Anda di halaman 1dari 22

H.

Perkembangan politik di Indonesia pada awal kemerdekaan


1. Masa demokrasi liberal
Pelaksanaan demokrasi liberal sesuai dengan konstitusi yang berlaku saat itu,
yakni Undang Undang Dasar Sementara 1950. Kondisi ini bahkan sudah dirintis sejak
dikeluarkannya maklumat pemerintah tanggal 16 Oktober 1945 dan maklumat tanggal 3
November 1945, tetapi kemudian terbukti bahwa demokrasi liberal atau parlementer
yang meniru sistem Eropa Barat kurang sesuai diterapkan di Indonesia. Tahun 1950
sampai 1959 merupakan masa berkiprahnya parta-partai politik. Dua partai terkuat pada
masa itu (PNI & Masyumi) silih berganti memimpin kabinet. Sering bergantinya kabinet
sering menimbulkan ketidakstabilan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan keamanan.
Ciri-ciri demokrasi liberal adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.

Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat


Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintah
Presiden bisa dan berhak berhak membubarkan DPR
Perdana Menteri diangkat oleh Presiden

Selama berlakunya UUDS 1950, pemerintah republic Indonesia diwarnai dengan


pergantian tujuh cabinet secara berturut-turut. Cabinet-kabinet tersebut sebagai
berikut.
a. Cabinet Natsir (6 September 1950-21 Maret 1951)
Kabiet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan Mohammad
Natsir (Masyumi) sebagai perdana menteri. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi
yang dipimpin Masyumi, di mana PNI sebagai partai kedua terbesar dalam
parlemen tidak turut serta, karena tidak diberi kedudukan yang sesuai.
Kabinet ini merupakan kabinet dimana tokoh-tokoh terkenal duduk di
dalamnya, seperti Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Mr. Asaat, Ir. Djuanda, dan
Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo, sehingga kabinet ini merupakan Zaken
Kabinet.
Program - program dari Kabinet Natsir, di antaranya meliputi :
1. mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan umum untuk Konstituante.
2. mencapai konsolidasi dan penyempurnaan susunan pemerintahan serta
membentuk peralatan negara yang kuat dan daulat.
3. menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman
4. menyempurnakan organisasi Angkatan perang dan pemulihan bekas bekas
anggota tentara dan gerilya dalam masyarakat.
5. memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat secepatnya.

6. mengembangkan dan memperkokoh kesatuan ekonomi rakyat sebagai dasar


bagi pelaksanaan ekonomi nasional yang sehat.
7. membantu pembangunan perumahan rakyat serta memperluas usaha usaha
8.meninggikan derajat kesehatan dan kecerdasan rakyat
Penerapan program benteng, yaitu pengusaha nasional golongan ekonomi
lemah diberi bantuan kredit. Pelaksanaan program industrialisasi (Rencana
Sumitro) Pembentukan DPRD
Keberhasilan yang pernah dicapai Kabinet Natsir :
1. Di bidang ekonomi, ada Sumitro Plan yang mengubah ekonomi kolonial ke ekonomi
nasional Indonesia masuk PBB
2. Berlangsung perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya
mengenai masalah Irian Barat.
Kendala/ Masalah yang dihadapi

Pada penerapan Sumitro Plan, pengusaha nasional diberi bantuan kredit, tetapi
bentuan itu diselewengkan penggunaannya sehingga tidak mencapai sasaran. Upaya
memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan buntu (kegagalan).
Timbul masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir di
seluruh wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA,
Gerakan RMS. Seringnya mengeluarkan Undang Undang Darurat yang mendapat kritikan
dari partai oposisi.
Berakhirnya kekuasaan kabinet Natsir :
Penyebab jatuhnya Kabinet Natsir dikarenakan kegagalan Kabinet ini dalam
menyelesaikan masalah Irian Barat dan adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut
pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap
peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan Masyumi.
Mosi tersebut disetujui parlemen sehingga Kabinet Natsir harus mengembalikan
mandatnya kepada Presiden.
b. Cabinet Sukiman (27 April 1951-3 April 1952)
Setelah Kabinet Natsir mengembalikan mandatnya pada presiden, presiden
menunjuk Sartono (Ketua PNI) menjadi formatur. Hampir satu bulan beliau berusaha
membentuk kabinet koalisi antara PNI dan Masyumi. Namun usahanya itu mengalami
kegagalan, sehingga ia mengembalikan mandatnya kepada presiden setelah bertugas
selama 28 hari (28 Maret-18 April 1951).
Presiden Soekarno kemudian menunjukan Sidik Djojosukatro ( PNI ) dan
Soekiman Wijosandjojo ( Masyumi ) sebagai formatur dan berhasil membentuk
kabinet koalisi dari Masyumi dan PNI. Kabinet ini terkenal dengan nama Kabinet

Soekiman ( Masyumi )- Soewirjo ( PNI ) yang dipimpin oleh Soekiman.


Program pokok dari Kabinet Soekiman adalah:
1.

Menjamin keamanan dan ketentraman

2.

Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria agar

sesuai dengan kepentingan petani.


3.

Mempercepat persiapan pemilihan umum.

4.

Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian

Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.


