Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang mencakup lebih
dari 17.500 pulau, baik yang berpenghuni dan memiliki nama, maupun yang
tidak berpenghuni dan belum memiliki nama.
Indonesia memiliki garis pantai terpanjang 81.000 KM, setelah Kanada.
Dari keseluruhan pulau yang dimilikinya, Indonesia memiliki 92 pulau terluar
yang tersebar di 19 provinsi. Sebanyak 67 pulau di antaranya berbatasan
langsung dengan negara lain dan 12 pulau di antaranya rawan diklaim oleh
negara lain.
Sebelum negeri ini merdeka, para pendiri bangsa merumuskan cara untuk
mengikat suku bangsa dalam sebuah negara kebangsaan. Tepatnya sebelum
pidato 1 Juni 1945, mereka berkumpul dan menyepakati persatuan sebagai
landasan negara Indonesia merdeka. Bahkan, Muhammad Yamin secara tersirat
menyinggung "negara kebangsaan" yang mengandaikan kedaulatan yang
berfungsi memberi perlindungan dan pengawasan pada putra negeri serta
kesempatan luas berhubungan dengan negara lain.
Dalam nada lain, Sosrodiningrat menegaskan bahwa persatuan berarti
bebas dari rasa perselisihan antar golongan, pertikaian antar individu dan suku.
Saat yang sama, perhatian, penghargaan, dan penghormatan terhadap corak
dan bentuk kebiasaaan kelompok lain menjadi penting untuk menopang
persatuan ini.
Persatuan merupakan kata yang penting di dalam Indonesia yang
beragam dalam hal agama, suku, etnis dan bahasa. Pentingnya persatuan
sebagai landasan berbangsa dan bernegara Indonesia bukan hanya bertumpu
pada perangkat keras seperti kesatuan politik (pemerintahan), kesatuan teritorial,
dan iklusivitas warga, akan tetapi juga memerlukan perangkat lunak berupa
eksistensi kebudayaan nasional. Bahwa persatuan memerlukan apa yang
disebut Soekarno sebagai "identitas nasional", "kepribadian nasional", dan
"berkepribadian dalam kebudayaan".
Akar nasionalisme Indonesia sejak awal justru didasarkan pada tekad
yang menekankan cita-cita bersama di samping pengakuan sekaligus
penghargaan pada perbedaan sebagai pengikat kebangsaan. Di Indonesia,
kesadadaran semacam itu sangat jelas terlihat. Bhinneka Tunggal Ika ("berbedabeda namun satu jua") adalah prinsip yang mencoba menekankan cita-cita yang
sama dan kemajemukan sebagai perekat kebangsaan. Dalam prinsipnya, etika
ini meneguhkan pentingnya komitmen negara untuk memberi ruang bagi
kemajemukan pada satu pihak dan pada pihak lain pada tercapainya cita-cita
akan kemakmuran dan keadilan sebagai wujud dari tujuan nasionalisme
Indonesia.
Prinsip Indonesia sebagai negara "bhineka tunggal ika" mencerminkan
bahwa meskipun Indonesia adalah multikultural, tetapi tetap terintegrasi dalam

