Anda di halaman 1dari 33

UNIVERSITAS INDONESIA

PUBLIC EXPENDITURE, PUBLIC PROCUREMENT


& E- GOVERNMENT

Tugas dalam rangka Mata Ajaran MKSP

Disusun Oleh
No.
1.
2.
3.
4.

Nama
Darno
Putri Sion
Rochmat Basuki
Abdul Rozaq Setiawan

NPM
1506700612
1506701161
1506701256
1506810080

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI
KEKHUSUSAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN
JAKARTA
APRIL 2016

Statement of Authorship
Kami yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa makalah terlampir adalah murni
hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa
menyebutkan sumbernya.
Materi ini belum pernah digunakan sebagai bahan untuk makalah pada mata ajaran lain kecuali
kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menyatakan bahwa kami menggunakannya.
Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau
dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.
Mata Ajaran

: Manajemen Keuangan Sektor Publik

Kelas

: AKP15-2P-A

Judul Makalah/Tugas

: Public Expenditure, Public Procurement & E- Government

Tanggal

: 13 April 2016

Dosen

: Lady Martha Boturan Hasian Napitupulu, M.Si.

Penyusun

No

Nama

NPM

1.

Darno

1506700612

2.

Putri Sion

1506701161

3.

Rochmat Basuki

1506701256

4.

Abdul Rozaq Setiawan

1506810080

Tanda Tangan

DAFTAR ISI

STATEMENT OF AUTHORSHIP ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PUBLIC EXPENDITURE 1
A. Konsep Pelaksanaan Public Expenditure
1
B. Pelaksanaan Public Expenditure Secara Global 8
C. Pelaksanaan Public Expenditure Di Indonesia 10
BAB II PUBLIC PROCUREMENT

11

A. Konsep Pengadaan Barang/Jasa 11


B. Implementasi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
C. Inovasi Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik
BAB III E-GOVERNMENT
A.
B.
C.
D.
E.
F.

11
13

17

Konsep E-Government 17
Tahapan Perkembangan E-Government 18
Implementasi E-Government Secara Global
19
Dasar Hukum dan Tahapan Pelaksanaan E-Government di Indonesia 22
Implementasi Model-Model E-Government di Indonesia
25
Hambatan Pelaksanaan E-Government di Indonesia 28

DAFTAR PUSTAKA

29

BAB I
PUBLIC EXPENDITURE
A. Konsep Pelaksanaan Public Expenditure
Pelaksanaan public expenditure sangat terkait dengan proses penyiapan anggaran
dan eksekusi anggaran. Lingkup dalam tulisan ini dibatasi pada eksekusi anggaran. Eksekusi
anggaran yang efficient diperlukan untuk (OECD):
1. Memastikan bahwa anggaran akan diimplementasikan sesuai dengan otorisasi yang
diberikan, baik dalam hubungannnya pada aspek keuangan maupun aspek kebijakan
2. Menyesuaikan eksekusi anggaran terhadap perubahan yang signifikan dalam lingkungan
makroekonomi
3. Menyelesaikan masalah yang muncul selama implementasi
4. Mengelola pembelian dan penggunaan sumber daya secara efisien dan efektif.
Menurut Schiavo, mungkin saja eksekusi anggaran dilakukan secara buruk atas
anggaran yang telah disiapkan dengan baik tetapi tidak mungkin mengeksekusi anggaran
secara baik atas anggaran yang dipersiapkan dengan buruk.
Ketika anggaran telah disahkan oleh DPR, expenditure cycle (OECD) terdiri atas
fase-fase berikut ini:
1. Apportionment of appropriations and release of funds to spending units
Dana mungkin dirilis lewat notifikasi limit kas, menerbitkan warrants, transfer dana ke
akun impress dan mekanisme lain. Di beberapa negara, pengeluaran meliputi 2 langkah
yaitu:
a. apportionment oleh kantor pusat anggaran yang terdiri atas definisi bagian mana dari
apropriasi yang dapat gunakan oleh kementerian dan spending unit.
b. allotment oleh kementerian dan spending unit utama yang berisi porsi yang
dialokasikan dari apropriasi ke spending unit dibawahnya.
2. Commitment
Tahap komitmen adalah titik ketika kewajiban masa depan untuk membayar telah
terjadi. Sebuah komitmen terdiri atas pemberian perintah atau penandatanganan kontrak
pengiriman untuk barang atau jasa tertentu. Hal ini diikuti sebuah kewajiban untuk
membayar ketika pihak ketiga telah menyelesaikan pemenuhan kontrak. Akan tetapi,
definisi tepat untuk komitmen di dalam wilayah anggaran berbeda-beda antar berbagai
system anggaran, dan tergantung pada kategori ekonomi dari belanja.
3. Acquisition and verification (or certification)
Pada tahap ini, barang telah dikirimkan dan/atau jasa telah diberikan serta kesesuaian
dengan kontrak dilakukan verifikasi. Asset dan kewajiban pemerintah meningkat dan
dicatat jika negara memiliki system akuntansi akrual. Belanja pada tahap verifikasi ini
1

juga disebut sebagai accrued expenditure atau actual expenditure. Belanja pada tahapan
verifikasi diikuti sebuah kewajiban dan tunggakan dibedakan antara belanja pada tahap
verifikasi dan pembayaran.
4. Payment
Pada tahap ini, pembayaran dibuat melalui bermacam-macam instrumen seperti cek, kas,
transfer elektronik, instrumen utang, kesepakatan barter, pengurangan dari pajak dan
voucher kas. Praktek pembayaran melalui kesepakatan barter, pengurangan pajak dan
voucher kas masih dipertanyakan. Pembayaran melalui pengurangan pajak sering
dilakukan oleh beberapa negara FSU, tetapi memiliki konsekuensi negative antara
pengumpulan pajak dan kompetisi antar supplier. Kesekatan barter melumpuhkan
kompetisi antar supplier. Voucher kas seharusnya dilihat sebagai tahap administrative
dalam siklus belanja daripada sebagai mekanisme pembayaran, khususnya ketika
tagihan tidak segera dibayarkan. Pembayaran melalui cek dicatat ketika cek diterbitkan.
Pembandingan dengan catatan bank seharusnya dilakukan secara sistematik. Ketika cek
yang belum dibayar nilainya signifikan, pembayaan juga harus dilaporkanpada saat cek
dibayar.
Gambar 1 : Implementasi Penganggaran Belanja

