Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS KEBIJAKAN INISIASI MENYUSUI DINI (IMD) DAN AIR SUSU IBU (ASI)

EKSKLUSIF DI INDONESIA
Mike Liliana/ 1311211024
Administrasi Kebijakan Kesehatan
Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Andalas, Padang,
Indonesia
E-mail : lilianamike44@gmail.com

Abstrak
Di Indonesia, pencapaian target Air Susu Ibu (ASI) eksklusif 80% terlihat terlalu tinggi
karena tren ASI eksklusif justru menurun. Tujuan dari jurnal ini adalah mengkaji analisis
kebijakan ASI eksklusif dan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Indonesia secara deskriptif
berdasarkan studi-studi yang ada. Kebijakan, yaitu Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes)
No. 450/2004, Undang-undang No. 36 tahun 2009, PP No. 33 tahun 2012, Perda Sumbar No.15
tahun 2014, Perwako Kota Padang No.7 tahun 2015. Di analisis menggunakan pendekatan
konten, konteks, proses dan actor . Hasil analisis menunjukkan masih rendahnya pemberian ASI
eksklusif di Indonesia dan masih kurang optimalnya fasilitasi IMD.
Kebijakan ASI eksklusif telah lengkap dan komprehensif serta pada UU Nomor 36/2009
dalam Pasal 200 menjelaskan bahwa sanksi pidana dikenakan bagi setiap orang yang dengan
sengaja menghalangi program pemberian ASI eksklusif. Namun sanksi tersebut belum
diterapkan, IMD belum masuk secara eksplisit dalam kebijakan. Disarankan agar didalam
regulasi tentang ASI eksklusif lebih ditekankan lagi mengenai IMD karena IMD merupakan
dasar dari pemberian ASI eksklusif dan pemerintah serta tenaga kesehatan harus lebih gencar
lagi dalam melakukan promosi kesehatan mengenai ASI eksklusif. Selanjutnya reward serta
monitoring dan evaluasi perlu dilaksanakan secara berkesinambungan sebagai upaya
penguatan implementasi kebijakan di masyarakat.
Kata kunci: Analisis Kebijakan, IMD, ASI Eksklusif
PENDAHULUAN
Makanan terbaik bagi bayi diawal
kehidupannya adalah Air Susu Ibu (ASI).
ASI mengandung zat-zat gizi lengkap yang
diperlukan oleh bayi untuk mendukung
pertumbuhan dan perkembangan. ASI juga
mengandung zat-zat kekebalan yang mampu
melindungi bayi dari risiko penyakit infeksi.
Air Susu Ibu (ASI) ekslusif adalah
pemberian air susu ibu saja kepada bayi
selama enam bulan pertama kehidupan bayi
tanpa memberikan makanan atau cairan lain
kecuali vitamin, mineral dan obat yang telah
di izinkan (WHO,2010). World Health
Organization (WHO), United Nations

Childtrens
Fund
(UNICEF)
dan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
melalui
SK.Menkes
No.450/Menkes./SK/IV/2004
telah
menetapkan rekomendasi pemberian ASI
eksklusif selama 0 sampai 6 bulan. Dalam
rekomendasi tersebut, dijelaskan bahwa
untuk
mencapai
pertumbuhan,
perkembangan dan kesehatan yang optimal,
bayi usia 0 sampai 6 bulan pertama harus
diberi ASI eksklusif. Selanjutnya demi
tercukupinya nutrisi bayi, maka ibu akan
mulai memberikan makanan pendamping
ASI dan ASI dapat dilanjutkan hingga bayi
berusia sampai 2 tahun (Menkes, 2004).
1

Sejalan dengan hal tersebut, WHO


mengeluarkan
program
Millennium
Development Goals (MDGs) yang terdiri
dari delapan pokok bahasan, salah satunya
adalah menurunkan angka kematian bayi
(AKB).
Pada
tahun
2015
millenium
Development Goals (MDGs) Indonesia
menargetkan penurunan angka kematian bayi
dan balita sebesar dua pertiga persen dalam
kurun waktu 1990-2015. Oleh sebab itu,
Indonesia mempunyai komitmen untuk
menurunkan angka kematian bayi dari
68/1.000 KH menjadi 23/1.000 KH dan
angka kematian balita dari 97/1.000 KH
menjadi 32/1.000 KH pada tahun 2015.
Untuk menghadapi tantangan dan target
MGDs, maka diperlukan adanya salah satu
program yaitu IMD dan ASI Eksklusif
(Depkes,2011).
Menurut laporan UNICEF tahun
2011 dalam World Breastfeeding Week
(2012),
sebanyak
136.700.000
bayi
dilahirkan di seluruh dunia dan hanya 32,6%
dari mereka yang mendapat ASI secara
eksklusif pada usia 0 sampai 6 bulan
pertama. Hal tersebut menggambarkan
cakupan pemberian ASI eksklusif di bawah
80% dan masih sedikitnya ibu yang
memberikan ASI eksklusif pada bayi.
Beberapa regulasi ditetapkan oleh
Pemerintah untuk meningkatkan cakupan
pemberian ASI eksklusif di Indonesia.
Regulasi yang diterbitkan pemerintah terkait
dengan program Peningkatan Pemberian ASI
(PPASI) diantaranya Undang Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
dalam pasal 128 dan 129. Kepmenkes No
450 Tahun 2004 tentang Pemberian Air Susu
Ibu secara Eksklusif pada Bayi di Indonesia.
Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes)
Nomor 237 Tahun 1997 tentang Pemasaran
Pengganti Air Susu Ibu didalamnya antara
lain diatur bahwa sarana pelayanan
kesehatan dilarang menerima sampel atau
sumbangan susu formula bayi dan susu

