BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Atrial Septal Defect merupakan anomali jantung kongenital dimana terdapat lubang
menetap pada septum atrium akibat kegagalan penyatuan baik septum sekundum atau septum
primum dengan bantalan endocardium. Hal ini menyebabkan aliran darah dari vena pulmonalis
yang mengalir masuk ke atrium kiri mengalir kembali ke atrium kanan. Pada awal perkembangan
janin, jantung mulai terbentuk sebagai tabung tunggal yang berdiferensiasi secara bertahap
menjadi empat ruang. Kelainan dapat timbul pada berbagai tahap sepanjang proses tersebut,
mengakibatkan kelainan pada dinding otot yang biasanya memisahkan kedua atrium. Sekitar
80% dari ASD akan menutup pada 18 bulan pertama kehidupan, jika ASD belum menutup
sampai usia 3 tahun, maka ASD akan menetap dan perlu diterapi. Defek ini mungkin tidak
terdeteksi pada masa kanak-kanak, tetapi bila defek ukup besar biasanya menjadi jelas pada
umur 30 tahun. ASD yang kecil mungkin tidak terdeteksi sampai usia pertengahan atau
setelahnya, dan biasanya terdeteksi karena adanya pembesaran jantung dan suara jantung yang
spesifik (suara jantung kedua terpisah secara menetap). Anak-anak dengan ASD yang bergejala
bisa mempunyai gejala seperti mudah lelah, pernapasan cepat disertai dengan sesak napas, dan
pertumbuhan yang lambat.
1.2 TUJUAN
Tujuan penulisan laporan ini adalah:
1. Untuk memahami tinjauan teoritis penyakit atrial septal defect (ASD).
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap kasus atrial septal
defect (ASD) serta melakukan penatalaksanaan yang tepat, cepat dan akurat sehingga
mendapatkan prognosis yang baik dan keselamatan pasien terjamin.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 EPIDEMIOLOGI
Defek septum atrium (ASD) meliputi 10% dari semua penyakit jantung bawaaan dan sebanyak
20-40% penyakit jantung bawaan yang tampak Ostium di masa dewasa. Terdapat tiga jenis
utama dari ASD meliputi:
Ostium secundum: jenis yang paling sering dari ASD meliputi 75 % dari semua kasus
ASD, mewakili sekitar 7% dari semua kelainan defek jantung bawaan dan 30-40% dari
semua penyakit jantung bawaaan.
Ostium primum : jenis kedua paling sering dari ASD meliputi 15-20% dari semua ASD.
ASD primum adalah bentuk kelainan defek septum atrioventrikuler dan umumnya
berhubungan dengan kelainan katup mitral.
Sinus venosus: yang paling jarang terjadi antara ketiga jenis ASD, ASD sinus venosus
(SV) terlihat pada 5-10% dari semua kasus ASD. Kelainan terletak di bagian superior dari
septum atrium, dekat dengan persambungan dengan vena cava superior. Sering
berhubungan dengan kelainan vena pulmonalis yang bermuara ke atrium kanan.
Rasio ASD pada perempuan di banding laki-laki sekitar 2:1. Pasien dengan ASD
dapat asimtomatik pada masa bayi dan anak, waktu munculnya gejala klinis bergantung
pada derajat pirau (shunt) kiri-ke-kanan. Gejala lebih sering terjadi pada usia lanjut. Pada
usia 40 tahun, 90% dari pasien yang tidak diobati memiliki gejala sesak saat beraktivitas,
kelelahan, palpitasi, aritmia berulang, atau gagal jantung.
2.6 DIAGNOSIS
A. GAMBARAN KLINIS
Pada ASD gambaran klinisnya agak berbeda karena defek berada di septum
atrium dan aliran dari kiri ke kanan yang terjadi selain menyebabkan aliran ke paru yang
berlebihan juga menyebabkan peningkatan beban volume pada jantung kanan. Defek
septum atrium sering tidak terdeteksi pada anak-anak walaupun pirau cukup besar karena
asimtomatik, dan tidak memberi gambaran diagnostis fisis yang khas. Keluhan baru
timbul saat usia dewasa. Lebih sering ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan rutin
foto thorax atau ekokardiografi.
Hanya sebagian kecil bayi atau anak dengan ASD besar yang simptomatik dan
gejalanya sama seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru yang berlebihan.
Sesak napas dan rasa capek paling sering merupakan keluhan awal., demikian
pula infeksi napas yang berulang. Pasien dapat sesak pada saat beraktivitas, dan berdebardebar akibat takiaritmia atrium.
