Disusun Oleh
No.
1.
2.
3.
4.
Nama
Darno
Putri Sion
Rochmat Basuki
Abdul Rozaq Setiawan
NPM
1506700612
1506701161
1506701256
1506810080
Statement of Authorship
Kami yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa makalah terlampir adalah murni
hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa
menyebutkan sumbernya.
Materi ini belum pernah digunakan sebagai bahan untuk makalah pada mata ajaran lain kecuali
kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menyatakan bahwa kami menggunakannya.
Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau
dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.
Mata Ajaran
Kelas
: AKP15-2P-A
Judul Makalah/Tugas
Tanggal
: 13 April 2016
Dosen
Penyusun
No
Nama
NPM
1.
Darno
1506700612
2.
Putri Sion
1506701161
3.
Rochmat Basuki
1506701256
4.
1506810080
Tanda Tangan
DAFTAR ISI
STATEMENT OF AUTHORSHIP ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PUBLIC EXPENDITURE 1
A. Konsep Pelaksanaan Public Expenditure
1
B. Pelaksanaan Public Expenditure Secara Global 8
C. Pelaksanaan Public Expenditure Di Indonesia 10
BAB II PUBLIC PROCUREMENT
11
11
13
17
Konsep E-Government 17
Tahapan Perkembangan E-Government 18
Implementasi E-Government Secara Global
19
Dasar Hukum dan Tahapan Pelaksanaan E-Government di Indonesia 22
Implementasi Model-Model E-Government di Indonesia
25
Hambatan Pelaksanaan E-Government di Indonesia 28
DAFTAR PUSTAKA
29
BAB I
PUBLIC EXPENDITURE
A. Konsep Pelaksanaan Public Expenditure
Pelaksanaan public expenditure sangat terkait dengan proses penyiapan anggaran
dan eksekusi anggaran. Lingkup dalam tulisan ini dibatasi pada eksekusi anggaran. Eksekusi
anggaran yang efficient diperlukan untuk (OECD):
1. Memastikan bahwa anggaran akan diimplementasikan sesuai dengan otorisasi yang
diberikan, baik dalam hubungannnya pada aspek keuangan maupun aspek kebijakan
2. Menyesuaikan eksekusi anggaran terhadap perubahan yang signifikan dalam lingkungan
makroekonomi
3. Menyelesaikan masalah yang muncul selama implementasi
4. Mengelola pembelian dan penggunaan sumber daya secara efisien dan efektif.
Menurut Schiavo, mungkin saja eksekusi anggaran dilakukan secara buruk atas
anggaran yang telah disiapkan dengan baik tetapi tidak mungkin mengeksekusi anggaran
secara baik atas anggaran yang dipersiapkan dengan buruk.
Ketika anggaran telah disahkan oleh DPR, expenditure cycle (OECD) terdiri atas
fase-fase berikut ini:
1. Apportionment of appropriations and release of funds to spending units
Dana mungkin dirilis lewat notifikasi limit kas, menerbitkan warrants, transfer dana ke
akun impress dan mekanisme lain. Di beberapa negara, pengeluaran meliputi 2 langkah
yaitu:
a. apportionment oleh kantor pusat anggaran yang terdiri atas definisi bagian mana dari
apropriasi yang dapat gunakan oleh kementerian dan spending unit.
b. allotment oleh kementerian dan spending unit utama yang berisi porsi yang
dialokasikan dari apropriasi ke spending unit dibawahnya.
2. Commitment
Tahap komitmen adalah titik ketika kewajiban masa depan untuk membayar telah
terjadi. Sebuah komitmen terdiri atas pemberian perintah atau penandatanganan kontrak
pengiriman untuk barang atau jasa tertentu. Hal ini diikuti sebuah kewajiban untuk
membayar ketika pihak ketiga telah menyelesaikan pemenuhan kontrak. Akan tetapi,
definisi tepat untuk komitmen di dalam wilayah anggaran berbeda-beda antar berbagai
system anggaran, dan tergantung pada kategori ekonomi dari belanja.