Sumber: OECD
Tahap komitmen dan verifikasi kadang kala sulit dibedakan. Tergantung dari sifat
belanja dan negaranya, komitmen berkaitan dengan tahap komitmen pada fase eksekusi
pembahasan anggaran ataupun pada tahap verifikasi/akuisisi, atau dengan administrasi
permintaan dana dalam mengantisipasi penggunaan dana atau dengan sebuah prosedur
pendelegasian wewenang. Beberapa negara, misal US, membuat pembedaan antara
administrative komitmen yang merupakan sebuah permintaan dana dan kewajiban yang
2

terkait dengan pemesanan, penandatanganan kontrak, penerimaan jasa atau transaksi sejenis
yang akan memerlukan pembayaran (schick, 1995 dalam OECD). Untuk kontrak multi year,
sebuah komitmen seringkali berkaitan dengan pemecahan kontrak tahunan atau dengan
belanja actual.
Komitmen diikuti dengan kewajiban untuk membayar, yang akan efektif ketika pihak
ketiga memenuhi ketentuan kontrak. Ketika tidak diperlukan untuk membedakan antara
komitmen multi year dengan kontrak pecahan tahunannya, ekspresi forward commitment
dan annual commitment digunakan. Komitmen yang sah berkaitan dengan kontrak atau
pesanan, tidak berkaitan dengan annual commitment. Untuk administrasi anggaran,
komitmen seharusnya berkaitan dengan tahap paling awal dalam siklus belanja ketika klaim
terhadap apropriasi dapat diakui.(OECD)
Untuk jasa utang, belanja pegawai, transfer dan juga beberapa kategori belanja
untuk barang dan jasa, komitmen berkaitan dengan belanja pada tahap verifikasi. Sebagai
konsekuensinya, kategori belanja ini, tahap belanja dan tahap verifikasi digabungkan dalam
fase eksekusi belanja.(OECD)
Komitmen seharusnya didefinisikan sebagai :
1. Komitmen legal, ketika masuk akal untuk mendefinisikan komitmen pada basis ini,
misal kontrak dan pesanan kepada supplier, investasi, pekerjaan pemeliharaan, dll
2. Belanja pada tahap verifikasi, untuk item-item lain (pegawai, jasa utang, tagihan utilitas
dan transfer).
Penting untuk tepat dalam mendefinisikan istilah komitmen yang dapat diartikan
berbeda dalam konteks yang berbeda, sebagai berikut:
1. For cash planning and funds release
Menjadi penting untuk mengetahui kewajiban membayar yang akan terjadi selama
periode anggaran. Hal ini dapat diharapkan, missal, sebuah pesanan ATK akan
diselesaikan selama periode ini tetapi kontrak proyek investasi mungkin melewati
beberapa tahun fiscal. Oleh karena itu, faktor penting untuk perencanaan kas dalah
bagian komitmen yang akan menghasilkan kewajiban selama periode yang
direncanakan. Kecuali dalam kasus proyek investasi multi year, akan secara umum
menjadi komitmen legal untuk supplier.
2. For budget preparation
Penting untuk mengetahui biaya masa depan dari proyek investasi multi year dan belanja
yang wajib atau yang akan terjadi tanpa pengukuran penyesuaian. Pemerintah memiliki
kewajiban legal dan/atau moral untuk memenuhi biaya gaji pegawai pemerintah dan

biaya program yang disetujui. Untuk itu perlu menghitung biaya dari seluruh komitmen
kebijakan seperti itu apapun bentuknya.
3. For fiscal analysis
Biaya dari invoice yang masih beredar harus dinilai, yaitu perbedaan antara belanja pada
tahap verifikasi dan pembayaran. Perbedaan antara komitmen dan pembayaran
memberikan estimasi tunggakan, karena termasuk pesanan yang belum dipenuhi.
4. For programme management
Informasi pada tahap verifikasi diperlukan baik informasi komitmen maupun informasi
belanja. Spending agencies perlu mem-follow up secara akurat pemesanan dan kontrak
yang telah mereka tandatangani. Pencatatan belanja pada tahap verifikasi memberi
elemen utama untuk menilai biaya, menunjukkan sejauh mana implementasi program
dan proyek telah berjalan, serta diperlukan untuk mengelola utang dan kontrak.
5. For expenditure control
Mendefinisikan komitmen sangat penting, khususnya untuk jasa utang, belanja pegawai
dan pryek investasi multi year, yang tidak bisa dikendalikan hanya berdasar apropriasi
tahunan.
Memastikan kepatuhan keuangan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1. Release of funds
Untuk tujuan implementasi anggaran yang efektif adalah bahwa kementerian
keuangan memberikan otoritas ini tepat waktu dan secara jelas, untuk menghindari
kebingungan dalam penggunaan apropriasi. Manajemen kas memerlukan penyiapan
implementasi anggaran selama setahun dan perencanaan kas, tetapi perencanaan ini
harus sesuai dengan otorisasi anggaran (kecuali pada keadaan khusus atau jika anggaran
dipersiapkan secara buruk).
Dalam beberapa negara transisi, karena masalah fiscal berupa anggaran yang
overestimated, dana dikeluarkan kepada kementerian teknis secara harian. Ketika system
treasury yang terpusat telah ada, mekanisme ini terdiri dari sebuah agensi terpilih secara
ad-hoc yang akan ditransfer kas atau pemilihan invoice yang akan dibayar. Pada
beberapa negara, pemilihan tersebut dibuat oleh komite yang terdiri dari direktur
treasury, menteri keuangan dan perdana menteri. Dana yang sering dikeluarkan pada saat
keadaan darurat atau berlatar belakang politik, tidak menggunakan definisi prioritas
dalam anggaran. Anngaran kas yang efektif diformulasikan secara implisit melalui
proses tersebut disubstitusikan untuk otorisasi anggaran, dan mungkin sangat berbeda
degan anggaran yang disetujui oleh parlemen. Kelemahan lain dengan system cash
rationing adalah spending agencies dapat terus membuat komitmen berdasarkan atas
anggaran dan hal tersebut menjadikan tunggakan terus menumpuk, tetapi sesuai dengan
prosedur formal anggaran.
4

