Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan,

yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Hampir
60 juta orang terkena glaukoma. Diperkirakan 3 juta penduduk Amerika Serikat
terkena glaukoma, dan di antara kasus-kasus tersebut, sekitar 50% tidak
terdiagnosa. Sekitar 6 juta orang mengalami kebutaan akibat glaukoma, termasuk
100.000 penduduk Amerika, menjadikan penyakit ini sebagai penyebab utama
kebutaan yang dapat dicegah di Amerika Serikat.
Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah
gangguan aliran keluar aqueous humor akibat kelainan sistem drainase sudut bilik
mata depan (glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses aqueos humor ke
sistem drainase (glaukoma sudut tertutup). Terapi ditujukan untuk menurunkan
tekanan intraokular dan, apabila mungkin, memperbaiki sebab yang
mendasarinya. Walaupun tekanan intraokular glaukoma tekanan normal berada
dalam kisaran normal, penurunan tekanan intraokular mungkin masih ada
manfaatnya.
Peningkatan tekanan intraokular yang terjadi sebagai suatu manifestasi
dari penyakit mata lain disebut glaukoma sekunder. Golongan penyakit ini sulit
diklasifikasikan secara memuaskan.1 Saat prevalensi morbiditas dan gangguan
penglihatan akibat glaukoma primer sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup
telah cukup baik diketahui mapan dengan survei penduduk di barat, baru-baru ini,
di negara berkembang, masalah kebutaan akibat glaukoma sekunder mendapat
sedikit perhatian dari kebanyakan peneliti. Individu dengan glaukoma sekunder
cenderung segera berobat ke dokter spesialis mata karena sering ada tanda
penurunan ketajaman penglihatan, selain dari rasa sakit dan ketidaknyamanan
okular. Akibatnya, kasus ini sebagian besar dilaporkan sendiri. Informasi tentang
glaukoma sekunder dalam survei mata yang diterbitkan terbatas dan penyebab
glaukoma jarang diidentifikasi.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi
Aqueous humor adalah cairan jernih yang dibentuk oleh korpus siliaris dan
mengisi bilik mata anterior dan posterior. Aqueous humor mengalir dari korpus
siliaris melewati bilik mata posterior dan anterior menuju sudut kamera okuli
anterior. Aqueous humor diekskresikan oleh trabecular meshwork.3
Prosesus siliaris, terletak pada pars plicata adalah struktur utama korpus
siliaris yang membentuk aqueous humor.5 Prosesus siliaris memiliki dua lapis
epitelium, yaitu lapisan berpigmen dan tidak berpigmen. Lapisan dalam epitel
yang tidak berpigmen diduga berfungsi sebagai tempat produksi aqueous humor.3
Sudut kamera okuli anterior, yang dibentuk oleh pertautan antara kornea
perifer dan pangkal iris, merupakan komponen penting dalam proses pengaliran
aqueous humor. Struktur ini terdiri dari Schwalbes line, trabecular meshwork dan
scleral spur.
Trabecular meshwork merupakan jaringan anyaman yang tersusun atas
lembar-lembar berlubang jaringan kolagen dan elastik.1 Trabecular meshwork
disusun atas tiga bagian, yaitu uvea meshwork (bagian paling
dalam) ,corneoscleral meshwork (lapisan terbesar) dan,
juxtacanalicular/endothelial meshwork (lapisan paling atas). Juxtacanalicular
meshwork adalah struktur yang berhubungan dengan bagian dalam kanalis
Schlemm.
Kanalis Schlemm merupakan lapisan endotelium tidak berpori dan lapisan
tipis jaringan ikat. Pada bagian dalam dinding kanalis terdapat vakuola-vakuola
berukuran besar, yang diduga bertanggung jawab terhadap pembentukan gradien
tekanan intraokuli.4 Aqueous humor akan dialirkan dari kanalis Schlemm ke vena
episklera untuk selanjutnya dialirkan ke vena siliaris anterior dan vena
opthalmikus superior. Selain itu, aqueous humor juga akan dialirkan ke vena
konjungtival, kemudian ke vena palpebralis dan vena angularis yang akhirnya