keikaan dan kesatuan. Namun, realitas sosial-politik saat ini, terutama setelah
reformasi, menunjukkan situasi yang mengkhawatirkan: konflik dan kekerasan
berlangsung hanya karena persoalan-persoalan yang sebetulnya tidak
fundamental tapi kemudian disulut dan menjadi isu besar yang melibatkan etnis
dan agama.
Kini, setelah enam puluh enam tahun setelah Pancasila dikemukakan
secara publik saat ini merupakan momentum reflektif bagi bangsa Indonesia
untuk meradikalkan Pancasila agar bisa beroperasi dalam kehidupan sehari-hari.
Pancasila haruslah dijadikan dasar kehidupan bersama karena di dalamnya
mengajarkan nilai-nilai kehidupan bersama, multikulturalisme, persatuan,
demokrasi, keadilan sosial dan penghormatan terhadap kelompok-kelompok
minoritas. Pancasila haruslah menjadi perekat bangsa, menjadi landasan
persatuan dan kesatuan Indonesia.
Indonesia, dalam pandangan Nurcholish Madjid (1939-2005), merupakan
bangsa yang sukses. Bagaimana tidak? Indonesia adalah bangsa yang mampu
mempertautkan solidaritas kultural, merangkum tak kurang dari 250 kelompok
etnis dan bahasa, di sekitar 17.500 pulau. Dari sekian banyak etnis dan bahasa,
Indonesia mampu menghadirkan suatu lingua franca yang mampu mengatasi
isolasi pergaulan antarsuku.
Setiap bangsa sudah pasti mempunyai cita-cita yang ingin diwujudkan
dalam hidup dan kehidupan nyata. Cita-cita itu merupakan arahan dan atau
tujuan yang sebenar-benarnya dan mempunyai fungsi sebagai penentu arah
dari tujuan nasionalnya.
Kemampuan, kekuatan, ketangguhan dan keuletan sebuah bangsa untuk
melemahkan dan atau menghancurkan, setiap tantangan, ancaman, rintangan
dan gangguan itulah yang yang disebut dengan Ketahanan Nasional. Oleh
karena itu, ketahanan nasional mutlak senantiasa harus dibina dan dibangun
serta ditumbuhkembangkan secara terus-menerus dengan simultan dalam
upaya mempertahankan hidup dan kehidupan bangsa.
Pancasila sebagai dasar negara yang juga mempengaruhi ketahanan
nasional, merupakan hasil usaha pemikiran manusia Indonesia yang sungguhsungguh secara sistimatis dan radikal, yang dituangkan dalam suatu rumusan
rangkaian kalimat yang mengandung satu pemikiran yang bermakna dan bulat
untuk dijadikan dasar, azas dan pedoman atau norma hidup dan kehidupan
bersama dalam rangka kesatuan Negara Indonesia merdeka. Terbentuknya
Pancasila tidak bisa lepas dari keadaan sosial, politik dan ekonomi rakyat
Indonesia dibawah kolonialisme pada waktu itu.Semangat untuk menentang
penjajahan dan menjadi negara yang merdeka seutuhnya merupakan landasan
awaln dicetuskannya Pancasila.
Dalam merumuskan Pancasila, Soekarno berusaha menyatukan semua
pemikiran dari berbagai golongan serta membuang jauh-jauh kepentingan
perorangan, etnik maupun kelompok. Soekarno menyadari bahwa kemerdekaan
Indonesia adalah kemerdekaan untuk semua golongan. Menyadari akan
kebhinekaan bangsa Indonesia tersebut, Soekarno mengemukakan konsep
dasar Pancasila yang didalamnya terkandung semangat semua buat semua.
Pancasila tidak hanya digunakan sebagai ideologi pemersatu dan sebagai

perekat kehidupan dan kepentingan bangsa, tetapi juga sebagai dasar dan
filsafat serta pandangan hidup bangsa.
Sesuai dengan Tuntutan Budi Nurani Manusia, Pancasila mengandung
nilai-nilai ke-Tuhanan, Kemanusiaan (humanisme), Kebangsaan (persatuan),
demokrasi dan keadilan.
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di
Indonesia, memiliki nilai-nilai yang terkandung di dalamnya yang telah
dijelaskan dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai sumber dari keseluruhan
politik hukum nasional Indonesia
Berbagai kebijakan hukum di era reformasi pasca amandemen UUD 1945
belum mampu mengimplementasikan nilai-nilai fundamental dari Pancasila dan
UUD 1945 yang menumbuhkan rasa kepercayaan yang tinggi terhadap hukum
sebagai pencerminan adanya kesetaraan dan pelindungan hukum terhadap
berbagai perbedaan pandangan, suku, agama, keyakinan, ras dan budaya yang
disertai kualitas kejujuran yang tinggi, saling menghargai, saling menghormati,
non diskriminatif dan persamaan di hadapan hukum.
Dalam kajian filsafat hukum temuan Notonagoro, menerangkan bahwa
Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Sekalipun
nyata bobot dan latar belakang yang bersifat politis, Pancasila telah dinyatakan
dalam GBHN 1983 sebagai "satu-satunya azas" dalam hidup bermasyarakat
dan bernegara.
Tercatat ada pula sejumlah naskah tentang Pancasila dalam perspektif
suatu agama karena selain unsur-unsur lokal (milik dan ciri khas bangsa
Indonesia) Tanpa Pancasila, masyarakat nasional kita tidak akan pernah
mencapai kekukuhan seperti yang kita miliki sekarang ini. Hal ini akan lebih kita
sadari jika kita mengadakan perbandingan dengan keadaan masyarakat
nasional di banyak negara, yang mencapai kemerdekaannya hampir bersamaan
waktu dengan kita.
Tampaknya, Pancasila masih kurang dipahami benar oleh sebagian
bangsa Indonesia. Padahal, maraknya korupsi, suap, main hakim sendiri,
anarkis, sering terjadinya konflik dan perpecahan, dan adanya kesenjangan
sosial saat ini, kalau diruntut lebih disebabkan belum dipahaminya, dihayati, dan
diamalkannya Pancasila.
1.2 Batasan Masalah
Pancasila merupakan azas atau prinsip hukum yang merupakan sumber
nilai dan sumber norma bagi pembentukan hukum derivatnya atau turunannya
seperti undang-undang dasar, undang-undang, Perpu, Peraturan Pemerintah;
Perda, dan seterusnya. Hal demikian ini dapat kita simak dari rumusan Pasal 2
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang menegaskan: Pancasila merupakan sumber dari
segala hukum.

