PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Gula mempunyai posisi penting dalam tata gizi masyarakat Indonesia, karena
gula merupakan sumber kalori yang efektif dan sekaligus memberikan rasa manis
yang sangat diperlukan manusia. Konsumsi gula tidak hanya dalam bentuk gula
sentrifugal (gula pasir), tetapi juga gula non sentrifugal (gula merah, gula kelapa,
gula aren dan sebagainya) yang diproduksi secara tradisional. Fungsi gula sebagai
sumber rasa manis akhir akhir ini banyak digantikan bahan pemanis buatan seperti
siklamat, sakarin, aspartam dan sebagainya.
Kebanyakan orang kurang menyadari bahwa penggunaan bahan pemanis tak
berkalori seperti pemanis buatan itu mengurangi jumlah kalori yang diserap tubuh.
Sebagai gugus kimia yang terdiri dari unsur C (karbon), H (hidrogen) dan O
(oksigen) gula memiliki kadar kalori yang cukup tinggi yaitu sekitar 3950 kalori per
gram gula. Kadar kalori gula hampir sama dengan kadar kalori zat tepung 4180
kalori per gram. ( Prabowo, 1992 )
Meskipun gula merupakan bahan pangan yang penting dalam tata gizi
masyarakat, tetapi kebanyakan orang baru mampu mengkomsumsi gula dalam
jumlah yang hanya memberikan sumbangan 5,5 % terhadap penyediaan kalori secara
keseluruhan. Dengan makin meningkatnya pendapatan masyarakat, diharapkan
komsumsi gula meningkat pula sehingga dapat memberikan konstribusi dalam
perbaikan gizi penduduk.
Pengolahan tebu menjadi gula dilakukan dengan proses yang pertama yaitu
tebu dimasukkan ke unit stasiun penggilingan dengan lima kali proses penggilingan
dan air tebu yang dihasilkan dari stasiun penggilingan itulah yang disebut dengan
nira. Kemudian nira dialirkan ke unit stasiun penguapan (evaporator) yang gunanya
untuk menghasilkan nira yang lebih kental, setelah itu dipompakan pada unit stasiun
masakan / pengkristalan dan dilanjutkan pada unit stasiun putaran / sentrifugal yang
dimana dalam proses ini barulah terpisah antara kristal gula dengan molases.
Dari proses tersebut di atas, dihasilkan produk utama berupa kristal gula
putih yang di pasar dikenal dengan sebutan SHS (Superieure Hoofd Suiker) atau
Plantation White Sugar. Kadang kadang dihasilkan pula gula dengan mutu yang
lebih rendah, misalnya HS (Hoofd Suiker) yang dewasa ini umumnya tidak
dipasarkan. Selain gula kristal, pengolahan tebu menjadi gula menghasilkan pula
tetes (molases) yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kecap dan bahan
baku pabrik alkohol / spiritus serta Mono Sodium Glutamat (MSG) di dalam negeri
ataupun di ekspor. Dari tabel di bawah ini dapat dilihat bahwa permintaan molases
setiap tahunnya semakin meningkat di seluruh dunia.
Kebutuhan (Ton)
Produksi (Ton)
1989
74.400
428.200
1990
697.300
269.500
1991
626.700
121.900
1992
860.700
371.700
1993
910.000
277.800
1994
1.048.000
434.594
1995
1.100.000
514.470
1996
1.200.000
670.000
1.2
Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada Pra Rancangan Pembuatan Molases Pada
Pabrik Gula ini adalah untuk mengetahui bagaimana terbentuknya proses pembuatan
molases pada stasiun kristalisasi (masakan) dan stasiun putaran pada pabrik gula.
1.3
(design) konstruksi, operasi peralatan, serta proses pengolahan bahan mentah dan
bahan pendukung menjadi produk yang berdaya guna untuk bahan baku bagi proses
berikutnya, maupun digunakan langsung untuk kebutuhan masyarakat. Tujuan
rancangan unit utilitas ini adalah untuk mengaplikasikan ilmu Teknologi Kimia
Industri yang meliputi neraca massa, neraca energi, operasi teknik kimia, dan bagian
ilmu Teknologi Kimia Industri lainnya yang penyajiannya disajikan pada Pra
Rancangan Pembuatan Molases Pada Pabrik Gula. Bahan baku yang digunakan pada
kapasitas tebu sebesar 6000 ton/hari.
1.4
Manfaat Rancangan
Manfaat dari Pra Rancangan Molases Pada Pabrik Gula dalam tugas akhir ini
organisasi
perusahaan
yang
diperlukan
demi
kelancaran