Anda di halaman 1dari 4

Jurnal Matematika & Sains, Agustus 2013, Vol.

18 Nomor 2

Analisis Kualitas Tepung Ampas Tahu


Bertha Rusdi1), Indra Topik Maulana2), dan Reza Abdul Kodir3)
Jurusan Farmasi, Universitas Islam Bandung
Jl. Rangga Gading No. 8, Bandung 40116, Indonesia
e-mail: 1bertha_rusdi@yahoo.com, 2indra.topik@gmail.com, 3 reza.abdul.kodir@yahoo.com

Diterima 12 Juli 2012, disetujui untuk dipublikasikan 26 September 2012


Abstrak
Analisis kualitas tepung ampas tahu yang meliputi parameter kualitas umum telah dilakukan. Parameter kualitas
yang dianalisis antara lain kadar abu, nutrisi, dan cemaran. Nutrisi meliputi kadar protein dan karbohidrat,
sedangkan analisis cemaran meliputi logam berat, yakni Pb dan Cd, mikroba (Bacillus cereus, Salmonella sp.
E.coli), dan angka lempeng total (ALT). Tepung ampas tahu divariasikan menjadi dua, yaitu melalui pencucian dan
tanpa pencucian. Hasil olahan tepung ampas tahu tanpa pencucian memiliki kandungan nutrisi yang lebih tinggi
dan cemaran yang lebih rendah dibandingkan dengan yang terlebih dahulu melalui proses pencucian.
Kata kunci: Tepung ampas tahu, Nutrisi, Cemaran.

Quality analysis of Tofu Waste Flour


Abstract
Quality analysis of tofu waste flour has been conducted, including ash level, nutrition, and contaminat. Nutrition
which was analyzed are protein and carbohydrate concentration. Two kinds of contaminants analyzed are heavy
metal contaminant (Pb and Cd) and microbiological contaminant (Bacillus cereus, Salmonella sp., E. Coli and total
plate count). Unwashed tofu waste flour has higher nutrition value and less contaminant compared to the washed
tofu waste flour.
Keywords: Tofu waste, Nutrition, Contaminant.
bau tidak sedap. Keberadaan bakteri ini juga
berdampak pada pencemaran lingkungan yang serius
bila limbah tersebut dibuang sembarangan tanpa
diproses terlebih dahulu.
Ampas tahu merupakan residu hasil perasan
kedelai. Umumnya, kandungan protein pada limbah
tahu masih tinggi. Sampai saat ini, ampas tahu hanya
digunakan sebagai pakan ternak (Raharjo, 2004),
padahal
kandungan
protein
yang
tinggi
memungkinkan ampas tahu diolah menjadi tepung,
sehingga dapat digunakan sebagai bahan pangan.
Pada penelitian ini, kelayakan mutu tepung
yang dibuat dari dari ampas tahu akan dianalisis, dan
hasilnya digunakan untuk mengidentifikasi tingkat
keamanan dan pemanfaatannya. Kelayakan mutu
tepung ampas tahu ini dianalisis berdasarkan standar
mutu tepung yang ditetapkan BSN SNI, di mana
tepung terigu dijadikan standar rujukan, karena
standar mutu tepung ampas tahu belum ditetapkan
BSN. Adapun standar penetapan mutu tersebut di
antaranya adalah mencakup penetapan kandungan
protein, karbohidrat, kadar abu, serta cemaran baik
logam berat maupun mikroba.
Selain untuk memberikan informasi kandungan
nutrisi serta cemaran, penelitian ini diharapkan dapat
menjadi landasan pemanfaatan ampas tahu menjadi
produk dengan nilai ekonomis tinggi. Adapun
peningkatan nilai ekonomi dari ampas tahu ini
dilakukan sebagai lanjutan dari penelitian, sehingga

