Anda di halaman 1dari 18

PENDAHULUAN

Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA
(Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan
bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah. (Wahyono, 2008)
ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak anak, baik
di negara berkembang maupun di negara maju dan banyak dari mereka perlu
masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit penyakit saluran
pernapasan pada masa bayi dan anak anak dapat pula memberi kecacatan
sampai pada masa dewasa dimana ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya
Chronic Obstructive Pulmonary Disease. (WHO, 2007)
ISPA masih

merupakan

masalah

kesehatan

yang

penting

karena

menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4
kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3 6 episode ISPA
setiap tahunnya. 40% - 60% dari kunjungan di Puskesmas adalah oleh penyakit
ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20% - 30%.
Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi
berumur kurang dari 2 bulan. (Wahyono, 2008)
Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi.
Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam
keadaan berat dan sering disertai penyulit penyulit dan kurang gizi. Data
morbiditas penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10% - 20%
dari populasi balita. (Rasmaliah, 2004)
Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun
1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian
khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA, namun
kelihatannya angka kesakitan dan kematian tersebut masih tetap tinggi seperti
yang telah dilaporkan berdasarkan penelitian yang telah disebutkan di atas.
(Rasmaliah, 2004)
Berikut akan dibahas mengenai kasus ISPA pada pasien anak yang berobat
ke Puskesmas Lembasada pada bulan Februari 2016.
1

KASUS
IDENTITAS
Nama

: An. F

Umur

: 1,3 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: Desa lembasada

Tanggal Pemeriksaan : 19 februari 2016


ANAMNESIS
Keluhan Utama

:Batuk berlendir

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke poli PKM dengan keluhan batuk berlendir yang dialami
sejak 2 hari yang lalu, yang disertai pilek . Pasien tidak mengalami sesak napas
maupun mual-muntah. Pasien juga mengalami demam yang naik turun sejak 1
hari yang lalu tanpa disertai menggigil maupun kejang. Nafsu makan berkurang.
BAB lancar, biasa. BAK lancar.
Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sudah beberapa kali mengalami keluhan batuk dan pilek.


Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama.

Genogram

:
2

Keterangan :

= Pasien

Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan :


Pasien makan 3 kali sehari dengan lauk seadanya, namun terkadang pasien
makan tidak teratur dan menjadi malas makan terutama saat sakit. Pasien lebih
suka mengkonsumsi makanan jajanan disekitar lingkungan rumah terutama

jajan es.
Pasien sering terpapar oleh asap rokok dan asap dari anti nyamuk.
Pasien tinggal bersama orang tuanya di rumah yang berada di dalam lorong.
Rumah pasien berukuran luas 10x5 m2. Rumah terdiri dari ruang tamu, 1
kamar tidur, dapur dan kamar mandi yang berada di belakang rumah. Untuk
keperluan BAB. Lantai rumah terbuat dari semen, dinding rumah dari papan,
dan atap rumah terbuat dari seng tanpa plafon. Ruang tamu, kamar dan dapur
memiliki jendela dan pencahayaan yang cukup. Jarak rumah pasien dengan
rumah tetangga + 3x2 m2. Rumah pasien mempunyai pekarangan dengan luas

2x1 m2.
Sumber air yang dipakai untuk sehari-hari adalah dari sumur. Sedangkan untuk

minum, pasien menggunakan air sumur tersebut yang telah dimasak.


Sumber listrik dari PLN, sampah dibuang pada tempat sampah di halaman
belakang rumah dan dibuang ke tempat pembuangan sampah umum di
lingkungan tersebut saat tempat sampah telah terisi penuh.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan :


Riwayat Antenatal :
Ibu tidak pernah memeriksakan kehamilannya ke pelayanan kesehatan saat
mengandung pasien.

