Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketuban Pecah Dini (KPD)
didefinisikan
sebagai
pecahnya
ketuban sebelum terjadinya kontraksi
(his). KPD ini terjadi 5-10% dari
seluruh persalinan. 70% kasus KPD
terjadi
pada
persalinan
aterm.
American College of Obstetricians
and Gynecologist (ACOG) 2007
merekomendasikan KPD yang terjadi
pada kehamilan aterm agar dilakukan
induksi persalinan untuk menurunkan
kejadian resiko komplikasi ibu dan
janin. Namun keputusan ini tetap
dengan mempertimbangkan beberapa
hal diantaranya presentasi janin,
kematangan
serviks,
dan
(ACOG,2007).
kemungkinan infeksi
Di RS Dr.M.Djamil Padang
berturut-turut dari tahun 2007, 2008
dan 6 bulan pertama tahun 2009
ditemukan gagal drip pada kasus
ketuban pecah dini sebanyak 35.85%,
42.42%, 54.84%. Terlihat dari tahun
ke tahun angka kegagalan drip ini
meningkat sehingga angka seksio
sesarea juga meningkat, penyebab
gagal drip adalah akibat serviks yang
belum matang. (Rekam medis,2010)
Penilaian serviks merupakan
hal yang paling berpengaruh dalam
keberhasilan
induksi
persalinan.
Sebelum
dimulainya
induksi
persalinan, ada prosedur standar
yang harus dilakukan untuk menilai
serviks, yaitu periksa dalam. Setelah
kita lakukan periksa dalam, serviks
akan digolongkan ke dalam dua
golongan yaitu, matang dan belum
matang (ripe dan unripe). Sekitar
setengah dari seluruh wanita yang
menjalani induksi persalinan didapati
serviks yang belum matang sehingga
diperlukan
tindakan
pematangan
serviks. Teknik pematangan serviks

dapat berupa metode farmakologi


maupun non farmakologi. (ACOG,2007)
Keberhasilan
induksi
persalinan tergantung dari kondisi
serviks seperti konsistensi dan
konfigurasi serviks. Serviks yang tidak
matang akan menimbulkan kesulitan
dalam induksi persalinan. Sangat
diperlukan
metode
pematangan
serviks yang sederhana dan efisien
sebelum induksi persalinan . Dijumpai
berbagai
macam
metode
dari
pematangan
serviks
dengan
keuntungan dan kerugiannya, antara
lain dengan pemberian oksitosin,
prostaglandin, prostaglandin analog,
penggunaan herbal dan minyak
kastor, atau metode mekanik seperti
penggunaan kateter foley, dan
metode yang lainnya. Oksitosin dan
prostaglandin merupakan salah satu
agen yang paling sering digunakan
dalam pematangan serviks maupun
induksi persalinan. (Tenore,2003) Dari
berbagai penelitian yang telah
dilakukan
dengan
menggunakan
prostaglandin menunjukkan hasil
yang lebih baik pada pematangan
serviks
dibanding
penggunaan
(Elasari, et al., 2007)
oksitosin.
Penelitian
pertama
dari
penggunaan
misoprostol
dalam
pematangan serviks adalah dinegara
Afrika Selatan. Penelitian berikutnya
melaporkan
bahwa
misoprostol
intravaginal lebih menguntungkan
dibandingkan dengan obat lain yang
sering digunakan dalam pematangan
serviks, termasuk oksitosin dan
prostaglandin. (Hall,2002)
Ekele dkk (2007) dalam
penelitiannya terhadap 151 pasien di
Usmanu
Danfodiyo
University
Teaching
Hospital
Nigeria
menemukan bahwa misoprostol aman
dan
efektif
digunakan
dalam
pematangan serviks dan induksi
persalinan dengan angka terjadinya

persalinan normal sebesar 96%.

(Ekele et

al,2007)

Bila KPD terjadi pada umur


kehamilan aterm maka sebaiknya
dilakukan terminasi kehamilan. Pilihan
pervaginam maupun bedah seksio
sesaria tergantung kondisi ibu, janin
dan kehamilan. Pematangan serviks
(Level of evidence Ia, Rekomendasi
A) dengan misoprostol 25 ug per
vaginam setiap 6 jam selama 2 kali
pemberian bila skor bishop 5 atau
misoprostol 20-25 ug per oral setiap 2
jam selama 2 kali pemberian. Jangan
memberikan oksitosin sebelum 6 jam
pemberian misoprostol. (Alfirevic at
al,2007:Hofmeyr et al,2007;Karkata dkk, 2012)

