakan untuk membuat objek dinamis (seperti animasi) serta
membuat konstruksi yang lebih kompleks. Dengan demikian, software ini dapat
membantu pembelajaran geometri.
1.5.4. Kemampuan Menyelesaikan Masalah
Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (1995:221), kemampuan berasal dari kata
dasar mampu yang berarti berada, dapat, kuasa, dengan imbuhan ke-an kata mampu
menjadi kemampuan yaitu kesanggupan atau kecakapan. Pemecahan masalah
adalah proses terencana yang digunakan untuk memecahkan masalah yang belum
terpecahkan (Saad, 2008:120). Pada penelitian ini, kemampuan menyelesaikan
masalah adalah kemampuan peserta didik untuk menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan geometri.
1.5.5. Pembelajaran DI (Direct Instruction)
Model pembelajaran langsung (Direct Instruction) merupakan suatu pendekatan
mengajar yang dapat membantu siswa mempelajari ketrampilan dasar dan
memperoleh informasi yang dapat diajarkan tahap demi tahap. Model pembelajaran
langsung dirancang secara khusus untuk mengembangkan belajar siswa tentang
pengetahuan deklaratif dan pengetahuan procedural (Suyatno, 2009:73).
1.5.6. Geometri
Geometri adalah setiap bangun yang dipandang sebagai himpunan titik titik
tertentu (special set points) (Ismadji, 2001 : 1). Untuk bahasan materi geometri
berkisar tentang ruang dimensi tiga. Materi ruang dimensi tiga yang diajarkan
meliputi kedudukan titik, garis , bidang dalam ruang dimensi tiga; jarak dari titik
ke garis dan dari titik ke bidang dalam ruang dimensi tiga; serta besar sudut antara
garis dan bidang dan antara dua bidang dalam ruang dimensi tiga.
\

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Pengertian Belajar
Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya
(Slameto, 2010 : 10). Adapun menurut Gage dan Berliner sebagaimana dikutip
oleh Anni (2009 : 82), belajar adalah proses dimana suatu organisme mengubah
perilakunya karena hasil dari pengalaman. Perubahan perilaku tersebut
merupakan hasil dari interaksi berbagai macam unsur unsur belajar. Belajar
dipandang sebagai suatu system yang tersusun atas berbagai macam unsur,
diantaranya yaitu :
1. Pembelajar, yaitu peserta didik , warga belajar dan siswa;
2. Rangsangan (stimulus) indera pembelajar dapat berupa warna, suara, atau
bentuk dimana pembelajar harus focus pada stimulus tersebut agar dapat
belajar secara optimal;
3. Memori pembelajar, yaitu berisi berbagai kemampuan seperti pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan tindakan yang dihasilkan dari aktualisasi memori;
4. Respon, yaitu tindakan dari aktualisasi memori. (Anni, 2009:84-85).
Berbagai teori mengenai belajar telah dikaji oleh para ahli. Teori teori belajar
yang mendukung penelitian ini diantaranya adalah :
1. Teori Belajar Thorndike

Edward Lee Thorndike (1874 1949 ); merupakan tokoh teori belajar


Behavioristik. Menurut beliau, belajar adalah peristiwa terbentuknya
asosiasi asosiasi antara peristiwa peristiwa berupa stimulus dan respon.
Stimulus tersebut yaitu merupakan suatu perubahan dari lingkungan
eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk bereaksi
atau melakukan suatu respon. Hal ini sesuai dengan metode pembelajaran
visualisasi, dimana guru memberikan stimulus berupa objek objek peraga
sehingga mampu merepresentasi konsep yang diperagakan dalam bentuk
penyelesaikan masalah.
2. Teori Piaget
Jean Piaget (1896 1980) merupakan tokoh teori belajar konstruktivisme.
Beliau berpendapat bahwa belajar mendasar pada pengamatan yang
melibatkan seluruh indera, menyimpan kesan yang lebih lama, dan
menimbulkan sensasi yang membekas pada siswa. Kemudian, Piaget
membagi proses belajar menjadi 3 bagian yaitu asimilasi, akomodasi, dan
ekuilibrasi (penyeimbangan ). Guru memfasilitasi manakala terjadi
ketidakseimbangan (disekuilibrasi ).
Hal yang paling mendasar dari penemuan Piaget adalah belajar pada siswa
tidak harus terjadi hanya karena seorang guru mengajarkan sesuatu,
melainkan siswa harus mengerti bagaimana materi diperoleh dan
dimengerti.

Piaget

percaya

bahwa

belajar

terjadi

karena

siswa

mengkonstruksi pengetahuan secara aktif darinya, dan ini diperkuat bila


siswa memiliki kendali dan pilihan tentang hal yang dipelajari. Pengajaran
oleh guru mengajak siswa untuk bereksplorasi, melakukan manipulasi, baik
dalam bentuk simbolik maupun fisik. Piaget menjabarkan implikasi teori
kognitif pada pendidikan yaitu:
a. Memusatkan perhatian kepada cara berpikir atau proses mental anak,
tidak sekedar pada hasilnya. Guru harus memahami proses yang digunakan
anak sehingga sampai pada hasil tersebut. Pengalaman-pengalaman belajar
yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap fungsi kognitif dan
jika guru perhatian terhadap pendekatan yang digunakan siswa untuk

sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada


dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud.
b. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan
aktif dalam kegiatan belajar. Dalam kelas, Piaget menekankan bahwa
pengajaran pengetahuan jadi (ready made knowledge) siswa didorong
menentukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan
lingkungan.
c.