Riwayat Natal :
Pasien lahir normal dengan berat badan lahir 3000 gram, ditolong dukun, di
rumah. Usia kehamilan cukup bulan.
Riwayat Neonatal :
Tidak ada kelainan
Asupan Makanan :
Asi sejak lahir sampai pasien berumur 1 tahun
Nasi dan lauk pauk mulai usia 6 bulan sampai sekarang
Riwayat Imunisasi:
Imunisasi lengkap
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien tinggal di rumah bersama dengan 4 orang lainnya yaitu kedua orang
tua, kakak dan adik . Pasien memiliki hubungan yang baik dengan kedua orang
tua, kakak dan adiknya. Pasien aktif bermain dan berkomunikasi dengan orangorang disekitarnya. Orang tua pasien tergolong ekonomi lemah. Ayah pasien
sebagai tulang punggung keluarga, ayah pasien bekerja di kebun dengan
penghasilan yang tidak menetap. Rata-rata penghasilan per bulannya kurang lebih
Rp.1000.000,-

Gambar 1 rumah pasien tampak dari depan.

Gambar 2 ruang tamu pasien.

Gambar 3 kamar tidur pasien

Gambar 4 dapur pasien

Gambar 5 WC pasien.

PEMERIKSAAN FISIK
Kondisi Umum
: Sakit ringan
Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
Status Gizi
: Gizi kurang

Berat Badan
Tinggi Badan

: 7 kg
: 68cm

Tanda Vital
Nadi
Suhu
Pernapasan

: 96 kali/menit (kuat angkat, isi cukup, reguler)


: 36.70C
: 30 kali/menit

Kulit

TenggorokanLeher

: Warna sawo matang, lapisan lemak di bawah kulit


cukup.
: Normosefal, rambut berwarna hitam, tipis dan tidak
mengkilap, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterus, pupil bulat isokor (diameter 3 mm). Terdapat
sekret pada hidung (warna bening keputihan), tidak
terdapat pernapasan cuping hidung. Tidak ada sekret
pada telinga, bibir tidak sianosis.
: Tonsil dan faring sulit dinilai.
Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening.

Thoraks
Paru

: Inspeksi

Kepala

Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung

: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Abdomen

: Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi

: permukaan dada simetris, penggunaan


otot-otot bantu pernapasan (-).
: massa (-), nyeri tekan (-) taktil
fremitus kiri = kanan.
: sonor pada kedua lapang paru
: bunyi napas brokovesikuler +/+,
wheezing (-/-), ronkhi (-/-).
: iktus kordis tampak
: iktus kordis teraba pada ICS V linea
midclavicula sinistra
: pekak
: bunyi jantung I dan II murni, reguler,
bising jantung (-).
: permukaan datar, seirama gerak napas
: peristaltik kesan normal
: timpani
: massa (-), nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba.

Ekstremitas
Atas
Bawah

: Akral hangat, edema (-)


: Akral hangat, edema (-)

Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
Diagnosis Kerja
Batuk bukan pneumonia
Diagnosis Banding
Batuk Alergi
Pneumonia
Anjuran Pemeriksaan
1) Pemeriksaan darah rutin
2) Pemeriksaan foto thoraks
Terapi
Medikamentosa :

Puyer batuk (3x1 pulv) untuk 10 kali pemberian :


CTM (8 mg) 2 tab.
Ambroxol (90 mg) 3 tab.
Vitamin C 8 tab.

Paracetamol syr 3x1 cth

Nonmedikamentosa :

Menganjurkan ibu untuk melakukan kompres untuk membantu


menurunkan demam

Memberikan perasan jeruk nipis dengan madu atau kecap untuk


membantu mengurangi batuk

Memberi makanan bergizi pada anak secara teratur untuk membantu


meningkatkan daya tahan tubuh anak.

Mengurangi minum yang dingin-dingin, dan memperbanyak minum air


putih ataupun sari buah untuk membantu mengencerkan dahak.

Istirahat yang cukup.