Di RS Dr. M. Djamil Padang


telah
mempunyai
protokol
penatalaksanaan kasus KPD pada
kehamilan aterm dengan bersifat
menunggu sampai 6 jam. Diharapkan
setelah 6 jam KPD, pasien akan
masuk dalam proses persalinan
(inpartu). Bila tidak inpartu dilakukan
induksi persalinan dengan oksitosin.
Namun hal ini menyebabkan tingginya
angka
kegagalan
drip
induksi
sehingga angka seksio sesarea juga
meningkat akibat induksi yang
dilakukan pada serviks yang belum
matang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
masalah diatas, maka dirumuskan
masalah sebagai berikut : Seberapa
jauh angka keberhasilan misoprostol
peroral untuk pematangan serviks
pada ketuban pecah dini aterm
dengan skor bishop kecil atau sama
dengan () 4.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Membandingkan
efektifitas
pematangan
serviks
pada
pemberian misoprostol 25 ug

peroral
dengan
yang
tidak
diberikan pada ketuban pecah dini
aterm dengan skor bishop kecil
atau sama dengan () 4.
2. Tujuan khusus
Untuk mengetahui rata-rata
kenaikan skor bishop pada
pemberian misoprostol 25 ug
peroral pada ketuban pecah dini
aterm dengan skor bishop kecil
atau sama dengan () 4.
Untuk mengetahui rata-rata
kenaikan skor bishop pada
ketuban pecah dini aterm
dengan skor bishop kecil atau
sama dengan () 4 yang tidak
diberikan misoprostol 25 ug.
Untuk
membandingkan
kenaikan skor bishop pada
pemberian misoprostol 25 ug
peroral dengan yang tidak
diberikan pada ketuban pecah
dini aterm dengan skor bishop
kecil atau sama dengan () 4.
Untuk mengetahui efek samping
dari pemberian misoprostol 25
ug peroral pada ketuban pecah
dini aterm
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan sebagai asupan dalam
kebijakan pengelolaan ketuban pecah
dini
aterm
dan
menambah
perbendaharaan ilmiah.
E. Kerangka Pemikiran
Ketuban
Pecah
Dini
menyebabkan
kenaikan
angka
morbiditas dan mortalitas anak, selain
itu
dapat
juga
menyebabkan
morbiditas maupun mortalitas ibu.
Kenaikan morbiditas dan mortalitas ini
bergantung pada umur kehamilan,
lama periode laten dan adanya infeksi
ibu dan keadaan sosial ekonomi
penderita. Kematian perinatal menjadi
2 x lipat bila masa laten melebihi 24

jam dan menjadi 4 x bila masa laten


lebih dari 48 jam, dengan alasan ini
direkomendasikan induksi persalinan.
(Ingermarsson,1996)

Oksitosin dan prostaglandin


merupakan preparat yang paling
sering digunakan untuk induksi
persalinan. Induksi persalinan dengan
prostaglandin
menjanjikan
keuntungan, prostaglandin selain
bersifat uterotonin juga bersifat
sebagai uterotropin, pada fase
pertama persalinan prostaglandin
menyebabkan perubahan-perubahan
sebagai berikut :
1. Perlunakan
dan
pematangan
serviks sebagai akibat kenaikan
asam hialuronidase dan cairan
serta penurunan kondroitin sulfat
yang merupakan bahan dasar
pembentukan kolagen
2. Perkembangan
gap
junction
diantara sel-sel miometrium
3. Peningkatan
jumlah
reseptor
oksitosin pada miometrium
4.
Peningkatan respon kontraktif dari
miometrium terhadap uterotonin
(Ngai SW et al 2000)

Misoprostol
digunakan
sebagai induksi persalinan khususnya
bila bishop score masih rendah yakni
< 6. Menurut rekomendasi Karkata,
dosis dan interval obat berdasarkan
cara pemberian adalah sebagai
berikut : (Level of evidence Ia,
Rekomendasi A) (Karkata,2012)
Pemberian per oral
misoprostol 20-25 ug per
oral setiap 2 jam (Alfirevic Z dkk, 2007)
Pemberian per vaginam
Misoprostol
25
ug
(Hofmeyr dkk,
pervaginam setiap 6 jam
2007)

maksimal adalah dua kali


pemberian.
Misoprostol oral bukan hanya
seefektif oksitosin sebagai induksi
persalinan pada ketuban pecah dini
dengan kehamilan aterm, namun