Sequestering adalah pemblokiran apropriasi oleh kemeterian keuangan untuk


menyeimbangkan kembali anggaran tanpa menyesuaikan perencanaan kas. Ketika
sequestering, komitmen yang ongoing seharusnya dicatat. Walaupun sequestering
kadang diperlukan, hal ini mengurangi prediktabilitas dan seharusnya digunakan hanya
pada keadaan tertentu.
Di beberapa negara, jaminan otorisasi spending agencies untuk membuat
komitmen belanja memerlukan persetujuan terlebih dahulu dari supreme audit
institution (SAI). Dalam kebanyakan kasus, prosedur ini murni formal dan tidak
menciptakan penundaan yang tidak diperlukan dalam eksekusi anggaran. Akan tetapi,
relevansi dari prosedur tersebut masih dipertanyakan, karena SAI seharusnya tidak
dilibatkan dalam prosedur pengendalian exante.
2. Compliance controls
Dasar pengendalian kepatuhan selama eksekusi anggaran adalah sebagai berikut:
a. At the commitment stage (financial control)
Diperlukan untuk memverifikasi bahwa (i) proposal untuk mengeluarkan uang telah
disetuji oleh pejabat berwenang, (ii) jumlah uang telah diapropriasikan untuk tujuan
yang dicantumkan dalam anggaran, (iii) dana yang mencukupi masih tersedia dalam
kategori belanja yang diapropriasi dan (iv) belanja diklasifikasikan secara benar.
b. When goods and services are delivered (verification)
Bukti dokumen bahwa barang telah diterima atau jasa telah dilaksanakan sesuai
spesifikasi, telah diverifikasi.
c. Before payment is made
Perlu untuk mengonfirmasi bahwa (i) belanja telah dikomitmenkan secara tepat, (ii)
pegawai yang kompeten telah menyatakan bahwa barang telah diterima atau jasa
telah dilaksanakan sesuai pesanan, (iii) invoice dan dokumen lain untuk meminta
pembayaran telah diselesaikan, telah benar dan cocok untuk pembayaran dan (iv)
krediturnya telah diidentifikasi dengan benar.
d. After final payment is made (audit)
Perlu untuk memeriksa dan mencermati belanja serta melaporkan adanya
penyimpangan.
Distribusi tanggung jawab dalam eksekusi anggaran dijelaskan sebagai berikut:
1. General principles
Eksekusi belanja mencakup aktivitas terkait implementasi kebijakan dan tugas terkait
administrasi anggaran. Baik agensi pusat dan spending agencies dilibatkan dalam tugas
ini. Distribusi tanggung jawab dalam manajemen anggaran seharusnya diorgansasikan
menurut area tanggung jawab dan akuntabilitas agensi tersebut.
Tanggung jawab kementerian keungan sebagai berikut:
a. Terkait pengendalian eksekusi anggaran
5

Mengadministrasikan system pengeluaran dana, memonitor aliran belanja,


menyiapkan revisi anggaran, mengelola system pembayaran pusat atau menyupervisi
rekening bank pemerintah, mengadministrasikan system penggajian pusat,
menyiapkan laporan rekening dan keuangan.
b. Terkait implementasi kebijakan
Mereviu kemajuan (progress) secara independen atau bersama-sama dengan
spending

agencies,

mengidentifikasi

revisi

kebijakan

ketika

diperlukan,

mengusulkan kepada dewan menteri untuk realokasi apropriasi dalam kerangka yang
diotorisasi oleh parlemen.
Tanggung jawab spending agencies sebagai berikut:
a. Tekait administrasi anggaran
Mengalokasikan dana diantara unit-unit dibawahnya, membuat komitmen,
pembelian dan pengadaan barang dan jasa, pemverifikasian barang dan jasa yang
diterima, penyiapan permintaan pembayaran (dan membuat pembayaran jika system
pembayaran tidak terpusat), penyiapan laporan kemajuan, memonitor indicator
kinerja dan menjaga catatan rekening dan keuangan.
b. Tekait implementasi kebijakan
Secara periodic mereviu implementasi program yang relevan (termasuk memonitor
indicator kinerja), mengidentifikasi masalah dan melaksanakan solusi yang tepat,
serta merealokasikan sumber daya antar program sector (tetapi dalam kerangka
kebijakan yang menyeluruh dari anggaran).
2. Centralized and decentralized controls?
Secara umum dalam organisasi apapun, ada pemisahan tugas untuk
mengotorisasi belanja, menyetujui kontrak dan melakukan pemesanan, menyertifikasi
bahwa barang telah diterima dan jasa telah dilaksanakan sesusai spesifikasi, dan
mengotorisasi pembayaran. Pengendalian ex ante dilaksanakan sebelum spending agensi
yang resmi dapat membuat komitmen atau pembayaran ditujukan untuk membatasi
kasus-kasus penyelewengan, dan memastikan dana public digunakan secara efisien dan
efektif. Akan tetapi, pengendalian ex ante yang terpusat dapat mengakibatkan gangguan
yang berlebihan dari agensi pusat dalam manajemen harian anggaran kementerian serta
penundaan implementasi dan menejemen yang kurang efisien, khususnya ketika proses
eksekusi anggaran tidak sepenuhnya terkomputerisasi. Lebih daripada itu, di negaranegara dengan system tata kelola yang buruk, pengendalian berlipat dapat memiliki efek
buruk dan meningkatkan korupsi.
Pengendalian komitmen dan akuntansi mungkin dilaksanakan secara internal
oleh kementerian terkait atau dilaksanakan oleh agensi pusat. Pembayaran dilakukan
lewat treasury, tetapi pelibatan treasury dalam melaksanakan pengendalian akuntansi
6

bervariasi antar negara. Di beberapa negara, kementerian keuangan menugaskan


penasehat keuangan atau pejabat anggaran ke kementerian teknis untuk mengendalikan
eksekusi anggaran.
Pengendalian komitmen dan pembayaran atas dasar apropriasi tahunan seringkali tidak
cukup untuk memastikan kepatuhan dan disiplin fiscal. Pengendalian akuntansi dapat
mencegah kasus penyalahgunaan apropriasi. Tanpa memperhatikan bagaimana mereka
diorganisasikan, pengendalian akuntansi tidak mencegah akumulasi tagihan karena
kewajiban dibuat upstream.
Isu-isu terkait dengan eksekusi anggaran antara lain:
1. Sifat tahunan dari apropriasi
Apropriasi yang bersifat tahunan sering kali membuat spending agencies mengejar
target penyerapan belanja di akhir tahun. Hal ini terkati dengan ketakutan spending
agencies bahwa anggaran tahun berikutnya akan dipotong jika tidak memenuhi target
penyerapan. Penyerapan besar-besaran di akhir tahun biasanya hanya pemborosan
2. Isu fleksibilitas
Aturan mengenai realokasi anggaran biasanya telah ditetapkan dalam aturan
keuangan. Aturan semacam ini seharusnya membedakan perpindahan anggaran yang
menjadi wewenang kementerian, sepersetujuan kementerian keuangan dan perpindahan
yang dilarang.
3. Monitoring eksekusi anggaran
System monitoring transaksi anggaran yang menyeluruh dan berkala diperlukan
untuk menjaga eksekusi anggaran tetap terkendali. Hal ini memerlukan pencatatan dan
penelusuran penggunaan apropriasi yang sistematis.
4. Revisi anggaran
Hal ini terkait perkiraan implementasi program tertentu atau terkait dengan
makroekonomi seperti perubahan ekonomi dunia, inflasi, tingkat bunga atau nilai tukar.
Untuk meminimalisasi efek buruk, aturan harus dibuat fleksibel dan cadangan
kontinjensi seharusnya dimasukkan dalam anggaran. Anggaran harus direvisi dalam
kasus perubahan komposisi anggaran atau peningkatan belanja secara keseluruhan.
B. Pelaksanaan Public Expenditure Secara Global
Benchmark praktek eksekusi anggaran di berbagai negara (IMF) sebagai berikut;
Stage

Commonwealth

Francophone

Latin American

Transition Economies

Commitment

Contract signed,

Contract signed,

Contract signed

Order is placed, often

order placed.

order placed

or order placed

no contracts. Typically

Information not

(engagement).