3. Acquisition and verification (or certification)
Pada tahap ini, barang telah dikirimkan dan/atau jasa telah diberikan serta kesesuaian
dengan kontrak dilakukan verifikasi. Asset dan kewajiban pemerintah meningkat dan
dicatat jika negara memiliki system akuntansi akrual. Belanja pada tahap verifikasi ini
1
juga disebut sebagai accrued expenditure atau actual expenditure. Belanja pada tahapan
verifikasi diikuti sebuah kewajiban dan tunggakan dibedakan antara belanja pada tahap
verifikasi dan pembayaran.
4. Payment
Pada tahap ini, pembayaran dibuat melalui bermacam-macam instrumen seperti cek, kas,
transfer elektronik, instrumen utang, kesepakatan barter, pengurangan dari pajak dan
voucher kas. Praktek pembayaran melalui kesepakatan barter, pengurangan pajak dan
voucher kas masih dipertanyakan. Pembayaran melalui pengurangan pajak sering
dilakukan oleh beberapa negara FSU, tetapi memiliki konsekuensi negative antara
pengumpulan pajak dan kompetisi antar supplier. Kesekatan barter melumpuhkan
kompetisi antar supplier. Voucher kas seharusnya dilihat sebagai tahap administrative
dalam siklus belanja daripada sebagai mekanisme pembayaran, khususnya ketika
tagihan tidak segera dibayarkan. Pembayaran melalui cek dicatat ketika cek diterbitkan.
Pembandingan dengan catatan bank seharusnya dilakukan secara sistematik. Ketika cek
yang belum dibayar nilainya signifikan, pembayaan juga harus dilaporkanpada saat cek
dibayar.
Gambar 1 : Implementasi Penganggaran Belanja
Sumber: OECD
Tahap komitmen dan verifikasi kadang kala sulit dibedakan. Tergantung dari sifat
belanja dan negaranya, komitmen berkaitan dengan tahap komitmen pada fase eksekusi
pembahasan anggaran ataupun pada tahap verifikasi/akuisisi, atau dengan administrasi
permintaan dana dalam mengantisipasi penggunaan dana atau dengan sebuah prosedur
pendelegasian wewenang. Beberapa negara, misal US, membuat pembedaan antara
administrative komitmen yang merupakan sebuah permintaan dana dan kewajiban yang
2
terkait dengan pemesanan, penandatanganan kontrak, penerimaan jasa atau transaksi sejenis
yang akan memerlukan pembayaran (schick, 1995 dalam OECD). Untuk kontrak multi year,
sebuah komitmen seringkali berkaitan dengan pemecahan kontrak tahunan atau dengan
belanja actual.
Komitmen diikuti dengan kewajiban untuk membayar, yang akan efektif ketika pihak
ketiga memenuhi ketentuan kontrak. Ketika tidak diperlukan untuk membedakan antara
komitmen multi year dengan kontrak pecahan tahunannya, ekspresi forward commitment
dan annual commitment digunakan. Komitmen yang sah berkaitan dengan kontrak atau
pesanan, tidak berkaitan dengan annual commitment. Untuk administrasi anggaran,
komitmen seharusnya berkaitan dengan tahap paling awal dalam siklus belanja ketika klaim
terhadap apropriasi dapat diakui.(OECD)
Untuk jasa utang, belanja pegawai, transfer dan juga beberapa kategori belanja
untuk barang dan jasa, komitmen berkaitan dengan belanja pada tahap verifikasi. Sebagai
konsekuensinya, kategori belanja ini, tahap belanja dan tahap verifikasi digabungkan dalam
fase eksekusi belanja.(OECD)
Komitmen seharusnya didefinisikan sebagai :
1. Komitmen legal, ketika masuk akal untuk mendefinisikan komitmen pada basis ini,
misal kontrak dan pesanan kepada supplier, investasi, pekerjaan pemeliharaan, dll
2. Belanja pada tahap verifikasi, untuk item-item lain (pegawai, jasa utang, tagihan utilitas
dan transfer).
