TUBERKULOSIS PARU
a. Definisi
Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.1
b. Klasifikasi Tuberkulosis
Penentuan
klasifikasi
penyakit
dan
tipe
pasien
tuberculosis
a. Kasus Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kasus Kambuh (Relaps)
Adalah
pasien
TB
yang
sebelumnya
pernah
mendapat
pengobatan
tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus
Primer GOHN.3
Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke
lokasi focus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran
limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus
primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat
adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks
paru,
yang
akan
terlibat
limfe
regional
yang
berminggu-minggu
logaritmik kuman
TB
awal
sehingga
proses
jaringan
infeksi,
tubuh
terjadi
yang
pertumbuhan
awalnya
belum
yaitu
timbulnya
hipersensitivitas
terhadap
Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer
terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian
besar individu dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system imun
seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil
kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah
fibrosis
dan
enkapsulasi,
tetapi
penyembuhannya
parsial
pada
bronkus
akibat
tekanan
eksternal
dapat
obstruksi komplit
pneumonitis
pada
bronkus
sehingga
menyebabkan
segmental kolaps-konsolidasi.3
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat
terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke
kelenjar
limfe
regional
membentuk
kompleks
primer.
sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis.
Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ
yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik,
misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas
paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk
koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi
pertumbuhannya.
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi
pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant.
Fokus ini umumnya tidak langsung
berlanjut
menjadi
penyakit,
tetapi
berpotensi untuk menjadi focus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut
sebagai Fokus SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh
pejamu menurun, focus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi
penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain.
Bentuk
penyebaran
hamatogen
yang
lain
adalah
penyebaran
milier
merupakan
hasil
dari
acute
generalized
hematogenic spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang
dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama.
Istilih milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butur padipadian/jewawut (millet seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul
kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi merupakan granuloma.
Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic
spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan menyebar
ke saluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk
dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini
tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini
dapat terjadi secara berulang.3
Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama),
biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru
pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru
kronik. Sebanyak 0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier
atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer.
Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran
kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan).
Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya
infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di
dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang
terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.4
Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang
terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan
paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB
ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer.4
d. Gejala Klinis
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak
terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan
diagnosa secara klinik.1
Gejala sistemik/umum:
Gejala khusus:
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi,
terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira
30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil
uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan 5 tahun yang tinggal serumah
dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30%
terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.1
e. Diagnosis
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal
yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
Uji Tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan
bermanfaat untuk menunjukkan
sedang/pernah
terinfeksi
yang paling
Mycobacterium
dilihat
bahwa
semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.5
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang
cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux
umumnya pada bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan
intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 4872 jam
setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang
terjadi:
dengan
DIABETES MELITUS
Secara definisi menurut American Diabetes Association (ADA) 2005,
diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin ataupun keduanya. Patogenesis DM tipe 2 sampai saat ini belum diketahui
dengan pasti, namun peranan faktor genetik dan faktor lingkungan dalam proses
terjadinya DM tipe 2 sudah diketahui dengan pasti. Disamping itu defisiensi
sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan resistensi insulin diperifer merupakan 2
keadaan yang ditemukan secara bersamaan pada DM tipe 2. Yang menjadi
masalah adalah proses mana yang lebih dahulu terjadi belum diketahui dengan
pasti.6
melitus
dianggap
oleh
WHO
sebagai
suatu
penyakit
imunodefisiensi sekunder yang karakteristik oleh adanya resolusi bila kausa yang
mendasarinya dieliminasi, perlangsungan lebih lama dan lebih berat serta infeksi
sering rekuren, gangguan salah satu respon imun biasanya granulosit PMN dan
atau aktifitas subset limfosit. Bila mengenai PMN maka manifestasi kemotaksis
dan fagositosis terganggu. Leukosit PMN ditarik ketempat infeksi oleh substansi
kemotaksis yang disekresikan oleh mikroorganisme dan oleh aktifasi komplemen
dan faktor faktor yang diindus secara lokal oleh PMN. Pada penelitian in vitro sel
sel pasien DM mempunyai kemotaksis yang menurun, terutama pada keadaan DM
yang tidak terkontrol. Fagositosis pada DM juga terganggu dikaitkan dengan
defek intrinsik dari PMN. Hiperglikemia juga berkaitan dengan killing activity
dari enzim lisosom yang menurun. Normalisasi kadar glukosa darah akan segera
meningkatkan aktifitas membunuh dalam 48 jam. 7
Infeksi adalah penyebab utama krisis hiperglikemia pada DM. Tercatat
30% episode KAD dipresipitasi oleh infeksi dan pada umumnya DM tipe II.