(compromiso).

no record is made at

recorded in

Authorized by the

Information is

this stage.

central

ministry of finance or not reliable, not


7

Stage

Commonwealth
accounting

Francophone

Latin American

Transition Economies

financial comptroller. timely.

system.
Verification

Bill is received.

Bill is received. Work Bill is received.

Bill is received. Work is

Work is verified

is verified as

Work is verified

verified as complete or

as complete or

complete or supply

as complete or

supply is delivered in

supply delivered

delivered in full.

supply delivered

full. Some use of

in full

preaudits by control

(devengado).

departments.

in full.

Information is
not reliable, not
timely. Use of
preaudits.
Payment

Treasury

The Comptabilit

Payment orders

Unless system has been

order

processes orders

Publique, a part of

(rdenes de

reformed, the central

and issues

the Ministry of

pago) are

bank processes

checks; or done

Finance and

processed and

payment orders and

directly by line

Economy, processes

checks issued.

transfers are made

ministries.

orders and issues

between accounts

checks (liquidation,

electronically. No

ordonnancement) or

issuing of checks.

an entry is made in
deferred payments
account.
Cash payment Checks are

Checks are cashed.

cashed.
Accounts

Checks are

Not applicable.

cashed.

Transaction

Transaction recorded Transaction

Transaction recorded in

recorded in

in accounts.

recorded in

accounts: sometimes

accounts.

accounts are held by

accounts.

banks, not the ministry


of finance.

C. Pelaksanaan Public Expenditure Di Indonesia


1. Allotment of appropriation
Alokasi atas apropriasi APBN dilakukan dalam bentuk DIPA untuk masingmasing satuan kerja di kementerian teknis terkait.
2. Commitment
Pada tahap komitmen, sesuai dengan PMK 219, kontrak atau pemesanan barang
dicatat dalam jurnal komitmen. Jurnal komitemen dimaksudkan untuk manajemen bukan
untuk laporan ke luar.
3. Verification
Verifikasi belanja barang/jasa dilakukan oleh pejabat/tim pemeriksa barang/jasa.
Surat permintaan pembayaran (SPP) akan diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK) setelah barang/jasa dinyatakan memenuhi spesifikasi dalam kontrak. SPP
kemudian diteruskan kepada pengguna anggaran (PA)/ kuasanya untuk diproses surat
perintah membayar (SPM) yang akan dikirimkan ke KPPN setempat.
4. Payment order
KPPN sebagai bagian dari Kementerian Keuangan memproses SPM untuk
kemudian diterbitkan surat perintah pencairan dana (SP2D). SP2D-LS untuk belanja
berdasarkan kontrak berisi perintah transfer kepada bank operasional 1 (BO 1) untuk
mentransfer dana kepada pihak ke-3 yang berhak.
5. Cash payment
Pembayaran kas dilakukan melalui mekanisme transfer elektronik (untuk SP2DLS).
6. Akuntansi
Transaksi dicatat dalam aplikasi khusus pada Satker maupun KPPN.

10

BAB II
PUBLIC PROCUREMENT
A. Konsep Pengadaan Barang dan Jasa
Pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan proses perolehan barang, jasa, dan
pekerjaan umum pada waktu yang tepat sehingga menghasilkan nilai terbaik bagi pemerintah
maupun masyarakat (Schiavo&Sundaram, 2001)
1.

Tujuan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah


Schiavo dan Tommasi, 1999 menyebutkan bahwa tujuan utama pengadaan
barang/jasa pemerintah adalah menyediakan barang/jasa yang berkualitas dengan harga
yang kompetitif. Oleh karena itu, prosedur pengadaan barang/jasa seharusnya dapat
memberikan kesempatan yang sama kepada semua pelaku usaha yang ingin
berpartisipasi dalam suatu tender dan prosedur dimaksud juga disusun dengan
mempertimbangkan value for money, dalam rangka meminimalisir adanya tindak
korupsi.

2.

Siklus Pengadaan Barang/Jasa


Schiavo dan Tommasi, 1999 menyebutkan bahwa siklus pengadaan barang/jasa
terdiri dari:
a. Identifikasi kebutuhan pengguna dan persiapan proyek.
b. Penetapan prosedur pengadaan barang/jasa.
c. Proses tender (pada umumnya didahului prosedur prakualifikasi yang bergantung

3.

kepada prosedur tender).


Prinsip Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Schiavo dan Tommasi, 1999 menyebutkan bahwa kunci utama dalam pengadaan
barang/jasa adalah persaingan terbuka dan transparansi. Informasi seputar proses
pengadaan barang/jasa seharusnya dapat diketahui oleh publik, misalnya daftar pelaku
usaha yang berpartisipasi dalam tender beserta penawaran harganya sampai dengan
pelaku usaha yang memenangkan tender.

B. Implementasi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah


Peningkatan kualitas pelayanan publik melalui penyelenggaraan pemerintahan yang
baik dan bersih, perlu didukung dengan pengelolaan keuangan yang efektif, efisien,
transparan, dan akuntabel. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan
keuangan negara yang dibelanjakan melalui proses pengadaan barang/jasa pemerintah,
diperlukan upaya untuk menciptakan keterbukaan, transparansi, akuntabilitas serta prinsip
11

persaingan/kompetisi yang sehat dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang


dibiayai APBN/APBD, sehingga diperoleh barang/jasa yang terjangkau dan berkualitas
serta dapat dipertanggung-jawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya
bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan masyarakat (Peraturan Presiden Nomor 54
Tahun 2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun
2015 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah).
1. Definisi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah, yang dimaksud dengan pengadaan barang/jasa pemerintah
adalah kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh kementerian/lembaga/satuan kerja
perangkat daerah/institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai
diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa.
2. Garis Besar Proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah terlebih dahulu membagi pelaksanaan pengadaan barang/jasa dalam dua
kelompok yaitu melalui swakelola dan/atau pemilihan penyedia barang/jasa (non eprocurement atau e-procurement).
Swakelola adalah pengadaan barang/jasa dimana pekerjaannya direncanakan,
dikerjakan dan/atau diawasi sendiri oleh kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat
daerah/institusi sebagai penanggung jawab anggaran, instansi pemerintah lain dan/atau
kelompok masyarakat.
Penyedia Barang/Jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang
menyediakan barang/pekerjaan konstruksi/jasa konsultansi/jasa lainnya. Pelaksanaan
pengadaan barang/jasa melalui penyedia barang/jasa didahului dengan persiapan
pemilihan penyedia barang/jasa, pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa,
penandatanganan kontrak pengadaan barang/jasa, sampai dengan pelaksanaan kontrak.
3. Prinsip Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Prinsip-prinsip pengadaan barang/jasa pemerintah sesuai dengan Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah
sebagai berikut:
a. Efisien, berarti pengadaan barang/jasa harus diusahakan dengan menggunakan
12

dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu
yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk mencapai
hasil dan sasaran dengan kualitas yang maksimum.
b. Efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan dan sasaran
yang telah ditetapkan serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya.
c. Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan
barang/jasa bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas oleh penyedia barang/jasa
yang berminat serta oleh masyarakat pada umumnya.
d. Terbuka, berarti pengadaan barang/jasa dapat diikuti oleh semua penyedia
barang/jasa yang memenuhi persyaratan/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan
dan prosedur yang jelas.
e. Bersaing, berarti pengadaan barang/jasa harus dilakukan melalui persaingan yang
sehat di antara sebanyak mungkin penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi
persyaratan, sehingga dapat diperoleh barang/jasa yang ditawarkan secara
kompetitif dan tidak ada intervensi yang mengganggu terciptanya mekanisme
pasar dalam pengadaan barang/jasa.
f. Adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua
calon penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada
pihak tertentu, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
g. Akuntabel, berarti harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait dengan
pengadaan barang/jasa sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
C. Inovasi Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik
Sebagaimana telah dijabarkan sebelumnya, Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 Tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mengatur bahwa pengadaan barang/jasa melalui
pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan secara non e-procurement maupun eprocurement.
Pengadaan secara elektronik atau e-procurement adalah pengadaan barang/jasa yang
dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan (PP 54/2010).
Pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik bertujuan untuk:
1. meningkatkan transparansi dan akuntabilitas;
2. meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat;
3. memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan;
4. mendukung proses monitoring dan audit; dan
5. memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time.
13

(PP 54/2010)
Pengadaan secara elektronik atau e-procurement menjadi inovasi terhadap
pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah yang dilakukan dengan pemanfaatan
teknologi informasi.
Terlebih, seiring dengan kebutuhan pemerintah dalam rangka percepatan pelaksanaan
belanja negara guna percepatan pelaksanaan pembangunan melalui percepatan pelaksanaan
pengadaan barang/jasa pemerintah (Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2015 tentang
Percepatan Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah), Presiden RI mengamanatkan
seluruh pengadaan barang/jasa pemerintah melalui e-procurement.
Pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah melalui e-procurement dapat
dijabarkan dalam skema di bawah ini:
Gambar 2 : Pelaksanaan E-Procurement

Sumber : PP 54/2010
E-procurement dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu E-tendering dan E-purchasing.
E-Tendering adalah proses pengadaan barang/jasa yang diikuti oleh penyedia barang/jasa
secara elektronik melalui cara satu kali penawaran, sedangkan E-Purchasing adalah proses
pengadaan barang/jasa yang dilakukan melalui katalog elektronik. E-Tendering sama persis
dengan pola pengadaan yang selama ini dilaksanakan secara manual, perbedaannya hanya
seluruh tahapan dilaksanakan secara elektronik, sedangkan E-Purchasing menggunakan
cara yang sama sekali berbeda. Pengguna barang/jasa tinggal memilih barang/jasa yang
14

diinginkan melalui katalog elektronik yang terbuka serta transparan.


Belanja pemerintah online (e-purchasing) melalui e-katalog yang dikelola oleh
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sudah memuat lebih dari
40.000 barang/jasa, mulai dari toner hingga mobil damkar, yang proses pengadaannya
hanya dibutuhkan satu kali klik dengan jaminan kepastian mutu, harga, dan penyedia
(www.kompas.com, 28 Maret 2016).
Gambar 3 : E-Catalogue

Penggunaan e-katalog tepat digunakan untuk kondisi:


1.
2.
3.
4.

barang/jasa yang sudah standar (tidak kompleks);


waktu ataupun jumlah barang/jasa yang diperlukan tidak dapat dipastikan;
barang/jasa diperlukan secara terus menerus dalam waktu tertentu (repeated basis);
barang/jasa diperlukan secara emergency.

(Fadli Arif, LKPP, 2014)


LKPP mencatat proporsi anggaran pengadaan 2015 memang masih didominasi eTendering sebesar 85% dan e-Purchasing 15%. Oleh karena itu, perlu dilakukan terobosan
untuk melaksanakan proses e-tendering yang lebih praktis ( www.kompas.com, 28 Maret
2016).
Salah satu langkah yang mulai diperkenalkan LKPP adalah pemanfaatan SIKaP
(Sistem Informasi Kinerja Penyedia). Sesuai Peraturan Kepala LKPP Nomor 1 Tahun 2015
tentang E-Tendering, SIKaP adalah aplikasi yang merupakan sub sistem dari Sistem
Pengadaan Secara Elektronik yang digunakan untuk mengelola Informasi Kinerja Penyedia
Barang/Jasa dan dikembangkan oleh LKPP.
Penyedia dengan kinerja yang baik memiliki hubungan dengan tujuan pengadaan
barang/jasa pemerintah yaitu mendapatkan barang/jasa dengan kriteria tepat harga, tepat
(sesuai) kualitas, tepat kuantitas (volume), rekanan dan tata cara pengadaan yang tepat, dan
15

kesepakatan lainnya sesuai dengan perjanjian yang dilakukan sehingga pengguna dapat
memanfaatkan barang/jasa dimaksud (www.bppk.kemenkeu.go.id, 7 Agustus 2014).
Dengan SIKaP, waktu yang dibutuhkan dalam proses pemilihan penyedia dapat
terpangkas. Akan tetapi perlu dicermati pentingnya semua pelaku pengadaan agar
berkontribusi menggambarkan kinerja penyedia dalam SIKaP sehingga penyedia yang
kinerjanya baik dapat lebih tergambarkan dalam aplikasi ini (www.kompas.com, 28
Maret 2016).
Di masa yang akan datang, SIKaP perlu diintegrasikan dengan raport atau kinerja
penyedia dalam pelaksanaan pekerjaan, sehingga terdapat sistem reward and punishment
yang sesuai terhadap penyedia melalui aplikasi ini, misalnya berdasarkan delivery time atau
waktu pelaksanaan pekerjaan dari setiap kontrak yang dilakukan penyedia.