5. Di bidang hukum, menyiapkan undang undang tentang pengakuan serikat buruh,
perjanjian kerja sama,penetapan upah minimum,dan penyelesaian pertikaian buruh.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Soekiman yaitu
tidak terlalu berarti sebab programnya melanjutkan program Natsir hanya saja
terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya
program menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan
untuk menjamin keamanan dan ketentraman.
Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut.
Adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia
Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian
bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan
ikatan Mutual Security Act (MSA). Dimana dalam MSA terdapat pembatasan
kebebasan politik luar negeri RI karena RI diwajibkan memperhatiakan kepentingan
Amerika. Tindakan Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara
Indonesia yang bebas aktif karena lebih condong ke blok barat bahkan dinilai telah
memasukkan Indonesia ke dalam blok barat.
Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi
pada setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah.
Masalah Irian barat belum juga teratasi.Hubungan Sukiman dengan militer kurang
baik tampak dengan kurang tegasnya tindakan pemerintah menghadapi
pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan.
Berakhirnya kekuasaan kabinet disebabkan oleh pertentangan dari
Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik dukungannya pada
kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman harus
mengembalikan mandatnya kepada presiden.

c. Cabinet Wilopo (3 April 1952-2 Juni 1953)

Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno menunjukan Sidik


Djojosukarto ( PNI ) dan Prawoto Mangkusasmito ( M asyumi ) menjadi formatur,
namun gagal. Kemudian menunjuk Wilopo dari PNI sebagai formatur. Setelah
bekerja selama dua minggu berhasil dibentuk kabinet baru di bawah pimpinan
Perdana Mentari Wilopo,sehingga bernama kabinet Wilopo. Kabinet ini mendapat
dukungan dari PNI, Masyumi, dan PSI.
Program Kabinet Wilopo Dalam melaksanakan pemerintahannya, setidaknya ada
enam program kabinet Wilopo, 10 yaitu :
1. Organisasi Negara
Melaksanakan pemilu untuk konstituante dan dewan dewan daerah,
Menyelesaikan penyelenggaraan dan mengisi otonomi daerah,
Menyederhanakan organisasi pemerintah pusat.
2. Kemakmuran
Memajukan tingkat penghidupan rakyat dengan mempertinggi produksi
nasional, terutama bahan makanan rakyat,
Melanjutkan usaha perubahan agraria.
3. Keamanan
Menjalankan segala sesuatu untuk mengatasi masalah keamanan dengan
kebijaksanaan sebagai Negara hukum dan menyempurnakan organisasi alat-alat
kekuasaan Negara serta,
Memperkembangkan tenaga masyarakat untuk menjamin keamanan dan
ketentraman.
4. Perburuhan
Memperlengkapi perundang-undangan perburuhan untuk meninggikan derajat
kaum buruh guna menjamin proses nasional.
5. Pendidikan dan Pengajaran
Mempercepat usaha-usaha perbaikan untukpembaharuan pendidikan dan
pengajaran.
6. Luar Negeri
Mengisi politik luar negeri yang bebas dengan aktivitas yang sesuai dengan
kewajiban kita dalam kekeluargaan bangsa-bangsa dan dengan kepentingan
nasional menuju perdamian dunia,
d. Cabinet Ali Sastroamijoyo (31 Juli 1953-12 Agustus 1955)
Kabinet keempat adalah kabinet Ali Sastroamidjojo,yang terbentuk pada
tanggal 31 juli 1953. betapapun kabinet ini tanpa dukungan masyumi, namun
kabinet Ali ini mendapat dukungan yang cukup banyak dari berbagai partai yang
diikutsertakan dalam kabinet, termasuk partai baru NU. Kabinet Ali ini dengan
Wakil perdana Menteri Mr. Wongsonegoro (partai Indonesia Raya PIR).

Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo I adalah:


1.

Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan

Pemilu.
2.

Pembebasan Irian Barat secepatnya.

3.

Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.

4.

Penyelesaian Pertikaian politik.


Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Ali Sastroamijoyo I

yaitu:
1. Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan
diselenggarakan pada 29 September 1955.
2. Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.
Konferensi asia afrika I ini disenggarakan di bandung pada tanggal 18-24 April
1955.konferensi dihadiri oleh 29 negara negara Asia Afrika,terdiri 5 negara
pengundang dan 24 negara yang diundang.
KAA I itu ternyata memilikipengaruh dan arti penting dagi solidaritas dan
perjuangan kemerdekaan bangsa bangsa Asia Afrika dan juga membawa akibat
yang lain, seperti :
a. Berkurangnya ketegangan dunia.
b. Australia dan Amerika mulai berusaha menghapuskan politik rasdiskriminasi di
negaranya.
c. Belanda mulai repot menghadapi blok afro- asia di PBB, karena belanda masih
bertahan di Irian Barat.
Konferensi Asia Afrika I ini menghasikan beberapa kesepakatan yaitu :
Basic peper on Racial Discrimination dan basic peper on Radio Activity.
Kesepakatan yang lain terkenal dengan dasa sila bandung, dengan terlaksananya
Konferensi Asia Afrika I merupakan prestasi tersendiri bagi bangsa indonesia.
Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut:
Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat
terselesaikan, seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.
Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan
adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD. Masalah TNI AD yang merupakan
kelanjutan dari Peristiwa 17 Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf
AD mengajukan permohonan berhenti dan disetujui oleh kabinet. Sebagai
gantinya mentri pertahanan menunjuk Kolonel Bambang Utoyo tetapi panglima AD
menolak pemimpin baru tersebut karena proses pengangkatannya dianggap tidak
menghiraukan norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI-AD. Bahkan ketika
terjadi upacara pelantikan pada 27 Juni 1955 tidak seorangpun panglima tinggi
yang hadir meskipun mereka berada di Jakarta. Wakil KSAD-pun menolak

melakukan serah terima dengan KSAD baru.


Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi
yang menunjukkan gejala membahayakan.
Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU
memutuskan untuk menarik kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955
yang diikuti oleh partai lainnya.
e. Cabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955-3 Maret 1956)
Kabinet Ali selanjutnya digantikan oleh Kabinet Burhanuddin Harahap.
Burhanuddin Harahap berasal dari Masyumi., sedangkan PNI membentuk oposisi.
Program pokok dari Kabinet Burhanuddin Harahap adalah:
1.

Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan

Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.


2.

Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan

mempercepat terbentuknya parlemen baru


3.

Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi

4.

Perjuangan pengembalian Irian Barat

5.

Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.


Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Burhanuddin

Harahap yaitu:
1. Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955
(memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat
70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi.
Menghasilkan 4 partai politik besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI,
NU, Masyumi, dan PKI.
2. Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran
Uni Indonesia-Belanda.
3. Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan
oleh polisi militer.
4. Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin.
Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955, yang mana menjadi penyebab
kegagalan dari kabinet Ali dengan mengangkat Kolonel AH Nasution sebagai Staf
Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.
Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini adalah banyaknya
mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan ketidaktenangan.
Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap
selesai. Pemilu tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet

sehingga kabinetpun jatuh. Akan dibentuk kabinet baru yang harus


bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula.
f. KABINET ALI SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 4 Maret 1957)
Ali Sastroamijoyo kembali diserahi mandate untuk membentuk kabinet
baru pada tanggal 20 Maret 1956. Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai
yaitu PNI, Masyumi, dan NU.
Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah:
Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat
program jangka panjang, sebagai berikut.
1.

Perjuangan pengembalian Irian Barat

2.

Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya

anggota-anggota DPRD.
3.

Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.

4.

Menyehatkan perimbangan keuangan negara.

5.

Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional

berdasarkan kepentingan rakyat.


Selain itu program pokoknya adalah,

Pembatalan KMB,

Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan

politik luar negeri bebas aktif,

Melaksanakan keputusan KAA.


Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Ali Sastroamijoyo II

adalah kabinet ini mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai
titik tolak dari periode planning and investment, hasilnya adalah Pembatalan
seluruh perjanjian KMB.
Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut.
1. Berkobarnya semangat anti Cina di masyarakat.
2. Muncul pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan mengarah
pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer seperti Dewan
Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Garuda di
Sumatra Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan, dan Dewan
Manguni di Sulawesi Utara.
3. Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap
mengabaikan pembangunan di daerahnya.
4. Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya mengenai
nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Banyak pengusaha Belanda yang
menjual perusahaannya pada orang Cina karena memang merekalah yang kuat
ekonominya. 5.Muncullah peraturan yang dapat melindungi pengusaha nasional.

6.Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar Ali
Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah, sedangkan PNI
berpendapat bahwa mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas demokrasi
dan parlementer.
Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil
Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden.
g. KABINET DJUANDA ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)
Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para
pakar yang ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena Kegagalan konstituante dalam
menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta terjadinya
perebutan kekuasaan antara partai politik. Dipimpin oleh Ir. Juanda.
Program pokok dari Kabinet Djuanda adalah:
Programnya disebut Panca Karya sehingga sering juga disebut sebagai Kabinet
Karya, programnya yaitu :

Membentuk Dewan Nasional

Normalisasi keadaan Republik Indonesia

Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB

Perjuangan pengembalian Irian Jaya

Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan


Semua itu dilakukan untuk menghadapi pergolakan yang terjadi di daerah,

perjuangan pengembalian Irian Barat, menghadapi masalah ekonomi serta


keuangan yang sangat buruk.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Djuanda yaitu:
~ Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi
Djuanda, yang mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial. Melalui
deklarasi ini menunjukkan telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia dimana
lautan dan daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.
~ Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung dan
menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan presiden
sebagai ketuanya. Sebagai titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi
terpimpin.
~ Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di
berbagai daerah. Musyawarah ini membahas masalah pembangunan nasional dan
daerah, pembangunan angkatan perang, dan pembagian wilayah RI.
~ Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis
dalam negeri tetapi tidak berhasil dengan baik.

Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut.


Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah
semakin meningkat. Hal ini menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi
terhambat. Munculnya pemberontakan seperti PRRI/Permesta.
Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah
sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.
Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap
Presiden Sukarno di depan Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta sekolah
tempat putra-purinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957. Peristiwa ini
menyebabkan keadaan negara semakin memburuk karena mengancam kesatuan
negara.
Kabinet Djuanda berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi
Terpimpin.
2. Pemilihan Umum Tahun 1955
PEMILU MERUPAKAN :
1.
Sarana politik untuk mewujudkan kehendak rakyat kepada negara dalam sistem
demokrasi Pancasila adalah melalui Pemilihan Umum (Pemilu).
2.
Rakyat sebagai pemegang kedaulatan berhak menentukan warna dan bentuk
pemerintahan serta tujuan yang hendak dicapai, sesuai dengan konstitusi yang berlaku.
Dalam pasal 1 ayat 2 UUD1945 disebutkan "Kedaulatan berada di tangan rakyat,
dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar"
TUJUAN PEMILU
1.
Melaksanakan kedaulatan rakyat
2.

Sebagai perwujudan hak asasi politik rakyat

3.
Untuk memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di DPR, DPRD, DPD serta memilih
Presiden dan Wakil Presiden
4.