yang disebabkan TB. Diabetes mudah ditemukan dengan uji laboratorium rutin,
namun TB tidak mudah untuk ditemukan sehingga proses kerusakan tersebut
berlangsung secara tersembunyi yang memerlukan waktu bertahun-tahun sampai
kelainan tersebut ditemukan.16
Schwartz menjelaskan terdapat dua mekanisme TB dapat menyerang
pankreas yaitu melalui reaksi imunobiologi toksik-alergi sebagai respon terhadap
TB sistemik yang disebut sebagai pankreatitis, mikroba menyerang pankreas
melalui toksin M.tb dan produk-produk inflamasinya dalam peredaran darah
sehingga meningkatkan kerentanan inflamasi (reaksi hipersensitivitas) dan
menimbulkan amiloidosis. Schwartz mengakui fakta bahwa mikroba tidak perlu
selalu ditemukan dalam jaringan pankreas akan membingungkan para ilmuwan
untuk generasi mendatang karena mereka akan menduga bahwa amiloidosis ini
adalah suatu penyakit autoimun akibat ketidakmampuan untuk mengenali infeksi
TB tersebut.16
Mekanisme yang lain dan lebih sedikit kemungkinan terjadinya yaitu
serangan mikobakteri secara langsung ke organ pankreas melalui penyebaran
tuberkel bakteri dalam darah maupun melalui penetrasi jaringan perkejuan
kelenjar getah bening abdominal yang ada disekitar pankreas. Sel-sel langhans
dan epiteloid, merupakan tanda infeksi pada infeksi TB, biasanya tidak ditemukan
pada jaringan pakreas, namun terjadinya perkejuan dapat mendorong timbulnya
kalsifikasi dan amiloidosis pada pankreas. Lazarus dan Folk melaporkan bahwa
ketika pankreas mengalami kalsifikasi maka terdapat 23-50% insidens DM.
23
Elias dan Markovits melakukan percobaan pada tikus dan menemukan penyebab
diabetes juvenile tergantung insulin ternyata disebabkan karena terdapat proses
reaksi silang antigen, antigen tersebut berhubungan dengan heat shock protein
(HSP) yang ditemukan pada M tb yaitu HSP-65. Pada penelitiannya, mereka
melihat destruksi sel beta pankreas oleh limfosit yang bertujuan untuk
menghancurkan elemen dari mikobakteria yaitu HSP-65. Beberapa minggu
kemudian mulai terbentuk antibodi terhadap HSP-65 bersamaan dengan antibodi
antiinsulin hingga akhirnya muncullah kondisi DM tergantung insulin.16
Namun dari
tidak jauh berbeda dengan pasien non DM yaitu antara 2-3 bulan setelah
pengobatan. Apakah peningkatan waktu konversi kultur pada pasien DM dapat
menyebabkan risiko kambuh lebih tinggi masih belum cukup diteliti.9
Pasien TB yang kemudian berkembang menjadi DM mempunyai derajat
keparahan penyakit yang lebih tinggi saat onset TB, mempunyai lesi paru yang
lebih banyak dan perubahan paru yang lebih besar saat penyembuhan dan
sebaliknya pasien DM yang terinfeksi TB memiliki kadar gula darah yang lebih
tinggi dan kemungkinan yang lebih besar untuk terjadi koma serta
mikroangiopati.11 Diabetes mellitus juga diduga sebagai predisposisi untuk terjadi
gagal pengobatan dan meningkatan mortalitas pasien TB. Penelitian di Mesir
yang membandingkan 119 pasien dengan gagal pengobatan dan 119 kontrol
didapatkan peningkatan risiko gagal pengobatan TB pada pasien DM adalah 3,9
kali. Penelitian yang dilakukan di Indonesia didapatkan kultur sputum setelah
pengobatan selama 6 bulan dengan kepatuhan berobat yang tinggi ternyata masih
positif pada 22,2% pada pasien DM dibandingkan dengan kontrol sebesar 6,9%.