formula lanjutan atau menjadi ajang promosi


susu formula. Pada Pekan ASI sedunia tahun
2010 Kementrian Kesehatan RI juga
meluncurkan Program Menyusui; Sepuluh
Langkah Menuju Sayang Bayi, dengan
slogan Sayang Bayi, Beri ASI. Pada tahun
2012 telah diterbitkan PP No.33 tahun 2012
tentang pemberian Air Susu Ibu Eksklusif
Kemudian dilanjutkan oleh peraturan
daerah di beberapa provinsi, kabupaten dan
kota. Salah satunya Perda Sumbar No.15
tahun 2014 tentang Pemberian Asi Eksklusif
serta Perwako Padang No.7 tahun 2015
tentang penyediaan ruang menyusui dan atau
memerah air susu ibu. Diaturnya pemberian
ASI Ekslusif melalui suatu Peraturan Daerah
merupakan suatu bentuk tanggung jawab
Pemerintah Daerah untuk melaksanakan
kebijakan nasional.
Berdasarkan data Riskesdas tahun
2013 menunjukkan adanya peningkatan
kencendrungan IMD <1 jam setelah
kelahiran yaitu 29,3% pada tahun 2010
menjadi 34,5% pada tahun 2013. Presentase
IMD tertinggi di Provinsi Nusa Tenggara
Barat (NTB) sebesar 52,9%, sedangkan
terendah di Provinsi Papua Barat sebesar
21,7%. Cakupan IMD sebesar 34,5% dan
terdapat 18 provinsi yang cakupannya
dibawah angka nasional.
Namun, angka cakupan pemberian
ASI eksklusif di Indonesia berfluktuasi dan
cenderung menurun. Cakupan pemberian
ASI eksklusif pada bayi sampai enam bulan
pada tahun 2010 adalah 15,3%. Padahal,
sasaran Pembinaan Gizi Masyarakat
berdasarkan Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan, tahun 2010-2014, adalah 80%
bayi usia 0-6 bulan mendapatkan ASI
eksklusif.
METODE
Analisis kebijakan IMD dan ASI
eksklusif
disajikan
secara
deskriptif
berdasarkan studi-studi yang ada sedangkan
2

analisis
kebijakan dilakukan dengan
menggunakan pendekatan Walt & Gilson.
Walt & Gilson menyediakan pisau analisis
untuk studi kebijakan berupa model analisis
kebijakan yang terdiri atas aspek konten,
konteks, proses, dan aktor.
Data yang digunakan merupakan data
sekunder yaitu dengan telaah dokumen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Masalah
Untuk mendukung ibu menyusui
secara eksklusif, pemerintah mengatur
tentang pemberian ASI dalam undang
undang Nomor 33 tahun 2012 tentang
Pemberian ASI Eksklusif. Peraturan ini
menyatakan kewajiban ibu untuk menyusui
bayinya secara eksklusif sejak lahir sampai
berusia enam bulan. Upaya pemerintah ini
lantas mendapat sambutan positif dari dunia
internasional. Tetapi pada kenyataannya,
realisasi dari peraturan pemerintah tersebut
masih kurang.
Secara nasional cakupan pemberian
Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif 06 bulan di
Indonesia berfluktuasi dalam empat tahun
terakhir, menurut data Susenas cakupan ASI
Eksklusif sebesar 34,3% pada tahun 2009,
tahun 2010 menunjukkan bahwa baru 33,6%
bayi kita mendapatkan ASI, tahun 2011
angka itu naik menjadi 42% dan menurut
SDKI tahun 2012 cakupan ASI Eksklusif
sebesar 27%.
Kegagalan dalam proses menyusui
sering
disebabkan karena
timbulnya
beberapa faktor, antara lain faktor ibu, faktor
bayi, faktor psikologis, faktor tenaga
kesehatan, faktor sosial budaya. Penelitian
yang dilakukan oleh Diana (2007) dalam
penelitian kualitatif menunjukan faktor
penghambat berupa keyakinan yang keliru
tentang makanan bayi, promosi susu
formula, dan masalah kesehatan pada ibu dan