Selain itu, Pancasila juga sebagai dasar dan ideologi negara, yaitu sumber
kaidah hukum yang mengatur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan
meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar
negara.
Pancasila di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini tidak saja memiliki
makna strategis dan fundamelntal sebagai common denominator, sebagai way of
life atau weltanschaung kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat.
Bahkan lebih dari pada itu, dalam konteks juridis Pancasila merupakan prinsip
hukum yang merupakan sumber nilai dan sumber norma bagi pembentukan
hukum lainnya yang berlaku di Indonesia.
B. Ruang Lingkup
1. Menjelaskan Pancasila sebagai suatu ideologi Bangsa Indonesia
2. Menjelaskan permasalahan bangsa yang berkaitan dengan Ideologi Pancasila
3. Memberikan rekomendasi kelompok sebagai upaya meningkatkan ketahanan
pemuda di bidang ideologi Pancasila.

BAB II
PEMBAHASAN
1.

A. Pengertian Ketahanan Nasional Indonesia


Ketahanan Nasional adalah kondisi dinamis suatu negara atau bangsa
yang terdiri atas ketangguhan serta keuletan dan kemampuan untuk
mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala macam dan
bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan baik yang datang dari
dalam maupun luar, secara langsung maupun yang tidak langsung yang
mengancam dan membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup
bangsa dan negara serta perjuangan dalam mewujudkan tujuan perjuangan
nasional.
Oleh karena itu, Ketahanan Nasional adalah kondisi hidup dan kehidupan
nasional yang harus senantiasa diwujudkan dan dibina secara terus-menerus
serta sinergik yang harus selalu didasari oleh pemikiran geopolitik dan
geostrategi sebagai sebuah konsepsi yang dirancang dan dirumuskan dengan
memperhatikan konstelasi yang ada disekitar Indonesia.

Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia adalah konsepsi pengembangan


kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan
keamanan yang seimbang, serasi dan selaras dalam seluruh aspek kehidupan
secara utuh, menyeluruh dan terpadu berlandaskan Pancasila, UUD 1945, dan
Wawasan Nusantara.
Dengan kata lain, konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia merupakan
pedoman (sarana) untuk meningkatkan (metode) keuletan dan ketangguhan
bangsa yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional,
dengan pendekatan kesejahteraan dan keamanan.
Hakikat Ketahanan Nasional Indonesia adalah keuletan dan ketangguhan
bangsa yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional
untuk dapat menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara dalam mencapai
tujuan nasional.
Hakikat konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia adalah pengaturan dan
penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan secara seimbang, serasi dan
selaras dalam aspek hidup dan kehidupan nasional.

1.

B. Pancasila Sebagai Ideologi


Secara teori suatu ideologi bersumber dari suatu aliran pikiran/falsafah
dan merupakan pelaksanaan dari sistem falsafah itu sendiri. Menurut Antoine
Destut de Tracy (1836) Ideologi merupakan ilmu tentang terjadinya cita-cita atau
gagasan. Lalu dipertegas oleh Daniel Bell sebagai sistem keyakinan untuk
memotivasi orang atau kelompok masyarakat untuk bertindak dengan cara
tertentu sebagaimana diajarkan oleh ideologi tersebut.
Sesuai dengan sejarah bangsa Indonesia, pemerintah telah menetapkan
Pancasila sebagai pedoman dan pandangan hidup. Pancasila ini merupakan
buah hasil pemikiran bersama para pemikir bangsa yang disusun sebagai bentuk
pengintegrasian persatuan dan kesatuan bangsa. Pancasila merupakan tatanan
nilai yang digali atau dikristalisasikan dari nilai-nilai dasar budaya bangsa
Indonesia yang sudah sejak ratusan tahun lalu tumbuh berkembang dalam
masyarakat di Indonesia. Pancasila sendiri sebagai ideologi terbuka, tidak dapat
mengingkari adanya beberapa konsekuensi keberadaannya di tengah ideologi
dunia lain.
Ciri khas ideologi terbuka adalah cita-cita dasar yang ingin diwujudkan
masyarakat bukan berasal dari luar masyarakat atau dipaksakan dari elit
penguasa tertentu.Namun, terbuka kepada perubahan yang datang dari luar,
tetapi memiliki kebebasan dan integritas untuk menentukan manakah nilai-nilai