ternyata
juga
memperpendek
(Ngai SW et al,2000)
lamanya persalinan.
Nagpal
et
al
(2009)
membandingkan
pemakaian
misoprostol oral dengan prostaglandin
E2 gel untuk penanganan aktif PROM
aterm dengan kehamilan antara 37
dan 42 minggu dan skor Bishop 5
mendapat dosis oral 4 jam dari 50
microgram
misoprostol
sampai
maksimal 3 dosis atau 2 aplikasi
intracervical PGE2 gel pada interval 6
jam.
Oksitosin
diberikan
jika
persalinan tidak dimulai setelah 12
jam.
Dua
puluh
perempuan
dalam
kelompok misoprostol (n = 31)
bersalin dalam waktu 12 jam
dibandingkan dengan lima orang
dalam kelompok PGE2 (n = 30) (P
<0,001). Interval mulai induksi sampai
bersalin pada kelompok misoprostol
lebih pendek dari pada kelompok gel
PGE2 (615 menit vs 1070 menit, P
<0,001). Cara persalinan sebanding
antara 2 kelompok (P = 0,821).
Kelainan pada kontraksi rahim dan
hasil neonatal juga sebanding. Oral
misoprostol adalah alternatif yang
aman
dan
efektif
daripada
intracervical
PGE2
gel
dalam
pengelolaan aktif PROM aterm. (Nagpal et
al,2009)

Yanfaunnas
(2003)
membandingkan misoprostol peroral
dengan oksitosin drip sebagai induksi
persalinan pada 62 kasus secara
acak ketuban pecah dini kehamilan
aterm dengan skor bishop 4.
Kelompok I mendapat misoprostol
100 ug peroral dan kelompok II
mendapat oksitosin drip. Didapatkan
rata-rata waktu mulai his adekuat
sampai
terjadinya
pembukaan
lengkap berbeda secara bermakna
dimana kelompok misoprostol lebih
cepat waktunya. Rata-rata waktu
mulai induksi sampai terjadinya

pembukaan lengkap lebih cepat


waktunya pada kelompok misoprostol
dari pada kelompok oksitosin dan
berbeda
secara
bermakna.
Komplikasi yang berat dan efek
samping dari induksi persalinan pada
kedua kelompok tidak didapatkan.
(Yanfaunnas,2003)

Berdasarkan
hal
ini
penulis
berkeinginan
untuk
melakukan
pematangan
serviks
dengan
misoprostol 25 ug peroral pada
ketuban pecah dini aterm dengan skor
bishop 4 dibandingkan dengan yang
tidak diberikan misoprostol.
F. Hipotesis Penelitian
Terdapat
pengaruh
pemberian
misoprostol 25 ug peroral untuk
pematangan serviks pada ketuban
pecah dini aterm.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. MISOPROSTOL
1. Farmakologi
Misoprostol merupakan obat yang
telah disahkan oleh Badan Pengawasan
Obat dan Makanan di Amerika Serikat
(Food and Drug Administration/FDA) sejak
tahun 1985 dan diindikasikan untuk
mencegah
ulkus
lambung
akibat
penggunaan obat anti inflamasi non
steroid. Misoprostol merupakan analog
prostaglandin E1 sintetik yang dipasarkan
dalam dua bentuk sediaan yaitu tablet 100
g dan 200 g. Nama kimianya adalah
Methyl 7-{3-hydroxy-2-[(E)-4-hydroxy-4methyloct-1-enyl]-5oxocyclopentyl}heptanoate, dengan berat
molekul 382,5 g/mol. Misoprostol bersifat
stabil dan larut dalam air. Formula
empirisnya adalah C22H38O5. Struktur kimia
misoprostol adalah sebagai berikut :
(Dodd,2005;Tang et al,2007)

2. Farmakokinetik

Misoprostol dapat diberikan secara


oral, sublingual, vaginal maupun rektal.
Misoprostol sangat mudah diserap, dan
menjalani de-esterifikasi cepat menjadi
asam bebas, yang berperan dalam
aktivitas kliniknya dan tidak seperti
senyawa asalnya, metabolit aktifnya ini
dapat dideteksi di dalam plasma.(Fiala, 2005)
Rantai samping alfa dari asam misoprostol
menjalani oksidasi beta dan rantai
samping beta menjalani oksidasi omega
yang diikuti dengan reduksi keton untuk
menghasilkan analog prostaglandin F.
(Dodd,2005;Tang et al,2007)