PEMBAHASAN
Aspek Klinis

Pada kasus ini, pasien anak laki-laki berumur 1 tahun 3 bulan datang ke poli
PKM dibawa oleh ibunya dengan keluhan utama batuk berlendir yang dialami
sejak 2 hari yang lalu, yang disertai pilek. Pasien tidak mengalami sesak napas
maupun mual-muntah. Pasien juga mengalami demam yang naik turun sejak 2
hari yang lalu tanpa disertai menggigil maupun kejang. Nafsu makan berkurang.
BAB lancar, biasa. BAK lancar.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status gizi pasien tergolong gizi kurang,
tampak sekret pada hidung pasien (berwarna bening keputihan) namun tidak
didapatkan

abnormalitas

lainnya

sehingga

berdasarkan

anamnesis

dan

pemeriksaan fisik pasien ini didiagnosis dengan batuk bukan pneumonia.


ISPA (infeksi saluran pernafasan akut) didefinisikan sebagai infeksi akut
yang menyerang salah satu bagian/lebih dari saluran napas mulai dari hidung
sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura).
Dikatakan akut karena munculnya mendadak dan biasanya berlangsung dalam
waktu kurang dari 14 hari. (Deasy, 2009; Rubin, 2005)
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti
batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian
anak akan menderita pneumonia dan bila infeksi paru ini tidak diobati dengan
antibiotik dapat mengakibat kematian. (Deasy, 2009)
Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan apusan sekret maupun foto
thoraks pada kasus ini belum perlu dilakukan karena berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik pasien tergolong penderita batuk bukan pneumonia sehingga
untuk kunjungan awalnya dapat diberikan terapi awal berupa terapi simptomatik
dan pemberian vitamin tanpa pemberian antibiotik karena etiologi dari sebagian
besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus sehingga tidak dibutuhkan
terapi antibiotik. Terapi awal dapat dievaluasi 3 hari kemudian untuk menentukan
langkah selanjutnya yang perlu diambil.
Pasien ini diberikan terapi simptomatik, yaitu pemberian paracetamol,
ambroksol, CTM, dan vitamin C. Paracetamol diberikan sebagai antipiretik yang
bekerja pada hipotalamus. Paracetamol juga dapat bekerja secara perifer dengan

10

memblok impuls nyeri dan dapat pula bekerja dengan menghambat sintesis
prostaglandin pada sistem saraf pusat. (Wahyono, 2008)
Ambroksol merupakan suatu metabolit bromheksin yang diduga sama cara
kerja dan penggunaannya. Ambroksol merupakan mukolitik yaitu obat yang dapat
mengencerkan sekret saluran napas dengan jalan memecah benang-benang
polisakarida dan mukoprotein dari sputum. (Goldman, 2008; Rubin, 2005)
CTM (Chlorpheniramine Maleat alkilamin) yang merupakan salah satu dari
alkilamin yang merupakan golongan antihistamin penghambat reseptor H1 (AH1).
Antihistamin dapat menyebabkan relaksasi otot polos saluran napas dan
menurunkan produksi mukus. Efek samping yang paling sering ditimbulkan
adalah efek sedasi, yang justru menguntungkan bagi pasien yang dirawat di RS
atau pasien yang memerlukan banyak istirahat. Antihistamin juga dapat
menurunkan sekresi mukus. (Goldman, 2008; Rubin, 2005)
Pemberian vitamin C bertujuan untuk meringkan gejala dan mempersingkat
durasi gejala yang ditimbulkan oleh ISPA. (WHO, 2009)
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tandatanda laboratoris. (WHO, 2007; WHO, 2009)
Tanda-tanda klinis yang dapat diamati, antara lain :

Pada sistem respiratorik: tachypnea, napas tak teratur (dispnea), retraksi


dinding thoraks, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau

hilang, grunting expiratoir dan wheezing.


Pada sistem cardial: takikardia, bradikardia, hipertensi, hipotensi dan henti

jantung.
Pada sistem serebral: gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil

bendung, kejang dan koma.


Pada hal umum : letih dan berkeringat banyak.