Penting untuk tepat dalam mendefinisikan istilah komitmen yang dapat diartikan
berbeda dalam konteks yang berbeda, sebagai berikut:
1. For cash planning and funds release
Menjadi penting untuk mengetahui kewajiban membayar yang akan terjadi selama
periode anggaran. Hal ini dapat diharapkan, missal, sebuah pesanan ATK akan
diselesaikan selama periode ini tetapi kontrak proyek investasi mungkin melewati
beberapa tahun fiscal. Oleh karena itu, faktor penting untuk perencanaan kas dalah
bagian komitmen yang akan menghasilkan kewajiban selama periode yang
direncanakan. Kecuali dalam kasus proyek investasi multi year, akan secara umum
menjadi komitmen legal untuk supplier.
2. For budget preparation
Penting untuk mengetahui biaya masa depan dari proyek investasi multi year dan belanja
yang wajib atau yang akan terjadi tanpa pengukuran penyesuaian. Pemerintah memiliki
kewajiban legal dan/atau moral untuk memenuhi biaya gaji pegawai pemerintah dan
biaya program yang disetujui. Untuk itu perlu menghitung biaya dari seluruh komitmen
kebijakan seperti itu apapun bentuknya.
3. For fiscal analysis
Biaya dari invoice yang masih beredar harus dinilai, yaitu perbedaan antara belanja pada
tahap verifikasi dan pembayaran. Perbedaan antara komitmen dan pembayaran
memberikan estimasi tunggakan, karena termasuk pesanan yang belum dipenuhi.
4. For programme management
Informasi pada tahap verifikasi diperlukan baik informasi komitmen maupun informasi
belanja. Spending agencies perlu mem-follow up secara akurat pemesanan dan kontrak
yang telah mereka tandatangani. Pencatatan belanja pada tahap verifikasi memberi
elemen utama untuk menilai biaya, menunjukkan sejauh mana implementasi program
dan proyek telah berjalan, serta diperlukan untuk mengelola utang dan kontrak.
5. For expenditure control
Mendefinisikan komitmen sangat penting, khususnya untuk jasa utang, belanja pegawai
dan pryek investasi multi year, yang tidak bisa dikendalikan hanya berdasar apropriasi
tahunan.
Memastikan kepatuhan keuangan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1. Release of funds
Untuk tujuan implementasi anggaran yang efektif adalah bahwa kementerian
keuangan memberikan otoritas ini tepat waktu dan secara jelas, untuk menghindari
kebingungan dalam penggunaan apropriasi. Manajemen kas memerlukan penyiapan
implementasi anggaran selama setahun dan perencanaan kas, tetapi perencanaan ini
harus sesuai dengan otorisasi anggaran (kecuali pada keadaan khusus atau jika anggaran
dipersiapkan secara buruk).
Dalam beberapa negara transisi, karena masalah fiscal berupa anggaran yang
overestimated, dana dikeluarkan kepada kementerian teknis secara harian. Ketika system
treasury yang terpusat telah ada, mekanisme ini terdiri dari sebuah agensi terpilih secara
ad-hoc yang akan ditransfer kas atau pemilihan invoice yang akan dibayar. Pada
beberapa negara, pemilihan tersebut dibuat oleh komite yang terdiri dari direktur
treasury, menteri keuangan dan perdana menteri. Dana yang sering dikeluarkan pada saat
keadaan darurat atau berlatar belakang politik, tidak menggunakan definisi prioritas
dalam anggaran. Anngaran kas yang efektif diformulasikan secara implisit melalui
proses tersebut disubstitusikan untuk otorisasi anggaran, dan mungkin sangat berbeda
degan anggaran yang disetujui oleh parlemen. Kelemahan lain dengan system cash
rationing adalah spending agencies dapat terus membuat komitmen berdasarkan atas
anggaran dan hal tersebut menjadikan tunggakan terus menumpuk, tetapi sesuai dengan
prosedur formal anggaran.