Jika
misoprostol
diberikan
pervaginam, maka efek pada saluran
reproduksi akan meningkat sedangkan di
saluran cerna akan menurun. Jika tablet
misoprostol diletakkan di forniks posterior
vagina, konsentrasi asam misoprostol di
dalam plasma mencapai puncak setelah
dua jam dan menurun dengan perlahan
Misoprostol dapat diberikan secara
oral, sublingual, per vaginam maupun per
rektal dan telah diketahui bioavalibiltasnya berbeda-beda. Kondisi ini dapat
dimanfaatkan untuk berbagai kondisi klinis
yang berbeda. Berikut ini adalah tabel
yang membandingkan berbagai rute
pemberian misoprostol dilihat dari onset
dan lamanya reaksi. (Weeks A,2007)
Misoprostol vaginal dosis tunggal aman
diberikan untuk menyebabkan kontraksi
uterus di berbagai usia kehamilan. Untuk
kehamilan trimester I : dosis 800 g
selama 24 jam dapat dengan aman
digunakan. Untuk kehamilan trimester II :
dosis 200 g selama 12 jam umum
digunakan,
sementara
untuk
usia
kehamilan diatas 24 minggu dosisnya
biasanya adalah 25 g setiap 6 jam. Jika
menggunakan dosis yang lebih tinggi dari
dosis diatas, akan terjadi rangsangan
uterus yang berlebihan sehingga dapat
menyebabkan terjadinya ruptur uteri atau
gawat janin.
3. Efek Samping

Penggunaan
misoprostol
mengakibatkan beberapa efek samping,
namun efek samping yang bermakna tidak
ditemukan pada bidang hematologi,
endokrin, biokimia, imunologi, oftalmologi,
respiratorik, kardiovaskular maupun faktor
pembekuan darah. Efek samping utama
yang banyak dilaporkan adalah diare
(4.1%) namun biasanya ringan dan
sembuh dengan sendirinya. Mual dan
muntah juga sering terjadi (10,2%) dan
akan menghilang dalam 2 hingga 6 jam.
(Philip et al,2003)

B. KETUBAN PECAH DINI


1. Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) atau
Premature rupture of the membranes
(PROM) didefinisikan sebagai pecahnya
selaput ketuban spontan yang terjadi
sebelum onset persalinan. Jika selaput
ketuban pecah sebelum 37 minggu
gestasi hal ini dikenal sebagai Preterm
Premature Rupture Of The Membranes
(PPROM). (Medina TM, 2006)
2. Insidensi
Insidensi PROM berkisar antara 5%10% dari seluruh kehamilan sedangkan
PPROM sekitar 1% dari seluruh
kehamilan. Selanjutnya, pada kasuskasus PROM, sekitar 20% adalah kasus
PROM yang memanjang (prolonged).
(Medina TM, 2006).
Insiden KPD di Indonesia
berkisar antara 2 5 %. (Karkata, 2012)
3. Patofisiologi
Hasil beberapa penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya telah menunjukkan
bahwa patogenesis terjadinya PROM
berkaitan dengan peningkatan proses
apoptosis komponen selular selaput
ketuban. Hal ini berhubungan dengan
peningkatan enzim protease spesifik yang
ditemukan di selaput ketuban maupun
dalam cairan amnion. (Cunningham FG, 2010)
4. Faktor resiko
Beberapa faktor resiko pada KPD :

Riwayat KPD/ persalinan


preterm sebelumnya
Infeksi Saluran Kemih
Perokok
Defisiensi nutrisi
BMI yang rendah
Kehamilan
kembar/
polihidramnion
Fetal Fibronectin positif
Amniosintesis (Nasser,2011)

5. Diagnosis
Pada
beberapa
kasus
KPD,
diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan
adanya riwayat keluar air-air yang banyak
dari kemaluan yang dapat dilihat pada
forniks posterior dari pemeriksaan dalam
dengan menggunakan spekulum. Apabila
cairan ketuban tidak terlihat dapat
dilakukan manuever Valsava untuk
merangsang keluarnya cairan ketuban.
Pemeriksaan spekulum ulangan dapat
dilakukan untuk menegakkan diagnosis .
(Nasser,2011).

Beberapa variasi tes untuk membantu


menegakkan diagnosis dapat dilakukan
diantaranya :(Nasser,2011)
Nitrazine Test
Ferning
Tes Biokimia ( FN, AFP, prolactin,
hCG)
Pemeriksaan Ultrasonografi
Pemeriksaan Intra Amniotik Indigo
Carmine
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan KPD diputuskan
berdasarkan
beberapa
faktor,
diantaranya :
Usia kehamilan
Fasilitas Obstetrik dan Neonatus
Ada atau tidaknya infeksi pada ibu
Ada atau tidaknya infeksi pada
janin
Kematangan serviks
Presentasi janin
Penilaian Fetal Well Being
7. Komplikasi KPD

