PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang mencakup lebih
dari 17.500 pulau, baik yang berpenghuni dan memiliki nama, maupun yang
tidak berpenghuni dan belum memiliki nama.
Indonesia memiliki garis pantai terpanjang 81.000 KM, setelah Kanada.
Dari keseluruhan pulau yang dimilikinya, Indonesia memiliki 92 pulau terluar
yang tersebar di 19 provinsi. Sebanyak 67 pulau di antaranya berbatasan
langsung dengan negara lain dan 12 pulau di antaranya rawan diklaim oleh
negara lain.
Sebelum negeri ini merdeka, para pendiri bangsa merumuskan cara untuk
mengikat suku bangsa dalam sebuah negara kebangsaan. Tepatnya sebelum
pidato 1 Juni 1945, mereka berkumpul dan menyepakati persatuan sebagai
landasan negara Indonesia merdeka. Bahkan, Muhammad Yamin secara tersirat
menyinggung "negara kebangsaan" yang mengandaikan kedaulatan yang
berfungsi memberi perlindungan dan pengawasan pada putra negeri serta
kesempatan luas berhubungan dengan negara lain.
Dalam nada lain, Sosrodiningrat menegaskan bahwa persatuan berarti
bebas dari rasa perselisihan antar golongan, pertikaian antar individu dan suku.
Saat yang sama, perhatian, penghargaan, dan penghormatan terhadap corak
dan bentuk kebiasaaan kelompok lain menjadi penting untuk menopang
persatuan ini.
Persatuan merupakan kata yang penting di dalam Indonesia yang
beragam dalam hal agama, suku, etnis dan bahasa. Pentingnya persatuan
sebagai landasan berbangsa dan bernegara Indonesia bukan hanya bertumpu
pada perangkat keras seperti kesatuan politik (pemerintahan), kesatuan teritorial,
dan iklusivitas warga, akan tetapi juga memerlukan perangkat lunak berupa
eksistensi kebudayaan nasional. Bahwa persatuan memerlukan apa yang
disebut Soekarno sebagai "identitas nasional", "kepribadian nasional", dan
"berkepribadian dalam kebudayaan".
Akar nasionalisme Indonesia sejak awal justru didasarkan pada tekad
yang menekankan cita-cita bersama di samping pengakuan sekaligus
penghargaan pada perbedaan sebagai pengikat kebangsaan. Di Indonesia,
kesadadaran semacam itu sangat jelas terlihat. Bhinneka Tunggal Ika ("berbedabeda namun satu jua") adalah prinsip yang mencoba menekankan cita-cita yang
sama dan kemajemukan sebagai perekat kebangsaan. Dalam prinsipnya, etika
ini meneguhkan pentingnya komitmen negara untuk memberi ruang bagi
kemajemukan pada satu pihak dan pada pihak lain pada tercapainya cita-cita
akan kemakmuran dan keadilan sebagai wujud dari tujuan nasionalisme
Indonesia.
Prinsip Indonesia sebagai negara "bhineka tunggal ika" mencerminkan
bahwa meskipun Indonesia adalah multikultural, tetapi tetap terintegrasi dalam
keikaan dan kesatuan. Namun, realitas sosial-politik saat ini, terutama setelah
reformasi, menunjukkan situasi yang mengkhawatirkan: konflik dan kekerasan
berlangsung hanya karena persoalan-persoalan yang sebetulnya tidak
fundamental tapi kemudian disulut dan menjadi isu besar yang melibatkan etnis
dan agama.
Kini, setelah enam puluh enam tahun setelah Pancasila dikemukakan
secara publik saat ini merupakan momentum reflektif bagi bangsa Indonesia
untuk meradikalkan Pancasila agar bisa beroperasi dalam kehidupan sehari-hari.
Pancasila haruslah dijadikan dasar kehidupan bersama karena di dalamnya
mengajarkan nilai-nilai kehidupan bersama, multikulturalisme, persatuan,
demokrasi, keadilan sosial dan penghormatan terhadap kelompok-kelompok
minoritas. Pancasila haruslah menjadi perekat bangsa, menjadi landasan
persatuan dan kesatuan Indonesia.