4
agencies,
mengidentifikasi
revisi
kebijakan
ketika
diperlukan,
mengusulkan kepada dewan menteri untuk realokasi apropriasi dalam kerangka yang
diotorisasi oleh parlemen.
Tanggung jawab spending agencies sebagai berikut:
a. Tekait administrasi anggaran
Mengalokasikan dana diantara unit-unit dibawahnya, membuat komitmen,
pembelian dan pengadaan barang dan jasa, pemverifikasian barang dan jasa yang
diterima, penyiapan permintaan pembayaran (dan membuat pembayaran jika system
pembayaran tidak terpusat), penyiapan laporan kemajuan, memonitor indicator
kinerja dan menjaga catatan rekening dan keuangan.
b. Tekait implementasi kebijakan
Secara periodic mereviu implementasi program yang relevan (termasuk memonitor
indicator kinerja), mengidentifikasi masalah dan melaksanakan solusi yang tepat,
serta merealokasikan sumber daya antar program sector (tetapi dalam kerangka
kebijakan yang menyeluruh dari anggaran).
2. Centralized and decentralized controls?
Secara umum dalam organisasi apapun, ada pemisahan tugas untuk
mengotorisasi belanja, menyetujui kontrak dan melakukan pemesanan, menyertifikasi
bahwa barang telah diterima dan jasa telah dilaksanakan sesusai spesifikasi, dan
mengotorisasi pembayaran. Pengendalian ex ante dilaksanakan sebelum spending agensi
yang resmi dapat membuat komitmen atau pembayaran ditujukan untuk membatasi
kasus-kasus penyelewengan, dan memastikan dana public digunakan secara efisien dan
efektif. Akan tetapi, pengendalian ex ante yang terpusat dapat mengakibatkan gangguan
yang berlebihan dari agensi pusat dalam manajemen harian anggaran kementerian serta
penundaan implementasi dan menejemen yang kurang efisien, khususnya ketika proses
eksekusi anggaran tidak sepenuhnya terkomputerisasi. Lebih daripada itu, di negaranegara dengan system tata kelola yang buruk, pengendalian berlipat dapat memiliki efek
buruk dan meningkatkan korupsi.
Pengendalian komitmen dan akuntansi mungkin dilaksanakan secara internal
oleh kementerian terkait atau dilaksanakan oleh agensi pusat. Pembayaran dilakukan
lewat treasury, tetapi pelibatan treasury dalam melaksanakan pengendalian akuntansi
6
Commonwealth
Francophone
Latin American
Transition Economies
Commitment
Contract signed,
Contract signed,
Contract signed
order placed.
order placed
or order placed
no contracts. Typically
Information not
(engagement).
(compromiso).
no record is made at
recorded in
Authorized by the
Information is
this stage.
central
Stage
Commonwealth
accounting
Francophone
Latin American
Transition Economies
system.
Verification
Bill is received.
Work is verified
is verified as
Work is verified
verified as complete or
as complete or
complete or supply
as complete or
supply is delivered in
supply delivered
delivered in full.
supply delivered
in full
preaudits by control
(devengado).
departments.
in full.
Information is
not reliable, not
timely. Use of
preaudits.
Payment
Treasury
The Comptabilit
Payment orders
order
processes orders
Publique, a part of
(rdenes de
and issues
the Ministry of
pago) are
bank processes
checks; or done
Finance and
processed and
directly by line
Economy, processes
checks issued.
ministries.
between accounts
checks (liquidation,
electronically. No
ordonnancement) or
issuing of checks.
an entry is made in
deferred payments
account.
Cash payment Checks are
cashed.
Accounts
Checks are
Not applicable.
cashed.
Transaction
Transaction recorded in
recorded in
in accounts.
recorded in
accounts: sometimes
accounts.
accounts.