1. Komplikasi pada ibu


Komplikasi KPD pada ibu paling
banyak adalah korioamnionitis
yang dapat berlanjut ke sepsis
( dengan angka kejadian 3,5
6,4 % )
2. Komplikasi pada anak
Komplikasi KPD pada anak
antara lain prolaps tali pusat,
prematur, infeksi neonatus (Karkata
dkk, 2012)

C. MISOPROSTOL PADA KETUBAN


PECAH DINI
1. Pematangan Serviks
Pematangan serviks merupakan
suatu metode yang digunakan baik
dengan metode farmakologi maupun
metode yang lainya untuk melunakkan,
mendatarkan, dan atau mendilatasi dari
serviks. Pematangan serviks bukanlah
bertujuan untuk meng-inisiasi persalinan
tetapi untuk meningkatkan kesuksesan
dari induksi persalinan. (Alarm,2003)
Pematangan serviks merupakan
suatu
kondisi
prapersalinan
yang
memperlihatkan perubahan gambaran
konfigurasi serviks baik secara biokimia,
fisik dan histologi sehingga serviks
mengalami
perubahan
bentuk
dan
(Alarm,2003)
konsistensi.
2. Penilaian Serviks
Penilaian serviks merupakan hal
yang
paling
berpengaruh
dalam
keberhasilan induksi persalinan. Sebelum
dimulainya induksi persalinan, ada
prosedur standar yang harus dilakukan
untuk menilai serviks, yaitu periksa dalam.
Setelah kita lakukan periksa dalam,
serviks akan digolongkan ke dalam dua
golongan yaitu, matang dan belum
matang. Lebih dari 12 macam skor pelvik
maupun skor serviks yang telah
dikemukakan pada 70 tahun terakhir ini,
yang pada akhirnya Bishop pada tahun
1964 mengemukakan metode skor pelvik
untuk menilai pematangan serviks yang

bertujuan untuk induksi persalinan melalui


penelitian yang dilakukan pada wanitawanita multipara, usia kehamilan di atas
36 minggu dan janin letak kepala. Skor ini
berdasarkan 5 kriteria klinik, yaitu
pembukaan,
pendataran,
penurunan
kepala, konsistensi serviks dan posisi
serviks. Setiap itemnya diberi poin 0 3,
hasil akhir dari jumlah poin tersebut
dihubungkan dengan tabel skoring.
Penemuan Bishop ini kemudian di
modifikasi oleh Burnett yang sampai saat
ini digunakan secara luas di dunia
kedokteran. (Harman et al,2009)
Tabel . Skor Pelvik Menurut Bishop
(Cunningham,2010)

Factor

Sc Dilata Efface
ore tion ment
(cm) (Perce
nt)

Stat
ion
(3
to
+2)

Cervic
al
Consis
tency

Cervic
al
Positi
on

Close 030
d

Firm

Poster
ior

12

4050 2

Medium Midpo
sition

34

6070 1

Soft

Anteri
or

80

+1,
+2

Di Indonesia, umumnya kita


memakai batasan angka 5 untuk penilaian

pelvik skor, dimana bila skor pelvik


dibawah 5 dikatakan serviks tersebut
belum matang dan memerlukan tindakan
pematangan serviks sebelum melanjutkan
prosedur induksi persalinan. (Saifuddin,2002)
3. Misoprostol untuk Pematangan
Serviks
Serviks mengandung unsur utama
yaitu jaringan ikat ekstraseluler. Pada
wanita yang tidak hamil komposisi serviks
adalah 85 % ekstraseluler matrik dan 610 % adalah serat otot. (Ordeberg 2012). Molekul
dominan adalah matriks kolagen tipe 1
dan 3 dengan sedikit tipe 4 pada
membran basal. Intercalated antara
molekul kolagen adalah Glikosaminoglikan
dan proteoglikan, predominan dermatan
sulfat, asam hyaluronat, dan heparin
sulfat, fibronektin dan elastin juga serat
kolagen.(Golberg,2012; Ordeberg,2012)
4. Misoprostol untuk Kontraksi Otot
Polos
Misoprostol digunakan sebagai
induksi persalinan khususnya bila bishop
score masih rendah yakni < 6.
Rekomendasi dosis dan interval obat
berdasarkan cara pemberian adalah
sebagai berikut : (Level of evidence Ia,
Rekomendasi A)
- Pemberian per oral
misoprostol 20-25 ug per oral
setiap 2 jam (Alfirevic Z dkk, 2007)
- Pemberian per vaginam
Misoprostol 25 ug pervaginam
setiap 6 jam (Hofmeyr dkk, 2007)
Dosis maksimal adalah dua kali
pemberian.
Tidak
direkomendasikan
untuk
membasahi tablet misoprostol
dengan air sebelum dimasukkan
ke dalam vagina.
- Pemberian
sublingual,
buccal
maupun
rektal
belum
direkomendasikan.