Melaksanakan pergantian personal pemerintahan secara damai, aman, dan tertib

Pemilu tahun 1955, Pemilu pertama kali ini diselenggarakan pada masa sistem
pemerintahan negara berdasarkan demokrasi parlementer dengan konstitusi UUDS
1950,

PELAKSANAAN PEMILU TAHUN 1955


Pemilihan Umum Anggota DPR dan Konstituante Indonesia 1955. Pemilihan
Umum Indonesia 1955 adalah pemilihan umum pertama di Indonesia dan diadakan

pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan sebagai pemilu Indonesia yang paling
demokratis.
Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante.
Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi
Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan
minoritas yang diangkat pemerintah.
Pemilu ini dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali
Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat
pemungutan suara, kepala pemerintahan kemudian dipegang oleh Perdana Menteri
Burhanuddin Harahap.
Hasil Pemilu 1955
Peserta pemilu 1955 yang berjumlah 29 partai memperoleh kursi masingmasing sebagai berikut :
5 besar dalam Pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia (PNI) mendapatkan 57
kursi DPR dan 119 kursi Konstituante (22,3 persen), Masyumi (Majelis Syuro
Muslimin Indonesia) 57 kursi DPR dan 112 kursi Konstituante (20,9 persen),
Nahdlatul Ulama (NU) 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante (18,4 persen),
Partai Komunis Indonesia (PKI) 39 kursi DPR dan 80 kursi Konstituante (16,4
persen), dan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) 8 kursi DPR dan 16 kursi
Konstituante (2,89 persen).
3. Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah dekrit yang dikeluarkan oleh Presiden
Indonesia yang pertama. Dekrit ini dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan
Konstituante untuk menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950.
Anggota konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956. Namun pada
kenyataannya sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang
diharapkan. Sementara, di kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk
kembali kepada UUD 45 semakin kuat.
Setalah konstituante gagal menetapkan undang-undang Dasar 1945
menjadi Konstitusi Republik Indonesia. Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit
yang diumumkan dalam upacara resmi di istana merdeka pada tanggal 5 Juli 1959,
pukul 17.00.
Dari pemilu tahun 1955 terbentuk dewan konstituante. Badan ini bertugas
menyusun UUD yang baru. Anggota Konstituante terbagi dalam dua kelompok
yaitu kelompok Islam dan kelompok nasionalis, kedua kelompok sulit mencapai
kata sepakat dalam pembahasan isi UUD. Dalam sidang sering terjadi perpecahan

pendapat. Setiap wakil partai memaksakan pendapatnya. Akibatnya gagal


menghasilkan UUD. Hal ini mendorong presiden menganjurkan konstituante untuk
kembali menggunakan UUD 1945. Untuk mewujudkan anjuran tersebut maka,
diadakan pemungutan suara sampai tiga kali. Akan tetapi hasilnya belum mencapai
batas quorum, dua pertiga suara. Akibatnya Dewan Konstituante gagal mengambil
keputusan. Untuk mengatasi masalah tersebut pada tanggal 5 Juli 1959 presiden
mengeluarkan dekrit.
Isi Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yaitu:
a. pembubaran Konstituante;
b. berlakunya kembali UUD 1945, dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950;
c. akan dibentuk MPRS dan DPAS.

l. Perjuangan Menghadapi Pergolakan Dalam Negeri dan


Kebijakan Ekonomi Nasional
1. Perjuangan Menghadapi Pergolakan Dalam Negeri

Dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Republik

Indonesia menghadapi berbagai pergolakan dari dalam negeri. Pergolakan


tersebut mengancam keutuhan Negara Indonesia. Dengan susah payah
pemerintah Republik Indonesia dan TNI berusaha mengatasi pergolakan demi
pergolakan

a. Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)

Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) dipimpin oleh

Kapten Westerling. Pemberontakan ini didalangi oleh golongan kolonialis


Belanda yang ingin mengamankan kepentingan ekonomisnya di Indonesia.
Munculnya gerakan ini didasari kepercayaan rakyat akan datangnya
seorang ratu adil yang akan membawa mereka pada suasana yang aman dan
tenteram seperti yang terdapat pada ramalan Jayabaya.
Tujuan APRA yang sebenarnya adalah mempertahankan bentuk
negara federal di Indonesia dan adanya tentara tersendiri pada setiap
negara bagian RIS. Pada tanggal 23 Januari 1950, APRA dengan kekuatan
delapan ratus orang melakukan serbuan terhadap kota Bandung.
Disepanjang jalan, pasukan APRA membunuh setiap anggota APRIS yang
dijumpainya. Bahkan Markas Divisi Siliwangi berhasil diduduki dan setiap
anggota regu jaga dibunuh, termasuk Letnan Kolonel Lembong. Selama
aksinya, pasukan APRA telah membunuh 79 orang anggota APRIS.
Melihat keadaan seperti itu, pemerintah RIS segera mengirim
pasukannya ke Bandung. Sementara itu, Perdana Menteri RIS, Moh. Hatta
mengadakan perundingan dengan Komisaris Tinggi Belanda di Jakarta.
Hasilnya Westerling didesak pergi dari kota itu. pasukan APRA kemudian
meninggalkan kota bandung dan berhasil dihancurkan oleh pasukan APRIS.
Ternyata dalang dari gerakan itu adalah Sultan Hamid II, seorang
menteri negara tanpa portofolio (departemen) pada kabinet RIS. Rencana
sebenarnya dari gerakan ini adalah menculik semua menteri dan membunuh
Menteri Pertahanan Keamanan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Sekjen
Kementerian Pertahanan Keamanan Mr. Ali Budiardjo, dan Kepala Staf
Angkatan Perang, Kolonel T.B. Simatupang.