10
BAB II
PUBLIC PROCUREMENT
A. Konsep Pengadaan Barang dan Jasa
Pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan proses perolehan barang, jasa, dan
pekerjaan umum pada waktu yang tepat sehingga menghasilkan nilai terbaik bagi pemerintah
maupun masyarakat (Schiavo&Sundaram, 2001)
1.
2.
3.
dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu
yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk mencapai
hasil dan sasaran dengan kualitas yang maksimum.
b. Efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan dan sasaran
yang telah ditetapkan serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya.
c. Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan
barang/jasa bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas oleh penyedia barang/jasa
yang berminat serta oleh masyarakat pada umumnya.
d. Terbuka, berarti pengadaan barang/jasa dapat diikuti oleh semua penyedia
barang/jasa yang memenuhi persyaratan/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan
dan prosedur yang jelas.
e. Bersaing, berarti pengadaan barang/jasa harus dilakukan melalui persaingan yang
sehat di antara sebanyak mungkin penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi
persyaratan, sehingga dapat diperoleh barang/jasa yang ditawarkan secara
kompetitif dan tidak ada intervensi yang mengganggu terciptanya mekanisme
pasar dalam pengadaan barang/jasa.
f. Adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua
calon penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada
pihak tertentu, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
g. Akuntabel, berarti harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait dengan
pengadaan barang/jasa sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
C. Inovasi Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik
Sebagaimana telah dijabarkan sebelumnya, Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 Tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mengatur bahwa pengadaan barang/jasa melalui
pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan secara non e-procurement maupun eprocurement.
Pengadaan secara elektronik atau e-procurement adalah pengadaan barang/jasa yang
dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan (PP 54/2010).
Pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik bertujuan untuk:
1. meningkatkan transparansi dan akuntabilitas;
2. meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat;
3. memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan;
4. mendukung proses monitoring dan audit; dan
5. memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time.
13
(PP 54/2010)
Pengadaan secara elektronik atau e-procurement menjadi inovasi terhadap
pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah yang dilakukan dengan pemanfaatan
teknologi informasi.
Terlebih, seiring dengan kebutuhan pemerintah dalam rangka percepatan pelaksanaan
belanja negara guna percepatan pelaksanaan pembangunan melalui percepatan pelaksanaan
pengadaan barang/jasa pemerintah (Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2015 tentang
Percepatan Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah), Presiden RI mengamanatkan
seluruh pengadaan barang/jasa pemerintah melalui e-procurement.
Pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah melalui e-procurement dapat
dijabarkan dalam skema di bawah ini:
Gambar 2 : Pelaksanaan E-Procurement
Sumber : PP 54/2010
E-procurement dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu E-tendering dan E-purchasing.
E-Tendering adalah proses pengadaan barang/jasa yang diikuti oleh penyedia barang/jasa
secara elektronik melalui cara satu kali penawaran, sedangkan E-Purchasing adalah proses
pengadaan barang/jasa yang dilakukan melalui katalog elektronik. E-Tendering sama persis
dengan pola pengadaan yang selama ini dilaksanakan secara manual, perbedaannya hanya
seluruh tahapan dilaksanakan secara elektronik, sedangkan E-Purchasing menggunakan
cara yang sama sekali berbeda. Pengguna barang/jasa tinggal memilih barang/jasa yang
14
kesepakatan lainnya sesuai dengan perjanjian yang dilakukan sehingga pengguna dapat
memanfaatkan barang/jasa dimaksud (www.bppk.kemenkeu.go.id, 7 Agustus 2014).
Dengan SIKaP, waktu yang dibutuhkan dalam proses pemilihan penyedia dapat
terpangkas. Akan tetapi perlu dicermati pentingnya semua pelaku pengadaan agar
berkontribusi menggambarkan kinerja penyedia dalam SIKaP sehingga penyedia yang
kinerjanya baik dapat lebih tergambarkan dalam aplikasi ini (www.kompas.com, 28
Maret 2016).