Jangan memberikan oksitosin


sebelum
6
jam
pemberian
misoprostol

5. Beberapa penelitian pematangan


serviks dan induksi persalinan
dengan
menggunakan
misoprostol pada KPD
Abraham
et
al
(2013)
membandingkan pemakaian misoprostol
vaginal dengan dinoprostone vaginal pada
wanita dengan ketuban pecah dini dan
serviks tidak matang pada kehamilan
tunggal lewat 34 minggu dari tahun 20082011. (Abraham et al,2013)
Chaudhuri
et
al
(2011)
membandingkan pemakaian misoprostol
vaginal dengan prostaglandin E2 gel untuk
induksi persalinan pada KPD aterm pada
212 pasien yang mendapat tablet
misoprostol intravaginal 25 mg, 4 jam,
dengan maksimum lima dosis, atau 0,5
mg intravaginal PGE2 gel, 6-jam, dengan
maksimal dua dosis. Waktu rata-rata
sampai persalinan adalah 13,53 jam pada
kelompok misoprostol dan 12,30 jam
dalam kelompok PGE2 (P = 0.090).
Vagina misoprostol sama efektif dalam
induksi persalinan dan menunjukkan
keamanan janin dan ibu yang tidak
berbeda dengan PGE2 gel. (Chaudhuri et al,2011)
BAB III
METODE PENELITIAN
A Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat uji klinik acak
terkontrol tanpa pembutaan
G. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di bagian
Obstetri dan Ginekologi RS Dr. M.
Djamil Padang dan RS Reksodiwiryo
Padang dari bulan November 2013
sampai Agustus 2014.
H. Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh pasien


hamil aterm dengan ketuban pecah
dini yang memenuhi kriteria inklusi dan
tidak memenuhi kriteria eksklusi, yang
datang ke kamar bersalin RS Dr. M.
Djamil Padang dan RS Reksodiwiryo
Padang. Sampel dibagi dua kelompok:
1. Kelompok A, ialah pasien KPD
yang diberikan misoprostol 25
ug oral.
2. Kelompok B, ialah pasien KPD
yang
tidak
diberikan
misoprostol 25 ug oral.
Pemilihan subjek dilakukan
secara random, pada penelitian ini
menggunakan
random
simple
sampling,
ini
bertujuan
untuk
membuat
setiap
kelompok
mempunyai jumlah subjek yang
sebanding pada suatu saat.
Kriteria inklusi :
Kehamilan aterm
Ketuban pecah dini 2 jam
Pelvic score 4
Primigravida dan
multigravida 4
Hamil tunggal
Pemeriksaan non stres test
adalah reaktif
Presentasi kepala
Memenuhi indikasi
persalinan pervaginam
Warna air ketuban jernih
Bersedia ikut dalam
penelitian
Kriteria eksklusi :
Pasien dengan riwayat asma
,kelainan hepar dan ginjal
Riwayat perdarahan
antepartum sebelumnya
Bekas seksio atau
miomektomi
Kontraindikasi persalinan
pervaginam
Ibu menolak partisipasi
dalam penelitian
Leukosit 16.900 /mm3

I.

Suhu rektal > 37 0 C


Drop out selama penelitian

Jumlah Sampel
Jumlah
sampel
ditentukan
berdasarkan rumus dari Paulsn and
Wallis (Steel,1980):
n = 1,641,6 x ((Z + Z)/(arcsinpS arcsinpE))^2
PS dari rata-rata tahun 2007 dan 2008
= (35.9% + 42,4%)/2 = 39,15%;
arcsinpS = 38.73
PE dari penelitian Ekele 96%,
arcsinpE = 78,46
= 0,05, Z = 1,65; = 0,20, Z =
1,843
N = 1.641,6 x ((1.65 + 1.843)/(38.73
78,46))^2
N = 1.641,6 x (2,493/(-39,73))^2
N = 1,641,6 x 0,003937 = 6,463
Jadi jumlah sampel minimal untuk
masing-masing kelompok adalah 7
orang.