16

BAB III
E-GOVERNMENT
A. Konsep E-Government
Pada awal abad ke dua puluh satu, sejalan dengan perubahan ekonomi yang sangat
cepat dari banyak negara karena revolusi informasi, tidak dapat disangkal bahwa akan ada
dampak pada operasional pemerintahan. Perkembangan teknologi informasi pada sektor
privat dengan muncul dan berkembangnya e-bussiness dan e-commerce, banyak
memberikan pengaruh pada manajemen sektor publik yang ditandai dengan kemunculan egovernment (hughes,2003).
Holmes mendefinisikan e-government sebagai Electronic government, or egovernment, is the use of information technology, in particular the internet, to deliver public
services in a much more convenient, customer oriented, cost-effective, and all together
different and better way. (holmes,2001)
Pengertian e-government menurut word bank adalah penggunaan teknologi informasi
oleh kantor-kantor pemerintahan untuk pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat,
dunia usaha dan untuk memfasilitasi kerjasama antar institusi pemerintah (The World
Bank Group, 2001)
Berdasarkan perngertian diatas, dapat digaris bawahi bahwa secara umum egovernment didefinisikan sebagai penggunaan teknologi informasi oleh permerintah untuk
memberikan informasi dan pelayanan bagi masyarakat, pelaku usaha serta hal lain terkait
urusan pemerintahan dengan tujuan agar hubungan dalam tata pemerintahan (governance)
yang melibatkan pemerintah, pelaku bisnis dan masyarakat dapat tercipta lebih efisien,
efektif, produktif dan responsif.
Adriwati (2001) dalam Bunga Rampai Wacana Administrasi Publik menyebutkan
layanan e-government meliputi layanan government to government, government to
bussiness, dan government to society. Government to government (G2G) dimaksudkan
bahwa komunikasi dan layanan dapat dilakukan antara instansi pemerintah dengan
pemerintah, dimana antar instansi pemerintah dapat berkomunikasi, bertukar informasi,
melakukan teleconferencing, dan koordinasi pekerjaan dengan menggunakan jaringan
internet. Government to business (G2B) dimaksudkan bahwa pemerintah dapat melakukan
transaksi bisnis dengan dunia usaha seperti pembelian barang, jasa, pengiriman dokumen,
dan sebagainya. Layanan e-government yang ketiga yaitu government to society (G2S)
dimaksudkan untuk memperlancar dan memudahkan masyarakat untuk dapat memperoleh
17

layanan secara elektronik melalui internet dan web yang diberikan pemerintah
(Adriwati,2001).
Selain tiga layanan tersebut, Schalaeger menambakan satu lagi layanan egovernment, yaitu government to employees. Aplikasi e-government juga diperuntukkan
untuk meningkatkan kinerja dan

kesejahteraan para pegawai negeri atau karyawan

pemerintahan

sejumlah

yang

bekerja

di

institusi

sebagai

pelayan

masyarakat

(Hardjaloka,2014)
B. Tahapan Perkembangan E-Government
Ada beberapa cara yang berbeda dalam mengklasifikasikan interaksi e-government.
Secara umum terdapat empat tahapan tingkat perkembangan e-government (hughes,2003).
Tahapan itu adalah sebagai berikut:
1. Informasi.
Pada tahap ini, pemerintah menggunakan website sebagai sarana untuk
mempublikasikan informasi kepada umum. Informasi yang disampaikan bisa berupa
visi, misi dan aktivitas organisasi pemerintah tersebut. Dalam tahap ini, website masih
menjadi sarana komunikasi satu arah dan belum terdapat interaksi secara elektronik
antara pemerintah dan masyarakat.
2. Interaksi
Pada tahap ini, website telah menjadi alat untuk komunikasi dua pihak.
Pemerintah tidak sekedar menyajikan informasi secara online, tetapi juga disertai
fasilitas komunikasi secara elektronik. Website juga menyediakan tautan yang
menghubungkan dengan informasi tertentu berupa formulir yang bisa diunduh untuk
kemudian dilengkapi dan dikirimkan secara manual.
3. Proses
Pada tahap ini, layanan yang diberikan melalui halaman situs tidak hanya sebatas
informasi mengenai organisasi pemerintah secara online dan fasilitas komunikasi
melalui e-mail, tetapi juga melayani kebutuhan lain seperti pembuatan dan
perpanjangan perijinan, passport, dan kartu identitas lain beserta pembayarannya.
4. Transaksi
Pada tahap ini, pemerintah telah memiliki satu halaman situs yang menjadi one
stop service bagi masyarakat dan sesuai kebutuhan masyarakat, menggantikan struktur
tradisional dari lembaga pemerintahan. Melalui sebuat portal, sistem informasi dari
seluruh lembaga pemerintahan dapat terhubung untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat serta masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam kegiatan pemerintahan

18

secara online untuk meningkatkan transparansi, efisiensi dan peningkatan kualitas


layanan publik.
C. Implementasi E-government Secara Global
Pada

level

internasional

ada

beberapa

organisasi

dunia

yang

mengukur

implementasi e-government suatu negara, salah satunya adalah Waseda University. Ada 9
indikator utama dan 32 sub indikator yang digunakan sebagai dasar pengukuran (waseda).
Indikator itu adalah sebagai berikut:
1. Network Preparedness/Infrastructure
a. Internet Users
b. Broadband Subscribers
c. Mobile Cellular Subscribers
2. Management Optimization/ Efficiency
a. Optimization Awareness
b. Integrated Enterprise Architecture
c. Administrative and Budgetary Systems
3. Online Services / Functioning Applications
a. E-Procurement
b. E-Tax Systems
c. E-Custom Systems
d. E-Health System
e. One-stop service
4. National Portal/Homepage
a. Navigation
b. Interactivity
c. Interface
d. Technical Aspects
5. Government CIO
a. GCIO Presence
b. GCIO Mandate
c. CIO Organizations
d. CIO Development Programs
6. e-Government Promotion
a. Legal Mechanism
b. Enabling Mechanism
c. Support Mechanism
d. Assessment Mechanism
7. E-Participation/Digital Inclusion
a. E-Information Mechanisms
b. Consultation
c. Decision-Making
8. Open Government Data
a. Legal Framework
b. Society
c. Organization
9. Cyber Security
a. Legal Framework
b. Cyber Crime Countermeasure
19

c. Internet Security Organization


Hasil pemeringkatan pelaksanaan e-government untuk tahun 2015 yang dilaksanakan
oleh Waseda University menempatkan indonesia pada peringkat 29 dari total 63 negara.
Hasil lengkapnya adalah sebagai berikut:
Gambar 4: Peringkat E-Government Waseda University

Sumber : Waseda University


Di Indonesia, Kementerian Kominfo melalui Direktorat e-Government, Direktorat
Jenderal Aplikasi Informatika menyelenggarakan pemeringkatan e-government dengan
tujuan untuk Menyediakan acuan bagi pengembangan dan pemanfaatan TIK di lingkungan
pemerintah, Memberikan dorongan bagi peningkatan TIK di lingkungan pemerintah
melalui evaluasi yang utuh, seimbang, dan obyektif dan Melihat peta kondisi pemanfaatan
TIK di lingkungan pemerintah secara nasional. Dimensi/aspek yang dinilai meliputi
kebijakan, kelembagaan, infrastruktur, aplikasi dan perencanaan (http://pegi.layanan.go.id/)
Hasil pemeringkatan e-government yang dilaksanakan oleh kementerian kominfo
pada tahun 2015 adalah sebagai berikut:
Gambar 5 : PeGI Tingkat Kementerian Tahun 2015