b. Pemberontakan Andi Azis


Pemberontakan Andi Aziz terjadi di Sulawesi Selatan di bawah
pimpinan Kapten Andi Aziz. Latar belakang terjadinya pemberontakan ini

disebabkan karena adanya penolakan terhadap masukan pasukan APRIS


dari unsur TNI ke Sulawesi Selatan.
Kapten Andi Aziz adalah seorang perwira KNIL yang baru diterima
masuk ke dalam APRIS. Pada tanggal 30 Maret 1950, ia bersama
pasukannya menggabungkan diri ke dalam APRIS di hadapan Letnan
Kolonel A.J. Mokoginta (Panglima Tentara dan Teritorium Timur).
Sementara itu datangnya pasukan TNI di bawah pimpinan Mayor H.V.
Worang ke Makassar, ternyata menghawatirkan pasukan KNIL yang
dipimpin oleh Kapten Andi Aziz. Pasukan KNIL merasa tersaingi oleh
pasukan TNI yang akan datang ke Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, Andi
Aziz menyatakan pasukannya sebagai pasukan bebas dan kemudian
melakukan serangan terhadap markas-markas TNI di Makassar. Pasukan
Andi Aziz berhasil menawan beberapa orang prajurit TNI, termasuk
Letnan Kolonel A.J. Mokoginta.
Guna mengatasi pemberontakan itu, pada tanggal 8 April 1950
pemerintah mengintruksikan agar Andi Aziz dalam waktu 424 jam
menghadap ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Pada saat yang bersamaan sebuah pasukan ekspedisi dikirim ke Sulawesi
Selatan di bawah pimpinan Kolonel A.E. Kawilarang.
Andi aziz juga diminta untuk mengembalikan senjata dan
melepaskan semua tawanan. Andi aziz sebenarnya berniat untuk
menyerahkan diri, namun terlambat melaporkan diri ke Jakarta, sehingga
ia ditangkap dan dicap sebagai pemberontak. Dengan ditangkapnya Andi
Aziz, kekuatan pasukannya pun semakin lemah. Akhirnya, pasukannya
dapat dilucuti oleh pasukan APRIS. Selanjutnya keamanan wilayah
Sulawesi Selatan dapat dipulihkan kembali.
c. Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS)
Pemberontakan ini dipelopori oleh Mr. Christian Robert Steven
Soumokil (Mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur). Soumokil tidak
menyeujui terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahkan dia
sendiri tidak menyetujui penggabungan daerah-daerah Negara Indonesia
Timur ke dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Dia berusaha
melepaskan wilayah Maluku Tengah dari NIT yang merupakan barisan RIS.
Guna mempersiapkan usaha untuk melepaskan diri dari kekuasaan
RIS , ia bekerja sama dengan Ir. Manusama. Pada tanggal 4 April 1950, Ir.
Manusama mengajak para rajapati (kepala desa) mengadakan pertemuan.
Dihadapan para rajapati itu, Ir. Manusama menyatakan bahwa
penggabungan Maluku Tengah dengan wilayah Indonesia mengandung
bahaya. Atas hasutan itu, para rajapati menyetujui usul Manusama untuk

mengadakan rapat umum di kota Ambon pada tanggal 18 April 1950. Rapat
itu diselenggarakan untuk mendapatkan pengikut-pengikut RMS. Dalam
upaya untuk mendapatkan pengikut, sering dilakukan tindakan yang
bersifat terror atau ancaman.
Pada tanggal 24 April 1950, Soumokil memproklamasikan berdirinya
Republik Maluku Selatan. Berita berdirinya RMS merupakan ancaman bagi
keutuhan Republik Indonesia Serikat. Oleh karena itu, pemerintah RIS
menyatakan bahwa Indonesia Timur dalam keadaan bahaya.
Pada mulanya, pemerintah RIS menempuh cara damai dengan
mengirim dr. J. Leimena untuk berunding. Namun, misi ini ditolak oleh
Soumokil. Bahkan mereka meminta bantuan, perhatian, dan pengakuan dari
luar negeri terutama dari Belanda, Amerika Serikat, dan Komisi PBB untuk
Indonesia.
Jalan damai yang telah dicoba beberapa kali oleh pemerintah RIS
menemui jalan buntu. Oleh karena itu, pemerintah RIS memutuskan untuk
melakukan tindakan militer. Pimpinan ekspedisi militer ini adalah Kolonel
A.E Kawilarang. Melalui ekspedisi militer ini, secara perlahan, wilayah yang
sebelumnya dikuasai oleh RMS berhasil direbut oleh pasukan APRIS.
Gerakan RMS semakin terdesak, dalam keadaan terdesak itulah, beberapa
anggota gerakan tersebut melarikan diri ke negeri Belanda, sedangkan
Soumokil berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.
d. Gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII)
a. DI/TII di jawa tengah
1) pada tanggal 23 agustus 1049 di daerah tegal, amir Fattah
memproklamasikan berdirinya NIL dan menyatakan bergabung dengan
kartosuwityo. Melalui operasi Guntur 1954 pemerintah berhasil menumpas
gerakan amir Fattah
2) di daerah kebumen dipimpin Muhammad mahfuah aburrahman
3) di daerah malang dan kudus dilakukan battalion 426 bergabung dengan
perusuh-perusuh merapi berbabu komplek. Berhasil diitumpas melalui
brigade pragoro pimpinan letkol.soeharto 1952
b. di daerah Sulawesi selatan dibawah pimpinan kahar muzakar
Pada bulan agustus mereka melancarkan pemberontakan karena tiak
terpeni\uhi tuntutannya yaitu agar seluruh anggota komando gerilya
Sulawesi selatan dijadikan tentara APRIS. Akibatnya kahar muxakar
membentuk Negara islam Indonesia Sulawesi selatan dan menjadi bagian
dari DI/TII.
c. DI/TII di aceh