Memaklumi

adanya

perbedaan

individu

dalam

hal

kemajuan

perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh


dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu
berlangsung pada kecepatan berbeda. Oleh karena itu, guru harus
melakukan upaya untuk mengatur aktifitas di dalam kelas yang terdiri dari
individu-individu ke dalam bentuk kelompok-kelompok kecil siswa
daripada aktifitas dalam bentuk klasikal.
d. Mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi. Menurut Piaget,
pertukaran gagasan-gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan
penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung,
namun perkembangannya dapat disimulasi.
Pada metode pembelajaran visualisasi, hasil bukanlah suatu target yang
diprioritaskan. Kemampuan siswa untuk melakukan visualisasi merupakan
proses menuju pemahaman yang utuh (meskipun hasil dari pemecahan
masalah tetap menjadi indicator penelitian mengenai keefektifan metode
ini). Dengan bantuan Cabri 3D, siswa dapat mendemonstrasikan konsep
geometrinya sendiri sehingga pembelajaran tidak terus menerus berasal dari
guru. Hal ini karena guru hanya bertugas sebagai fasilitator untuk mengak
siswa mengeksplorasi objek geometri serta memanipulasinya dengan Cabri
3D, yang diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik.
2.2.

Pembelajaran Matematika
Para ahli psikologi dan ahli pendidikan memberikan pengertian mengajar
dengan definisi yang berbeda. Dalam (Rohani , 2004) berpendapat bahwa
merupakan proses membimbing pengalaman belajar. Pengalaman itu sendiri

hanya mungkin diperoleh jika siswa dengan keaktifannya sendiri bereaksi


terhadap lingkungannya. Misalnya, jika seorang siswa ingin memecahkan suatu
masalah maka ia harus berpikir menurut langkah-langkah tertentu. Sementara
menurut W. Gulo (2002 : 23) berpendapat bahwa mengajar adalah usaha untuk
memberikan ilmu pengetahuan dan berusaha melatih kemampuannya.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah
suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dalam hubungannya dengan
siswa, dan bahan pengajar serta mengatur situasi belajar siswa sehingga
tercipta situasi dan kondisi atau system lingkungan yang mendukung proses
belajar mengajar. Kemudian, Pembelajaran adalah seperangkat kegiatan (event)
yang mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga peserta didik
memperoleh kemudahan dalam belajar. Hal ini dikemukakan oleh Briggs yang
dikutip oleh Anni (2009 : 191).
Menurut Depdiknas, sebagaimana yang dikutip oleh Sugiarto (2009:12)
matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat
dalam pemecahan masalah.
2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dalam pernyataan matematika.
3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh.
4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Tujuan pembelajaran matematika yang diuraikan di atas akan tercapai apabila
guru mampu menguasai pembelajaran di dalam kelas. Dalam penguasaan
pembelajaran, beberapa hal yang perlu dipelajari adalah menerapkan dengan

jelas langkah atau proses pembelajaran yang dibagi dalam bagian-bagian kecil
pembelajaran kemudian setiap bagian tersebut disusun berdasarkan urutan yang
pasti atau hirarki (Saad, 2008: 209). Langkah-langkah pelaksanaan ketuntasan
belajar menurut Guskey (dalam Saad, 2008: 218-219) adalah sebagai berikut.
1. Merencanakan untuk ketuntasan belajar. Adapun langkah yang harus
dilakukan adalah :
a. Menentukan tujuan pembelajaran.
b. Merancang tes formatif.
c. Mempersiapkan remidial dan aktivitas pengkoreksian.
d. Merancang penyajian sumatif.
2.

Melaksanakan ketuntasan belajar di dalam kelas. Langkah langkah yang

perlu dilakukan adalah :


a. Menginformasikan siswa tentang tujuan dan langkah dalam pembelajaran.
b. Penerapan pembelajaran, meliputi :
1. mengajar dengan metode yang efektif;
2. memberikan tes untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran;
3. memberikan tes dan remidial untuk siswa yang belum mencapai ketuntasan
belajar;
4. memberikan banyak aktivitas kepada siswa yang telah mencapai ketuntasan
belajar dan memberikan remidial kepada siswa yang belum mencapai
ketuntasan.
c. Mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran.
2.3.

Metode Pembelajaran dengan Visualisasi


Visualisasi (Hershkowitz dkk, 1990: 75) atau representasi adalah hal yang
berhubungan dengan kemampuan menggambarkan, mengubah, generalisasi,
mengkomunikasikan, membuktikan, membayangkan informasi visual, yang
memainkan peran utama dalam memahami geometri. Duyet mendefinisikan
bahwa visualisasi adalah salah satu dari tiga proses kognitif bebas yang
memenuhi proses epistemologi khusus dalam geometri, selain konstruksi dan
penalaran (Ismi & Hidayatullah, 2012).
Adapun hasil yang diharapkan dari metode ini adalah peserta didik dengan
visual thinking. Visual Thinking atau Berpikir Visual menurut Brasseur adalah
proses intelektual intuitif dan ide imajinasi visual, baik dalam pencitraan
mental atau melalui gambar (Surya , 2010).

Visualisasi memainkan fungsi yang berbeda atau peran pada siswa


menggunakannya untuk memecahkan masalah. Ada 7 peran penting visualisasi
menurut Presmeg, yaitu :
1. Untuk memahami masalah. Dengan merepresentasikan masalah visual
siswa dapat memahami bagaimana unsur unsur dalam masalah berkaitan
satu sama lain;
2. Untuk menyederhanakan masalah. Visualisasi memungkinkan siswa
mengidentifikasi masalah serta pemecahannya dengan lebih sederhana,
memformalkan pemahaman soal yang diberikan dan mengidentifikasi
metode yang digunakan untuk semua masalah seperti itu;

Anda mungkin juga menyukai