Tanda-tanda laboratoris yang perlu diperhatikan oleh tenaga kesehatan, antara


lain:

Hipoksemia,
Hiperkapnea dan
Asidosis (metabolik dan atau respiratorik)

11

Pada kasus ini, pasien tidak memerlukan rawat inap, sehingga ibu pasien
perlu diberikan edukasi mengenai hal-hal yang dapat dilakukan untuk menunjang
kesembuhan saat anak menjalani perawatan di rumah. Beberapa hal yang perlu
dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA, antara lain
: (Rasmaliah, 2004)

Mengatasi panas (demam)


Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam dapat diatasi dengan
memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan
demam harus segera dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat.
Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam selama anak mengalami demam. Cara
pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan
diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih

kemudian celupkan pada air (tidak perlu air es).


Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang mudah ibu dapatkan yaitu dengan
menggunakan perasan jeruk nipis sendok teh dicampur dengan kecap atau
madu sendok teh, diberikan tiga kali sehari. Pemberian madu tidak untuk

anak berusia kurang dari 1 tahun.


Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang
yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada
bayi yang menyusu tetap diteruskan. Berikan makanan yang bervariasi untuk

memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral.


Pemberian minum
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih
banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan

cairan akan menambah parah sakit yang diderita.


Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan
rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang
berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang
lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang
berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama perawatan di rumah

12

keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa ke dokter atau


petugas kesehatan. Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain
tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan
benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik,
usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali ke petugas kesehatan untuk
pemeriksaan ulang.
Cara penularan ISPA dapat melalui kontak langsung atau tidak langsung dari
benda yang telah dicemari virus dan bakteri penyebab ISPA (hand to hand
transmission) dan dapat juga ditularkan melalui udara tercemar (air borne
disease) pada penderita ISPA yang kebetulan mengandung bibit penyakit melalui
sekresi berupa saliva atau sputum.
Pencegahan ISPA dapat dilakukan dengan :

Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.

Imunisasi.

Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.

Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.


Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat
Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidak seimbangan faktorfaktor utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma
hidup sehat yang diperkenalkan oleh H. L. Bloom mencakup 4 faktor yaitu faktor
genetik (keturunan), perilaku (gaya hidup) individu atau masyarakat, faktor
lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik) dan faktor pelayanan kesehatan (jenis,
cakupan dan kualitasnya), namun yang paling berperan dalam terjadinya ISPA
adalah faktor perilaku, lingkungan serta pelayanan kesehatan. ISPA menjadi
masalah di mayarakat disebabkan oleh karena faktor-faktor berikut :
Faktor resiko timbulnya ISPA pada anak, antara lain : (Rasmaliah, 2004)
1. Faktor host (diri)
a. Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak
usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa
13

penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering
menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut. Hal tersebut sesuai
dengan kasus ini dimana pasien adalah pasien anak berusia 1 tahun 3
bulan.
b. Status gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah
lama dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang
satu merupakan predisposisi yang lainnya. Pada KKP, ketahanan tubuh
menurun dan virulensi patogen lebih kuat sehingga menyebabkan
keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah
satu determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut
adalah status gizi anak. Pada kasus ini pasien tergolong gizi buruk
sehingga lebih rentan menderita infeksi.
c. Pemberian suplemen vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa
pertumbuhannya, daya tahan tubuh dan kesehatan terutama pada
penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk mempertahankan sel
epitel yang mengalami diferensiasi. Pasien ini juga tidak pernah
memperoleh vitamin A hingga saat dilakukan home visit.
d. Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada
bulan-bulan pertama kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber
nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai sumber zat anti mikroorganisme yang
kuat, karena adanya beberapa faktor yang bekerja secara sinergis
membentuk sistem imunologis. ASI dapat memberikan imunisasi pasif
melalui penyampaian antibodi dan sel-sel imunokompeten ke permukaan
saluran pernafasan atas. Pasien ini mendapatkan ASI ekslusif selama 6
bulan pertama kehidupannya, kemudian tetap mendapatkan ASI hingga
pasien berusia 1 tahun yang disertai dengan pemberian makanan
pendamping.
2. Faktor lingkungan
a. Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya
untuk tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan

14

yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani,


rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu.
Menurut Depkes RI, rumah sehat adalah proporsi rumah yang
memenuhi kriteria sehat minimum komponen rumah dan sarana sanitasi
dari tiga komponen (rumah, sarana sanitasi dan perilaku) di satu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu. Minimum yang memenuhi kriteria sehat
pada masing-masing parameter adalah sebagai berikut : (Wahyono, 2008)
Minimum dari kelompok komponen rumah adalah langit-langit, dinding,
lantai, jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga, ventilasi, sarana

pembuangan asap dapur dan pencahayaan.