Di masa yang akan datang, SIKaP perlu diintegrasikan dengan raport atau kinerja
penyedia dalam pelaksanaan pekerjaan, sehingga terdapat sistem reward and punishment
yang sesuai terhadap penyedia melalui aplikasi ini, misalnya berdasarkan delivery time atau
waktu pelaksanaan pekerjaan dari setiap kontrak yang dilakukan penyedia.
16
BAB III
E-GOVERNMENT
A. Konsep E-Government
Pada awal abad ke dua puluh satu, sejalan dengan perubahan ekonomi yang sangat
cepat dari banyak negara karena revolusi informasi, tidak dapat disangkal bahwa akan ada
dampak pada operasional pemerintahan. Perkembangan teknologi informasi pada sektor
privat dengan muncul dan berkembangnya e-bussiness dan e-commerce, banyak
memberikan pengaruh pada manajemen sektor publik yang ditandai dengan kemunculan egovernment (hughes,2003).
Holmes mendefinisikan e-government sebagai Electronic government, or egovernment, is the use of information technology, in particular the internet, to deliver public
services in a much more convenient, customer oriented, cost-effective, and all together
different and better way. (holmes,2001)
Pengertian e-government menurut word bank adalah penggunaan teknologi informasi
oleh kantor-kantor pemerintahan untuk pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat,
dunia usaha dan untuk memfasilitasi kerjasama antar institusi pemerintah (The World
Bank Group, 2001)
Berdasarkan perngertian diatas, dapat digaris bawahi bahwa secara umum egovernment didefinisikan sebagai penggunaan teknologi informasi oleh permerintah untuk
memberikan informasi dan pelayanan bagi masyarakat, pelaku usaha serta hal lain terkait
urusan pemerintahan dengan tujuan agar hubungan dalam tata pemerintahan (governance)
yang melibatkan pemerintah, pelaku bisnis dan masyarakat dapat tercipta lebih efisien,
efektif, produktif dan responsif.
Adriwati (2001) dalam Bunga Rampai Wacana Administrasi Publik menyebutkan
layanan e-government meliputi layanan government to government, government to
bussiness, dan government to society. Government to government (G2G) dimaksudkan
bahwa komunikasi dan layanan dapat dilakukan antara instansi pemerintah dengan
pemerintah, dimana antar instansi pemerintah dapat berkomunikasi, bertukar informasi,
melakukan teleconferencing, dan koordinasi pekerjaan dengan menggunakan jaringan
internet. Government to business (G2B) dimaksudkan bahwa pemerintah dapat melakukan
transaksi bisnis dengan dunia usaha seperti pembelian barang, jasa, pengiriman dokumen,
dan sebagainya. Layanan e-government yang ketiga yaitu government to society (G2S)
dimaksudkan untuk memperlancar dan memudahkan masyarakat untuk dapat memperoleh
17
layanan secara elektronik melalui internet dan web yang diberikan pemerintah
(Adriwati,2001).
Selain tiga layanan tersebut, Schalaeger menambakan satu lagi layanan egovernment, yaitu government to employees. Aplikasi e-government juga diperuntukkan
untuk meningkatkan kinerja dan
pemerintahan
sejumlah
yang
bekerja
di
institusi
sebagai
pelayan
masyarakat
(Hardjaloka,2014)
B. Tahapan Perkembangan E-Government
Ada beberapa cara yang berbeda dalam mengklasifikasikan interaksi e-government.
Secara umum terdapat empat tahapan tingkat perkembangan e-government (hughes,2003).
Tahapan itu adalah sebagai berikut:
1. Informasi.
Pada tahap ini, pemerintah menggunakan website sebagai sarana untuk
mempublikasikan informasi kepada umum. Informasi yang disampaikan bisa berupa
visi, misi dan aktivitas organisasi pemerintah tersebut. Dalam tahap ini, website masih
menjadi sarana komunikasi satu arah dan belum terdapat interaksi secara elektronik
antara pemerintah dan masyarakat.