Indonesia, dalam pandangan Nurcholish Madjid (1939-2005), merupakan
bangsa yang sukses. Bagaimana tidak? Indonesia adalah bangsa yang mampu
mempertautkan solidaritas kultural, merangkum tak kurang dari 250 kelompok
etnis dan bahasa, di sekitar 17.500 pulau. Dari sekian banyak etnis dan bahasa,
Indonesia mampu menghadirkan suatu lingua franca yang mampu mengatasi
isolasi pergaulan antarsuku.
Setiap bangsa sudah pasti mempunyai cita-cita yang ingin diwujudkan
dalam hidup dan kehidupan nyata. Cita-cita itu merupakan arahan dan atau
tujuan yang sebenar-benarnya dan mempunyai fungsi sebagai penentu arah
dari tujuan nasionalnya.
Kemampuan, kekuatan, ketangguhan dan keuletan sebuah bangsa untuk
melemahkan dan atau menghancurkan, setiap tantangan, ancaman, rintangan
dan gangguan itulah yang yang disebut dengan Ketahanan Nasional. Oleh
karena itu, ketahanan nasional mutlak senantiasa harus dibina dan dibangun
serta ditumbuhkembangkan secara terus-menerus dengan simultan dalam
upaya mempertahankan hidup dan kehidupan bangsa.
Pancasila sebagai dasar negara yang juga mempengaruhi ketahanan
nasional, merupakan hasil usaha pemikiran manusia Indonesia yang sungguhsungguh secara sistimatis dan radikal, yang dituangkan dalam suatu rumusan
rangkaian kalimat yang mengandung satu pemikiran yang bermakna dan bulat
untuk dijadikan dasar, azas dan pedoman atau norma hidup dan kehidupan
bersama dalam rangka kesatuan Negara Indonesia merdeka. Terbentuknya
Pancasila tidak bisa lepas dari keadaan sosial, politik dan ekonomi rakyat
Indonesia dibawah kolonialisme pada waktu itu.Semangat untuk menentang
penjajahan dan menjadi negara yang merdeka seutuhnya merupakan landasan
awaln dicetuskannya Pancasila.
Dalam merumuskan Pancasila, Soekarno berusaha menyatukan semua
pemikiran dari berbagai golongan serta membuang jauh-jauh kepentingan
perorangan, etnik maupun kelompok. Soekarno menyadari bahwa kemerdekaan
Indonesia adalah kemerdekaan untuk semua golongan. Menyadari akan
kebhinekaan bangsa Indonesia tersebut, Soekarno mengemukakan konsep
dasar Pancasila yang didalamnya terkandung semangat semua buat semua.
Pancasila tidak hanya digunakan sebagai ideologi pemersatu dan sebagai
perekat kehidupan dan kepentingan bangsa, tetapi juga sebagai dasar dan
filsafat serta pandangan hidup bangsa.
Sesuai dengan Tuntutan Budi Nurani Manusia, Pancasila mengandung
nilai-nilai ke-Tuhanan, Kemanusiaan (humanisme), Kebangsaan (persatuan),
demokrasi dan keadilan.
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di
Indonesia, memiliki nilai-nilai yang terkandung di dalamnya yang telah
dijelaskan dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai sumber dari keseluruhan
politik hukum nasional Indonesia
Berbagai kebijakan hukum di era reformasi pasca amandemen UUD 1945
belum mampu mengimplementasikan nilai-nilai fundamental dari Pancasila dan
UUD 1945 yang menumbuhkan rasa kepercayaan yang tinggi terhadap hukum
sebagai pencerminan adanya kesetaraan dan pelindungan hukum terhadap
berbagai perbedaan pandangan, suku, agama, keyakinan, ras dan budaya yang
disertai kualitas kejujuran yang tinggi, saling menghargai, saling menghormati,
non diskriminatif dan persamaan di hadapan hukum.
Dalam kajian filsafat hukum temuan Notonagoro, menerangkan bahwa
Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Sekalipun
nyata bobot dan latar belakang yang bersifat politis, Pancasila telah dinyatakan
dalam GBHN 1983 sebagai "satu-satunya azas" dalam hidup bermasyarakat
dan bernegara.