Di/TII aceh dipimpin oleh Daud Beureuh. Pemberontak ini muncul


karena masalah otonomi daerah. Semula aceh merupakan daerah
istimewah dengan gubernur Daud Bareuh. Namun, pemerintah RI
menurunkan status daerah istimewa Aceh menjadi keresidenan dalam
lingkup propinsi Sumatra utara. Daud bareuh l\kecewa terhadap
keputusan pemerintah sehingga ia menyatakan mendukung berdirinya NII
Kartosuwiryo dan Aceh menjadi bagiannya.
d. DI/TII di Jawa Barat
Pemimpin : Sekarmadji Marijan KartosuwiryoTujuan awal : Untuk
menentang penjajah Belanda di Indonesia.Latar Belakang :1. Kekecewaan
SM Kartosuwiryo terhadap kebijakan Soekarno mengenai faham
komunis.2. Keinginan Darul Islam untuk mendirikan Negara Islam
Indonesia(NII). setelah makin kuat, Kartosuwiryo memproklamasikan
berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) pada tanggal 17 Agustus 1949
dan tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia (TII). Gerakan ini
dibentuk pada saat Jawa Barat di tinggal oleh Pasukan Siliwangi yang
berhijrah ke Yogyakarta dan Jawa Tengah dalam Rangka melaksanakan
ketentuan dalam Perundingan Renville.
e. DI/TII di Kalimantan Selatan
Di daerah kalmantan selatan juga muncul pemberontakan dibawah
pimpinan Ibnu Hajar. Mereka menamakan diri Kesatuan Rakyat Jang
Tertindas. Untuk memperkuat KRJT mereka meminta bantuan dari Kahar
Muzakkar dan Kartusuwiryo. Pada akhir tahun 1954, Ibnu Hajar
membulatkan tekadnya untuk masuk Negara Islam. Ibnu Hajar diangkat
menjadi panglima TII wilayah Kalimantan.
Untuk menumpas pemberontakan Ibnu Hajar ini, pemerintah
menempuh upaya damai melalui berbagai musyawarah dan operasi militer.
Gerakan perlawanan baru berakhir pada bulan juli 1963. Ibnu Hajar dan
anak buahnya menyerahkan diri secara resmi. Pada bulan maret 1965
Pengadilan Militer menjatuhkan hukuman mati kepada Ibnu Hajar.

e. Pemberontakan

PRRI/Permesta

Pemberontakan PRRI/Permesta didahului dengan pembentukan dewan-dewan di


beberapa daerah di Sumatera, antara lain

Dewan Banteng di Sumatera Barat oleh Letnan Kolonel Achmad Husein (20

Desember 1956) ;
Dewan Gajah di Medan oleh Kolonel Maludin Simbolon (22 Desember 1956)
Dewan Manguni di Manado oleh Letnan Kolonel Ventje Sumuai (18 Februari 1957).

Tanggal 10 1958 didirikan organisasi yang bernama Gerakan Perjuangan


Menyelamatkan Negara Republik Indonesia yang diketuai oleh Letnan Kolonel Achamad
Husein. Gerakan Husein ini akhirnya mendirikan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik
Indonesia) yang berkedudukan di Bukittinggi dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai
pejabat presiden. Permesta (Perjuangan Rakyat Semesta) pada hari berikutnya
mendukung dan bergabung dengan PRRI sehingga gerakan bersama itu disebut
PRRI/Permesta. Permesta yang berpusat di Manado tokohnya adalah Letnan Kolonel
Vantje Sumual, Mayor Gerungan, Mayor Runturambi, Letnan Kolonel D.J. Samba, dan
Letnan Kolonel Saleh Lahade.
Untuk menumpas pemberontakan PRRI/Permesta dilaksanakan operasi gabungan yang
terdiri atas unsur-unsur darat, laut, udara, dan kepolisian.
2. Kebijakan Ekonomi Nasional pada Masa Demokrasi Liberal
Pemerintah Indonesia yang baru berdiri mewarisi kondisi ekonomi yang sangat
kacau dari pemerintahan Jepang. Keadaan tersebut diperparah dengan adanya berbagai
pemberontakan di berbagai daerah. Untuk mengatasi kesulitan ekonomi tersebut,
pemerintah berupaya melakukan perbaikan dengan melakukan kebijakan ekonomi.
Kebijakan ekonomi tersebut sebagai berikut.
a. Gunting Syarifrudin
Kebijakan ini adalah Pemotongan nilai uang (sanering). Caranya
memotong semua uang yang bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya tinggal
setengahnya.
Kebijakan ini dilakukan oleh Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara
pada masa pemerintahan RIS. Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret
1950 berdasarkan SK Menteri Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950
Tujuannya untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp. 5,1 Miliar.
Dampaknya rakyat kecil tidak dirugikan karena yang memiliki uang Rp. 2,50 ke
atas hanya orang-orang kelas menengah dan kelas atas. Dengan kebijakan ini
dapat mengurangi jumlah uang yang beredar dan pemerintah mendapat
kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan mendapat pinjaman sebesar Rp.
200 juta.
b. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik
Indonesia untuk mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan
pada masa Kabinet Natsir yang direncanakan oleh Sumitro Joyohadikusumo
(menteri perdagangan). Program ini bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi
kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi Indonesia).

Dampaknya program ini menjadi salah satu sumber defisit keuangan.


Beban anggaran tahun sebelumnya sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri
keuangan Jusuf Wibisono memberikan bantuan kredit khususnya pada pengusaha
dan pedagang nasional dari golongan ekonomi lemah sehingga masih terdapat para
pengusaha pribumi sebagai produsen yang dapat menghemat devisa dengan
mengurangi volume impor.
c. Nasionalisasi De Javasche Bank
Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951
pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank
Indonesia. Awalnya terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian kredi tharus
dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam
menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter.
Tujuannya adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya
ekspor, serta melakukan penghematan secara drastis.
Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank
Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal 15
Desember 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 1951.
d. System Ekonomi Ali-Baba
Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (mentri
perekonomian kabinet Ali I). Tujuan dari program ini adalah
Untuk memajukan pengusaha pribumi.
Agar para pengusaha pribumi Bekerjasama memajukan ekonomi nasional.
Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam
rangka merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha
pribumi dan non pribumi.
Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba digambarkan
sebagai pengusaha non pribumi khususnya Cina.
Program ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab Pengusaha pribumi
kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan
kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi lebih berpengalaman
dalam memperoleh bantuan kredit.

