Anda di halaman 1dari 24

STUDI KASUS BIDANG FARMASI

PERATURAN PERUNDANG
UNDANGAN KESEHATAN

Oleh :
Kelompok 4
Reguler II A
1. Hikma Utary
2. Khodijah Shafaria
3. M.Luffi Kuncoro
4. Meisindri Wahyuni

Reguler II B
1. Dewi Wulandari
2. Else Virnolita
3. Dini Alhaqqoh

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


JURUSAN FARMASI
TAHUN AKADEMIK 2015/2016

Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Studi Kasus Bidang Farmasi. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak
Drs. Sadakata Sinulingga, Apt.M.Kes selaku Dosen mata kuliah Peraturan
Perundang Undangan Kesehatan yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai kasus dalam bidang farmasi. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Palembang, Mei 2015

Penulis
Kelompok 4

Daftar Isi
Halaman Judul
Kata Pengantar
. i
Daftar Isi
...
ii
Kasus. 1
I. Klarifikasi Istilah .. 2-3
II. Identifikasi Masalah
........... 4
III. Analisis Masalah
............5
IV. Teori 6-12
V. Learning Issue .. 13- 26
VI. Kerangka Konsep
A. Bagan Konsep
. 27
B. Penjelasan
..28
VII.Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
29-30
B. Saran ...
31
Daftar Pustaka
iii

KASUS

(SKENARIO)

Kasat Narkoba Polresta Palembang Kompol Hendro mengatakan pasien


di Apotek Kusuma Nata, Jl. Merdeka Palembang yang diserahkan ke Satnarkoba
Polresta Palembang

kondisinya memprihatinkan. Itu dapat dilihat selama

pemeriksaan terlihat jelas paras pasien masih ketergantungan psikotropika.


Berdasarkan pemilahannya, mereka adalah korban psikotropika yang harus
disembuhkan, penderita suatu penyakit yang disarankan dokter melalui resep
untuk mengonsumsi dua jenis psikotropika itu, misal karena insomnia dan depresi,
dan juga karena efek kecelakaan sehingga terkena sarafnya dan harus tergantung
obat tersebut. Dengan resep dokter, mereka datang ke apotek untuk menebusnya.
Calmlet kerap diberikan dokter sebagai obat penenang, sedangkan riklona untuk
menambah stamina fisik agar lebih giat. Mengingat adanya resep itu, maka tidak
termasuk penyalahgunaan. Dia mengacu pada UU No 5 tahun 1997 tentang
psikotropika, bahwa ketentuan pidana adalah penyalahgunaan. Sementara, para
pasien itu hanya sebagai orang yang mau nebus obat berdasarkan resep dokter.
"Unsur pembuktiannya tidak cukup untuk pidana. Sebaliknya kami lepas, namun
tetap dalam pembinaan sebelumnya," ungkapnya. Hal lain yang perlu dilakukan,
yaitu agar para pasien wajib lapor di institusi penerima wajib lapor di bawah
Dinkes dan Dinas Sosial. Harapannya, dengan wajib lapor maka pasien itu dapat
diawasi petugas yang ditunjuk. Terutama dilihat dari rekam medisnya. Di institusi
itu juga ditunjuk dokter yang akan memeriksa dan memastikan resep anjuran
dalam rangka penyembuhan.

Perincian Kasus :
1. Pasien menebus obat golongan Psikotropika di Apotek
2. Pasien diduga melakukan penyalagunaan Psikotropika
3. Pasien mengalami ketergantungan dan wajib lapor.

BAB I
(KLARIFIKASI ISTILAH)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia :

Kasat
Satnarkoba
Korban

: Kepala Satuan
: Satuan Narkoba
: orang, binatang, dsb yg menjadi menderita

(mati dsb)
akibat suatu kejadian, perbuatan jahat.