dari luar yang mempengaruhi dan mengubah nilai-nilai dasar yang selama ini
sudah ada dan manakah yang tidak boleh diubah.
Pancasila memiliki posisi yang bervariasi di dalam struktur negara dan
bangsa Indonesia, yaitu sebagai dasar negara, ideologi nasional, pandangan
hidup bangsa dan ligatur atau pemersatu bangsa. Semua ini berbasis pada
konsep nilai empat pilar bangsa (Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, Bhineka
Tunggal Ika). Sebagai konsep tersebut harus berada di dalam koridor yang jelas.
Sebagai dasar negara maka Pancasila menjadi acuan peraturan perundangundangan, sebagai ideologi nasional maka Pancasila adalah arah pembangunan
bangsa, Pancasila sebagai pandangan hidup maka Pancasila adalah pembentuk
pola pikir sikap dan tingkah laku atau karakter bangsa dan sebagai pemersatu
maka Pancasila sebagai pengikut kemajemukan.
1. Pembabakan Perjalanan Pancasila
Dalam perjalanan sejarahnya pancasila telah mengalami berbagai
perubahan rumusan maupun redaksionalnya, paling tidak sebanyak 6 kali.
Tabel 2.1
Pembabakan Perjalanan Pancasila

Pancasila I

Pancasila 2

1 Juni 1945

Sidang
BPUPKI

Pancasila 3

Pancasila 4

Pancasila 5

Pancasila 6

22 Juni 1945 18 Agus 1945 29 Okt 1949

5 Juli 1959

1966

Piagam
Jakarta

Dekrit
Presiden

Orde Baru

Sehari setelahUUD RIS


kemerdekaan

Realitas sejarah ini menunjukkan bahwa pancasila senatiasa akan


menghadapi proses pemahaman antara pihak yang mempertahankan dan pihak
yang sebaliknya, sebagai konsekuensi logis di tengah peradaban dunia yang
kian tidak menentu.

2. 5 Sila Sebagai Kesatuan yang Utuh


Kelima sila Pancasila merupakan kesatuan yang bulat dan utuh sehingga
pemahaman dan pengamalannya harus mencakup semua nilai yang terkandung
didalamnya.
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung arti spiritual, memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua pemeluk agama dan penganut
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa untuk berkembang di Indonesia.
Nilai ini berfungsi sebagai kekuatan mental spiritual dan landasan etik dalam
ketahanan nasional, dengan demikian atheisme tidak berhak hidup di bumi
Indonesia dalam kerukunan dan kedamaian hidup beragama.
2. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, mengandung nilai sama derajat,
sama kewajiban dan hak, cinta-mencintai, hormat-menghormati, keberanian
membela kebenaran dan keadilan, toleransi dan nilai gotong royong.
3. Sila Persatuan Indonesia, mengandung arti bahwa pluralisme masyarakat
Indonesia memiliki nilai persatuan bangsa dan kesatuan wilayah yang
merupakan faktor pengikat, dan menjamin keutuhan nasional atas dasar Bhineka
Tunggal Ika. Nilai ini menempatkan kepentingan dan keselamatan bangsa dan
negara di atas kepentingan pribadi atau golongan, sebaliknya kepentingan
pribadi dan golongan diserasikan dalam rangka kepentingan bangsa dan negara.
4. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, mengandung nilai kedaulatan berada di tangan
rakyat (demokrasi) yang dijelmakan oleh persatuan nasional yang riil dan wajar.
Nilai ini mengutamakan kepentingan negara dan bangsa dengan tetap
menghargai kepentingan pribadi dan golongan, musyawarah untuk mufakat dan
menjunjung tunggi harkat dan martabat serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
5. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, mengandung nilai sikap
adil, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, menghormati hak orang
dan sikap gotong royong ,dalam suasana kekeluargaan, suka memberi
pertolongan kepada orang, suka bekerja keras, dan bersamasama mewujudkan
kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia terdapat dalam
Alinea IV Pembukaan UUD 1945, Pancasila sebagai ideologi nasional diatur
dalam Ketetapan MPR RI No.:XVIII/MPR/1998. Pancasila sebagai pandangan
hidup dan sumber hukum diatur dalam Tap. MPRS RI No.: XX/MPRS1966 jo.
Tap. MPR RI No.:IX/MPR/1976.
Pancasila merupakan ideologi nasional, dasar negara, sumber hukum dan
pandangan hidup bangsa Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan aplikasi nyata
Pancasila secara murni dan konsekuen baik objektif maupun subjektif.