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan pulsasi ventrikel kanan pada daerah
sternal kanan, auskultasi jantung cukup khas yaitu bunyi jantung dua yang terpisah lebar
dan menetap tidak mengikuti variasi pernapasan (wide fixed splitting) walaupun tidak
selalu ada, serta bising sistolik tipe ejeksi pada daerah pulmonal pada garis sternal kiri.
Bila aliran piraunya besar mungkin akan terdengar bising diastolik di parasternal iga 4
kiri akibat aliran deras melalui katup tricuspid dapat menyebar ke apeks. Bunyi jantung
kedua mengeras di daerah pulmonal, oleh karena kenaikan tekanan pulmonal, dan pelu
diingat bahwa bising-bising yang terjadi pada ASD merupakan bising fungsional akibat
adanya beban volume yang besar pada jantung kanan. Sianosis jarang ditemukan, kecuali
bila defek besar atau common atrium, defek sinus koronarius, kelainan vascular paru,
stenosis pulmonal, atau bila disertai anomali Ebstein. Juga dapat ditemukan Clubbing of
nails
Simptom dan hipertensi paru umumnya baru timbul saat usia 30-40 tahun
sehingga pada keadaan ini mungkin sudah terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru.
B. GAMBARAN RADIOLOGIS
1. Foto Thorax
Gambaran dari kelainan ASD tergantung pada besarnya defek dan komplikasi
yang mungkin timbul pada pembuluh darah paru.
Dalam keadaan sebelum timbulnya hipertensi pulmonal, pada foto thoraks posisi
posteroanterior (PA) tampak jantung membesar ke kiri dengan apeks di atas
diafragma. Hilus melebar, arteri pulmonalis dan cabang-cabang dalam paru melebar.
Pembuluh darah di bagian perifer masih Nampak jelas. Vena pulmonalis tampak
melebar di daerah suprahilar dan sekitar hius, sehingga corakan pembuluh darah
bertambah. Konus (segmen) pulmonal Nampak menonjol. Arkus aorta Nampak
menjadi kecil.
Pada foto lateral, daerah retrosternal terisi akibat pembesaran ventrikel kanan,
dilatasi atrium kanan, segmen pulmonal menonjol, serta corakan vaskuler paru
prominen.
Dalam keadaan hipertensi pulmonal,pada foto toraks posisi posteroanterior (PA)
tampak jantung yang membesar ke kiri dan juga ke kanan. Hilus sangat melebar di
bagian sentral dan menguncup menjadi kecil kearah tepi. Segmen arteri pulmonalis
menjadi menonjol sekali. Aorta Nampak kecil. Vena-vena sukar dilihat. Paru-paru
dibagian tepi menjadi lebih radiolusen karena pembuluh darah berkurang. Bentuk
toraks emfisematus (bentuk tong,barrel chest). Sedangkan pada foto toraks posisi
lateral tampak pembesaran dan ventrikel kanan yang menempel jauh ke atas sternum.
Tampak hilus yang terpotong ortograd dan berukuran besar. Kadang-kadang jantung
belakang bawah berhimpit dengan kolumna vertebralis. Hal ini disebabkan karena
ventrikel kanan begitu besar dan mendorong jantung ke belakang tanpa ada
pembesaran dari ventrikel kiri.
3. CT Scan
Ultrafast CT scan cukup akurat dalam menilai defek septum atrium. Tomografi
potongan axial memberikan pemisahan jarak yang jelas dari bagian inflow dan
outflow dari septum atrium dan ventrikel. Akibat dari tidak adanya struktur dasarnya
yang menutupi pada gambaran CT scan dan 3-dimensi (3D) ultrafast CT, ukuran
atrium dan ventrikel dapat diukur.
10
4. MRI
MRI memiliki peran yang penting dalam menegakkan diagnose kardiovaskuler.
Kemampuan lain dari MRI meliputi:
Dapat menyajikan beberapa gambar per siklus jantung sehingga fungsi ventrikel
dapat dievaluasi.
Memungkinkan pengukuran aliran dan kecepatan darah dalam aorta, arteri
11
5. KATETERISASI JANTUNG
Kateterisasi jantung dilakukan bila defek intraarterial pada ekokardiogram tidak
jelas terlihat atau bila terdapat hipertensi pulmonal. Pada kateterisasi jantung terdapat
peningkatan saturasi oksigen di atrium kanan dengan peningkatan ringan tekanan
ventrikel kanan dan arteri pulmonalis. Bila telah terjadi penyakit vaskuler paru,
tekanan arteri pulmonalis sangat meningkat sehingga perlu dilakukan tes dengan
pemberian oksigen 100% untuk menilai reversibilitas vaskuler paru. Pada atrial septal
defek primum, terlihat gambaran leher angsa (goose-neck appearance) pada kasus
dengan defek pada septum primum, hal ini akibat posisi katup mitral yang abnormal.