1. Pendahuluan
Tahu merupakan makanan yang digemari
semua kalangan masyarakat di Indonesia. Tahu adalah
salah satu sumber protein utama dari tumbuhan
dengan kandungan protein yang lebih tinggi dibanding
daging (Bruulsema, 2003; Radiyati dkk., 1992).
Dengan demikian, jika seseorang tidak dapat
mengkonsumsi daging atau sumber protein hewani
lain, maka kebutuhan protein tubuhnya dapat dipenuhi
dengan mengkonsumsi tahu. Oleh karena itu, tahu
termasuk golongan makanan yang dianjurkan bagi
vegetarian sebagai pengganti daging (Bruulsema,
2003).
Kota Bandung memiliki banyak pabrik tahu
dan tersebar di seluruh wilayah, dari mulai Bandung
Utara, Bandung Timur, Bandung Selatan, Bandung
Barat, sampai ke Bandung Pusat. Skala produksi
pabrik-pabrik tahu tersebut berbeda beda, mulai dari
skala produksi rumah tangga sampai skala produksi
besar.
Proses produksi tahu menghasilkan limbah
berupa ampas tahu dan air bekas tahu yang biasanya
langsung dibuang tanpa proses lebih lanjut, padahal
limbah tahu ini memiliki tingkat BOD dan COD yang
tinggi (Damayanti dkk., 2004). Tingginya parameter
pencemaran tersebut disebabkan masih tingginya
kadar protein dan kandungan air dalam ampas tahu.
Akibatnya bakteri tumbuh subur yang menghasilkan

57

58

Jurnal Matematika & Sains, Agustus 2013, Vol. 18 Nomor 2

dapat membantu memberikan solusi atas pengolahan


limbah tahu menjadi salah satu sumber pangan.
2. Bahan dan Metode Penelitian
2.1 Bahan dan alat
Bahan utama pada penelitian ini adalah Ampas
tahu basah dari salah satu pabrik tahu di kawasan
Ciburial. Bahan kimia yang digunakan antara lain
K 2 SO 4 (s), CuSO 4 (s), H 2 SO 4 pekat, H 3 BO 3 4%,
indikator (bromocherosol green 0,1 % dan methyl red
0,1 % (2:1)), Na 2 SO 4 , HCl 0,2 N, etanol P, HNO 3
65%, dan HCl 3N.
Alat yang digunakan adalah alat destilasi
Kjeldahl, tanur, ayakan pembuat tepung no 120, krus,
oven, spektroskopi serapan atom (Atomic Absorption
Spectroscopy), buret, pipet, penangas, wadah
pengering tepung, dan blender.
2.2 Metode penelitian
Sampel ampas tahu diperoleh dari pabrik tahu
Ciburial. Pengambilan sampel dilakukan pada pagi
hari, agar ampas tahu tergolong baru. Selanjutnya,
ampas tahu diolah menjadi tepung melalui proses
pencucian, pengeringan, dan pengecilan ukuran
Pada penelitian ini, akan diteliti dua jenis
ampas tahu, yakni yang telah dicuci dan yang tidak
dicuci terlebih dahulu. Pembedaan ini ditujukan untuk
menunjukkan pengaruh pencucian terhadap kualitas
tepung yang dihasilkan. Pencucian dilakukan dengan
menggunakan air hangat. Pengeringan ampas tahu
dilakukan dengan menjemur di bawah sinar matahari
selama 3-5 hari. Blender digunakan pada proses
pengecilan ukuran ampas tahu. Kemudian, proses
dilanjutkan dengan pengayakan sehingga diperoleh
ukuran partikel yang seragam.
Selanjutnya, kualitas tepung yang meliputi
parameter umum, parameter kandungan nutrisi, dan
cemaran dianalisis. Parameter umum yang diuji adalah
organoleptis seperti warna, bau, dan kadar abu.
Sedangkan parameter nutrisi yang diukur yakni
kandungan protein dan karbohidrat. Kandungan
protein diukur menggunakan metoda kjeldahl,
sedangkan karbohidrat menggunakan metode CleggAnthrone. Parameter cemaran yang dianalisis adalah
cemaran logam, seperti tertulis pada SNI 7387 : 2009
dan cemaran mikroba seperti tertulis dalam SNI 7388:
2009.
Logam berat yang dianalisis adalah timbal (Pb)
dan kadmium (Cd) dengan terlebih dahulu dilakukan
destruksi sampel. Destruksi sampel dilakukan dengan
cara pengabuan kering pada suhu 450 C yang
dilanjutkan pelarutan dalam larutan asam. Logam
terlarut dihitung menggunakan Spektrofotometer
Serapan Atom (SSA) dengan panjang gelombang
maksimal 228,8 nm untuk Cd dan 283,3 nm untuk Pb.
Sedangkan analisis cemaran mikroba meliputi
angka lempeng total, APM (angka paling mungkin) E.
Coli, Salmonella Sp., Bacillus cereus, dan kapang.
Angka lempeng total ditentukan menggunakan metode
plate count dengan media nutrient agar (NA) dan