Pelaksanaan objektif adalah bagaimana pelaksanaan nilai-nilai yang terkandung


dalam ideologi tersurat atau paling tidak tersirat dalam UUD 1945 dan segala
peraturan
perundang-undangan
dibawahnya,
serta
segala
kegiatan
penyelenggaraan negara. Pelaksanaan subjektif adalah bagaimana nilai-nilai
tersebut dilaksanakan oleh pribadi masing-masing dalam kehidupan sehari-hari
secara pribadi, anggota masyarakat dan negara. Pancasila mengandung sifat
idealistik, realistik ,dan fleksibilitas sehingga terbuka terhadap perkembangan
yang terjadi sesuai realitas perkembangan kehidupan tetapi tetap sesuai dengan
idealisme yang terkandung di dalamnya.

1. D. Peran Masing-Masing Komponen Bangsa Untuk Mengimplementasikan


Nilai-Nilai Pancasila.
1. Segala macam bentuk pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah
harus didasari pada hakikat manusia sebagai monopluralis yang meliputi
susunan kodrat manusia, jiwa dan raga, sifat manusia sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial serta kedudukan kodrat manusia sebagai
makhluk pribadi bediri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan YME.
2. Dalam bidang politik negara harus mendasarkan pada kekuasaan yang
bersumber pada penjelmaan hakikat manusia sebagai Individu (makhluk
sosial) yang terjelma sebagai masyarakat. Dalam pengertian lain
pengembangan politik harus mendasarkan diri pada moralitas seperti
yang tertuang dalam Pancasila.
3. Dalam bidang ekonomi, pemerintah harus terus mendorong sistem
perekonomian Indonesia yang mendasarkan diri pada moralitas
humanistik berbasis ekonomi yang berkemanusiaan. (ekonomi
kerakyatan), yang tidak hanya mendasarkan pada pada mengejar
pertumbuhan saja melainkan juga mendasarkan atas kekeluargaan
seluruh bangsa.
4. Pengembangan IPTEK harus mendasarkan pada sila pertama yang coba
mengkomplemasikan ilmu pengetahuan, mencipta, serta perimbangan
antara rasional dan tidak rasional, antara akal, rasa, dan kehendak. Jadi
pengembangan IPTEK tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan,
dibuktikan, dan diciptakan, tetapi juga dipertimbangkan maksud dan
akibatnya apakah merugikan manusia dan lingkungan. Tidak hanya itu,
pengambangan IPTEK juga harus beradab karena IPTEK adalah hasil
budaya manusia yang beradab dan bermoral.
1. Pemerintah (Negara)
2. Rakyat

1. Dalam bidang sosial budaya, masyarakat hendaknya mendasarkan ke


lokalitasannya sebagai bagian terintegrasi dengan Pancasila. Hal ini harus
berkesesuaian dengan etika pancasila yang bersifat humanistik. Artinya nilai-nilai
Pancasila mendasarkan pada nilai yang bersumber pada harkat dan martabat
manusia sebagai makhluk yang berbudaya. Pancasila harus dijadikan sumber
normatif bagi peningkatan humanisasi dalam bidang sosial budaya
2. Dalam kehidupan beragama, masyarakat seharusnya mengembangkan suatu
suasana bermasyarakat ke arah terciptanya kehidupan bersama yang penuh
toleransi, dan saling menghargai. Agar konflik-konflik yang berdasar pada agama
dapat diredam dengan baik.

1. Tantangan Terhadap Ideologi Pancasila


Pancasila di tengah-tengah ideologi besar dunia (kapitalisme dan Sosialisme)
dapat digambarkan melalui teori pendulum, yang bergerak mengayun ke kanan dan
kiri namun pada dasarnya tetap berada pada porosnya. Bung Hatta pernah berkata
bahwa menggambarkan masa depan Pancasila ibarat berlayar atau mendayung,
dan kita melampaui di antara pulau-pulau besar.
Ideologi negara yang seharusnya menjadi acuan dan landasan seluruh elemen
bangsa Indonesia khususnya para negarawan, para politisi dan pelaku ekonomi
serta masyarakat dalam berpartisipasi membangun negara, justru menjadi kabur
dan terpinggirkan. Padahal, ibarat darah dalam tubuh dan ibarat pelumas bagi
sebuah mesin, Pancasila sangat vital bagi kelangsungan hidup NKRI. Dengan latar
belakang sejarah perjalanan eksistensi Pancasila tersebut, setidaknya tercatat tiga
faktor menonjol yang membuat Pancasila semakin termarjinalkan dalam
perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara:
Gambar 2.1.
Faktor Termarjinalkannya Pancasila