Regurgitasi melalui celah pada katup mitral juga dapat terlihat. Angiogram pada vena
pulmonalis kanan atas, dapat memperlihatkan besarnya atrial septal defek.
2.7 PENATALAKSAAN
Bedah penutupan defek septum atrium dilakukan bila rasio aliran pulmonal terhadap aliran
sistemik lebih dari 2.Bila pemeriksaan klinis dan elektrokardiografi sudah dapat dipastikan
adanya defek septum atrium dengan aliran pirau yang bermakna, maka penderita dapat
melakukan operasi tanpa didahului pemeriksaan katerisasi jantung.
2.8 PROGNOSIS
12
Pasien dengan ASD biasanya bertahan hidup sampai dewasa tanpa bedah dan banyak
pasien hidup sampai usia lanjut. Pada balita, ASD kurang dari 5mm akan menutup dengan
sendiri dan tidak menimbulkan masalah kesehatan. ASD yang berukuran 8 hingga 10mm sering
tidak menutup dengan sendiri dan memerlukan tindakan medis.
KOMPLIKASI
Antara komplikasi Atrial Septal Defect (ASD) adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
13
BAB 2
LAPORAN KASUS
14
Status Presens:
KU :Sedang
HR : 100 x/m
RR : 20 x/m
Suhu : 36,3C
Sianosis : (+)
Orthopnoe : (+)
Edema : (-)
Pucat : (+)
Pemeriksaan Fisik :
Kepala : Mata : anemia (+/+), ikterik (-/-)
Telinga/hidung/mulut :dalam batas normal
Leher : JVP : R+ 2 cmH2O
Dinding toraks : Inspeksi
: Simetris Fusiformis
Batas Jantung :
-
Atas
Kanan : LSD
15
Kiri
Auskultasi
Jantung :S1 (+)
S2 (+) mengeras
Grade : -
Punctum Maximum : -
Radiasi : -
Radiasi : -
Clubbing (+)
Grade : -
16
17
Hasil Laboratorium:
Hemoglobin
: 12,70 g%
( 13,2 17,3)
Eritrosit
: 4,57x 106/mm3
(4,20 4,87)
Leukosit
: 20,62 x 103/mm3
(4,5 11,0)
Hematokrit
: 37,00 %
(43 49)
Trombosit
: 153x 103/mm3
(150 450)
18
Ginjal
Ureum
: 23,30 mg/dL(<50)
Kreatinin
: 0,87 mg/dL
( 0,70 1,20)
Elektrolit
Natrium (Na) : 134mEq/dL
(131- 135)
Kalium (K)
: 3,7/dL
(3,6 -5,5)
Klorida (Cl)
: 103mEq/dL
(96 100)
Diagnosa kerja :
1.
Fungsional
: ASD
2.
Anatomi
: Septum Atrium
3.
Etiologi
: Kongenital
Pengobatan:
Tirah baring
O2 2 L/i
Furosemid 1x40mg
Spironolakton 1x500mg
19
Bisoprolol 1x2,5mg
Ekokardiografi
Enzim Jantung
EKG
Darah Rutin
AGDA
FOLLOW UP PASIEN
TANGGAL
15/817/8/2014
SUBJEKTIF
Sesak nafas (+),
Batuk (+)
OBJEKTIF
Sensorium:CM
Tekanan
darah:110/80mmHg
ASSESMENT
-ASD
sekundem+P
H
PENATALAKSANAAN
-Tirah baring
-O2 4-6l/i
-IVFD NaCl 0,9%
RENCANA
-Ekokardiografi
20
HR:96x/i
RR:30x/i
Temp:36,2C
PD:Jari tabuh (+/
+),Sianosis (+)
- Eisenmenger
syndrome
10gtt/i
-Furosemid 2x40mg
-Spironolakton 1x25 mg
-Bisoprolol 1x1,25mg
-Captopril 2x6,25mg
18/820/8/2014
Sesak nafas
(+),Batuk(+)
Sensorium:CM
Tekanan
darah:100/60mmHg
HR:82x/i
RR:26x/i
Temp:35,8C
PD:Jari tabuh (+/
+),Sianosis(+)
-ASD
sekundem+P
H
-Eisenmenger
syndrome
-Tirah baring
-O2 2-4l/i
-IVFD NaCl 0,9%gtt/i
-Furosemid 2x40mg
-Spironolakton 1x25mg
-Bisopronolol 1x1,25mg
-Inj.Cefotaxin 1gr/8
jamSyr.OBH+Codein