potatoes dextrose agar (PDA). Jumlah bakteri aerob


yang tumbuh dihitung setelah inkubasi selama 72 jam
pada suhu 30 0C. Penentuan APM dari E. Coli dan
Salmonella Sp. menggunakan media Lauryl Sulfate
Tryptose (LST) broth, Brilliant green lactose bile
(BGLB) broth 2 %, dan E. C. Broth yang dilanjutkan
uji biokimia menggunakan uji iMViC yang
selanjutnya merujuk pada tabel APM. Penentuan
angka kapang dilakukan dengan menghitung
pertumbuhan koloni pada media PDA setelah inkubasi
selama 5 hari pada suhu 25C. Pengujian pertumbuhan
Bacilus cereus ditandai dengan terbentuknya koloni
eosin merah muda penghasil lechitinase pada media
Mannitol-egg yolk-polymyxin (MYP) agar yang
diikuti dengan uji konfirmasi pada berbagai media.
Rangkaian
metoda
penelitian
tersebut
dilakukan pada sampel ampas tahu dengan dan tanpa
pencucian.
3. Hasil dan Pembahasan
Langkah awal pada penelitian ini adalah
pengolahan ampas tahu menjadi tepung. Proses
pembuatan tepung ampas tahu terdiri dari tiga tahap,
yaitu pencucian, pengeringan dan pengecilan ukuran.
Proses pencucian bertujuan menghilangkan
cemaran, terutama bakteri patogen. Pada proses ini
digunakan air panas agar mikroba mati. Namun pada
penelitian ini, proses pengolahan tepung ampas tahu
tanpa melalui pencucian juga dilakukan sebagai
pembanding. Proses pengeringan dilakukan di bawah
sinar matahari langsung dengan pertimbangan
kepraktisan.
Pengecilan
ukuran
dilakukan
menggunakan blender karena dikhawatirkan adanya
kontaminasi bila menggunakan alat penggiling tepung
di pasar. Selain itu, penggunaan blender jauh lebih
efektif karena jumlah ampas tahu yang diproses
sedikit. Pengecilan ukuran dengan blender
menghasilkan tepung yang kasar, karena ampas tahu
kering berkarakteristik agak liat.
Selanjutnya dilakukan analisis pengujian kadar
abu, penentuan kadar protein dan karbohidrat, uji
cemaran logam berat Pb dan Cd serta uji cemaran
mikroba.
Hasil pengukuran kadar abu tercantum dalam
Tabel 1. Dari Tabel 1 terlihat bahwa tepung ampas
tahu tanpa proses pencucian memiliki kadar abu
sebesar 1,62%, sedangkan tepung ampas tahu dengan
pencucian satu kali menghasilkan kadar abu sebesar
3,25%. Kadar abu kedua sampel tersebut melebih
batas maksimal kandungan abu menurut SNI yang
sebesar 0,6%, sehingga perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut terkait asal dari senyawasenyawa
anorganik di dalam tepung. Kesimpulan awal dari
hasil pengukuran ini adalah adanya kemungkinan
cemaran senyawa anorganik dari air ledeng yang
digunakan untuk mencuci.
Dari hasil pengukuran kadar protein, tepung
ampas tahu tanpa pencucian mengandung kadar
protein yang cukup tinggi, sebesar 24,77%, sedangkan
tepung dari sampel dengan pencucian satu kali sebesar