Tidak hanya tantangan di atas, Pancasila juga mendapat tantangan dari


Trans Ideologi seperti: liberalisme, individualisme, pragmatisme, hedonisme dan
juga ideologi lain yang didatangkan dari luar negeri. Secara ontologis, relasi
Pancasila pada dasarnya dapat digambarkan sebagai relasi antara manusia
dengan the ultimate reality, alam semesta, sesama manusia, negara bangsa,
masyarakat, dan dunia global.
Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Dr Ichlasul Amal
MA pernah mengatakan bahwa ajaran Pancasila yang hakiki sama sekali tidak
sesuai dengan arus modernisasi yang masuk ke bumi tercinta Indonesia. Hal ini
disebabkan perkembangan ekonomi dunia yang cenderung kapitaslistik sama
sekali tidak sesuai dengan ekonomi Pancasila yang berasaskan kerakyatan.
Sementara ekenomi global sama sekali tidak memandang hal tersebut. Tidak
hanya itu, sila-sila yang ada dalam Pancasila juga sudah mulai tidak dipahami.
Contohnya, sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Banyak umat
manusia yang masih mempersoalkan dan memperdebatkan agama. Mestinya,
hal itu tidak perlu terjadi karena semua itu sudah tercakup dalam Pancasila.
Belum lagi soal lainnya. misalnya sila Persatuan Indonesia dengan ditandai
masih ada yang mempersoalkan suku dan ras dalam menjalankan hubungan
sosial masyarakat.
Dalam ranah ke Indonesiaan Pancasila mendapat tantangan dari internal
seperti konflik Ambon kedua dan terakhir bom bunuh diri di kota Solo hari Minggu
25 September 2011 serta konflik-konflik yang telah terjadi sebelumnya antar
suku, antar kampung, antar pelajar, dan antar mahasiswa dan diperparah
dengan isu munculnya Negara Islam Indonesia (NII) menunjukkan bahwa usaha
membangun kebersamaan dalam kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia
berdasarkan ideologi Pancasila selama ini belum berhasil sepenuhnya.
Menghadapi permasalahan ideologis dan fenomena-fenomena paham patologis
lainnya yang mengancam kebersamaan bangsa Indonesia, khususnya
menghadapi adanya gerakan sektarian Islam radikal, terorisme, dan NII, dalam
pidato Bung Karno sebetulnya sudah diantisipasi ketika membicarakan prinsip ke
tiga versi pidato atau sila ke empat versi UUD 1945, yaitu prinsip Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan
khusus untuk golongan Islam dengan menyebutkan:
Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu
negara untuk satu golongan, walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan
negara semua buat semua, satu buat semua, semua buat satu. Saya yakin
syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia ialah permusyawaratan
perwakilan. Untuk pihak Islam, inilah tempat yang terbaik untuk memelihara
agama. Kita, sayapun, adalah orang Islam, maaf beribu-ribu maaf, keislaman
saya jauh belum sempurna, tetapi kalau saudara-saudara membuka saya
punya dada, dan melihat saya punya hati, tuan-tuan akan dapati tidak lain tidak
bukan hati Islam. Dan hati Islam Bung karno ini, ingin membela Islam dalam

mufakat, dalam permusyawaratan. Dengan cara mufakat, kita perbaiki segala


hal, juga keselamatan agama,
Potret NII adalah potret tentang disintegrasi dan rekonsolidasi. Karena
terjadi penyimpangan faham dan ajaran Islam yang dipraktekkan organisasi NII.
Pergerakan NII jelas-jelas hanya sebuah kelompok yang mengklaim
memperjuangkan Negara Islam, tapi nyata bertentangan dengan Islam. Hal ini
tentunya bertentangan dengan beberapa sila dalam Pancasila seperti sila
pertama, sila ke tiga dan penjelasan butir-butirnya dalam Pancasila.
1. Urgensi Pemahaman Komprehensif Terhadap Nilai-Nilai Pancasila
Terhadap Ketahanan Nasional
Ketahanan nasional merupakan suatu keadaan yang harus terus diwujudkan
oleh segenap masyarakat Indonesia, dengan cara berpegang pada 3 dasar
untuk mewujudkan ketahananNasional Indonesia yaitu: Pancasila, UUD 1945,
dan wawasan Nusantara. Sebagai salah satu dasar dalam pewujudan
Ketahanan Nasional, Pancasila harus mampu terinternasilasi dan
terimplementasikan dengan baik di tiap pribadi masing-masing individu.
Pancasila sebagai satu satunya dasar filsafat negara RI merupakan suatu azas
kerohanian negara yang mengandung nilai nilai essensial yang secara obyektif
telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak zaman dahulu sebelum mendirikan
negara. Nilai nilai tersebut merupakan bagian yang integral dari suatu sistem
nilai yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang akan memberikan pola bagi sikap,
tingkah laku dan perbuatan bangsa Indonesia. Melalui ke 5 sila yang terkandung
dalam Pancasila, bangsa Indonesia senantiasa berpedoman dan menjadikan
Pancasila sebagai satu satunya hakekat dalam mempertahankan pertahanan
dan keamanan dalam mewujudkan ketahanan nasional.
Masing-masing sila telah memberikan koridor yang cukup jelas dalam
acuan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sila pertama mengandung makna segala hal yang berkaitan dengan
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, moral negara, moral penyelenggara
negara, politik negara, pemerintahan negara, hukum peraturan perundangan,
kebebasan dan hak azasi warga negara harus dijiwai nilai nilai Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Sila kedua, Mengandung makna bahwa negara dalam menjaga
ketahanan nasional menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai
makhluk yang beradab.
Sila Persatuan Indonesia, Mengandung makna bahwa suatu perbedaan
yang ada dalam suatu bangsa hendaknya tidak dijadikan alasan untuk menjadi
konflik dan permusuhan melainkan diarahkan pada suatu kedaan yang saling