Nebus

Ketergantungan

Psikotropika

: tebus : membayar dng uang dsb untuk membebaskan


o (tawanan, sandera, budak belian, dsb).
: adalah berkait pada sesuatu yang lebih tinggi;
berpegang; menyandarkan diri
kepada sesuatu/seseorang
: segala yg dapat mempengaruhi aktivitas pikiran spt
opium, ganja, obat bius; 2 zat atau obat, baik alamiah
maupun sintetis dan bukan narkotika yg dapat
menyebabkan perubahan khas pd aktivitas mental dan
perilaku; obat yg dapat mempengaruhi atau mengubah
cara berbicara ataupun tingkah laku seseorang
Insomnia
: adalah gangguan susah tidur; bentuk

gangguan
psikologis tidak dapat tidur
Depresi : adalah keadaan perdagangan yang lesu;

gangguan

jiwa

pada seserang yang ditandai dengan kemerosotan

Penenang

Stamina

Penyalahgunaan

Pidana
Rekam medis
Institusi.

Pemilahan

berpikir dan ketahanan tubuh (karena tekanan sedih,dsb)


: obat untuk menenangkan (meredakan ketegangan) jiwa
dsb;
: Ketahanan tubuh; kekuatan dan kemampuan bertahan
untuk melakukan aktivitas; ketabahan dan ketahanan
mental; keuletan
: Melakukan sesuatu yang tidak benar; bertindak dengan
cara menyimpang.
: Kejahatan ( tentang penipuan, perampasan )
: rekaman mengenai hasil pengobatan terhadap pasien.
: Pranata, pelembagaan; sesuatu yang dilembagakan oleh
undang-undang
: pemisahan / pembagian

Menurut Undang-Undang :

Psikotropika

: Zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan


narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan sarap pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku
(PERMENKES RI No. 168/MENKES/Per/2/2005 Pasal
1 Ayat 3)

Rekam Medis

: Berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain


identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang
telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain yang
telah diberikan kepada pasien. (PERMENKES No:

269/MENKES/PER/III/2008)

BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH

1. Pasien mendapatkan resep yang berisi Clamlet dan Riklona


2. Pasien diduga melakukan penyalahgunaan Psikotropika
3. Pasien hanya mengalami ketergantungan psikotropika dan wajib lapor.

BAB III
ANALISIS MASALAH

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Apa kandungan dari Calmlet dan Riklona?


Apa indikasi dari Calmlet dan Riklona?
Bagaimana efek dari penggunaan Calmlet dan Riklona?
Apa yang dimaksud dengan Psikotropika ?
Apa saja golongan Psikotropika ?
Apa tujuan dan penggunaan Psikotropika ?
Bagaimana cara penyaluran dan pelayanan Psikotropika di Apotek ?
Apa sanksi bagi pihak yang melanggar kententuan dalam penyaluran

psikotropika?
9. Apa indikator seseorang dikatakan mengalami ketergantungan ?
10. Bagaimana cara penanganan terhadap seseorang yang ketergantungan
Psikotropika ?
11. Bagaimana aturan pelaporan penggunaan Psikotropika ?
12. Apa instansi yang berwenang menerima laporan
psikotropika?

BAB IV
LEARNING ISSUE
4.1 Masalah Pertama
Pasien mendapatkan resep yang berisi Calmlet dan Riklona.

penggunaan

Calmlet dan Riklona adalah obat psikotropika golongan IV yang termasuk


golongan benzodiazepin.
A. Calmet (Aprazolam)
Merupakan obat yang termasuk ke dalam golongan benzodiazepine.
Menurut undang-undang RI no 22/1997 aprazolam merupakan obat-obatan
psikotropika golongan IV.
Aprazolam merupakan derivat triazolo benzodiazepine dengan efek cepat
dan sifat umum yang mrip dengan diazepam. Aprazolam merupakan anti
ansietas anti panik paling efektif.
Indikasi :
I.Anasietas, termasuk neurosis ansietas dan ansietas yang menyertai depresi.
II.Gangguan panik, termasuk serangan panik.
Untuk mengurangi pemakaian aprazolam dengan aman dibuthkan
waktu berbulan-bulan dan mungkin bertahun-tahun.
Dosis Calmlet (ISO VOL 49 HAL 394)
Mengandung Alprazolam 0,25 mg; 0,5 mg; 1 mg; 2 mg
Indikasi : gejala ansietas termasuk ansietas disertai gejala depresi, panik,
disorder dengan atau tanpa agorafobia.
Dosis :
Ansietas :
dosis awal, sehari 2 sampai 3 kali 0,25 mg sampai 0,5 mg
Dosis pemeliharaan :
0,5 mg sampai 4 mg per hari dalam dosis terbagi.
Panik disorder : 0,5 mg sampai 1 mg sebelum tidur atau sehari tiga kali 0,5
mg.
Efek samping Aprazolam
Aprazolam dapat mengakibatkan adiksi (ketergantungan) psikis dan fisik
yang hebat. Pada sebagian orang odsis yang dibutuhkan makin lama makin
meningkat, karena kebutuhan otak pasien akan zat aprazolam inin makin
mningkat seiring dengan waktu, jika penggunaanya tidak diawasi dengan
ketat.