bayi menyebabkan gagalnya pemberian ASI


Eksklusif.
b. Dampak
Begitu pentingnya memberikan ASI
kepada bayi tercermin pada rekomendasi
Badan Kesehatan Dunia/World Health
Organization (WHO) yang menghimbau agar
setiap ibu memberikan ASI eksklusif sampai
bayinya berusia enam bulan. Menurut data
dari UNICEF, anak-anak yang mendapat
ASI eksklusif 14 kali lebih mungkin untuk
bertahan hidup dalam enam bulan pertama
kehidupan dibandingkan anak yang tidak
disusui. Mulai menyusui pada hari pertama
setelah lahir dapat mengurangi risiko
kematian baru lahir hingga 45%. Penelitian
yang dilakukan Melina Mgongo dkk., (2013)
di Kilimanjaro Tanzaia menunjukan bahwa
EBF (Exclusive Breastfeeding) efektif untuk
mencegah kematian balita hingga 13 % - 15
%.
Pada Sidang Kesehatan Dunia ke65,
negara negara anggora WHO menetapkan
target di tahun 2025 bahwa sekurang
kurangnya 50% dari jumlah bayi dibawah
usia enam bulan diberi ASI Eksklusif. Di
Asia Tenggara capaian ASI eksklusif
menunjukan angka yang tidak banyak
perbedaan. Sebagai perbandingan, cakupan
ASI Eksklusif di India sudah mencapai 46%,
di Philippines 34%, di Vietnam 27% dan di
Myanmar 24%.

ANALISIS KEBIJAKAN
Kajian Implementasi ASI Ekslusif.
Sebelum tahun 2001, World Health
Organization (WHO) merekomendasikan
untuk memberikan ASI eksklusif selama 4-6
bulan. Namun pada tahun 2001, setelah
melakukan telaah artikel penelitian secara
sistematik dan berkonsultasi dengan para
pakar, WHO merevisi rekomendasi ASI
3

eksklusif tersebut dari 4-6 bulan menjadi 6


bulan. Hasil telaah artikel tersebut
menyimpulkan bahwa bayi yang disusui
secara eksklusif sampai 6 bulan umumnya
lebih
sedikit
menderita
penyakit
gastrointestinal, dan lebih sedikit mengalami
gangguan pertumbuhan.
Definisi ASI eksklusif bermacammacam tetapi definisi yang sering digunakan
adalah definisi WHO yang menyebutkan ASI
eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja
tanpa cairan atau makanan padat apapun
kecuali vitamin, mineral atau obat dalam
bentuk tetes atau sirup sampai usia 6 bulan.
Beberapa studi menggunakan definisi ASI
ekslusif yang berbeda seperti sebagai
pemberian hanya ASI saja dalam 24 jam
terakhir. Penelitian Awal Sehat Untuk Hidup
Sehat (ASUH) di 8 kabupaten di Jawa Barat
dan Jawa Timur menggunakan definisi
tersebut. Penelitian Healthy Starts di wilayah
Jakarta Utara oleh Mercy Corps mengukur
prevalensi ASI eksklusif dengan beberapa
definisi tersebut.
Prevalensi ASI ekslusif menurut
data SDKI hanya 32%,7 menurut penelitian
Mercy Corps sebesar 7,4% (ASI predominan
pada bayi usia 0-5 bulan) dan 28,9% (ASI
saja dalam 24 jam terakhirpada bayi usia 0-5
bulan), dan penelitian Awal Sehat
Untuk Hidup Sehat sebesar 9,2%. Survei
yang dilakukan oleh Helen Keller
International menyebutkan bahwa rata-rata
bayi di Indonesia hanya mendapatkanASI
eksklusif selama 1,7 bulan. Target
pencapaian ASI eksklusif 6 bulan sebesar
80% yang ditetapkan Depkes RI tampak
terlalu tinggi. Bila melihat data-data
hasil penelitian yang selama ini dicapai,
apakah angka 80% ini realistis?
Kajian Implementasi IMD
Edmond, dkk. Menyebutkan bahwa
menunda
inisiasi
menyusu
akan
meningkatkan kematian bayi. Penelitiannya
melaporkan bahwa dari 10.947 bayi yang