20

S
umber : PeGi- Kominfo

21

Gambar 6 : PeGI Tingkat LPNK Tahun 2015

Sumber : PeGi- Kominfo


Gambar 7 : PeGI Tingkat Provinsi Tahun 2015

Sumber : PeGi- Kominfo


D. Dasar Hukum dan Tahapan Pelaksanaan e-Government di Indonesia
E-government di Indonesia pertama kali diperkenalkan pada tahun 2000 ditandai
dengan dibentuknya Tim Koordinasi Telematika Indonesia (TKTI) melalui Keputusan
Presiden Nomor 50 tahun 2000 tentang Tim Koordinasi Telematika Indonesia. Tim ini
mempunyai tugas-tugas pokok sebagaimana dijabarkan dalam Instruksi Presiden Nomor 6

22

tahun 2001 tentang Pengembangan dan Pendayagunaan Telematika di Indonesia yaitu


sebagai berikut:
1. Mengkoordinasikan perencanaan dan memelopori program aksi dan inisiatif untuk
meningkatkan perkembangan dan pendayagunaan teknologi telematika di Indonesia,
serta memfasilitasi dan memantau pelaksanaannya.
2. Memperkuat kemampuan menggalang sumber daya yang ada di Indonesia guna
mendukung keberhasilan pelaksanaan semua arah pengembangan dan pendayagunaan
teknologi telematika, serta melaksanakan forum untuk membangun konsensus antar
pihak-pihak terkait di sektor pemerintah dan swasta baik di tingkat internasional maupun
regional, serta mengakses pengalaman internasional dalam mengembangkan sistem
infrastruktur informasi nasional untuk menstimulasi perkembangan telematika,
mendapatkan dukungan teknis, pembiayaan dan dukungan lainnya secara terpadu.
(Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2001)
Salah satu hasil penerapan dari aplikasi e-government yang telah umum dilaksanakan
dan diatur pelaksanaannya adalah pembuatan situs web pemerintah daerah. Situs web
pemerintah daerah merupakan salah satu strategi didalam melaksanakan pengembangan egovernment secara sistematik melalui tahapan yang realistik dan terukur. Situs web
pemerintah daerah merupakan tingkat pertama dalam pengembangan e-Government di
Indonesia yang memiliki sasaran agar masyarakat Indonesia dapat dengan mudah
memperoleh akses kepada informasi dan layanan pemerintah daerah, serta ikut
berpartisipasi di dalam pengembangan demokrasi di Indonesia dengan menggunakan media
internet (Buku panduan Kominfo, 2002)
Penerapan lebih lanjut e-government di Indonesia didukung dengan diterbitkannya
Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan Strategi Nasional
Pengembangan e-Government. Peraturan tersebut memuat langkah-langkah yang
diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing guna melaksanakan
pengembangan e-Government secara nasional dengan berpedoman pada Kebijakan dan
Strategi Nasional Pengembangan e-Government. Kerangka arsitektur implementasi egovernment berdasarkan Instruksi Presiden Tahun 2003 adalah sebagai berikut:

23

Gambar 8:Kerangka Arsitektur Implementasi e-government di Indonesia

Berdasarkan gambar di atas, kerangka arsitektur e-government terdiri dari 4 (empat)


lapis struktur, yaitu :
1. Akses; yaitu meliputi jaringan telekomunikasi, jaringan internet, dan media komunikasi
lainnya yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk mengakses situs pelayanan publik.
2. Portal Pelayanan Publik; yaitu berupa situs web pemerintah pada internet penyedia
layanan publik tertentu yang mengintegrasikan proses pengolahan dan pengelolaan
informasi dan dokumen elektronik di sejumlah instansi yang terkait.
3. Organisasi Pengelolaan dan Pengolahan Informasi; yaitu merupakan organisasi
pendukung (back office) yang mengelola, menyediakan dan mengolah transaksi
informasi dan dokumen elektronik.
4. Infrastruktur dan Aplikasi Dasar; meliputi semua prasarana, baik berbentuk perangkat
keras dan lunak yang diperlukan untuk mendukung pengelolaan, pengolahan, transaksi,
dan penyaluran informasi (antar back office, antar portal pelayanan publik dengan back
office), maupun antar portal pelayanan publik dengan jaringan internet secara handal,
aman, dan terpercaya.

24

E. Implementasi Model-Model e-Government di Indonesia


Dari aplikasi-aplikasi e-government yang telah dikembangkan, dapat diketahui bahwa
pengembangan e-government di Indonesia dilaksanakan melalui 4 (empat) tingkatan, yaitu :
1. Tingkat 1; yaitu tingkat persiapan yang berupa pembuatan situs web sebagai media
informasi dan komunikasi pada setiap lembaga serta sosialisasi situs web untuk internal
dan publik.
2. Tingkat 2; yaitu tingkat pematangan yang berupa pembuatan situs web informasi publik
yang bersifat interaktif dan pembuatan antar muka keterhubungan dengan lembaga lain.
3. Tingkat 3; yaitu tingkat pemantapan yang berisi pembuatan situs web yang bersifat
transaksi pelayanan publik dan pembuatan interoperabilitas aplikasi dan data dengan
lembaga lain.
4. Tingkat 4; yaitu tingkat pemanfaatan yang berisi pembuatan aplikasi untuk pelayanan
yang bersifat Government to Governments (G2G), Government to Business (G2B),
Government to Employees (G2E), Government to Citizens (G2C).
Implementasi pengembangan e-government di Indonesia berdasarkan model-model
tersebut di atas adalah sebagai berikut:
1. Model G2G (Government to Governments)
Saat ini, interaksi yang dilakukan antar negara yang berbeda tidak hanya terkait
dalam hubungan diplomasi, namun juga dilakukan untuk mendukung kerjasama antar
unit pemerintahan negara yang bersangkutan (masyarakat, industri, perusahaan, dan lainlain) dalam melakukan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi perdagangan, prosesproses politik, mekanisme hubungan sosial dan budaya, dan lain sebagainya. Model
G2G dapat menjadi sarana komunikasi dan pertukaran informasi tersebut melalui basis
data terintegrasi. Contoh dalam implemantasi Model G2G adalah hubungan administrasi
antara kantor-kantor pemerintah setempat dengan sejumlah kedutaan-kedutaan besar
atau konsulat jenderal untuk membantu penyediaan data dan informasi akurat yang
dibutuhkan oleh para warga negara asing yang sedang berada di tanah air.
2. Model G2B (Government to Business)
Entitas bisnis seperti perusahaan swasta selalu menjalin interaksi dan
membutuhkan data dan informasi yang dimiliki oleh pemerintah dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Hubungan yang baik antara pemerintah dengan sektor bisnis
bertujuan untuk memperlancar proses bisnis yang dijalankan serta mendukung salah satu
fungsi pemerintahan untuk membentuk sebuah lingkungan bisnis yang kondusif serta
mendukung kelancaran berjalannya roda perekenomian nasional. Contoh sistem aplikasi
yang digunakan terkait dengan imlementasi model G2C adalah Sistem Informasi Kredit
25

