Anda di halaman 1dari 6

PANCASILA

PELAKSANAAN PANCASILA PADA ORDE LAMA, ORDE BARU DAN


ERA REVORMASI

M. LUVIAN CHISNI CHILMI


11150910000040
TEKNIK INFORMATIKA 1B

PELAKSANAAN PANCASILA PADA ORDE LAMA, ORDE BARU DAN


ERA REVORMASI
Pancasila adalah idiologi bangsa yang sudah dikenal sejak kemerdekaan bangsa di dapatkan oleh
Negara Indonesia. Tetapi pelaksanaan pancasila dari waktu ke waktu berubah-ubah hal ini di pengaruhi
oleh razim yang sedang berkuasa. Perubahan yang sangat mencolak terjadi pada tiga periode, periode
tersebut yaitu : periode orde lama, periode orde baru dan periode era revoramasi.
1. Pelaksanaan Pancasila Pada Periode Orde Lama(1945-1966)
Orde lama ialah sebutan bagi pemerintahan pada masa Ir. Soekarno, Presiden pertama
yang menjabat di Indonesia (1945-1966). Ia adalah proklamator Indonesia dan juga
merupakan penggali pancasila. Penetapan pancasila sebagai dasar Negara pada masa orde
lama yaitu satu hari setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaanya pada tanggal 18
Agustus 1945.
Pada masa Orde lama, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang pada
situasi dunia yang diliputi oleh tajamnya konflik ideologi. Pada saat itu kondisi politik dan
keamanan dalam negeri diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada dalam
suasana transisional dari masyarakat terjajah (inlander) menjadi masyarakat merdeka. Masa
orde lama bisa dikatakan masa pencarian bentuk pelaksanaan Pancasila terutama dalam sistem
kenegaraan. Pancasila dilaksanakan dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama.
Terdapat 3 periode pelaksanaan Pancasila yang berbeda, yaitu periode 1945-1950, periode
1950-1959, dan periode 1959-1966.
Pada periode 1945-1950 pelaksanaan pancasila mengalami banyak masalah. upayaupaya untuk mengganti pancasila sebagai dasar negara melalui pemberontakan di madiun
( Madiun Affairs) yang akan mendirikan negara dengan dasar islam. demokrasi yang
diterapkan pada masa itu adalah demokrasi parlementer, dimana presiden hanya berfungsi
sebagai kepala negara, sedang kepala pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri. Sistem ini
menyebabkan tidak adanya stabilitas pemerintahan. walaupun konstitusi yang digunakan
adalah Pancasila dan UUD 1945 yang presidensiil, namun dalam praktek kenegaraan system
presidensiil tak dapat diwujudkan.
Pada periode 1950-1959 persatuan dan kesatuan mendapat tantangan yang berat
dengan munculnya pemberontakan RMS, PRRI, dan Permesta yang ingin melepaskan diri dari
NKRI. Penerapan pancasila selama periode ini adalah Pancasila diarahkan sebagai ideology
liberal yang ternyata tidak menjamin stabilitas pemerintahan. Dalam bidang politik, demokrasi
berjalan dengan terlaksananya pemilu 1955 yang dianggap paling demokratis. Tetapi anggota
Konstituante hasil pemilu tidak dapat menyusun UUD seperti yang diharapkan. Hal ini
menimbulkan krisis politik, ekonomi, dan keamanan, yang menyebabkan pemerintah
mengeluarkan Dekrit Presiden 1959 untuk membubarkan Konstituante, UUD 1950 tidak
berlaku, dan kembali kepada UUD 1945.