Tercatat ada pula sejumlah naskah tentang Pancasila dalam perspektif
suatu agama karena selain unsur-unsur lokal (milik dan ciri khas bangsa
Indonesia) Tanpa Pancasila, masyarakat nasional kita tidak akan pernah
mencapai kekukuhan seperti yang kita miliki sekarang ini. Hal ini akan lebih kita
sadari jika kita mengadakan perbandingan dengan keadaan masyarakat
nasional di banyak negara, yang mencapai kemerdekaannya hampir bersamaan
waktu dengan kita.
Tampaknya, Pancasila masih kurang dipahami benar oleh sebagian
bangsa Indonesia. Padahal, maraknya korupsi, suap, main hakim sendiri,
anarkis, sering terjadinya konflik dan perpecahan, dan adanya kesenjangan
sosial saat ini, kalau diruntut lebih disebabkan belum dipahaminya, dihayati, dan
diamalkannya Pancasila.
1.2 Batasan Masalah
Pancasila merupakan azas atau prinsip hukum yang merupakan sumber
nilai dan sumber norma bagi pembentukan hukum derivatnya atau turunannya
seperti undang-undang dasar, undang-undang, Perpu, Peraturan Pemerintah;
Perda, dan seterusnya. Hal demikian ini dapat kita simak dari rumusan Pasal 2
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang menegaskan: Pancasila merupakan sumber dari
segala hukum.
Selain itu, Pancasila juga sebagai dasar dan ideologi negara, yaitu sumber
kaidah hukum yang mengatur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan
meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar
negara.
Pancasila di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini tidak saja memiliki
makna strategis dan fundamelntal sebagai common denominator, sebagai way of
life atau weltanschaung kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat.
Bahkan lebih dari pada itu, dalam konteks juridis Pancasila merupakan prinsip
hukum yang merupakan sumber nilai dan sumber norma bagi pembentukan
hukum lainnya yang berlaku di Indonesia.
B. Ruang Lingkup
1. Menjelaskan Pancasila sebagai suatu ideologi Bangsa Indonesia
2. Menjelaskan permasalahan bangsa yang berkaitan dengan Ideologi Pancasila
3. Memberikan rekomendasi kelompok sebagai upaya meningkatkan ketahanan
pemuda di bidang ideologi Pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
1.
dari luar yang mempengaruhi dan mengubah nilai-nilai dasar yang selama ini
sudah ada dan manakah yang tidak boleh diubah.
Pancasila memiliki posisi yang bervariasi di dalam struktur negara dan
bangsa Indonesia, yaitu sebagai dasar negara, ideologi nasional, pandangan
hidup bangsa dan ligatur atau pemersatu bangsa. Semua ini berbasis pada
konsep nilai empat pilar bangsa (Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, Bhineka
Tunggal Ika). Sebagai konsep tersebut harus berada di dalam koridor yang jelas.
Sebagai dasar negara maka Pancasila menjadi acuan peraturan perundangundangan, sebagai ideologi nasional maka Pancasila adalah arah pembangunan
bangsa, Pancasila sebagai pandangan hidup maka Pancasila adalah pembentuk
pola pikir sikap dan tingkah laku atau karakter bangsa dan sebagai pemersatu
maka Pancasila sebagai pengikut kemajemukan.
1. Pembabakan Perjalanan Pancasila
Dalam perjalanan sejarahnya pancasila telah mengalami berbagai
perubahan rumusan maupun redaksionalnya, paling tidak sebanyak 6 kali.
Tabel 2.1
Pembabakan Perjalanan Pancasila
Pancasila I
Pancasila 2
1 Juni 1945
Sidang
BPUPKI
Pancasila 3
Pancasila 4
Pancasila 5
Pancasila 6
5 Juli 1959
1966
Piagam
Jakarta
Dekrit
Presiden
Orde Baru
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Rekomendasi
Usman, Wan dkk. 2003. Daya Tahan Bangsa. Jakarta: Program Studi
Pengkajian Ketahanan Nasional Program Pascasarjana Universitas Indonesia.
Wuryadi. Pancasila Untuk Indonesia dan Dunia (Konsistensi dan Dinamika
Gagasan Bung Karno). Dalam seminar Nasional Pancasila Untuk Indonesia,
Universitas Gajah Mada.
http://hmistain.blogspot.co.id/2011/09/pancasila-sebagai-perekat-bangsa.
Disusun Oleh :
1. Anuresma D. P.
152045910970
Penyusun