lahir antara Juli 2003Juni 2004 dan disusui,


menyusu dalam 1 jam pertama akan
menurunkan angka kematian perinatal
sebesar 22% dan kemungkinan kematian
meningkat secara bermakna setiap hari
permulaan menyusu ditangguhkan. Bidan
merupakan tenaga kesehatan yang paling
berperan dalam melaksanakan IMD karena
ibu tidak dapat melakukan IMD tanpa
bantuan dan fasilitasi dari bidan. Penelitian
kualitatif ASI eksklusif 6 bulan terhadap
kelompok ibu yang ASI eksklusif dan ASI
tidak eksklusif menunjukkan bahwa sebagian
besar informan ASI eksklusif difasilitasi
IMD oleh bidan sedangkan sebagian besar
informan ASI tidak eksklusif tidak
difasilitasi IMD.
Dalam penelitian tersebut dari 7
informan yang tidak IMD, hanya 3 informan
yang alasannya karena hal yang sulit
dihindari, yaitu ibu sakit sehabis operasi
caesar, bayi harus langsung masuk inkubator,
dan ibu mengalami perdarahan. Sedangkan 4
informan lainnya tidak IMD karena alasan
yang sebenarnya bisa dihindari yaitu bayi
akan dibersihkan dan dibedong terlebih
dahulu. Berdasarkan monitoring yang
dilakukan oleh BKPPASI disebutkan bahwa
banyak rumah sakit bersalin yang tidak
mendukung IMD. Sehabis dilahirkan bayi
seharusnya langsung diletakkan di dada ibu
agar refleksnya berkembang dan produksi
ASI ibu meningkat namun bayi malah
dipisahkan dan baru diberikan sehari
kemudian. Roesli, melakukan penyuluhan di
berbagai daerah di Indonesia sebagai upaya
menggerakan kesadaran bidan untuk mau
memfasilitasi ibu bersalin melakukan IMD.
Analisa Aktor
Aspek partisipatoris dari proses
penyusunan kebijakan terkait juga dengan
aspek actor atau pemeran yang menentukan
dalam implementasi kebijakan tersebut.
Idealnya setiap actor yang terlibat harus jelas
posisi dan perannya, kewenangan dan
4

tanggung jawabnya, sehingga tidak terjadi


tumpang tindih peran atau malah kevakuman
peran. Pemetaan aktor yang terlibat mulai
dari penyusunan sampai implementasi dan
evaluasi harus jelas tercakup dalam suatu
kebijakan atau peraturan-peraturan yang
menindaklanjutinya serta sesuai secara
horisontal (lintas sektoral) maupun vertikal
(lintas level).
Pemetaan aktor lebih luas lagi juga
mencakup pertimbangan dan tinjauan
terhadap kemungkinan keberhasilan dan
kegagalan implementasi kebijakan tersebut.
Misalnya, dalam hal PP Pemberian ASI,
perlu
dianalisis
reaksi
yang
akan
dimunculkan oleh pihak industri susu
formula serta kemungkinan kondisi dilematis
yang dihadapi oleh tenaga kesehatan
penolong persalinan seperti bidan yaitu
terkait tuntutan tugas ideal dan keterpaksaan
dan desakan ekonomi dan finansial.
Analisa Konteks
Dalam pelaksanaan di lapangan,
faktor konteks atau lingkungan memainkan
peran yang sangat penting dan menentukan
keberhasilan pelaksanaan ASI eksklusif.
Studi-studi menunjukkan bahwa di samping
faktor internal ibu, situasi dan kondisi
lingkungan eksternal juga penting sebagai
penentu keberhasilan pelaksanaan IMD dan
ASI eksklusif.
Indikator keberhasilan pembangunan
kesehatan antara lain adalah penurunan
angka kematian bayi dan peningkatan status
gizi masyarakat. Status gizi masyarakat akan
baik apabila perilaku gizi yang baik
dilakukan pada setiap tahap kehidupan
termasuk pada bayi.
1. Faktor situasional: Menurut data Pusat
Data dan Informasi (Pusdatin) tahun
2015, cakupan Asi Eksklusif di
Indonesia masih rendah yaitu 54,3%
sedangkan targetnya adalah 80%.

2. Faktor struktural: Ibu yang berstatus


wanita career kurang kesadarannya
untuk memberikan ASI eksklusif pada
anaknya.
3. Faktor budaya: kebiasaan mayoritas ibu
indonesia yang sudah memberikan
makanan lain selain ASI sebelum bayi
berumur 6 bulan.
4. Faktor
Internasional:
Deklarasi
Innocenti di Florence, Italia tahun 1990 :
menyatakan bahwa setiap negara
diharuskan memberikan perlindungan
dan dorongan kepada ibu agar berhasil
menyusui secara eksklusif kepada
bayinya.
Factor yang mempengaruhi pelaksanaan
kebijakan adalah sebagai berikut:
1. Pemda dan/atau Dinkes
Tidak semua pemda menindaklanjuti
secara
konkret
peraturan
tentang
pemberian ASI eksklusif melalui sepuluh
langkah keberhasilan menyusui, misalkan
dalam perda (termasuk reward dan sanksi
bagi
yang
melaksanakannya),
penganggaran dalam APBD (misalnya
untuk pelatihan-pelatihan untuk petugas
kesehatan dan promosi).
2. Petugas kesehatan (bidan, perawat, dan
dokter)
Masih banyak petugas kesehatan yang
belum menjalankan kebijakan ini. Petugas
kesehatan
sangat
berperan
dalam
keberhasilan proses menyusui, dengan
cara memberikan konseling tentang ASI
sejak kehamilan, melaksanakan Inisiasi
Menyusui Dini (IMD) pada saat
persalinan dan mendukung pemberian
ASI dengan sepuluh langkah menyusui.
Beberapa hambatan kurang berperannya
petugas kesehatan dalam menjalankan
kewajibannya dalam konteks ASI
eksklusif lebih banyak karena kurang
termotivasinya
petugas
umtuk
5

3.