J. Perjuangan Pengembalian Irian Barat


1. Latar belakang perjuangan

Masalah Irian Barat merupakan isu besar yang menjadi perhatian khusus bagi
pemerintah Indonesia. Berdasarkan hasil keputusan KMB tahun 1949, masalah Irian
Barat menjadi masalah tersendiri yang disepakati akan diselesaikan 1 tahun kemudian.
Hal ini menunjukan Belanda tidak ingin menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia.
Tahun 1950-an, perjuangan mengembalikan Irian Barat menjadi prioritas perjuangan
Indonesia karena kedaulatan wilayah Indonesia sedang mendapat tantangan dari pihak
luar . Salah satunya wilayah Irian Barat yang ditetapkan dan diakui oleh pemerintah
Belanda. Belanda memang tidak mempunyai niat dan itikad baik dalam menyelesaikan
Irian Barat.
2. Perjuangan Diplomasi
Sekalipun pada tanggal 17 Agustus 1950 terjadi perubahan ketatanegaraan di
Indonesia dari RIS menjadi NKRI, tetapi masalah Irian Barat belum terselesaikan.
Berikut ini beberapa langkah diplomasi dalam penyelesaian Irian Barat.
a. Tanggal 4 Desember 1950 diadakan konferensi Uni Indonesia Belanda. Dalam
konferensi itu Indonesia mengusulkan agar Belanda menyerahkan Irian Barat secara de
jure. Namun ditolak oleh Belanda.
b. Pada bulan Desember 1951 diadakan perundingan bilateral antara Indonesia dan
Belanda. Perundingan ini membahas pembatalan uni dan masuknya Irian Barat ke wilayah
NKRI, namun gagal.
c. Pada bulan September 1952, Indonesia mengirim nota politik tentang perundingan
Indonesia Belanda mengenai Irian Barat, namun gagal.
A. Konfrontasi melalui jalur ekonomi:
a. Tanggal 4 Agustus 1956, pemerintah RI secara sepihak menolak mengakui hutang
Negara (3.661 miliar golden) seperti yang ditetapkan dalam KMB.
b. Tanggal 18 November 1957, diselenggarakan rapat umum pembebasan Irian barat
di Jakarta rapat umum ditindaklanjuti dengan aksi rakyat dan tindakan yang
dilajukan pemerindah RI seperti:
- Pemerintah melarang semua terbitan dan film bahasa belanda
- Melarang maskapai penerbangan Belanda (KLM) mendarat dan terbang di atas
wilayah RI
- Permogokan buruh diperusahaan Belanda secara total, 2 Desember 1957
- Semua perwakilan konsener belanda di Indonesia untuk dihentikan
- Pengambilalihan perusahaan belanda dan modan yang selanjutnya diatur dengan PP
No.23 tahun 1958
B. Konfrontasi melalui jalur politik:
a. Pembatalan perundingan KMB
Karena belanda tetap pada keinginannya untuk mempertahankan Irian

barat sebagai daerah kekuasaannya (pada Agustus 1952), pemerintah belanda atas
persetujuan parlemen memasukkan Irian barat dalam wilayah kerajaan belanda. Maka
Indonesia pada tanggal 10 Agustus 1954 mengumumkan pembubaran uni indonesiabelanda secara sepihak dan diperkuat dengan undang-undang no.13 tahun 1956
tertanggal 3 Mei 1956, indonesia menyatakan uni indonesia tidak ada hubungan lagi.
b. Pembentukan provinsi Irian barat (17 Agustus 1956), dengan ibu kotanya di Soa
Siu Maluku utara diangkat sebagai gubernur permama Zaenal abidin, sultan tidore
(23 September 1956)
c. Pemutusan hubungan konsulat tanggal 5 Desember 1957. Kegiatan perwakilan
konsulat belanda dihentikan
d. Pemutusan hubungan diplomatik dengan belanda
Dilakukan Presiden soekarno tanggal 17 Agustus 1960 dalam pidato berjudul Jarek
(jalannya revolusi kita) bagaikan malaikat turun dari langit, kemudian ditindak lanjuti
pembentukan Front nasional.
Tujuannya:
- Menyelesaikan revolusi Indonesia
- Melaksanakan pembangunan semesta nasional
- Mengembalikan wilayah Irian barat kedalam wilayah RI
Konfrontasi politik dan ekonowi yang dilancarkan ternyata belum mampu
memaksa Belanda untuk menyerahkan Irian barat. Tapi pada tanggal 5 April 1961
Belanda membentuk berdirinya negara Papua Barat dan memperkuat kedudukan
militernya dengan mendatangkan kapal induk Karel Doormen.
C. konfrontasi melalui militer
Untuk meningkatkan perjuangan, Dewan Pertahanan Nasional merumuskan
Tri Komando Rakyat (TRIKORA) yang dibacakan Presiden Soekarno tanggal 19
Desember 1961 di Yogyakarta. Berikut ini isi lengkap Trikora:
a. Gagalkan pembentukan Negara papua
b. Kibarkan Sang merah putih di Irian Barat.
c. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan
Tanah air.

berikut:

