PERATURAN PERUNDANG
UNDANGAN KESEHATAN
Oleh :
Kelompok 4
Reguler II A
1. Hikma Utary
2. Khodijah Shafaria
3. M.Luffi Kuncoro
4. Meisindri Wahyuni
Reguler II B
1. Dewi Wulandari
2. Else Virnolita
3. Dini Alhaqqoh
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Studi Kasus Bidang Farmasi. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak
Drs. Sadakata Sinulingga, Apt.M.Kes selaku Dosen mata kuliah Peraturan
Perundang Undangan Kesehatan yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai kasus dalam bidang farmasi. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Penulis
Kelompok 4
Daftar Isi
Halaman Judul
Kata Pengantar
. i
Daftar Isi
...
ii
Kasus. 1
I. Klarifikasi Istilah .. 2-3
II. Identifikasi Masalah
........... 4
III. Analisis Masalah
............5
IV. Teori 6-12
V. Learning Issue .. 13- 26
VI. Kerangka Konsep
A. Bagan Konsep
. 27
B. Penjelasan
..28
VII.Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
29-30
B. Saran ...
31
Daftar Pustaka
iii
KASUS
(SKENARIO)
Perincian Kasus :
1. Pasien menebus obat golongan Psikotropika di Apotek
2. Pasien diduga melakukan penyalagunaan Psikotropika
3. Pasien mengalami ketergantungan dan wajib lapor.
BAB I
(KLARIFIKASI ISTILAH)
Kasat
Satnarkoba
Korban
: Kepala Satuan
: Satuan Narkoba
: orang, binatang, dsb yg menjadi menderita
(mati dsb)
akibat suatu kejadian, perbuatan jahat.
Nebus
Ketergantungan
Psikotropika
gangguan
psikologis tidak dapat tidur
Depresi : adalah keadaan perdagangan yang lesu;
gangguan
jiwa
Penenang
Stamina
Penyalahgunaan
Pidana
Rekam medis
Institusi.
Pemilahan
Menurut Undang-Undang :
Psikotropika
Rekam Medis
269/MENKES/PER/III/2008)
BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH
BAB III
ANALISIS MASALAH
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
psikotropika?
9. Apa indikator seseorang dikatakan mengalami ketergantungan ?
10. Bagaimana cara penanganan terhadap seseorang yang ketergantungan
Psikotropika ?
11. Bagaimana aturan pelaporan penggunaan Psikotropika ?
12. Apa instansi yang berwenang menerima laporan
psikotropika?
BAB IV
LEARNING ISSUE
4.1 Masalah Pertama
Pasien mendapatkan resep yang berisi Calmlet dan Riklona.
penggunaan
B. Riklona (Clonazepam)
Adalah salah satu dari derivate dari zat yang bernama benzodiazepine.
Clonazepam dikonsumsi sendiri ataupun dicampur dengan zat dari
benzodiazepine lain yang digunakan untuk mengobati gangguan kejangkejang tertentu, contonya sindrom lennox gastaut atau kejang mioklonik
akinetic. Clonazepam juga dapat digunakan untuk mengobati gangguan
panik terhadap pasien tertentu. Toleransi terhadap obat ini juga tergantung
terhadap setiap pasien
Riklona sebenarnya bila digunakan sebagai obat penenang lebih ampuh
dari aprazolam. Bagi pasien yang memilikki riwayat depresi, obat ini dapat
berkesinambungan secara berkala.
Dosis Riklona :
Mengandung clonazepam 2 mg.
Indikasi :
obat tunggal atau tambahan pada sindrom Lennox Gastaut, serangan
mioklonik dan akinetik, epilepsi, petit mal dan grand mal.
Dosis :
dosis awal :
Dosis pemeliharaan :
psikotropika golongan I;
psikotropika golongan II;
psikotropika golongan III;
psikotropika golongan IV.
(UU No 5 Tahun 1997 Pasal 2)
Golongan
III,
mempunyai
potensi
sedang
dalam
menyebabkan
Contoh:
amorbarbital,
brupronorfina,
dan
mogadon
(sering
disalahgunakan).
Golongan
IV,
mempunyai
potensi
ringan
dalam
menyebabkan
juta rupiah).
Ayat (4) dan (5)
(4) Barangsiapa menyerahkan psikotropika selain yang ditetapkan
dalam Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (2), Pasal 14 ayat (3),
dan Pasal 14 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
(5) Barangsiapa menerima penyerahan psikotropika selain yang
ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (3), Pasal 14 ayat (4) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah). Apabila yang menerima penyerahan itu pengguna,
maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
bulan.
b. Pemerintah
Upaya pencegahan dilakukan secara integral dan dinamis antara
unsurunsur aparat dan potensi masyarakat, merupakan upaya
yangterus menerus dan berkesinambungan, untuk merubah sikap
perilaku, cara berpikir dari kelompok masyarakat yang sudah
mempunyai kecenderungan menyalahgunakan, serta melakukan tindak
pidana perdagangan atau peredaran gelap narkotika psikotropika dan
zat adiktif.