4.

5.

6.

menjalankan peran mereka disamping


pengetahuan konseling ASI masih kurang.
Promosi produsen susu formula
Meskipun sudah ada peraturan dank ode
etik tentang pemasaran susu formula,
tetapi dalam pelaksanaannya masih ada
produsen yang tidak melaksanakan secara
benar. Gencarnya promosi produsen susu
formul baik untukpublik maupun untuk
petugas kesehatan (dengan memberikan
bantuan
untuk
kegiatan
ilmiah)
menghambat pemberian ASI eksklusif.
Ibu bekerja
Dengan semakin banyaknya persentase
ibu menyusui yang bekerja akan
menghambat praktik pemberian ASI
eksklusif. Meskipun sudah ada SKB
bersama tiga menteri tentang hak ibu
bekerja yang menyusui, dalam praktiknya
tidak semua tempat kerja mendukung
prktik pemberian ASI.
Ibu dengan HIV positif
Pemberian ASI pada ibu dengan HIV
positif didasarkan kalkulasi antara
kerugian dan manfaat menghentikan atau
melanjutkan pemberian ASI, yaitu
kemungkinan anak tertular/terinfeksi virus
HIV dari ASI dan kerugian akibat anak
tidak mendapat ASI yang berakibat
meningkatkan risiko terjadinya diare,
pneumonia, kurang gizi, dan infeksi lain.
Sebelumnya WHO merekomendasikan
salah satu cara dalam Preventive Mother
to Child Transmission (PMCT) adalah
menghentikan pemberian ASI kecuali bila
susu forml tidak memenuhi syarat
Affordable, Accessible, Safety, and
Sustainable (AFASS).penelitian terbaru
membuktikan bahwa pemberian ARV pda
iu hamil lebih awal dan dilanjutkan
selama menyusui terbukti dapat mencegah
transmisi virus HIV melalui SI, sehingga
WHO
(2009)
merekomendasikan
pemberian ASI pada ibu yang telah
mendapatkan ARV profilaksi.
Kondisi darurat, misalnya bencana

Pada kondisi yang darurat pemberian ASI


menjadi lebih penting karena sangat
terbatasnya sarana untuk penyiapan susu
formula, seperti air bersih, bahan bakar,
dan kesinambungan ketersediaan susu
formula dalam jumlah yang memadai.
Pemberian
susu
formula
akan
meningkatkan risiko terjadinya diare,
kekurangan gizi dan kematian bayi. Bila
mendapat sumbangan susu formula, maka
distribusi maupun penggunaannya harus
dimonitor oleh tenaga yang terlatih, dan
hanya boleh diberikan pada keadaan
sangat terbatas, yaitu: telah dilakukan
penilaian terhadap status menyusui dari
ibu, dan relaktasi tidak memungkinkan,
diberikan hanya kepada anak yang tidak
dapat menyusu, misalnya: anak piatu, bagi
bayi piatu dan bayi yang ibunya tidak lagi
bisa menyusui, persedian susu formula
harus
dijamin
selama
bayi
membutuhkannya, dan harus diberikan
konsseling pada ibu tentang penyiapan
dan pemberian susu formula yang aman,
serta tidak boleh dengan menggunakan
dot. Contoh pengalaman tsunami di Aceh
dan gempa di DIY, bantuan susu formula
menyebabkan turunnya pencapaian ASI
ekslusif.
Analisa Proses
Identifikasi
masalah
dan
isu
tingginya angka kematian ibu, angka
kematian bayi dan angka gizi buruk di
Indonesia. Upaya pemberian Asi Eksklusif
merupakan salah satu upaya dalam menekan
angka gizi buruk sehingga akan menekan
angka kematian bayi serta kematian ibu.
Didukung dengan adanya kesepakatan
internasional yaitu: 1.Deklarasi Innocenti di
Florence, Italia tahun 1990 : menyatakan
bahwa setiap negara diharuskan memberikan
perlindungan dan dorongan kepada ibu agar
berhasil menyusui secara eksklusif kepada
bayinya 2.Kode Internasional Pemasaran
6