Pada periode 1959-1966 dikenal sebagai periode demokrasi terpimpin. Demokrasi


bukan berada pada kekuasaan rakyat sehingga yang memimpin adalah nilai-nilai Pancasila
tetapi berada pada kekuasaan pribadi presiden Soekarno. Terjadilah berbagai penyimpangan
penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi. Akibatnya Soekarno menjadi otoriter, diangkat
menjadi presiden seumur hidup, politik konfrontasi, menggabungkan Nasionalis, Agama, dan
Komunis (NASAKOM) yang ternyata tidak cocok bagi NKRI. Bung Karno mengeluarkan
gagasan Nasakom dan proses penyisipan misi Nasakom yang disampaikan pada pidatonya
yang kemudian dikenal sebagai Manipol USDEK. Pancasila telah diarahkan sebagai ideology
otoriter, konfrotatif dan tidak memberi ruang pada demokrasi bagi rakyat. Hal itu
menyebabkan pertentangan antar tiga kelompok besar yaitu : Presiden Soekarno, TNI AD, dan
PKI. Pertentangan ini berpuncak pada peristiwa G30S/PKI 1965 dan sampailah pada
munculnya surat perintah 11 Maret 1966 yang dikenal Supersemar yang dianggap sebagai
kudeta kekuasaan Presiden Soekarno oleh Mayor Jendral Soeharto. Akhir dari peristiwa ini
mengahiri pula kepercayaan masyarakat kepada pemerintahan soekarno. Sehingga pada
akhirnya berdasarkan tap MPRS NO. XXXIII/MPRS/1967 pemerintahan Ir.Soekarno berakhir
dan mulailah pemerintahan baru dibawah Mayor Jendral Soeharto.
2. Pelaksanaan Pancasila Pada Masa Orde Baru (1967-1998)
Indonesia pada masa Orde Baru dipimpin oleh Presiden Mayor Jendral Soeharto.
Beliau merupakan seorang presiden dengan latar belakang militer yang tegas dan sangat
tercermin dalam tingkah lakunya serta pemerintahannya. Namun pada perkembangannya,
Soeharto sendiri dianggap telah melakukan perilaku-perilaku pemerintahan yang tidak sesuai
dengan Pancasila. Hal ini kemudian dianggap sebagai bentuk-bentuk penyimpangan
selanjutnya terhadap Pancasila. kedudukan Pancasila sebagai sumber nilai menjadi kabur
(blurred) oleh praktik-praktik dan kebijaksanaan yang dilaksanakan oleh penguasa negara.
Misalnya, setiap kebijaksanaan penguasa negara senantiasa berlindung di balik ideologi
Pancasila, sehingga mengakibatkan setiap warga negara yang tidak mendukung kebijaksanaan
tersebut dianggap bertentangan dengan Pancasila. Sehingga lahirnya rezim yang otoritarian.
Suatu pemerintahan/rezim dapat dikatakan otoriter adalah jika penguasa rezim tersebut
berhasil membuat sebuah pemerintahan yang memiliki garis keras sehingga rakyatnya
umumnya akan merasa terkekang hak-haknya dan tidak dapat melawan segala kebijakan
pemerintah tersebut karena kuatnya dan kerasnya sebuah pemerintahan/rezim tersebut.
Demokratisasi akhirnya tidak berjalan, dan pelanggaran HAM terjadi dimana-mana, serta
maraknya tindakan Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN). Pancasila malah selanjutnya
digunakan untuk melebur heterogenitas itu dan berakibat pada tersingkirnya kelompokkelompok minoritas yang seharusnya, Sehingga pada masa itu timbullah masalah SARA
dengan kaum etnis Tionghoa yang berada di Indonesia, yang sempat berujung pada tidak
diakuinya kaum etnis Tionghoa dan turunannya sebagai WNI meskipun mereka telah dari lahir
berada di Indonesia. Selanjutnya, penggunaan basis Pancasila secara semena-mena ini juga