B. Riklona (Clonazepam)
Adalah salah satu dari derivate dari zat yang bernama benzodiazepine.
Clonazepam dikonsumsi sendiri ataupun dicampur dengan zat dari
benzodiazepine lain yang digunakan untuk mengobati gangguan kejangkejang tertentu, contonya sindrom lennox gastaut atau kejang mioklonik
akinetic. Clonazepam juga dapat digunakan untuk mengobati gangguan
panik terhadap pasien tertentu. Toleransi terhadap obat ini juga tergantung
terhadap setiap pasien
Riklona sebenarnya bila digunakan sebagai obat penenang lebih ampuh
dari aprazolam. Bagi pasien yang memilikki riwayat depresi, obat ini dapat
berkesinambungan secara berkala.
Dosis Riklona :
Mengandung clonazepam 2 mg.
Indikasi :
obat tunggal atau tambahan pada sindrom Lennox Gastaut, serangan
mioklonik dan akinetik, epilepsi, petit mal dan grand mal.
Dosis :
dosis awal :

< 10 tahun (BB sampai 30 kg) 0,01 sampai 0,03 mg/kgBB/hari

10 tahun (BB sampai 30 kg) dan dewasa sehari 1-2 mg.

Dosis pemeliharaan :

< 10 tahun (BB sampai 30 kg) sehari 0,05-0,1 mg/kg

10-16 tahun : BB > 30 kg sehari 1,5-3 mg

Dewasa : sehari 2-4 mg maksimal sehari 20 mg


Efek sampng Riklona
Riklona yang mengandung clonazepam antara lain, sedasi yang tinggi,
pusing di kepala, gangguan koordinasi, depresi dan kelelahan. Ada juga
beberapa pasien mengalami penurunan gairah seks ketika menggunakan
clonazepam. Rikona juga dapat membuat orang batuk, anoreksia serta
mulut kering saat pertama menggunakannya. Efek dari clonazepam akan
meningkat bila digunakan bersama alkohol.

4.2 Masalah kedua


Pasien diduga melakukan penyalahgunaan Psikotropika
1. Pengertian Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku. (UU NO 5 tahun 1997)
2. Golongan Psikotropika
Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma
ketergantungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digolongkan
menjadi :
a.
b.
c.
d.

psikotropika golongan I;
psikotropika golongan II;
psikotropika golongan III;
psikotropika golongan IV.
(UU No 5 Tahun 1997 Pasal 2)

Menurut Undang-Undang No. 5 tahun 1997, narkoba jenis psikotropika


dibedakan menjadi 4 golongan, yaitu:

Golongan I, mempunyai potensi yang sangat kuat dalam menyebabkan


ketergantungan dan dinyatakan sebagai barang terlarang.
Contoh: ekstasi (MDMA = 3,4-Methylene-Dioxy Methil Amphetamine),
LSD (Lysergic Acid Diethylamid), dan DOM.

Golongan II, mempunyai potensi yang kuat dalam menyebabkan


ketergantungan.
Contoh: amfetamin, metamfeamin (sabu), dan fenetilin.

Golongan

III,

mempunyai

potensi

sedang

dalam

menyebabkan

ketergantungan, dapat digunakan untuk pengobatan tetapi harus dengan


resep dokter.

Contoh:

amorbarbital,

brupronorfina,

dan

mogadon

(sering

disalahgunakan).