PASI diadopsi oleh WHA (World Health


Assembly), tahun 1981.
Pemerintah mencanangkan Gerakan
Nasional Peningkatan Penggunaan ASI, yang
dicanangkan oleh Presiden RI pada
Peringatan Hari Ibu ke 62 tahun 1990 diikuti
oleh pencanangan Gerakan Masyarakat
Peduli ASI pada tanggal 5 Agustus 2000,
Kepmenkes No. 237 tahun 1997 tentang
Pemasaran Pengganti Air Susu Ibu (ASI),
Kepmenkes No. 450 tahun 2004 tentang
Pemberian ASI Eksklusif pada bayi di
Indonesia dibuat dari 4 bulan menjadi 6
bulan.
Dalam
rangka
melindungi,
mendukung dan mempromosikan pemberian
ASI Eksklusif perlu dilakukan upaya untuk
meningkatkan dukungan dari Pemerintah,
Pemerintah Daerah, Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
dan
Tenaga
Kesehatan,
masyarakat serta Keluarga agar ibu dapat
memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi.
Untuk maksud tersebut, maka diperlukan
Peraturan Pemerintah tentang Pemberian
ASI Eksklusif.
Kemudian pada akhirnya disusunlah
kebijakan yang Tercantum pada PP No 33
Tahun 2012 tentang pemberian ASI
Eksklusif. Strategi program pemberian ASI
Eksklusif
dilakukan
secara
terpadu,
berjenjang, dan berkesinambungan.
Kemudian dilanjutkan oleh peraturan
daerah di beberapa provinsi, kabupaten dan
kota. Salah satunya Perda Sumbar No.15
tahun 2014 tentang Pemberian Asi Eksklusif
serta Perwako Padang No.7 tahun 2015
tentang penyediaan ruang menyusui dan atau
memerah air susu ibu. Diaturnya pemberian
ASI Ekslusif melalui suatu Peraturan Daerah
merupakan suatu bentuk tanggung jawab
Pemerintah Daerah untuk melaksanakan
kebijakan nasional dalam rangka pemberian
ASI Ekslusi yang diatur melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012. Sebagai
makanan yang paling baik bagi bayi,
sehingga pemberian ASI Ekslusif pada bayi

merupakan kunci awal untuk meningkatkan


kualitas manusia Indonesia.
Dukungan masyarakat juga turut berperan dalam kesuksesan ASI Ekslusif.
Keikutsertaan secara aktif dari masyarakat
dan media massa dalam mendukung
pemberian ASI Ekslusif seperti yang dijelaskan pada pasal 32 Perda Nso 15 Tahun
2014 ini dapat berupa pemberian sumbangan
pemikiran terkait kebijakan atau program
pemberian ASI Ekslusif, penyebarluasan
informasi kepada masyarakat, pemantauan
dan evaluasi pelaksanaan serta penyediaan
waktu dan tempat bagi ibu dalam pemberian
ASI Ekslusif.
Khusus tentang penyediaan waktu
dan ruang ASI, Perda No 15 Tahun 2014 ini
telah menekankan bahwa setiap prasarana
umum dan tempat kerja baik perusahaan,
perkantoran milik pemerintah dan swasta
serta lembaga-lembaga pendidikan wajib
menyediakan ruangan yang layak sebagai
ruang ASI dan pemberian kesempatan
kepada ibu bekerja untuk memberikan ASI
Ekslusif kepada bayi ataupun memerah ASI
paling sedikit dua kali selama jam kerja. Hal
ini juga ditegaskan dengan adanya Perwako
Kota Padang No.7 tahun 2015.
Peran serta
masyarakat
amat
dibutuhkan dalam mendorong penyediaan
waktu dan tempat yang layak untuk
menyusui. Untuk itu bagi masyarakat yang
masih menemukan prasarana umum, tempat
bekerja baik pemerintahan maupun swasta
serta lembaga pendidikan yang belum menyediakan ruang ASI yang layak dan belum
memberikan kesempatan waktu kepada ibu
bekerja untuk menyusui/memerah ASI, masyarakat dapat melaporkan kejadian tersebut
kepada Pemerintah Daerah Sumatera Barat.
Dan apabila masyarakat masih
menemui praktik-praktik pemberian hadiah
susu formula bayi pada tempat ibu bersalin
sebagai salah satu bentuk promosi
terselebung,
maka
masyarakat
dapat
memberikan laporan kepada Dinas Ke7

sehatan melalui Unit Pengaduan Masyarakat


atau pun melalui AIMI Sumbar (Asosiasi Ibu
Menyusui Indonesia) sebagai organisasi
yang peduli terhadap pemberian ASI
Ekslusif.