59

Rusdi, dkk., Analisis Kualitas Tepung Ampas Tahu


19,59%. Tepung ampas tahu dengan dua kali tahap
pencucian menggunakan air panas pada sampel,
memiliki kadar protein sebesar 1,44 %. Hasil
pengukuran ini menunjukkan bahwa tepung ampas
tahu masih mengandung kadar protein yang cukup
tinggi. Namun, seringnya proses pencucian dan
tingginya derajat suhu air yang digunakan untuk
mencuci semakin menurunkan kadar protein dari
tepung. Hal ini disebabkan karena protein bersifat
larut dalam air dan mudah rusak apabila dilarutkan
dalam air panas.
Pada Tabel 1. terlihat bahwa kandungan
karbohidrat pada kedua tepung tidak terlalu berbeda,
yaitu sekitar 25 %.
Pengukuran logam berat Pb dan Cd dilakukan
dengan menggunakan metode spektrofotometri
serapan atom (SSA). Analisis kuantitatif metode ini
dilakukan dengan membandingkan absorbansi sampel
dengan absorbansi standar baku yang telah diketahui
konsentrasinya (kurva baku).
Setelah nilai absorbansi dimasukan ke
persamaan regresi dari kurva baku, diperoleh nilai
negatif yang berarti tidak terdeteksi adanya logam Cd
dalam sampel. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa kadar Cd memenuhi persyaratan mutu SNI
(Tabel 2).

Hasil pengukuran pada Tabel 2 menunjukkan


adanya kadar Pb dalam tepung ampas tahu. Tepung
tanpa pencucian mengandung logam Pb sebesar 0,096
mg/kg, sedangkan pada tepung dengan 1x pencucian
dihasilkan kadar Pb 0,32 mg/kg. Meskipun terdapat
kandungan Pb, namun kadarnya masih memenuhi
persyaratan mutu (<1 mg/kg).
Selain itu, hasil pengukuran ini menunjukkan
bahwa semakin sering pencucian membuat kadar Pb
semakin tinggi. Frekuensi pencucian memberikan
pengaruh signifikan terhadap kadar Pb. Penelitian
lebih lanjut diperlukan untuk meninjau sumber
pencemar Pb.
Penelitian dari Departemen Peternakan
Universitas Pajajaran (Balia dkk., 2007) menunjukkan
bahwa sumber Pb dan Cd biasanya berasal dari air
ledeng akibat adanya pengikisan logam berat dari pipa
air yang telah lama terjadi. Selain itu, logam Cd
kadang kala juga ditemukan pada biji bijian, seperti
kacang kedelai.
Analisis cemaran mikroba dari tepung ampas
tahu berdasarkan pada SNI 7388:2009 kategori produk
tepung-tepungan
dan
pati-patian.
Tabel
3
menunjukkan kandungan mikroba maksimal produk
tepung menurut SNI 7388:2009.

Tabel 1. Pengukuran kadar abu, karbohidrat dan protein pada sampel tepung ampas tahu.
No

Sampel

1.
2.