Golongan

IV,

mempunyai

potensi

ringan

dalam

menyebabkan

ketergantungan, dapat digunakan untuk pengobatan tetapi harus dengan


resep dokter.
Contoh: diazepam, nitrazepam, lexotan (sering disalahgunakan), pil koplo
(sering disalahgunakan), obat penenang (sedativa), dan obat tidur
(hipnotika).
3. Tujuan dan penggunaan psikotropika di atur dalam :
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika tentang Ruang Lingkup dan Tujuan pasal 3 dan 4
Pasal 3
Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah :
a. menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan

kesehatan dan ilmu pengetahuan;


b. mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika;
c. memberantas peredaran gelap psikotropika.
Pasal 4 Penggunaan Psikotropika
(1) Psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan/atau ilmu pengetahuan.
(2) Psikotropika golongan I hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan.
(3) Selain penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
psikotropika golongan I dinayatakan sebagai barang terlarang.

4. Penyaluran dan Pelayanan psikotropika di atur dalam :


Undang Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika Pasal 14 ayat 1-6 bagian Ketiga tentang Penyerahan
(1) Penyerahan psikotropika dalam rangka peredaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah
sakit, puskesmas, balai pengobatan, dan dokter.
(2) Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada
apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan
kepada pengguna/pasien.

(3) Penyerahan psikotropika oleh rumah sakit, balai pengobatan,


puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dilakukan kepada pengguna/ pasien.
(4) Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas dan
balai pengobatan, puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan berdasrkan resep dokter.
(5) Penyerahan psikotropika oleh dokter sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dilaksanakan dalam hal :
A. menjalankan praktik terapi dan diberikan melalui suntikan;
B. menolong orang sakit dalam keadaan darurat;
C. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
(6) Psikotropika yang diserahkan dokter sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) hanya dapat diperoleh dari apotek.
5. Sanksi pelanggaran:
Pasal 60
- Ayat (1) c
memproduksi atau mengedarkan psikotropika yang berupa obat
yang tidak terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab di
bidang kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus
-

juta rupiah).
Ayat (4) dan (5)
(4) Barangsiapa menyerahkan psikotropika selain yang ditetapkan
dalam Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (2), Pasal 14 ayat (3),
dan Pasal 14 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
(5) Barangsiapa menerima penyerahan psikotropika selain yang
ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (3), Pasal 14 ayat (4) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah). Apabila yang menerima penyerahan itu pengguna,
maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
bulan.

4.3 Masalah ketiga


Pasien hanya mengalami ketergantungan psikotropika dan wajib lapor
1.Indikator seseorang yang mengalami ketergantungan Psikotropika
a. Mengalamai gangguan pada sistem syaraf (neurologis)
Contoh: kejang-kejang, halusinasi, gangguan kesadaran
b. Mengalami gangguan pada jantung dan pembuluh darah
Contoh: infeksi akut otot jantung dan gangguan peredaran darah
c. Mengalami gangguan pada kulit (dermatolgis)
Contoh: penanahan, alergi
d. Mengalami gangguan pada paru-paru (pulmoner)
Contoh: kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru
e. Sering sakit kepala, mual-mual, suhu tubung meningkat, pengecilan
hati dan sulit tidur
f. Mengalami gangguan kesehatan reproduksi
Contoh: pada endokrin seperti penurunan hormon reproduksi serta
gangguan fungsi seksual
g. Pada remaja perempuan, mengalami perubahan periode menstruasi,
ketidakteraturan menstruasi dan tidak haid.

Cara Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba


Penanggulangan penyalahgunaan narkoba adalah dengan melibatkan
seluruh golongan dan lapisan masyarakat untuk turut serta berperan
aktif. a. Keluarga

Unit masyarakat terkecil adalah keluarga. Upaya penanggulangan


bahaya akibat penyalahgunaan zat-zat berbahaya yang paling efektif
adalah terbinanya keluarga yang sehat dan berdinamis.

Usahakan adanya hubungan yang serasi dan harmonis


antara ibu, bapak, dan anak dengan penuh cinta kasih.

Memberikan kesempatan dan penghargaan terhadap


pendapat dan pemikiran anak dalam berbagai masalah.

Menyalurkan hobi bagi anak-anak kita ke hal-hal yang


positif.