menguntungkan yaitu persatuan dalam kehidupan bersama untuk mewujudkan


ketahan nasional.
Sila ke empat Mengandung makna adanya kebebasan yang harus disertai
dengan tanggung jawab baik terhadap masyarakat, bangsa maupun secara
moral terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Serta mengakui adanya persamaan hak
yang melekat pada setiap individu, kelompok, ras, suku dan agama.
Sila kelima mengandung nilai nilai yang merupakan tujuan negara
sebagai tujuan hidup bersama. Keadilan dalam hubungan manusia dengan
dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain, manusia dengan lingkungan,
bangsa dan negara serta hubungan manusia dengan Tuhan, agar terjadi
hubungan yang harmonis dan bebas konflik untuk mewujudkan ketahanan
nasional yang utuh.

BAB III
PENUTUP
A.

SIMPULAN

Eksistensi Pancasila yang lahir bersamaan dengan lahirnya negara


Indonesia membawa konsekuensi logis sebagai suatu pandangan hidup
berbangsa dan bernegara yang harus terinternalisasi bagi seluruh masyarakat
Indonesia. Pemahaman dan pengimplementasian Pancasila yang terintegrasi
dengan baik mutlak diperlukan agar masing-masing komponen negara (rakyat &
pemerintah) dapat menjadi aktor yang secara aktif mampu menjadi bagian dalam
upaya menjaga ketahanan nasional bangsa. Sebagai generasi penerus bangsa,
pemuda harus bisa menjadi penggerak dalam usaha memajukan bangsa. Bentuk
usaha tersebut bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah
dalam hal penguatan ideologi, dimana ideologi bangsa Indonesia adalah
Pancasila. Pancasila ini menjadi pedoman dan falsafah bangsa dalam segala
kehidupan, sehingga dibutuhkan adanya pemahaman makna Pancasila oleh
semua lapisan masyarakat sedini mungkin.
Kelangsungan sulitnya dan termarjinalkannya Pancasila dalam paruh
dasawarsa ini akan menjadi ancaman faktual yang serius bagi kelangsungan
hidup negara-bangsa Indonesia terutama dalam konteks ketahanan nasional.
Oleh karena itu, kewaspadaan terhadap berbagai ancaman-ancaman faktual
yang setiap saat muncul baik dari dalam negeri maupun dari percaturan
Internasional, perlu ditanamkan dalam jiwa setiap warga negara dan seluruh
komponen bangsa. Kita tentunya tidak ingin Pancasila terancam yang sekaligus
juga berarti NKRI terancam eksistensinya, sehingga sikap waspada pada derajat

tertentu, seluruh komponen bangsa atau disebut sebagai kewaspadaan Nasional


juga mutlak diperlukan.
B.