2. Interaksi
Pada tahap ini, website telah menjadi alat untuk komunikasi dua pihak.
Pemerintah tidak sekedar menyajikan informasi secara online, tetapi juga disertai
fasilitas komunikasi secara elektronik. Website juga menyediakan tautan yang
menghubungkan dengan informasi tertentu berupa formulir yang bisa diunduh untuk
kemudian dilengkapi dan dikirimkan secara manual.
3. Proses
Pada tahap ini, layanan yang diberikan melalui halaman situs tidak hanya sebatas
informasi mengenai organisasi pemerintah secara online dan fasilitas komunikasi
melalui e-mail, tetapi juga melayani kebutuhan lain seperti pembuatan dan
perpanjangan perijinan, passport, dan kartu identitas lain beserta pembayarannya.
4. Transaksi
Pada tahap ini, pemerintah telah memiliki satu halaman situs yang menjadi one
stop service bagi masyarakat dan sesuai kebutuhan masyarakat, menggantikan struktur
tradisional dari lembaga pemerintahan. Melalui sebuat portal, sistem informasi dari
seluruh lembaga pemerintahan dapat terhubung untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat serta masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam kegiatan pemerintahan
18
level
internasional
ada
beberapa
organisasi
dunia
yang
mengukur
implementasi e-government suatu negara, salah satunya adalah Waseda University. Ada 9
indikator utama dan 32 sub indikator yang digunakan sebagai dasar pengukuran (waseda).
Indikator itu adalah sebagai berikut:
1. Network Preparedness/Infrastructure
a. Internet Users
b. Broadband Subscribers
c. Mobile Cellular Subscribers
2. Management Optimization/ Efficiency
a. Optimization Awareness
b. Integrated Enterprise Architecture
c. Administrative and Budgetary Systems
3. Online Services / Functioning Applications
a. E-Procurement
b. E-Tax Systems
c. E-Custom Systems
d. E-Health System
e. One-stop service
4. National Portal/Homepage
a. Navigation
b. Interactivity
c. Interface
d. Technical Aspects
5. Government CIO
a. GCIO Presence
b. GCIO Mandate
c. CIO Organizations
d. CIO Development Programs
6. e-Government Promotion
a. Legal Mechanism
b. Enabling Mechanism
c. Support Mechanism
d. Assessment Mechanism
7. E-Participation/Digital Inclusion
a. E-Information Mechanisms
b. Consultation
c. Decision-Making
8. Open Government Data
a. Legal Framework
b. Society
c. Organization
9. Cyber Security
a. Legal Framework
b. Cyber Crime Countermeasure
19
20
S
umber : PeGi- Kominfo
21
22
23
24
Program (SIKP). SIKP adalah sistem informasi elektronik yang digunakan untuk
menatausahakan dan menyediakan informasi penyaluran Kredit Program (Perdirjen
Perbendaharaan Nomor Per-30/PB/2015).
Latar belakang pengembangan SIKP adalah kebutuhan untuk mempercepat proses
verifikasi tagihan subsidi kredit program dan monitoring penyaluran kredit program,
serta berdasarkan hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan
Belanja Subsidi
Tahun 2012 dan 2013 yang merekomendasikan untuk mengembangkan aplikasi yang
terintegrasi dengan database Bank Pelaksana Kredit Program dan Perusahaan Penjamin
agar proses verifikasi subsidi kredit program dapat dilakukan tepat waktu dan peserta
kredit program diyakini ketepatan sasarannya. SIKP merupakan e-government yang
mendukung program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan mulai diimplementasikan pada
tahun 2015.