3xCI
-Valsartan 1x80mg
-Ekokardiografi
Cek DL,RFT,KG
random,elektrol
21/823/8/2014
Sesak nafas
(+),Batuk(+)
Sensorium:CM
Tekanan
darah:100/60mmHg
HR:90x/i
RR:26x/i
Temp:36,7C
PD:Jari tabuh (+/
+),Sianosis(+)
-ASD
sekundem+P
H
-Eisenmenger
syndrome
-Tirah baring
-O2 2-4l/i
-IVFD NaCl 0,9% gtt/i
-Furosemid 2x40mg
-Spironolakton 1x25mg
-Bisopronolol 1x1,25mg
-Inj.Cefotaxin 1gr/8
jamSyr.OBH+Codein
3xCI
-Valsartan 1x80mg
-Cek DL,RPT,K
random,elektrol
24/826/8/2014
Sesak
nafas(+),Batuk(+
)
Sensorium:CM
Tekanan
darah:80/50mmHg
HR:95x/i
RR:28x/i
Temp:37,2C
PD:Jari tabuh(+/
+),Sianosis(+)
-ASD
sekundem+P
H
-Eisenmenger
syndrome
-Tirah baring
-O2 4l/i
- IVFD NaCl 0,9% gtt/i
-Bisopronolol 1x1,25mg
-Inj.Cefotaxin 1gr/8
jamSyr.OBH+Codein
3xCI
-Valsartan 1x80mg (bila
TD>90)
-Cek
PL,RFT,AGDA
27/829/8/2014
Batuk (+)
Sensorium:CM
Tekanan
darah:80/60mmHG
HR:92x/i
RR:22x/i
Temp:36,4C
PD:Jari tabuh(+/
-ASD
sekundem+P
H
-Eisenmenger
syndrome
-Tirah baring
-O2 4l/i
-IVFD NaCl 0,9% gtt/i
-Furosemid 2x40mg
(bila TD>90)
-Spironolakton 1x25mg
(bila TD>90)
-Mobilisasi
21
+),Sianosis(+)
30/81/9/2014
Sesak
nafas(+),Batuk(+
)
Sensorium:CM
Tekanan
darah:80/60mmHG
HR:88x/i
RR:24x/i
Temp:36,2C
PD:Jari tabuh:(+/
+),Sianosis(+)
-Bisopronolol 1x1,25mg
-Inj.Cefotaxin 1gr/8
jamSyr.OBH+Codein
3xCI
-Valsartan 1x80mg (bila
TD>90)
-ASD
sekundem+P
H
-Eisenmenger
syndrome
BAB 3
DISKUSI KASUS
-Tirah baring
-O2 4l/i
- IVFD NaCl 0,9% gtt/i
-Bisopronolol 1x1,25mg
-Furosemid 2x40mg
(bila TD>90)
-Spironolakton 1x25mg
(bila TD>90)
-Inj.Cefotaxin 1gr/8
jamSyr.OBH+Codein
3xCI
-Valsartan 1x80mg (bila
TD>90)
-Mobilisasi
-Cek
DR,AGDA,RPT
22
BAB 4
KESIMPULAN
23
Seorang wanita, N, 22 tahun, dengan diagnose ASD, telah diberikan pengobatan berupa
pemberian diuretik dan beta-blocker. Selama perawatan pasien dalam keadaan stabil. Pasien
dipulangkan setelah dirawat selama 9 hari tetapi pasien dianjurkan untuk rawat jalan ke poli
kardiologi.
DAFTAR PUSTAKA
24
Publishing
Group,2004.P,31.
3. Snell RS. Anatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran bagian 1.edisi 3, Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 1992 Halaman 107-14
4. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2.Jakarta; EGC;1996.Hal.259-61
5. Guyton C.A, Hall. E.J. The Heart in Textbook of Medical physiology 11 Edition,
Pennysyvania : Elsevier Saunders;2006.P. 104
6. Kumar, Vinay,dkk. Penyakit Jantung Kongenital dalam Robbins Patologi Edisi 7.Jakarta:
EGC;2007
7. Ghanie,Ali.Penyakit Jantung Kongenital pada Dewasa dalam Ilmu Penyakit Dalam,
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2006
8. Naidich D.P Computers Tomography and Magnetic Resonance of the Thorax 4th Edition,
New York: Lippincott Williams & Wilkinns;2007.P.62-64
9. Rusdy Ghazali Malueka. Radiologi Diagnostik.Yogyakarta:
Pustaka
Cendekia