J. Variabel Penelitian
Variabel bebas
Misoprostol 25 ug peroral
Tidak diberikan misoprostol 25
ug peroral
Variabel tergantung
kenaikan nilai skor bishop
Efek samping yang timbul saat
pematangan serviks
K. Alat yang digunakan
1. Tensimeter merk nova
2. Stetoskop merk Littman
3. Misoprostol (Cytotec) tablet 25 ug
4. Alat pengukur waktu (Stop watch)
5. Terbutalin ampul
6. Kardiotokografi merk Bionet
7. Termometer merk GEA
L. Cara Kerja
Setelah ditegakkan diagnosa
kehamilan Ketuban Pecah Dini 2
jam yang datang ke kamar bersalin
RS Dr. M Djamil Padang, kasus yang
memenuhi kriteria inklusi, dilakukan

penilaian keadaan serviks dengan


definisi : skor bishop adalah metode
menggunakan skor bishop yang
skor pelvik untuk menilai pematangan
dicatat pada kertas formulir protokol.
serviks
Cara ukur : dengan pemeriksaan
Pada seluruh kasus yang sudah
dalam (vaginal toucher) berdasarkan
terseleksi dilakukan pemeriksaan
5 kriteria klinik, yaitu pembukaan,
laboratorium dan pemeriksaan non
pendataran,
penurunan
kepala,
stress test selama 20 menit untuk
konsistensi serviks dan posisi serviks.
menilai denyut jantung janin yang
Setiap itemnya diberi poin 0 3
dimonitor dengan alat kardiotokografi.
0
1
2
Kasus yang memenuhi syarat yang Skor
setuju
menjalani
penelitian
Pembukaan Serviks
0
12
34
menandatangani surat pernyataan
persetujuan
tindakan
(Informed
0
Pendataran Serviks
40 50% 60 70%
Concent) dan teknik pengambilan
30%
sampel adalah secara random simple
Penurunan Kepala
sampling,
kelompok
A
pasien
-3
-2
- 1/0
mendapat misoprostol 25 gDiukur
yang Dari Bidang
Hodge
III
(cm)
diberikan peroral dan kelompok B
tidak mendapat misoprostol 25 g
Konsistensi Serviks
Kenyal
Sedang
Lunak
peroral.
Kemudian
dilakukan
pemantauan tanda vital ibu, denyut
Posisi Serviks
Ke
Searah
Ke Arah
jantung janin dan kontraksi uterus
Belaka
Sumbu
Depan
dengan alat monitor elektronik, hasil
ng
Jalan
pemantauan ini dinilai setiap satu jam.
Lahir
Setelah 2 jam pemberian obat
dilakukan penilaian dari skor bishop.
Hasil ukur
: skor 0 - 15
Penelitian ini diamati dan dilakukan
Skala ukur : numerik
sendiri oleh peneliti.
c. efektifitas
Definisi
: efektifitas dinilai
M. Definisi Operasional
dari kenaikan skor bishop
Cara ukur
:
menilai
skor
a. Ketuban pecah dini
bishop
Definisi
: adalah pecahnya
Hasil ukur
: kenaikan skor
ketuban sebelum inpartu
bishop
Cara ukur
: dengan nitrazine
Skala ukur : numerik
test (tes lakmus)
Hasil ukur
:
positif bila warna
kertas
lakmus
merah biru
N. Analisis Data
Negatif bila tidak
Analisis data dan uji statistik
terjadi
perubahan
dikerjakan
dengan
komputer
warna
menggunakan
perangkat
lunak
Skala ukur : nominal
program Statistical Program for Social
Science (SPSS) for windows versi
b. Skor bishop
15.0 dengan memakai uji-t
O. Etika Penelitian

3
56
80%

+ 1/ + 2

Semua
sampel
diberi
penjelasan tentang penelitian, tujuan,
manfaat
dan
risiko
penelitian.
Penelitian
dilakukan
setelah
mendapat izin dari Panitia Etik
Penelitian Kesehatan (PEPK) RS Dr.
M. Djamil Padang sesuai dengan
surat izin nomor PE.15.2014 dan
mendapat
persetujuan
secara
sukarela dari masing-masing sampel
dengan
menandatangani
surat
pernyataan
persetujuan.
Setiap
sampel berhak mengetahui hasil
pemeriksaan dan boleh menarik diri
jika tidak bersedia melanjutkan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Selama periode penelitian dari
bulan November 2013 sampai Agustus
2014, didapatkan jumlah pasien hamil
aterm dengan ketuban pecah dini yang
memenuhi kriteria inklusi dan tidak
memenuhi kriteria eksklusi, yang datang
ke kamar bersalin RS Dr. M. Djamil
Padang dan RS Reksodiwiryo Padang
yaitu sebanyak 14 orang pasien (3 pasien
di RS Dr. M. Djamil dan 11 pasien di RS
Reksodiwiryo). Jumlah kehamilan tidak
diberikan misoprostol 7 orang dan
diberikan misoprostol sebanyak 7 orang.
Karakteristik subjek penelitian, data dan
analisa tersaji dalam tabel berikut ini (tabel
4).