Analisa Konten
Kepmenkes RI no 450 tahun 2004
tentang pemberian Asi Eksklusif bagi bayi di
Indonesia sejak lahir sampai usia 6 bulan dan
dianjurkan sampai anak berusia 2 tahun
dengan pemberian makanan tambahan yang
sesuai dan semua tenaga kesehatan yang
bekerja
di
sarana
kesehatan
agar
menginformasikan kepada semua ibu
melahirkan agar memberikan Asi Eksklusif
dengan menangacu pada 10 (sepuluh)
langkah menuju keberhasilan menyusui
sebagai berikut:
1. Membuat kebijakan tertulis tentang
menyusui dan dikomunikasikan kepada
semua staf pelayanan kesehatan;
2. Melatih semua staf pelayanan dalam
keterampilan menerapkan kebijakan
menyusui tersebut;
3. Menginformasikan kepada semua ibu
hamil tentang manfaat dan manajemen
menyusui;
4. membantu ibu menyusui dini dalam
waktu 60 (enam puluh) menit pertama
persalinan;
5. Membantu ibu cara menyusui dan
mempertahankan menyusui meskipun
ibu dipisah dari bayinya;
6. memberikan ASI saja kepada Bayi baru
lahir kecuali ada indikasi medis;
7. Menerapkan rawat gabung ibu dengan
bayinya sepanjang waktu 24 (dua puluh
empat) jam;
8. Menganjurkan
menyusui
sesuai
permintaan Bayi;
9. Tidak memberi dot kepada Bayi; dan
10. Mendorong pembentukan kelompok
pendukung menyusui dan merujuk ibu

kepada kelompok tersebut setelah keluar


dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Tujuan pengaturan pemberian Asi Eksklusif
menurut PP no 33 tahun 2012 adalah :
a. Menjamin pemenuhan hak Bayi untuk
mendapatkan ASI Eksklusif sejak
dilahirkan sampai dengan berusia 6
(enam) bulan dengan memperhatikan
pertumbuhan dan perkembangannya;
b. Memberikan perlindungan kepada ibu
dalam memberikan ASI Eksklusif
kepada bayinya;
c. Meningkatkan peran dan dukungan
Keluarga,
masyarakat,
Pemerintah
Daerah, dan Pemerintah terhadap
pemberian ASI Eksklusif.
Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur:
1. Tanggung jawab pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten/kota;
2. Air susu ibu eksklusif;
3. Penggunaan susu formula dan produk
bayi lainnya;
4. Tempat kerja dan tempat sarana umum;
5. Dukungan masyarakat;
6. Pendanaan; dan
7. Pembinaan dan pengawasan.
Beberapa cakupan pengaturan dari Perda
Sumbar No 15 Tahun 2014 ini adalah :
1. Tanggung jawab Pemerintah Daerah
dalam pemberian ASI Ekslusif yang
diwujudkan dengan berbagai program
dan kegiatan yang mendorong terciptanya dukungan terhadap pemberian
ASI Ekslusif tersebut.
2. Memberikan ASI Ekslusif merupakan
hak bagi setiap ibu dan setiap bayi yang
dilahirkan berhak untuk mendapatkan
ASI Ekslusif. Pengecualian diberikan
apabila adanya indikasi medis yang
menyebabkan
bayi
membutuhkan
makanan tambahan selain ASI atau adanya indikasi medis terhadap ibu yang
tidak bisa memberikan ASI Ekslusif.
8

Pengecualian juga diberikan apabila ibu


tidak ada atau ibu terpisah dari bayinya.
3. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) merupakan
langkah awal menuju kesuksesan pemberian ASI Ekslusif sehingga Tenaga
Kesehatan dan Penyelenggra Fasilitas
Pelayanan Kesehatan wajib melakukan
IMD terhadap bayi yang baru lahir dan
wajib menyediakan fasilitas yang
memudahkan pemberian ASI Ekslusif.
4. Pelarangan bagi Tenaga Kesehatan,
Penyelenggra Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan terhadap produsen Susu
Formula Bayi, dalam hal memberikan,
mempromosikan Susu Formla Bayi atau
produk bayi lainnya yang dapat
menghambat program pemberian ASI
Ekslusif. Berikut batasan bantuan yang
diperbolehkan diterima dari produsen
Susu Formula Bayi dan ketentuan pelaporannya.

KESIMPULAN
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
melalui
SK.Menkes
No.450/Menkes./SK/IV/2004
telah
menetapkan rekomendasi pemberian ASI
eksklusif selama 0 sampai 6 bulan. Dalam
rekomendasi tersebut, dijelaskan bahwa
untuk
mencapai
pertumbuhan,
perkembangan dan kesehatan yang optimal,
bayi usia 0 sampai 6 bulan pertama harus
diberi ASI eksklusif. Selanjutnya demi
tercukupinya nutrisi bayi, maka ibu akan
mulai memberikan makanan pendamping
ASI dan ASI dapat dilanjutkan hingga bayi
berusia sampai 2 tahun.
Sejalan dengan hal tersebut, WHO
mengeluarkan
program
Millennium
Development Goals (MDGs) yang terdiri
dari delapan pokok bahasan, salah satunya
adalah menurunkan angka kematian bayi
(AKB). Pada tahun 2015 millenium
Development Goals (MDGs) Indonesia