Berikan waktu secara khusus dan kontinue untuk


memberikan perhatian kepada anak-anak walaupun sedikit
dan dalam kesibukan apapun.

Jadilah orang tua sebagai panutan utama, sesuai kata


dengan perbuatan.

Dalam masalah penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif


lainnya baik orang tua maupun anak harus mempelajari
pengetahuan dasar tentang narkotika, dan bahaya bila
disalahgunakan. Pelajari dan pahami tentang tanda-tanda
umum yang terbiasa diderita oleh korban narkoba.

Bina dalam disiplin keluarga dan tata tertib yang telah


disepakati bersama.

Tidak terlalu keras dan tidak memanjakan anak.

b. Pemerintah
Upaya pencegahan dilakukan secara integral dan dinamis antara
unsurunsur aparat dan potensi masyarakat, merupakan upaya
yangterus menerus dan berkesinambungan, untuk merubah sikap
perilaku, cara berpikir dari kelompok masyarakat yang sudah
mempunyai kecenderungan menyalahgunakan, serta melakukan tindak
pidana perdagangan atau peredaran gelap narkotika psikotropika dan
zat adiktif.
Indonesia dalam menanggulangi penyalahgunaan dan peredaraan
gelap narkoba, pada dasarnya mengikuti langkah-langkah sebagai
berikut :

Langkah pencegahan untuk mengurangi permintaan.

Langkah pengendalian dan pengawasan narkoba yang


dimanfaatkan untuk pengobatan atau bagi kepentingan ilmu
pengetahuan.

Langkah represif

Merupakan upaya penindakan dan penegakan hukum terhadap


ancaman narkoba dengan sanski yang tegas dan konsisten, dapat
membuat jera pelaku penyalahgunaan dan pengedar obat terlarang.
Rehabilitasi
Merupakan usaha untuk menolong, merawat dan merehabilitasi korban
penyalahgunaan obat terlarang dalam lembaga tertentu, sehingga
diharapkan para korban dapat kembali ke lingkungan masyarakat atau
dapat bekerja dan belajar dengan layak

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang


Psikotropika
Bab VII
PENGGUNAAN PSIKOTROPIKA DAN REHABILITASI
Pasal 37
1. Penggunaan psikotropika yang menderita sindroma ketergantungan
berkewajiban untuk ikut serta dalam pengobatan dan atau
perawatan.
2. Pengobatan dan atau perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan pada fasilitas rehabilitasi.
Pasal 38
Rehabilitasi bagi pengguna psikotropika yang menderita sindroma
ketergantungan
dimaksudkan
untuk
memulihkan
dan
atau
mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan sosialnya.

Pasal 39
1. Rehabilitasi bagi pengguna psikotropika yang menderita sindroma
ketergantungan dilaksanakan pada fasilitas rehabilitasi yang
diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
2. Rahabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rahabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial.
3. Penyelenggaraan fasilitas rahabilitasi medis sebagaimana dimaksudkan
pda ayat (1) dan ayat (2) hanya dapat dilakukan atas dasar izin dari
menteri.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaran rehabilitasi dan
perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dan ayat (3) ditetapkan
dengan paraturan pemerintah.
Pasal 40

Pemilikan psikotropika dalam jumlah tertentu oleh wisatawan asing atau


warga negara asing yang memasuki wilayah negara indonesia yang
dilakukan sepanjang digunakan hanya untuk pengobatan dan atau
kepentingan pribadi dan yang bersangkutan harus mempunyai bukti
bahwa psikotropika berupa obat dimaksud diperoleh secara sah.
Pasal 41
Pengguna psikotropika yang menderita sindorma ketergantungan yang
berkaitan dengan tindak pidana di bidang psikotropika dapat
diperintahkan oleh hakim yang memutus perkara tersebut untuk
menjalani pengobatan dan perawatan.
Pelaporan
Inti pelaporan nih bukan cm pasien yang lapor tp apotek tempat dio beli
jg melapor din,tp mei blm ketemu yg pelaporan pasien ckmno
1. Pelaporan Psikotropika
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 3

Tahun 2015 Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, Dan


Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi Pasal
45 Bagian Kedua Tentang Pelaporan ayat 5, 6, dan 7
(5) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat
(4) paling sedikit terdiri atas:
a. nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika,
b.
c.
d.
e.
f.
g.

dan/atau Prekursor Farmasi;


jumlah persediaan awal dan akhir bulan;
tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan;
jumlah yang diterima;
tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran;
jumlah yang disalurkan; dan
nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau penyaluran

dan persediaan awal dan akhir.