30,43 6,95 pada kelompok misoprostol,


umur ibu tidak memiliki perbedaan yang
bermakna secara statistik (0,308 > 0,05).
Gravid rerata 1,57 0,79 pada kelompok
tidak diberikan misoprostol dan 2,57
1,40 pada kelompok misoprostol, gravid
tidak memiliki perbedaan yang bermakna
secara statistik (0,125 > 0,05). Umur
kehamilan ibu rerata 38,86 1,464 pada
kelompok tidak diberikan misoprostol dan
39,00 1,291 pada kelompok misoprostol,
usia hamil ibu tidak memiliki perbedaan
yang bermakna secara statistik (0,850 >
0,05). Lama KPD rerata 1,43 0,535 pada
kelompok tidak diberikan misoprostol dan
1,43 0,732 pada kelompok misoprostol,
lama KPD tidak memiliki perbedaan yang
bermakna secara statistik (1,000 > 0,05).
Skor bishop awal rerata 3,14 0,38 pada
kelompok tidak diberikan misoprostol dan
3,29 0,49 pada kelompok misoprostol,
skor bishop awal tidak memiliki perbedaan
yang bermakna secara statistik (0,552 >
0,05).
Tabel.
Perbandingan
Pematangan Serviks
No
1

Variabel
Kenaikan BS

Efektifitas

Kelompok
Tidak diberikan
Diberikan
Misoprostol
Misoprosto
Mean
SD
Mean
S
0,00
0,00
2,14
0,

Skor kenaikan bishop rerata 0,00


0,00 pada kelompok tidak diberikan
misoprostol dan 2,14 0,90 pada
kelompok misoprostol, nilai p value
Tabel . Karakteristik Sampel
diperoleh sebesar 0,000 < 0,05 artinya
Kelompok
terdapat perbedaan yang signifikan
Tidak diberikan
kenaikan skor bishop pada pemberian
No
Variabel
misoprostol
misoprostol 25 ug peroral dengan yang
Mean
SD
tidak diberikan pada ketuban pecah dini
1. Umur Ibu
26,86
5,52
aterm dengan skor bishop kecil atau sama
2. Gravid
1,57
0,79
dengan () 4.
3. Umur kehamilan
38,86
1,464
4. Lama KPD
1,43
0,535
5. Skor bishop awal
3,14
0,38
Umur ibu rerata 26,86 5,52 pada
kelompok tidak diberikan misoprostol dan

Tabel . Efek Samping

Efek Samping
Tidak ada
Mual/muntah
Diare
Takisistol
Hipertonus
Hiperstimulasi

misoprostol sebagai pematangan


Tidak diberikan
Misoprostol serviks sampai terjadinya proses
7 (100 %) persalinan sehingga akan lebih
terlihat
keberhasilan
misoprostol
dalam
meningkatkan
proses
persalinan secara spontan dan
mengurangi seksio sesarea.

Efek samping seperti mual,


muntah, diare, takisistolik, hipertonus dan
sindroma hiperstimulasi tidak ditemukan
pada kedua kelompok penelitian ini (Tabel
6).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Terdapat perbedaan yang signifikan
kenaikan skor bishop pada pemberian
misoprostol 25 ug peroral dengan
yang tidak diberikan pada ketuban
pecah dini aterm dengan skor bishop
kecil atau sama dengan () 4. Hal ini
dibuktikan dengan nilai p value
diperoleh sebesar 0,000 < 0,05.
2. Tidak didapatkan efek samping pada
penelitian ini.
B. Saran
1. Misoprostol peroral dapat dipakai
untuk pematangan serviks pada
pasien dengan ketuban pecah dini
aterm.
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut yang
mengamati
mulai
diberikan

DAFTAR PUSTAKA
Abraham C, Meirowitz N, Kohn N. Labor
Induction For Premature Rupture Of
Membranes
Using
Vaginal
Misoprostol Versus Dinoprostone
Vaginal Insert. Department Of
Obstetrics And Gynecology, North
Shore Long Island Jewish Medical
Center, Hofstra University, New
Hyde Park, New York. Am J
Perinatol. 2013 Apr 16.
ACOG Committee on Practice BulletinsObstetrics,
authors.
Clinical
management
guidelines
for
obstetrician-gynecologists. (ACOG
Practice Bulletin No. 80: premature
rupture of membranes). Obstet
Gynecol 2007;109:1007-1019
Akerud Anna. Uterine remodelling during
pregnancy. Studies on effect of
heparin/heparan
sulfate.
Departement
of
experimental
medikal science. Lund university.
Sweden . 2009

Anda mungkin juga menyukai