menargetkan penurunan angka kematian bayi


dan balita sebesar dua pertiga persen dalam
kurun waktu 1990-2015. Untuk mencapai
target MDGs maka diperlukan adanya salah
satu program yaitu IMD dan ASI Eksklusif.
Hasil Riskedas menunjukkan proses
mulai menyusui atau IMD mengalami
kenaikan dari 29,3% pada tahun 2010
menjadi 34,5% pada tahun 2013. Hasil
Survey Data Kesehatan Indonesia (SDKI)
2007 menunjukkan cakupan ASI eksklusif
bayi 0-6 bulan sebesar 325 yang
menunjukkan kenaikan bermakna menjadi
42% pada tahun 2012.
Namun kenaikan IMD tahun 2013
dan ASI eksklusif tahun 2012 masih jauh
dari target yang ingin di capai. Dimana target
cakupan IMD dan ASI eksklusif di Indonesia
adalah 80%.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
belum tercapainya target cakupan IMD dan
ASI eksklusif yaitu dari faktor ibu, faktor
bayi, faktor psikologis, faktor tenaga
kesehatan, faktor sosial budaya. Di dalam
penelitian-penelitian terkait menunjukan
adanya faktor penghambat antara lain berupa
keyakinan yang keliru tentang makanan bayi,
promosi susu formula, dan masalah
kesehatan pada ibu dan bayi dapat
menyebabkan gagalnya pemberian ASI
Eksklusif.
Untuk itu Perlu adanya kerjasama
dan koordinasi yang baik antara penentu
kebijakan, fasilitas
kesehatan, penolong
persalinan, ibu bersalin dan keluarganya
serta Produsen susu formula dalam
mendukung keberhasilan program Asi
Eksklusif.
Perlu ditingkatkan Komunikasi,
Informasi dan Edukasi (KIE) kepada
masyarakat tentang Program Asi Eksklusif
ASI eksklusif yang ada Kebijakan
segera diperbarui supaya relevan dari segi
konten, konteks, proses dan actor sehingga
untuk kedepannya angka cakupan ASI
Eksklusif ini dapat meningkat.
9

Dalam
regulasi
sebaiknya
menjelaskan mengenai Inisiasi Menyusui
Dini (IMD) secara eksplisit karena IMD
tersebut merupakan langkah awal untuk
membiasakan Ibu untuk memberikan ASI
Eksklusif terhadap bayinya.

Daftar Pustaka
1. Pusat
Data
dan
Informasi
Kementerian Kesehatan RI tentang
Asi Eksklusif Tahun 2014
2. Survei Dasar Kesehatan Indonesia
2012
3. Profil Kesehatan Indonesia 2014
4. Profil Kesehatan Kota Padang Tahun
2014
5. Perda Sumbar No 15 Tahun 2014
Tentang Pemberian Asi Eksklusif
6. Perwako Padang No 7 Tahun 2014
Tentang
Penyediaan
Ruang
Menyusui Dan Atau Memerah Air
Susu Ibu.
7. Kemenkes. Peraturan Pemerintah RI
No.33 tahun 2012 tentang Pemberian
Air Susu Ibu Eksklusif. Jakarta;
2012.
8. Depkes.
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
450/Menkes/SK/IV/2004
Tentang
Pemberian ASI Secara Eksklusif
Pada Bayi di Indonesia. Jakarta; 2004
9. Riset Kesehatan Dasar tahun 2013
10. Departemen Kesehatan RI tahun
2011
11. Sandra
Fikawati
As.
Kajian
Implementasi Dan Kebijakan Air
Susu Ibu Eksklusif Dan Inisiasi
Menyusu Dini Di Indonesia. Makara
Kesehatan. 2010;15.
12. Sri Sejatiningsih Asr, . Program
Inisiasi Menyusu Dini
Dalam
Rangka
Menurunkan
Angka
Kematian Neonatal 2011.
13. Rini Pratiwi Cs, Septo P.Arso
Analisis Formulasi Dan Implementasi

Kebijakan Peraturan Daerah Nomor 7


Tahun 2008 Tentang Inisiasi
Menyusu Dini Dan Asi Eksklusif Di
Kabupaten Klaten 2012.
14. Ayuningtyas D. Kebijakan Kesehatan
Prinsip dan Praktek.
Jakarta:
Rajawali Pers; 2014.
15. Walt G & Gilson L. Reforming the
Health Sector
in Developing
Countries
J.
Health
Policy
Plann1994;9 (4):353-70
16. Edmond KM ZC, Quigley MA,
Amenga-Etego S, Owusu-Agyei, S
KB. Delayed Breastfeeding Initiation
Increases Risk of Neonatal Mortality.
Journal of Pediatrics. 2006

10

Anda mungkin juga menyukai