Indonesia dalam menanggulangi penyalahgunaan dan peredaraan
gelap narkoba, pada dasarnya mengikuti langkah-langkah sebagai
berikut :
Langkah represif
Pasal 39
1. Rehabilitasi bagi pengguna psikotropika yang menderita sindroma
ketergantungan dilaksanakan pada fasilitas rehabilitasi yang
diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
2. Rahabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rahabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial.
3. Penyelenggaraan fasilitas rahabilitasi medis sebagaimana dimaksudkan
pda ayat (1) dan ayat (2) hanya dapat dilakukan atas dasar izin dari
menteri.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaran rehabilitasi dan
perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dan ayat (3) ditetapkan
dengan paraturan pemerintah.
Pasal 40
Nomor 3
(7) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) paling sedikit terdiri
atas:
a. nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika,
dan/atau Prekursor Farmasi;
b. jumlah persediaan awal dan akhir bulan;
c. jumlah yang diterima; dan
d. jumlah yang diserahkan.
BAB VI
Kerangka Konsep
A. Bagan Konsep
Pasien
Dokter
Resep
Rehabilitasi
Apotek
Institusi Penerima
Wajijb Lapor
Obat habis
Polisi
Dokter
Pemalsuan
obat
Keterangan :
sebelumnya
Resep lain
apotek
Obat*
*efek
obat
berbeda
dari
pemberian
resep
Penjelasan :
Pasien yang mengidap suatu penyakit yang disarankan dokter melalui
resep untuk mengonsumsi dua jenis psikotropika itu, misal karena insomnia dan
depresi, dan juga karena efek kecelakaan sehingga terkena sarafnya dan harus
tergantung obat tersebut. Dengan resep dokter, mereka datang ke apotek untuk
menebusnya. Calmlet kerap diberikan dokter sebagai obat penenang, sedangkan
riklona untuk menambah stamina fisik agar lebih giat. Lalu pasien ini menebus
resep yang diberikan oleh dokter tersebut di Apotek Kusuma Nata, Jl. Merdeka
Palembang, TTK di apotek tersebut memberikan obat dan copy resep. Paisen
tersebut beberapa kali kembali lagi ke apotek yang sama untuk menebus sisa obat
yang sama pada copy resepnya sampai akhirnya obatnya pun habis. Pasien
tersebut merasakan obat yang diresepkan memberikan efek yang benar-benar
mujarab terhadap tubuhnya sehingga pasien tersebut pergi lagi ke dokter tersebut
dengan harapan dokter akan meresepkan obat itu kembali. Namun setelah ia pergi
ke dokter tersebut, dokter itu tidak lagi meresepkan obat yang sama dari resep
sebelumnya karena dirasa pasien sudah tidak membutuhkan obat itu lagi. Setelah
mendapatkan obatnya, pasien itu pergi ke apotek Kusuma Nata lalu menebus
resep baru yang berikan oleh dokternya. Ketika dia mengonsumsi obat tersebut
barulah ia mengerti bahwa dokter tersebut meresepkan obat yang berbeda dari
sebelumnya karena efek yang dihasilkan berbeda dibandingkan pada saat ia
mengonsumsi calmlet dan riklona. Pasien tersebut sebenarnya telah terkena efek
samping
dari
calmlet
yang
mengandung
aprazolam,
yaitu
adiksi
diserahkan
ke
Satnarkoba
Polresta
Palembang
dengan
dugaan
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pasien tidak bersalah karena membeli resep psikotropika di apotek
2. Pasien yang mengalami sindroma ketergantungan psikotropika harus menjalani
rehabilitasi di pada fasilitas rehabilitasi yang diselenggarakan oleh pemerintah dan
atau masyarakat.
3. Pasien hanya dapat memiliki, menyimpan, dan atau membawa psikotropika
untuk digunakan dalma rangka pengobatan dan atau perawatan.
4. Mengenai pelanggaran terhadap penggunaan psikotropika secara tidak tepat di
atur dalam ketentuan hukum yang berlaku pada Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
5.apabila
B. Saran
1. dari kasus ini dapat dilihat bahwa peran tenaga kefarmasian dituntut untuk teliti
dalam penyerahan obat, karena apabila tidak teliti kesalahan tersebut dampak
buruk yang diterima bukan hanya dari segi kesehatan namun hukum pula.
2. tenaga kefarmasian juga harus memiliki logika yang tajam agar tidak mudah
DAFTAR PUSTAKA