Program (SIKP). SIKP adalah sistem informasi elektronik yang digunakan untuk
menatausahakan dan menyediakan informasi penyaluran Kredit Program (Perdirjen
Perbendaharaan Nomor Per-30/PB/2015).
Latar belakang pengembangan SIKP adalah kebutuhan untuk mempercepat proses
verifikasi tagihan subsidi kredit program dan monitoring penyaluran kredit program,
serta berdasarkan hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan

Belanja Subsidi

Tahun 2012 dan 2013 yang merekomendasikan untuk mengembangkan aplikasi yang
terintegrasi dengan database Bank Pelaksana Kredit Program dan Perusahaan Penjamin
agar proses verifikasi subsidi kredit program dapat dilakukan tepat waktu dan peserta
kredit program diyakini ketepatan sasarannya. SIKP merupakan e-government yang
mendukung program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan mulai diimplementasikan pada
tahun 2015.
Dasar Hukum dalam penyusunan SIKP adalah sebagai berikut:
a. Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2015 atas Keppres Nomor 14 Tahun 2015
tentang Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UKM
b. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun 2015 tentang
Pedoman Pelaksanaan KUR
c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.05/2016 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Subsidi Bunga Untuk KUR
d. Peraturan Dirjen Perbendaharaan nomor Per- 30/PB/2015 tentang Pedoman
Penggunaan Sistem Informasi Kredit Program

26

Gambar 9: Skema Sistem Informasi Kredit Program (SIKP)

Sumber: Kementerian Keuangan (diolah)


3. Model G2E (Government to Employees)
Implementasi aplikasi e-government juga dapat disusun sebagai faktor pendukung
dalam usaha peningkatan kinerja dan kesejahteraan para pegawai negeri pemerintahan
yang bekerja di sejumlah institusi sebagai pelayan masyarakat. Salah satu aplikasi yang
digunakan dalam implementasinya adalah sistem pengelolaan kinerja pegawai (eperformance) yang dijadikan sebagai sistem pengembangan karir pegawai Kementerian
Keuangan yang bertujuan untuk meyakinkan adanya perbaikan kualitas sumber daya
manusia seiring dengan pelaksanaan reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan.
Aplikasi ini diperlukan juga sebagai bahan pertimbangan dalam proses mutasi, rotasi,
demosi, dan promosi seluruh pegawai Kementerian Keuangan.
4. Model G2C (Government to Citizens)
Tipe G2C ini merupakan aplikasi e-Government yang paling umum, yaitu dimana
pemerintah membangun dan menerapkan berbagai portofolio teknologi informasi
dengan tujuan utama untuk memperbaiki hubungan interaksi dengan masyarakat
27

(rakyat). Dengan kata lain, tujuan utama dari dibangunnya aplikasi e-Government
bertipe G2C adalah untuk mendekatkan pemerintah dengan rakyatnya melalui kanalkanal akses yang beragam agar masyarakat dapat dengan mudah menjangkau
pemerintahnya untuk pemenuhan berbagai kebutuhan pelayanan sehari-hari. Contoh
implementasi model G2C adalah program jasa pelayanan perpanjangan Surat Ijin
Mengemudi (SIM) atau Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) melalui internet.
Program ini bertujuan untuk mendekatkan aparat administrasi kepolisian dengan
komunitas para pemilik kendaraan bermotor dan para pengemudi, sehingga yang
bersangkutan tidak harus mendatangi kantor instansi pelayanan dan mengikuti antrian
saat menunggu proses pelayanan.
F. Hambatan yang Dihadapi dalam Implementasi e-Government di Indonesia
1. Indonesia merupakan wilayah yang luas namun penyebaran akses internet tidak merata
di tiap-tiap wilayah Indonesia sehingga menghambat dalam pelaksanaan program egovernment.
2. Adanya keterbatasan sumber daya manusia yang menguasai pengelolaan dalam egovernment, terutama pada instansi pemerintah daerah.
3. Implementasi e-government turut mendukung pelaksanaan program paperless, namun
auditor pada saat melakukan pemeriksaan pada instansi yang menangani memerlukan
dokumen-dokumen asli sebagai obyek pemeriksaan sehingga seringkali aplikasi yang
berbasis pada e-government tetap memerlukan dokumen asli sebagai arsip.
4. Masih banyak masyarakat dan pegawai di Indonesia yang melakukan pengisian aplikasi
e-government menjelang batas waktu penutupan sehingga seringkali menyebabkan
aplikasi/website mengalami drop dan tidak dapat diakses karena banyak diakses secara
bersamaan menjelang batas waktu.

28

DAFTAR PUSTAKA

Adriwati, 2001. Bunga Rampai Wacana Administrasi Publik: Menguang Peluang dan Tantangan
Administrasi Publik. Graha Ilmu : Yogyakarta
Fadli Arif, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, 2014.
Hardjaloka, loura. (2014).: Studi penerapan e-government di indonesia dan negara lainnya
sebagai solusi pemberantasan korupsi di sektor publik. Jurnal Rechts finding volume 3
nomor 3.435-452.
Holmes, Douglas. 2001. eGov: eBussiness Strategies for Government. London : Nicholas
Brealey Publishing.
Hughes, Owen, 2003. Public Management & Administration, third edition, McMillan.
Http://www.e-gov.waseda.ac.jp/Waseda_IAC_E-Government_Press_Release
Http://pegi.layanan.go.id/Pemeringkatan e-Government Indonesia (PeGI), Direktorat eGovernment, Ditjen. APTIKA KEMKOMINFO RI
Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2001 tentang Pengembangan dan Pendayagunaan Telematika
di Indonesia
Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan Strategi Nasional Pengembangan EGovernment
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2015 tentang Percepatan Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.
Keputusan Presiden Nomor 50 tahun 2000 tentang Tim Koordinasi Telematika Indonesia
Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2015 atas Keppres Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite
Kebijakan Pembiayaan bagi UKM
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun 2015 tentang Pedoman
Pelaksanaan KUR
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.05/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Subsidi
Bunga Untuk KUR
Peraturan Dirjen Perbendaharaan nomor Per-30/PB/2015 tentang Pedoman Penggunaan Sistem
Informasi Kredit Program
29

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 467/KMK.01/2014 tentang Pengelolaan Kinerja Di


Lingkungan Kementerian Keuangan
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 Tentang Perubahan Pertama atas Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Peraturan Presiden Nomor 172 Tahun 2014 Tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Prinsip-prinsip

Pengadaan

Barang/Jasa

Apakah

Harus

Dipedomani?

www.bppk.kemenkeu.go.id, 7 Agustus 2014.


S. Schiavo-Campo & P. Sundaram, To Serve and To Preserve: Improving Public Administration
in A Competitive World, IMF 2001.
S.Schiavo-Campo & D. Tommasi, Managing Government Expenditure, Asian Development
Bank, 1999.
Wajah Baru Pengadaan Barang/Jasa, Simpel tapi Akuntabel, www.kompas.com, 28 Maret 2016.

30

Anda mungkin juga menyukai