A
B

Persentase b/b kadar


abu (n=2)
1,62 0,53
3,25 0,31

Persentase b/b kadar


protein (n=2)
24,77 0,23
19,59 0,39

Persentase b/b kadar


karbohidrat (n=1)
25,46
25,78

Ket : Sampel A : Tepung ampas tahu tanpa pencucian


Sampel B : Tepung ampas tahu dengan 1x pencucian menggunakan air hangat

Tabel 2. Konsentrasi logam berat Cd dan Pb pada sampel tepung ampas tahu.
Sampel
Konsentrasi Cd (mg/Kg, n=3)
Konsentrasi Pb (mg/Kg, n=3)
A
Tidak terdeteksi
0,096 0,004
B
Tidak terdeteksi
0,302 0,246
Batas maksimal menurut SNI
0,4 mg/Kg
1 mg/Kg
Ket : Sampel A : Tepung ampas tahu tanpa pencucian
Sampel B : Tepung ampas tahu dengan 1x pencucian menggunakan air hangat

Tabel 3. Hasil pengukuran kandungan mikroba dari tepung ampas tahu.


No.
1.
2.
3.
4.
5.

Mikroba
Escherichia coli
Salmonela Sp.
Kapang
Bacillus cereus
ALT (koloni/g)

Sampel
A
Positif
Positif
Negatif
Negatif
1x109

B
Positif
Positif
Negatif
Negatif
1x109

Kandungan Maksimal
(SNI 7388:2009)
10/g
Negatif/ 25 mL
1x104 koloni/g
< 1x104 koloni/g
1x106 koloni/g

Medium
NA
Medium
1x108
3,4x108
PDA
6.
MPN index E.coli dan
1100
1100
Salmonela sp. per g
Ket : Sampel A : Tepung ampas tahu tanpa pencucian
Sampel B : Tepung ampas tahu dengan 1x pencucian menggunakan air hangat

Keterangan
Pada sampel B
terdapat Bacillus
lain

60

Jurnal Matematika & Sains, Agustus 2013, Vol. 18 Nomor 2

Pengukuran kandungan mikroba ampas tahu


dilakukan pada sampel ampas tahu tanpa dan dengan
pencucian menggunakan air panas. Perbedaan
perlakuan tersebut bertujuan untuk melihat pengaruh
pencucian sampel terhadap kandungan mikroba.
Hipotesis
yang
diajukan
adalah
pencucian
menggunakan air panas memiliki kandungan mikroba
yang lebih sedikit dibandingkan dengan sampel tanpa
pencucian. Kedua sampel yang diujikan berbentuk
tepung ampas tahu. Hasil pengukuran kandungan
mikroba pada tepung ampas tahu disajikan pada Tabel
3.
Dari hasil penghitungan mikroba tersebut,
secara umum ditunjukkan kandungan mikroba di atas
ambang menurut SNI, kecuali pada kapang dan
B. cereus. Hal tersebut dapat dilihat pada nilai angka
lempeng total/total plate count (ALT/TPC) yang lebih
besar dari standar. Nilai ALT kedua tepung ampas
tahu pada media nutrient agar yang sebesar 1,6x109
koloni/g adalah lebih besar dari batas standar ALT
(1x106 koloni/g). Nilai standar ALT pada SNI
dijadikan acuan untuk bahan pangan yang menjadi
bahan baku tepung. Proses produksi tepung jenis lain
memiliki tahapan yang lebih sedikit dibandingkan
tepung ampas tahu, sehingga kemungkinan
kontaminasi tepung jenis lain tersebut akan lebih kecil
dibandingkan tepung ampas tahu. Menurut Ray
(2004), hal ini dapat dimungkinkan karena beberapa
hal, yakni : 1) pada dasarnya, bahan baku dari
tumbuhan steril dari kontaminan. Hal ini berlaku
untuk tepung dari bahan baku khusus untuk tepung. 2)
Proses produksi dapat mempengaruhi tingkat
kontaminasi. Semakin panjang proses produksi,
semakin besar kemungkinan kontaminasi terjadi.
Karena tepung ampas tahu merupakan limbah dari
proses produksi tahu, maka tepung tersebut memiliki
proses produksi yang lebih panjang. Akibatnya tingkat
kontaminasi menjadi lebih besar.
Tingkat kontaminasi pada tepung ampas tahu
dapat dikurangi melalui berbagai upaya. Upaya-upaya
tersebut melibatkan unsur lingkungan tempat
produksi, pelaksana produksi, dan modifikasi proses
produksi. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
mengurangi tingkat kontaminasi adalah meningkatkan
aspek higienitas serta optimasi dalam setiap tahapan
produksi tepung ampas tahu.
4. Kesimpulan
Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa
kadar abu dari tepung ampas tahu yang dihasilkan
tidak memenuhi standar. Hal ini menandakan adanya
senyawa anorganik dalam tepung ampas tahu.
Cara pembuatan tepung ampas tahu tanpa
pencucian menghasilkan tepung dengan kandungan
nutrisi yang lebih tinggi dan kadar cemaran yang lebih
rendah dibandingkan tepung ampas tahu dengan
pencucian terlebih dahulu.
Kadar protein dari tepung ampas tahu tanpa
pencucian masih cukup tinggi yaitu sebesar 24,77%