Rekomendasi

Untuk memperkuat ketahanan ideologi Pancasila diperlukan pembinaan yang


dapat dilakukan dengan langkah- langkah sebagai berikut :
1. Pemantapan konsep Pancasila sebagai ideology bangsa, bukan sebuah
doktrinase.
2. Pengamalan Pancasila dalam segala kehidupan berbangsa dan bernegara
3. Pancasila sebagai ideologi terbuka perlu terus direlevansikan dan
diaktualisasikan nilai instrumentalnya agar tetap mampu membimbing dan
mengarahkan kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,
selaras dengan peradaban dunia yang berubah dengan cepat tanpa
kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia.
4. Bhineka Tunggal Ika dan konsep Wawasan Nusantara bersumber dari
Pancasila harus terus dikembangkan dan ditanamkan di masyarakat yang
majemuk sebagai upaya untuk selalu menjaga persatuan bangsa dan
kesatuan wilayah serta moralitas yang loyal, utuh dan bangga terhadap
bangsa dan negara. Di samping itu perlu dituntut sikap yang wajar dari
anggota masyarakat dan pemerintah terhadap adanya keanekaragaman.
Untuk itu setiap anggota masyarakat dan pemerintah memberikan
penghormatan dan penghargaan yang wajar terhadap kebhinekaan.
5. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik
Indonesia harus dihayati dan diamalkan secara nyata untuk menjaga
kelestarian dan keampuhannya demi terwujudnya tujuan nasional serta citacita bangsa Indonesia, khususnya oleh setiap penyelenggara negara serta
setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan serta setiap warga
negara Indonesia. Dalam hal ini teladan para pemimpin penyelenggara
negara dan tokoh-tokoh masyarakat merupakan hal yang sangat mendasar.
6. Pembangunan sebagai pengamalan Pancasila harus menunjukkan
keseimbangan fisik material dengan pembangunan mental spiritual untuk
menghindari
tumbuhnya
materialisme
dan
sekulerisme.
Dengan
memperhatikan kondisi geografi Indonesia, maka strategi pembangunan
harus adil dan merata di seluruh wilayah untuk memupuk rasa persatuan
bangsa dan kesatuan wilayah.
7. Pendidikan Moral Pancasila ditanamkan pada diri anak didik dengan cara
mengintegrasikannya dalam mata pelajaran. Selain itu, pendidikan moral
Pancasila juga perlu diberikan kepada masyarakat.

8. Pancasila sebagai pedoman memiliki peran penting dalam upaya


meningkatkan ketahanan nasional, sehingga perlu adanya pembinaan dan
pelatihan yang dapat menumbuhkan ketahanan di berbagai kalangan
masyarakat terutama pada generasi penerus bangsa.
RUJUKAN
Asshiddiqie, Jimmly. Ideologi, Pancasila dan Konstitusi. Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia Tahun: 2003.
Azra, Azyumardi. Multukulturalisme, Demokrasi, dan Pancasila. Forum
Komunikasi HukHam, Jakarta 20 Oktober 2010.
Bambang Rahardjo, Syamsuhadi. 1995. Garuda Emas Pancasila Sakti. Jakarta :
Yapeta Pusat.
Eccleshall, Robert et al. 2003. Political Ideologies: An Introduction. Ed ke 3. New
York: Routledge.
Feith, Herbert dan Castle, Lance. 1996. Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965.
Jakarta: LP3ES.
Kompas, Merajut Nusantara: Rindu Pancasila, Penerbit Buku Kompas, Jakarta,
Oktober 2010.
Moeldoko. Peranan Pancasila dalam Membangun Kewaspadaan dan Ketahanan
Nasional. (disajikan dalam TANNASDA Angkatan ke-IV tahun 2011).
Pancasila Hadapi Tantangan Makin Berat. Koran Suara Merdeka, terbit 2 Juni
2011.
Re-So-Pim (Revolusi Sosialisme Indonesia Pimpinan Nasional), amanat
Presiden RI pada hari ulang tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
tanggal 17 Agustus 1961.

Usman, Wan dkk. 2003. Daya Tahan Bangsa. Jakarta: Program Studi
Pengkajian Ketahanan Nasional Program Pascasarjana Universitas Indonesia.
Wuryadi. Pancasila Untuk Indonesia dan Dunia (Konsistensi dan Dinamika
Gagasan Bung Karno). Dalam seminar Nasional Pancasila Untuk Indonesia,
Universitas Gajah Mada.
http://hmistain.blogspot.co.id/2011/09/pancasila-sebagai-perekat-bangsa.

Pancasila Sakti Sebagai Idiologi Perekat NKRI

Disusun Oleh :
1. Anuresma D. P.

152045910970

Program Studi Teknik Elektro


Fakultas Teknik
Universitas Widyagama Malang
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah, atas limpahan rahmat dan
hidayahNya, sehingga dapat menyelesaikan paper tentang Pancasila Sakti
Sebagai Idiologi Perekat NKRI
Dalam Makalah ini, saya mencoba membuat suatu pembahasan
mengenai tentang Pancasila Sakti Sebagai Idiologi Perekat NKRI
Yang dapat kami sajikan yaitu beberapa defenisi- defenisi dan berbagai
penjabaran pengertian serta penjelasan

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari


sempurna baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun,
khususnya dari dosen mata kuliah kewarganegaraan, guna menjadi acuan dalam
bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.

Malang, 15 April 2016

Penyusun

Anda mungkin juga menyukai