(6) Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik,
Lembaga Ilmu Pengetahuan, dan dokter praktik perorangan wajib
membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan dan
penyerahan/penggunaan Narkotika dan Psikotropika, setiap bulan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan
Kepala Balai setempat.

(7) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) paling sedikit terdiri
atas:
a. nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika,
dan/atau Prekursor Farmasi;
b. jumlah persediaan awal dan akhir bulan;
c. jumlah yang diterima; dan
d. jumlah yang diserahkan.

BAB VI
Kerangka Konsep

A. Bagan Konsep

Pasien

Dokter

Resep

Rehabilitasi

Apotek

Institusi Penerima
Wajijb Lapor

Obat & Copy resep

Obat habis

Polisi

Dokter

Pemalsuan
obat

Keterangan :
sebelumnya

Resep lain

apotek

Obat*

*efek

obat

berbeda

dari

pemberian

resep

Penjelasan :
Pasien yang mengidap suatu penyakit yang disarankan dokter melalui
resep untuk mengonsumsi dua jenis psikotropika itu, misal karena insomnia dan
depresi, dan juga karena efek kecelakaan sehingga terkena sarafnya dan harus

tergantung obat tersebut. Dengan resep dokter, mereka datang ke apotek untuk
menebusnya. Calmlet kerap diberikan dokter sebagai obat penenang, sedangkan
riklona untuk menambah stamina fisik agar lebih giat. Lalu pasien ini menebus
resep yang diberikan oleh dokter tersebut di Apotek Kusuma Nata, Jl. Merdeka
Palembang, TTK di apotek tersebut memberikan obat dan copy resep. Paisen
tersebut beberapa kali kembali lagi ke apotek yang sama untuk menebus sisa obat
yang sama pada copy resepnya sampai akhirnya obatnya pun habis. Pasien
tersebut merasakan obat yang diresepkan memberikan efek yang benar-benar
mujarab terhadap tubuhnya sehingga pasien tersebut pergi lagi ke dokter tersebut
dengan harapan dokter akan meresepkan obat itu kembali. Namun setelah ia pergi
ke dokter tersebut, dokter itu tidak lagi meresepkan obat yang sama dari resep
sebelumnya karena dirasa pasien sudah tidak membutuhkan obat itu lagi. Setelah
mendapatkan obatnya, pasien itu pergi ke apotek Kusuma Nata lalu menebus
resep baru yang berikan oleh dokternya. Ketika dia mengonsumsi obat tersebut
barulah ia mengerti bahwa dokter tersebut meresepkan obat yang berbeda dari
sebelumnya karena efek yang dihasilkan berbeda dibandingkan pada saat ia
mengonsumsi calmlet dan riklona. Pasien tersebut sebenarnya telah terkena efek
samping

dari

calmlet

yang

mengandung

aprazolam,

yaitu

adiksi

(ketergantungan)psikis dan fisik. Secara psikis pasien tersebut menganggap


apabila ia tidak mengonsumsi obat itu lagi maka insomnia dan depresinya akan
terus dialaminya. pasien itu memutuskan untuk kembali lagi ke apotek dengan
membawa copy resep yang berisi calmlet dan riklona, karena copy resep tersebut
tidak bisa diulang penebusannya TTK apotek tersebut menjelaskan tidak dapat
memberikan obat yang ia minta dikarenakan copy resep tersebut sudah tidak bisa