Dasar Hukum dalam penyusunan SIKP adalah sebagai berikut:
a. Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2015 atas Keppres Nomor 14 Tahun 2015
tentang Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UKM
b. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun 2015 tentang
Pedoman Pelaksanaan KUR
c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.05/2016 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Subsidi Bunga Untuk KUR
d. Peraturan Dirjen Perbendaharaan nomor Per- 30/PB/2015 tentang Pedoman
Penggunaan Sistem Informasi Kredit Program
26
(rakyat). Dengan kata lain, tujuan utama dari dibangunnya aplikasi e-Government
bertipe G2C adalah untuk mendekatkan pemerintah dengan rakyatnya melalui kanalkanal akses yang beragam agar masyarakat dapat dengan mudah menjangkau
pemerintahnya untuk pemenuhan berbagai kebutuhan pelayanan sehari-hari. Contoh
implementasi model G2C adalah program jasa pelayanan perpanjangan Surat Ijin
Mengemudi (SIM) atau Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) melalui internet.
Program ini bertujuan untuk mendekatkan aparat administrasi kepolisian dengan
komunitas para pemilik kendaraan bermotor dan para pengemudi, sehingga yang
bersangkutan tidak harus mendatangi kantor instansi pelayanan dan mengikuti antrian
saat menunggu proses pelayanan.
F. Hambatan yang Dihadapi dalam Implementasi e-Government di Indonesia
1. Indonesia merupakan wilayah yang luas namun penyebaran akses internet tidak merata
di tiap-tiap wilayah Indonesia sehingga menghambat dalam pelaksanaan program egovernment.
2. Adanya keterbatasan sumber daya manusia yang menguasai pengelolaan dalam egovernment, terutama pada instansi pemerintah daerah.
3. Implementasi e-government turut mendukung pelaksanaan program paperless, namun
auditor pada saat melakukan pemeriksaan pada instansi yang menangani memerlukan
dokumen-dokumen asli sebagai obyek pemeriksaan sehingga seringkali aplikasi yang
berbasis pada e-government tetap memerlukan dokumen asli sebagai arsip.
4. Masih banyak masyarakat dan pegawai di Indonesia yang melakukan pengisian aplikasi
e-government menjelang batas waktu penutupan sehingga seringkali menyebabkan
aplikasi/website mengalami drop dan tidak dapat diakses karena banyak diakses secara
bersamaan menjelang batas waktu.
28
DAFTAR PUSTAKA
Adriwati, 2001. Bunga Rampai Wacana Administrasi Publik: Menguang Peluang dan Tantangan
Administrasi Publik. Graha Ilmu : Yogyakarta
Fadli Arif, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, 2014.
Hardjaloka, loura. (2014).: Studi penerapan e-government di indonesia dan negara lainnya
sebagai solusi pemberantasan korupsi di sektor publik. Jurnal Rechts finding volume 3
nomor 3.435-452.
Holmes, Douglas. 2001. eGov: eBussiness Strategies for Government. London : Nicholas
Brealey Publishing.
Hughes, Owen, 2003. Public Management & Administration, third edition, McMillan.
Http://www.e-gov.waseda.ac.jp/Waseda_IAC_E-Government_Press_Release
Http://pegi.layanan.go.id/Pemeringkatan e-Government Indonesia (PeGI), Direktorat eGovernment, Ditjen. APTIKA KEMKOMINFO RI
Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2001 tentang Pengembangan dan Pendayagunaan Telematika
di Indonesia
Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan Strategi Nasional Pengembangan EGovernment
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2015 tentang Percepatan Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.
Keputusan Presiden Nomor 50 tahun 2000 tentang Tim Koordinasi Telematika Indonesia
Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2015 atas Keppres Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite
Kebijakan Pembiayaan bagi UKM
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun 2015 tentang Pedoman
Pelaksanaan KUR
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.05/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Subsidi
Bunga Untuk KUR
Peraturan Dirjen Perbendaharaan nomor Per-30/PB/2015 tentang Pedoman Penggunaan Sistem
Informasi Kredit Program
29
Pengadaan
Barang/Jasa
Apakah
Harus
Dipedomani?
30