Sebagai tindak lanjut dari Trikora, pemerintah mengambil langkah-langkah

1) Membentuk Provinsi Irian Barat gaya baru dengan ibukota Kota Baru.
2) Membentuk Komando Mandala Pembebasan Irian Barat pada tanggal 13 Januari 1962.
Sebagai Panglima Komando Mandala ditunjuk Mayjen Soeharto. Markasnya berada di
Makasar.
Berikut ini tugas Komando Mandala Pembebasan Irian Barat.
1) Merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi-operasi militer.
2) Menciptakan daerah bebas secara defacto atau mendudukkan unsur kekuasaan RI di
Irian Barat.
Untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut, maka Panglima Mandala menyusun
strategi Panglima Mandala. Berikut ini tahapan-tahapan dalam strategi Panglima Mandala
tersebut.
1) Sampai tahun 1962, fase infiltrasi dengan memasukkan 10 kompi sekitar sasaran
tertentu.
2) Awal tahun 1963, fase eksploitasi dengan mengadakan serangan terbuka terhadap
induk
militer
lawan,
dan
menduduki
semua
pos
pertahanan
musuh.
3) Awal tahun 1964, fase konsolidasi dengan mendudukkan kekuasaan-kekuasaan RI
secara mutlak di seluruh Irian Barat.
3. Akhir Pembebasan Irian Barat
Pada awalnya Belanda tidak yakin pasukan Indonesia dapat masuk ke wilayah
Irian. Akan tetapi operasi-operasi yang dilakukan Pasukan Komando Mandala ternyata
berhasil terbukti dengan jatuhnya Teminabuan ke tangan pasukan Indonesia. Sementara
itu Pemerintah Kerajaan Belanda sedikit banyak mendapat tekanan dari pihak Amerika
Serikat untuk berunding karena untuk mencegah terseretnya Uni Soviet dan Ameriksa
Serikat ke dalam konfrontasi. Dengan adanya rencana Bunker di atas maka sikap
Indonesia adalah menerimanya. Hal ini ternyata menambah simpati dunia terhadap RI,
sebaliknya Belanda bersikukuh mempertahankan Irian Barat. Oleh karena itu pada
tanggal 14 Agustus 1962 RI melakukan operasi besar-besaran yang terkenal sebagai
operasi Jayawijaya. Tanggal penyerbuan ini ditetapkan sebagai Hari H atau Hari
Penyerbuan.
Pada tanggal 15 Agustus 1962 ditandatangani suatu perjanjian antara Indonesia
dengan Pemerintah Belanda di New York, bertempat di Markas Besar PBB. Perjanjian ini
terkenal dengan Perjanjian New York. Adapun isi Perjanjian New York adalah sebagai
berikut.
1. Pemerintah Belanda akan menyerahkan Irian Barat kepada Penguasa Pelaksana
Sementara PBB (UNTEA = United Nations Temporary Executive Authority) pada
tanggal 1 Oktober 1962.
2. Pada tanggal 1 Oktober 1962 bendera PBB akan berkibar di Irian Barat berdampingan
dengan bendera Belanda, yang selanjutnya akan diturunkan pada tanggal 31 Desember
untuk digantikan oleh bendera Indonesia mendampingi bendera PBB.
3. Pemerintah UNTEA berakhir pada tanggal 1 Mei 1963, pemerintahan selanjutnya
diserahkan kepada pihak Indonesia.
4. Pemulangan orang-orang sipil dan militer Belanda harus sudah selesai pada tanggal 1
Mei 1963.

5. Pada tahun 1969 rakyat Irian Barat diberi kesempatan untuk menyatakan
pendapatnya tetap dalam wilayah RI atau memisahkan diri dari RI melalui Penentuan
Pendapat Rakyat (Pepera).
Selanjutnya untuk menjamin keamanan di Irian Barat maka dibentuk suatu
pasukan keamanan PBB yang dinamakan United Nations Security Forces (UNSF) di
bawah pimpinan Brigadir Jenderal Said Uddin Khan dari Pakistan. Pekerjaan UNTEA di
bawah pimpinan Jalal Abdoh dari Iran juga berjalan lancar sehingga tepat pada tanggal 1
Mei 1963 roda pemerintahan RI sudah berjalan. Sebagai Gubernur Irian Barat pertama
maka diangkatlah E. J. Bonay, seorang putera asli Irian Barat. Di samping nama-nama
Soeharto, Sudarso dan lain-lain yang berjasa dalam pembebasan Irian Barat juga
tercatat dalam sejarah nama-nama seperti Kolonel Sudomo, Kolonel Udara Leo
Watimena, dan Mayor L. B. Moerdani. Pantas pula untuk dikenang adalah, sukarelawati
yang gigih berjuang dalam pembebasan Irian Barat yakni Herlina. Ia memenangkan
hadiah Pending Emas karena ikut sertanya dalam pembebasan Irian Barat secara heroik.
Pengalamannya dibukukan dalam karya tulis yang berjudul Pending Emas.
Dengan ditandatangani Perjanjian New York maka pada tanggal 1 Mei 1963 Irian
Barat diserahkan kepada Indonesia. Hubungan diplomatik dengan Belanda pun segera
dibuka kembali. Dengan kembalinya Irian Barat kepada Indonesia maka Komando
Mandala dibubarkan dan sebagai operasi terakhir adalah Operasi Wisnumurti yang
bertugas menjaga keamanan dalam penyerahan kekuasaan pemerintahan di Irian Barat
dai UNTEA kepada Indonesia.

ANGGOTA KELOMPOK

3 XI-IPA 2:

Ahmad Yusuf
Bony Moch Gifar
Firdha Maulina
M. Iqbaal
Nidha Handa R
Rikha Ayu Lestari
Shepti Pauliyah
Silmi Lestari
Suci Nurmala
Vina Alvina

Anda mungkin juga menyukai