Anda di halaman 1dari 8

PENDAHULUAN

Kusta merupakan suatu penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Mycobacterium leprae. Penyakit kusta salah satu penyakit menular yang menimbulkan
masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis, tetapi
meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya. Penyakit kusta umumnya terdapat di negaranegara sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara tersebut dalam
memberikan pelayanan yang memadai dalam bidang kesehatan, pengetahuan/pengertian,
pendidikan dan kesejahteraan sosial/ekonomi pada masyarakat.
Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga, termasuk sebagai
petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan/pengertian, kepercayaan
yang keliru terhadap kusta dan kecacatan yang ditimbulkan.
Insiden rate penyakit kusta meningkat sesuai umur dengan puncaknya terjadi pada
umur 10 20 tahun dan kemudian menurun.Prevalensinya juga meningkat sesuai dengan
umurnya dan puncaknya pada umur 30 50 tahun dan kemudian perlahan lahan
menurun.Penyakit kusta tersebar di seluruh dunia dengan endemisitas yang berbedabeda.
Diantara 11 negara penyumbang penderita kusta di dunia, Indonesia menduduki urutan ke 4.
Penyebaran penyakit kusta dari suatu tempat di seluruh dunia, tampaknya disebabkan oleh
perpindahan penduduk yang terinfeksi penyakit tersebut.Situasi kusta di Sulawesi Utara pada
tahun 2006 ditinjau dari beberapa indikator menunjukkan keadaan sebagai berikut : angka
penemuan penderita baru (case detection rate/CDR) 20,3 per 100.000 penduduk, angka
prevalensi 2,2 per 10.000 penduduk, angka cacat tingkat II 4,7 %, dan angka penderita anak <
15 tahun adalah 7,8%.
WHO saat ini menggunakan strategi global untuk memberantas penyakit kusta dengan
cara memberikan pelayanan kusta yang berkualitas, yaitu :
1. Bisa di akses oleh siapa saja yang membutuhkan.
2. Pengobatan Multi Drug Treatment (MDT) harus disediakan oleh Unit Pelayanan
Kesehatan.
3. Tidak ada halangan : geografis, ekonomis, dan jenis kelamin.
4. Berpusat pada hak pasien termasuk hak untuk mendapatkan pengobatan tepat waktu dan
memadai dengan memperhatikan kerahasiaan penderita.
5. Setiap aspek dalam manajemen kasus harus didasarkan pada bukti ilmiah

Untuk menekan penyebaran kusta di Indonesia, telah dibuat suatu rancangan


pemberantasan yaitu :
a. Tata laksana penderita
1

Penemuan penderita
Diagnosis dan klasifikasi
Pengobatan dan pengendalian pengobatan
Pencegahan cacat dan perawatan diri
Rehabilitasi medik
b.Tata laksana program
-Perencanaan
-Pelatihan
-Penyuluhan dan advokasi
-Supervisi
-Pencatatan dan pelaporan
-Monitoring dan evaluasi
-Pengelolaan logistik
Penyakit kusta merupakan penyakit menular yang masih banyak menimbulkan
masalah kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas
sampai masalah sosial, ekonomi, dan budaya. Oleh karena itu pemahaman yang benar tentang
kusta sangat diperlukan, agar penderita dapat didiagnosis dini dan diberikan pengobatan yang
tepat, sehingga tidak membuat kesalahan yang merugikan penderita.
Berdasarkan berbagai latar belakang dan tujuan di atas, Bagian Ilmu Kesehatan Kulit
Dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi / Rumah Sakit Umum Prof. R.
D. Kandou Manado, telah melakukan kerja sama dengan Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi
Utara untuk mengadakan suatu Orientasi Program Pemberantasan Penyakit Kusta bagi para
Dokter Muda yang sedang belajar secara praktis dan menjadi professional untuk menjadi
seorang Dokter.
Berikut ini akan kami laporkan kegiatan orientasi tersebut, yang dilaksanakan selama
1 hari yaitu hari 26 Februari 2014, yang dilaksanakan di Kantor Dinas Kesehatan Propinsi
Sulawesi Utara .