Dua penelitian kohort retrospektif pasien TB paru di Maryland, Amerika Serikat
menunjukkan peningkatan risiko kematian sebesar 6,5-6,7 kali pada pasien DM
dibandingkan dengan non-DM. Diantara 416 kematian pada pasien TB di Sao
Paulo, Brazil ternyata DM merupakan komorbid yang paling sering didapatkan
yaitu sebesar 16%. Penelitian-penelitian tersebut mengindikasikan bahwa gagal
pengobatan dan kematian pada TB lebih sering didapatkan pada pasien DM.9
Penatalaksanaan Tuberkulosis dengan Diabetes Melitus
Interaksi obat anti tuberkulosis (OAT) dengan obat hipoglikemi oral (OHO)
Terdapat interaksi obat antara OAT dengan OHO, selain itu toksisitas obat
juga harus dipertimbangkan ketika memberikan terapi secara bersamaan pada TBDM. Pasien TB-DM juga memperlihatkan respon terapi yang lebih lambat
terhadap OAT bila dibandingkan dengan pasien non DM.9 Rifampisin merupakan
suatu zat yang bersifat inducer kuat terhadap enzim mikrosomal hepar yang
terlibat dalam metabolisme suatu zat termasuk enzim sitokrom P450 dan enzim
fase II. Induksi pada enzim-enzim tersebut menyebabkan peningkatan
berat memerlukan dosis rifampin yang lebih besar dan kontrol glikemik yang
lebih baik untuk meningkatkan konsentrasi obat dalam plasma. Diabetes melitus
juga dapat menyebabkan perubahan penyerapan obat oral, penurunan ikatan
protein dengan obat, insufisiensi ginjal, perlemakan hati dan gangguan bersihan
obat.9
Prinsip pengobatan Tuberkulosis dengan Diabetes Melitus
Pengobatan TB-DM meliputi pengobatan terhadap DM dan pengobatan
TB paru secara bersamaan. Terdapat beberapa prinsip dalam penatalaksaan pasien
TB-DM, yaitu :11
1. Pengobatan tepat.
2. Pasien DM dengan kontrol glikemik yang buruk harus dirawat untuk
menstabilkan kadar gula darahnya.
3. Insulin sebaiknya digunakan untuk mengontrol kadar gula darah.
4. Obat hipoglikemi oral hanya digunakan pada kasus DM ringan karena terdapat
interaksi Rifampisin dengan OHO.
5. Keseimbangan glikemik harus tercapai karena penting untuk keberhasilan
terapi OAT. Target yang harus dicapai yaitu kadar gula darah puasa <120 mg%
dan HbA1c <7%.
6. Kemoterapi yang efektif dan baik sangatlah penting, lakukan monitoring
terhadap efek samping obat terutama efek samping terhadap hepar dan system
saraf. Pertimbangkan penggunaan piridoksin pada pemberian INH terutama
untuk pasien dengan neuropati perifer.
7. Durasi kemoterapi ditentukan oleh kontrol diabetes dan respon pasien
terhadap pengobatan. Pengobatan yang lebih lama mungkin diperlukan.
8. Penanganan penyakit komorbid, malnutrisi dan rehabilitasi pada alkoholisme
harus dilakukan.
9. Berikan terapi suportif secara aktif pada pasien DM.
Pemberian Insulin Pada Pasien Tuberkulosis Dengan Diabetes Melitus
tercapainya
koreksi
glukotoksisitas
dan
terkontrolnya
infeksi.12
Rasionalisasi penggunaan insulin pada DM tipe 2 yang disertai TB aktif adalah :12
1. Infeksi TB yang berat.
2. Hilangnya jaringan dan fungsi pancreas seperti pada TB pancreas atau
defisiensi endokrin pankreas.
3. Kebutuhan diet kalori dan protein yang tinggi serta kebutuhan akan efek
anabolic.
4. Terdapat interaksi antara OHO dan OAT.
5. Terdapatnya penyakit hepar yang menyertai menghambat penggunaan OHO.
KESIMPULAN
Diabetes melitus adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan
meningkatnya kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat defek sekresi insulin ,
kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemia kronik
berhubungan dengan
membunuh
mikroorganisme
dalam
lekosit.
Infeksi
menyebabkan
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
4.
5.
Alsagaff H, Wibisono MJ, Winariani. 2004. buku ajar Ilmu Penyakit Paru.
Bagian Ilmu Penyakit Paru. FK Unair-RSU dr. Soetomo. Surabaya.
6.
7.
8.
Palomino JC, Leo SC, Ritacco V. Tuberculosis 2007: From basic science
Endrocinology. 2009;5(1):12-14.
Guptan A, Shah A. Tuberculosis and diabetes: an appraisal. Ind J
12.
Tuberc. 2000;47:3-8.
Niazi AK, Kalra S. Diabetes and tuberculosis : a review of the role of
optimal glycemic control. Journal of diabetes & metabolic disorders.
2012;11(28):1-4.
13.
McMahon MM, Bistrian Bruce R. Host defences and susceptibility to
infection in patients with diabetes mellitus. Infect Dis Clin North Am. 1995;9:19.
14.
of diabetes mellitus.
15.
16.
17.
1990;78:235-9.
Jabbar A, Hussain SF, Khan AA. Clinical characteristics of pulmonary
tuberculosis in adult Pakistani patients with co-existing diabetes mellitus.
18.