diulang penebusannya. Karena pasien didesak oleh rasa ketergantungannya maka


ia memalsukan copy resep tersebut dengan mengkopi copy resep tersebut dan
memalsukan tanggal pemberian copy resep. Kemudian ia kembali lagi ke apotek
untuk mendapatkan obat dengan copy resep yang telah ia palsukan, TTK yang
berada di apotek setelah memeriksa copy resepnya merasa bahwa copy resep itu
tidak asli dan menghubungi dokter untuk memastikannya. Setelah mengetahui
bahwa copy resep itu palsu, ia mengatakan pada pasien bahwa apotek tidak bisa
menerima copy resep yang dibawanya. Namun si pasien terus memaksa agar
apotek memberikan obat yang ia butuhkan, pihak apotek yang merasa terganggu
dengan ulah pasien melaporkan hal tersebut pada polisi. Ia kemudian ditangkap
dan

diserahkan

ke

Satnarkoba

Polresta

Palembang

dengan

dugaan

penyalahgunaan obat psikotropika, untungnya karena polisi tidak menemukan


bukti bahwa ia telah menyimpan obat psikotropika maka ia tidak dipidana dan
dilepas namun tetap dalam pembinaan. Pasien juga melakukan wajib lapor di
fasilitas rehabilitasi ditunjuk dibawah Dinkes dan Dinas Sosial dalam rangka
penyembuhan.

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Pasien tidak bersalah karena membeli resep psikotropika di apotek
2. Pasien yang mengalami sindroma ketergantungan psikotropika harus menjalani
rehabilitasi di pada fasilitas rehabilitasi yang diselenggarakan oleh pemerintah dan
atau masyarakat.
3. Pasien hanya dapat memiliki, menyimpan, dan atau membawa psikotropika
untuk digunakan dalma rangka pengobatan dan atau perawatan.
4. Mengenai pelanggaran terhadap penggunaan psikotropika secara tidak tepat di
atur dalam ketentuan hukum yang berlaku pada Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
5.apabila

terjadi kesalahan penulisan Resep tersebut dikonfirmasi dan

didiskusikan lebih lanjut kepada dokter penulis resep


6.Bila terdapat resep yang tidak memenuhi aturan-aturan diatas, resep tidak dapat
dilayani, begitu pula resep psikotropika yang telah diambil sebagian oleh pasien
diapotek lain.
7.Apotek harus memastikan agar apakah resep tersebut tidak diminta terus
menerus karena memungkinkan adanya penyalahgunaan.

B. Saran
1. dari kasus ini dapat dilihat bahwa peran tenaga kefarmasian dituntut untuk teliti

dalam penyerahan obat, karena apabila tidak teliti kesalahan tersebut dampak
buruk yang diterima bukan hanya dari segi kesehatan namun hukum pula.
2. tenaga kefarmasian juga harus memiliki logika yang tajam agar tidak mudah

ditipu oleh orang-orang yang memiliki tujuan penyalahgunaan.


3. penulis yang akan menyelesaikan kasus-kasus selanjutnya, diharapkan dapat
menganalisis kasus yang diberikan dengan teliti dan diberikan penjelasan sesuai
yang dapat membuktikan analisa dari kasus yang didapatkan.

DAFTAR PUSTAKA

https://rekamkesehatan.wordpress.com/2009/02/25/definisi-dan-isi-rekam-medissesuai-permenkes-no-269menkesperiii2008/ (diakses tanggal 1 Mei 2015)


http://id.wikipedia.org/wiki/Psikotropika (diakses tanggal 1 Mei 2015)
www.hotfrog.co.id/Companies/HIPNOTERAPI-DI-BANDUNG-BERIZINDINKES/Hipnoterapi-Untuk-Ketergantungan-Alprazolam-Xanax-CalmletFrixitas-180357 (diakses 10 mei 2015)
reggiesidokter.blogspot.com/2013/05/riklona-clonazepam.html?m=1 (diakses 10
mei 2015)
raypratama.blogspot.com/2012/02/pengertian-psikotropika-dan-jenis.html?m=1
(diakses 10 mei 2015)
ilmu-kefarmasian.blogspot.com/2014/02/pengelolaan-narkotika-danpsikotropika.html?m=1 (diakses 10 mei 2015)
http://raypratama.blogspot.com/2012/02/pengertian-psikotropika-dan-jenis.html?
m=1 (diakses pada 11 mei 2015)
Wahyuni, Novia (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya : Kashiko
Press

Anda mungkin juga menyukai