dengan kadar karbohidrat sebesar 25,46%. Sementara


kandungan cemaran logam memenuhi standar yakni
untuk Pb sebesar 0,09 mg/Kg (<1 mg/Kg) dan tidak
adanya kandungan Cd. Dari hasil analisis cemaran
mikroba dari tepung ampas tahu tanpa pencucian
diperoleh kandungan kapang dan Bacillus cereus
negatif, kandungan Salmonella sp. dan E. coli positif
dengan APM 1100/g, dan nilai ALT sebesar 1,6x
109/g. Standarnya, ALT untuk produk tepung adalah
1x106/g dan APM E.coli adalah kurang dari 10/g.
Karena cemaran mikroba yang berada di atas batas
maksimum SNI 7388:2009, maka diperlukan
perbaikan pada proses pengolahan ampas tahu
menjadi tepung. Hal ini disarankan karena proses ini
merupakan titik kritis terjadinya kontaminasi mikroba.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai
formulasi makanan berbahan dasar tepung ampas tahu
ini serta analisis biayanya, agar tepung ampas tahu
dapat dijadikan produk makanan komersil dengan
kualitas baik.
Ucapan Terima Kasih
Penelitian ini dilaksanakan dengan biaya dari
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat (LPPM) Universitas Islam Bandung tahun
anggaran 2010/2011.
Daftar Pustaka
Balia, R., L., Harlia, Ellin dan D. Suryanto, 2007,
Keamanan Pangan Hasil Ternak Ditinjau
Dari Cemaran Logam Berat. Fakultas
Peternakan Universitas Pajajaran. Bandung,
Prosiding
Seminar
Nasional
PATPI
Meningkatkan Daya Saing Produk Pangan
Lokal melalui Ilmu dan Teknologi untuk
Menunjang Ketahanan Pangan Nasional,
1776-1781.
Bruulsema, 2003, Fertilizer and Tofu, Better Corps.
8:2, 18.
BSN-SNI, 2009, Batas Maksimum Cemaran Logam
Berat dalam Pangan, Jakarta.
BSN-SNI, 2009, Batas Maksimum Cemaran Mikroba
dalam Pangan, Jakarta.
BSN-SNI, 2000, Tepung Terigu Sebagai Bahan
Makanan SNI 01-3751-2000, Jakarta.
Damayanti, A., J. Hermana, dan A. Masduki, 2004.
Analisis Resiko Lingkungan dari pengolahan
Limbah Pabrik Tahu dengan Kayu Apu.
Jurnal Purifikasi, 5:4, 151-156.
Radiyati, T., R. Selamet, dan P. Widodo, 1992,
Pengolahan Kedelai Subang, BPTTG
Puslitbang Fisika Terapan LIPI.
Raharjo, L., 2004, Pemanfaatan Tepung Ampas tahu
sebagai Bahan Pakan Broiler Periode
Finisher, Agritek, 12:1.
Ray, B., 2004, Fundamental Food Microbiology, CRC
Press. USA. 35-41.

Anda mungkin juga menyukai