Minimum kelompok fasilitas pendukung rumah sehat adalah sarana
air bersih, jamban (sarana pembuangan kotoran), sarana pembuangan

air limbah (SPAL) dan sarana pembuangan sampah.


Perilaku. Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat untuk
menitikberatkan pada pengawasan terhadap strukur fisik yang
digunakan sebagai tempat berlindung yang mempengaruhi derajat
kesehatan manusia. Sanitasi rumah sangat erat kaitannya dengan
angka kesakitan penyakit menular, terutama ISPA. Lingkungan

perumahan sangat berpengaruh pada terjadinya dan tersebarnya ISPA.


b. Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luas ruang per orang, jumlah anggota
keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA.
Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian
(crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat
c. Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat
sosioekonomi yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan
kesehatan masyarakat dimana pasien ini tinggal di daerah dengan
penduduk padat dan tergolong ekonomi lemah.
d. Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai
kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari
keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa
episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok. Di tempat

15

tinggal pasien 1 anggota keluarga, yaitu ayahnya adalah perokok aktif


sehingga pasien lebih mudah terserang ISPA.
e. Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan
pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun
diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi
rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti
yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA
anak.
3. Pelayanan Kesehatan
Keluarga perlu mengetahui serta mengamati tanda keluhan dini
pneumonia dan kapan mencari pertolongan dan rujukan pada sistem
pelayanan kesehatan agar penyakit anak balitanya tidak menjadi lebih berat.
Sehingga peranan pelayanan kesehatan disamping sebagai tempat untuk
mendapatkan pengobatan diharapkan dapat pula memberi edukasi pada
pasien terkait tanda bahaya ISPA agar pasien dapat segera mendapatkan
pertolongan awal jika didapatkan tanda bahaya tersebut. Diperlukan juga
peranan instansi promosi kesehatan Puskemas serta instansi sanitasi untuk
turut mengupayakan tindakan preventif sehingga morbiditas terkait ISPA
dapat ditekan.

16

DAFTAR PUSTAKA
Deasy, JoAnn and Werner, Karen. Acute Respiratory Tract Infections ; When Are
Antibiotics Indicated? [serial online]. 2009. [cited 20 februari 2016].
Available from: www.jaapa.com.
Goldman, Lee and Aussielo, Dennis. Cecil Medicine 23rd Edition. USA : Elsevier
Inc. 2008.
McPhee, Stephen J and Papadakis, Maxin A. Current Medical Diagnosis &
Treatment 2008. San Fransisco : McGraw Hill.
Rasmaliah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan Penanggulangannya.
2004. [cited 20 februari 2016]. Available from : http://library.usu.ac.id/
Rubin, Michael A, et al. Harrisons Principle of Internal Medicine. USA :
McGraw Hill. 2005.

17

Wahyono Dj, Hapsari I, Astuti IWB. Pola Pengobatan Infeksi Saluran Napas Akut
Usia Bawah Lima Tahun (Balita) Rawat Jalan di Puskesmas I Purwareja
Klampok Kabupaten Banjarnegara Tahun 2004. [serial online]. 2008.
[cited 20 februari 2016]. Available from: http://mfi.farmasi.ugm.ac.id
WHO. Acute Respiratory Infections (Update September 2009). [serial online].
2009.

[cited

20

februari

2016].

Available

from

www.who.int/vaccine_research/diseases/ari/en/print.html
WHO. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan. 2007.

18

Anda mungkin juga menyukai