LAPORAN KEGIATAN
Hari Rabu 14 Mei 2014, Jam 09.00 14.00 WITA
Materi I
P.Materi

: Epidemiologi dan Program Pemberantasan Penyakit Kusta


: Jeanne Palit

Tujuan

: Setelah menyelesaikan modul ini, Co-Ass/Dokter Muda diharapkan dapat


menjelaskan tentang epidemiologi penyakit kusta dan program pemberantasan
penyakit kusta di Indonesia.

Materi II

: Diagnosis, Klasifikasi, dan Pengobatan dan Reaksi Kusta

P.Materi

: dr. Joy M. A. Zeekeon, MKes

Tujuan

: Setelah menyelesaikan modul ini, Co-Ass/Dokter Muda diharapkan dapat:


Memahami

tentang

patogenesis

dari

penyakit

kusta,

melaksanakan

pemeriksaan kulit secara lengkap dan benar, melakukan tes mati rasa sesuai
prosedur, menegakkan diagnosis penyakit kusta, menetapkan klasifikasi
penyakit kusta, memberikan pengobatan penyakit kusta sesuai rekomendasi
WHO, dan mengelola reaksi kusta dengan mengenal penderita reaksi dan
mengobati penderita reaksi.
Materi III

: Pencegahan Cacat dan Perawatan Diri

P.Materi

: Rein Tampi

Tujuan

: Setelah menyelesaikan modul ini, Co-Ass/Dokter Muda diharapkan mampu


memahami pencegahan cacat dan perawatan diri, dan secara khusus mampu
Menyebutkan pengertian cacat kusta, menjelaskan proses terjadinya cacat
kusta, menunjukkan letak saraf tepi yang dapat mengakibatkan cacat,
melakukan perabaan saraf dengan benar, melakukan tes fungsi sensorik (ST)
dan tes fungsi motorik (VMT) sesuai format Prevention Of Disability (POD),
mengisi format pencegahan cacat dengan lengkap dan benar, melakukan
perawatan diri pada mata, tangan, dan kaki

Jam 14.00-17.00 WITA


Praktek lapangan (Puskesmas Teling Atas), dibimbing oleh P2 Kusta Dinkes.

Anamnesis, pemeriksaan fisik, charting, diagnosis dan pengisian format POD


(Prevention Of Disability) pada pasien kusta. Hanya 1 orang pasien lama.

KESIMPULAN
Dari kegiatan Orientasi Program Pemberantasan Penyakit Kusta bagi para Dokter Muda,
bisa disimpulkan :