diterapkan pada setiap organisasi atau partai politik yang baru dan telah dibangun dalam dunia
perpolitikan di Indonesia. Jadi, setiap organisasi dan partai politik yang ada pada masa Orde
Baru, tanpa terkecuali, harus menjadikan Pancasila sebagai ideologi dasarnya.Keharusan
untuk menempatkan Pancasila diatas segala-galanya ini juga diterapkan di sekolah-sekolah
dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Pada saat itu ada pemasyarakatan Pancasila melalui
penataran yang diberi nama P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). P4
dijadikan ideologi politik yang menggariskan perilaku warga negara Indonesia sesuai dengan
tatanan Eka Prasetya Panca Karsa. Namun pada kenyataannya, program penataran itu lebih
ditujukan untuk menyembunyikan agenda tersembunyi pemerintah, yakni melanggengkan
kekuasaan rezim Orde Baru. Penataran P4 sendiri merupakan upaya indoktrinasi massal
mengenai kehebatan sang pemimpin dalam menyelamatkan Pancasila dan UUD 1945.
3. Pelaksanaa Pancasila Pada Masa Era Revormasi
Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan
menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu. Elit politik dan
masyarakat terkesan masa bodoh dalam melakukan implementasi nilai-nilai pancasila
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan
legitimasi, rujukan dan elan vitalnya. Sebab utamannya sudah umum kita ketahui, karena
rejim Orde Lama dan Orde Baru menempatkan Pancasila sebagai alat kekuasaan yang
otoriter. Terlepas dari kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar dari kedirian bangsa
ini, Pancasila harus tetap sebagai ideologi kebangsaan. Pancasila harus tetap menjadi dasar
dari penuntasan persoalan kebangsaan yang kompleks seperti globalisasi yang selalu
mendikte, krisis ekonomi yang belum terlihat penyelesaiannya, dinamika politik lokal yang
berpotensi disintegrasi, dan segregasi sosial dan konflik komunalisme yang masih rawan.
Kelihatannya, yang diperlukan dalam konteks era reformasi adalah pendekatan-pendekatan
yang lebih konseptual, komprehensif, konsisten, integratif, sederhana dan relevan dengan
perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Di sisi
lain, rezim reformasi sekarang ini juga menampakkan diri untuk malu-malu terhadap
Pancasila. Jika kita simak kebijakan yang dikeluarkan ataupun berbagai pernyataan dari
pejabat negara, mereka tidak pernah lagi mengikutkan kata-kata Pancasila. Hal ini jauh
berbeda dengan masa Orde Baru yang hampir setiap pernyataan pejabatnya menyertakan
kata kata Pancasila Menarik sekali pertanyaan yang dikemukakan Peter Lewuk yaitu
apakah Rezim Reformasi ini masih memiliki konsistensi dan komitmen terhadap Pancasila?
Dinyatakan bahwa Rezim Reformasi tampaknya ogah dan alergi bicara tentang Pancasila.
Mungkin Rezim Reformasi mempunyai cara sendiri mempraktikkan Pancasila. Rezim ini
tidak ingin dinilai melakukan indoktrinasi Pancasila dan tidak ingin menjadi seperti dua
rezim sebelumnya yang menjadikan Pancasila sebagai ideologi kekuasaan. untuk
melegitimasikan kelanggengan otoritarianisme Orde Lama dan otoritarianisme Orde Baru
Saat ini orang mulai sedikit- demi sedikit membicarakan kembali Pancasila dan

menjadikannya sebagai wacana publik. Dalam bahasa intelijen kita mengalami apa yang
dikenal dengan subversi asing, yakni kita saling menghancurkan negara sendiri karena
campur tangan secara halus pihak asing. Di dalam pendidikan formal, Pancasila tidak lagi
diajarkan sebagai pelajaran wajib sehingga nilai-nilai Pancasila pada masyarakat melemah.
Setelah di atas telah banyak di jelaskan mengenai pelaksanaan Pancasila mulai dari orde lama, orde
baru sampai reformasi, telah terlihat jelas mengenai penerapan Pancasila dari waktu ke waktu ini
erat kaitannya dengan kesadaran setiap warga negara.Kesadaran untuk melaksanakan pancasila
adalah buah dari akal pikiran manusia, apabila akalnya telah tertanam Pancasila maka untuk
mengimplementasikannya akan lebih mudah dan terlaksana dengan baik. Dan kesadaran itu akan
mencapai tingkat yang sebaiknya, apabila keadaan terdorong dan taat itu selalu ada pada kita,
sehingga lambat laun melekat pada diri pribadi kita, menjadi sifat kita, lahir batin, melekat pada
akal kita, melekat pada kehendak kita, baik didalam hidup kita pribadi maupun didalam hidup kita
bersama dengan sesama warga keluarga, sesama warga masyarakat, sesama warga negara, sesama
manusia. Terdorong dan taat untuk melaksanakan Pancasila itu juga meliputi seluruh lingkungan
hidup kemanusiaan, baik badaniah maupun yang rohaniah, yang sosial-ekonomis, sosial-politik,
kebudayaan, mental, kesusilaan, keagamaan, serta kepercayaan.

SUMBER :

http/edy%20darmawan%20%20implementasi%20pancasila%20dari%20waktu%20ke

%20waktu.html
http/Nurul%20Ngaini%20SeTyama%20%20Pancasila%20di%20Era%20Reformasi.html
http/NASAKOM%20%20Nasionalisme,%20Agama,%20dan%20Korupsi%20Massal

%20%20%20auvijanfamily.html
http/The%20Assignments%20%20Penyimpangan%20Pancasila%20pada%20Masa

%20Orde%20Baru.html
http/Pelaksanaan%20Pancasila%20Pada%20Masa%20Reformasi%20-%20Ika%20Dwi

%20Saputra.html
http/Catatan%20ikopangesti%20%20Penyimpangan%20-%20Penyimpangan%20pada
%20masa%20Orde%20lama%20,%20Orde%20Baru%20,%20dan%20Reformasi.html

Anda mungkin juga menyukai