1. Penyakit kusta masih menjadi salah satu masalah penyakit kulit di Indonesia dan
khususnya di Sulawesi Utara yang perlu diberantas untuk mencapai Indonesia Bebas
Kusta 2020.
2. Berdasarkan data epidemiologis, penyakit kusta di Sulawesi Utara terbanyak didapatkan
di kota Bitung, Kabupaten Bolaang Mongondow, Kecamatan Airmadidi dan kota
Manado.
3. Diagnosis penyakit kusta didasarkan atas 3 cardinal sign, yaitu bercak yang mati rasa,
penebalan saraf disertai gangguan fungsi, dan pemeriksaan BTA positif. Jika salah satu
tanda di atas positif, maka pasien dinyatakan menderita kusta. Bila tidak menemukan
satupun cardinal sign, penderita hanya bisa di diagnosis sebagai tersangka (suspek)
kusta, dan perlu diamati serta diperiksa ulang setelah 3 6 bulan sampai diagnosis kusta
dapat ditegekkan atau disingkirkan.
4. Pengobatan termutakhir bagi penderita kusta saat ini ialah dengan Multi Drug Treatment
(MDT) yang diberikan berdasarkan klasifikasi kusta menurut WHO, yaitu : kusta dengan
tipe Pausi Basiler (PB) diberikan Rifampicin 600 mg/bulan (dosis supervisi), Dapsone
(Diamino Diphenyl Sulfone/DDS) 100 mg/hari (di minum di rumah). Kedua paket obat
itu disebut 1 dosis, dan harus diselesaikan 6 dosis, dalam jangka waktu 6 12 bulan.
Setelah itu penderita dinyatakan Release From Therapy (RFT) atau selesai berobat.
Untuk kusta dengan tipe Multi Basiler (MB) diberikan terapi Rifampicin 600 mg/bulan
(dosis supervisi), Dapsone (Diamino Diphenyl Su9lfone/DDS) 100 mg/hari (di minum di
rumah), dan clofazimine (Lamprene) 300 mg/bulan (dosis supervisi) + 50 mg/hari (di
minum di rumah). Ketiga paket obat itu disebut 1 dosis, dan harus diselesaikan 12 dosis,
selama 12 18 bulan. Setelah itu pasien dinyatakan selesai berobat atau Release From
Therapy (RFT).
5. Reaksi kusta merupakan suatu reaksi kekebalan (respon seluler) dan atau reaksi antigen
antibody (respon humoral), yang dapat timbul sebelum pengobatan, sementara
pengobatan, maupun sesudah pengobatan, namun sering terjadi pada 6 bulan sampai
setahun sesudah pengobatan. Reaksi ini di bagi dua tipe :
a. Reaksi tipe 1 (Reaksi Reversal; Reaksi Up Grading; Reaksi Borderline)
b. Reaksi tipe 2 (Reaksi ENL = Eritema Nodosum Leprosum)
Kedua reaksi tersebut dapat bersifat ringan atau berat, yang harus segera ditangani agar
tidak terjadi kecacatan dan berbagai komplikasi lainnya.
6. Pencegahan cacat sangat penting bagi pasien kusta untuk mempertahankan kualitas hidup
dan fungsi fungsi motorik, sensorik, maupun otonom. Cacat terjadi apabila telah timbul
gangguan saraf pada mata, tangan dan kaki penderita, yang disebabkan karena bebebrapa
hal seperti terlambat berobat MDT, terjadi reaksi berat dan tidak ditangani, penderita
dengan banyak tanda/bercak di kulit, serta penderita dengan nyeri saraf tepi atau ada
5

penebalan/pembesaran saraf. Untuk mengontrol keberhasilan pencegahan cacat,


dilakukan pengisian format POD (Prevention Of Disability) yang didalamnya terdapat tes
fungsi motorik (ST dan VMT).
7. Perawatan dini dilakukan dengan tujuan agar cacat yang sudah terlanjur ada, tidak akan
bertambah berat. Contoh, menghindari terjadinya luka pada tangan/kaki yang sudah mati
rasa dengan menyarankan agar senantiasa menggunakan alas kaki serta memeriksa
apakah ada luka di tangan dan kaki setiap malam hari, dan menghindari kekakuan sendi
jari jari dan pergelangan yang lumpuh dengan latihan teratur, atau melindungi mata
yang mengalami lagoftalmus agar tidak terjadi kebutaan

PENUTUP
Demikianlah laporan kegiatan Orientasi Program Pemberantasan Penyakit Kusta bagi
para Dokter Muda yang telah dilaksanakan selama satu hari, yakni hari Rabu, 14 Mei 2014 di
Kantor Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Utara.
Semoga program pemberantasan penyakit kusta ini dapat dilaksanakan secara
berkesinambungan khususnya bagi para Dokter Muda juga para petugas kesehatan,

pemerintah, dan masyarakat pada umumnya sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai
dalam rangka menuju Indonesia Bebas Kusta 2020.

LAMPIRAN

Praktek lapangan (Puskesmas Teling Atas), dibimbing oleh P2 Kusta Dinkes

Anda mungkin juga menyukai