menuju ke vena ophtalmikus superior atau vena fasialis. Pada akhirnya, aqueous
humor akan bermuara ke sinus kavernosus.5
2.2. Fisiologi Aqueos Humor
Tekanan intraokuler ditentukan oleh kecepatan pembentukan aqueos
humor dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Aqueos humor adalah
cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan belakang. Volumenya sekitar 250
L, dan kecepatan pembentukannya 2,5 L/menit. Tekanan osmotiknya sedikit
lebih tinggi dibandingkan plasma. Komposisi aqueous humor serupa plasma,
kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang
lebih tinggi; protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah.
Aqueos humor diproduksi oleh corpuns ciliare. Ultrafiltrat plasma yang
dihasilkan di stroma prosesus ciliares dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosesus
sekretorius epitel siliaris. Setelah masuk ke bilik mata depan, aqueos humor
mengalir melalui pupil ke bilik mata depan lalu ke anyaman trabekular di sudut
bilik mata depan. Selama itu, terjadi pertukaran diferensial komponen-komponen
aqueos dengan darah di iris.
Anyaman trabekular terdiri atas berkas-berkas jaringan kolagen dan elastik
yang dibungkus oleh sel-sel trabekular, membentuk suatu saringan dengan ukuran
pori-pori yang semakinmengecil sewaktu mendekatikanal Schlemm. Kontraksi
otot siliaris melalui insersinya ke dalam anyaman trabekular memperbesar ukuran
pori-pori di anyaman tersebut sehingga kecepatan drainase aqueos humor juga
meningkat. Aliran aqueos humor ke dalam kanal Schlemm bergantung pada
pembentukan saluran-saluran transelular siklik di lapisan endotel. Saluran eferen
dari kanal Schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena aqueos)
menyalurkan cairan ke dalam sistem vena. Sejumlah kecil aqueos humor keluar
dari mata antara berkas otot siliaris ke ruang suprakoroid dan ke dalam sistem
vena corpus ciliare, koroid, dan sklera (aliran uveoskleral). Tahanan utama aliran
keluar aqueos humor dari bilik mata depan adalah jaringan jukstakanalikular yang
berbatasan dengan lapisan endotel kanal Schlemm, dan bukan sistem vena.

Namun, tekanan di jaringan vena episklera menentukan nilai minimum tekanan


intraokular yang dapat dicapai oleh terapi medis.1
Tekanan intraokuli merupakan kesatuan biologis yang menunjukkan
fluktuasi harian. Tekanan yang tepat adalah syarat untuk kelangsungan
penglihatan yang normal yang menjamin kebeningan media mata dan jarak yang
konstan antara kornea dengan lensa dan lensa dengan retina. Homeostasis tekanan
intraokular terpelihara oleh mekanisme regulasi setempat atau sentral yang
berlangsung dengan sendirinya.6
Tekanan mata yang normal berkisar antara 10-22 mmHg.3 Tekanan
intraokuli kedua mata biasanya sama dan menunjukkan variasi diurnal.6 Pada
malam hari, karena perubahan posisi dari berdiri menjadi berbaring, terjadi
peningkatan resistensi vena episklera sehingga tekanan intraokuli meningkat.
Kemudian kondisi ini kembali normal pada siang hari sehingga tekanan intraokuli
kembali turun.7 Variasi nomal antara 2-6 mmHg dan mencapai tekanan tertinggi
saat pagi hari, sekitar pukul 5-6 pagi.6
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tekanan intraokuli, antara lain
keseimbangan dinamis produksi dan ekskresi aqueous humor, resistensi
permeabilitas kapiler, keseimbangan tekanan osmotik, posisi tubuh,5 sirkadian
tubuh, denyut jantung, frekuensi pernafasan, jumlah asupan air, dan obat-obatan.3
2.3. Glaukoma
2.3.1. Definisi
Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang;
biasanya disertai peningkatan tekanan intraokular.1
2.3.2. Klasifikasi
Klasifikasi Vaughen untuk glaukoma adalah sebagai berikut:
1. Glaukoma primer
- Glaukoma sudut terbuka (glaukoma simpleks)

Glaukoma sudut terbuka merupakan gangguan aliran keluar


aqueous humor akibat kelainan sistem drainase sudut bilik mata
-

depan.
Glaukoma sudut sempit
Glaukoma sudut tertutup atau sempit terjadi akibat gangguan akses

aqueous humor ke sistem drainase (Salmon, 2009).


2. Glaukoma kongenital
3. Glaukoma sekunder
4. Glaukoma absolut8
2.3.3. Patofisiologi
Mekanisme utama penurunan penglihatan adalah apoptosis sel ganglion
retina yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan lapisan inti-dalam
retina serta berkurangnya akson di nervus optikus. Diskus optikus menjadi atrofik,
disertai pembesaran cawan optik.
Efek peningkatan tekanan intraokular dipengaruhi oleh perjalanan waktu
dan besar peningkatan tekanan intraokular. Pada glaukoma sudut tertutup akut,
tekanan intraokular mencapai 60-80 mmHg, menimbulkan kerusakan iskemik
akut pada iris yang disertai edema kornea dan kerusakan nervus optikus. Pada
glaukoma sudut terbuka primer, tekanan intraokular biasanya tidak meningkat
lebih dari 30 mmHg dan kerusakan sel ganglion terjadi setelah waktu yang lama,
sering setelah beberapa tahun. Pada glaukoma tekanan normal, sel-sel ganglion
retina mungkin rentan menghadapi kerusakan akibat tekanan intraokular dalam
kisaran normal, atau mekanisme kerusakannya yang utama mungkin iskemia
kaput nervi optiki.1
2.3.4. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang timbul akibat adanya
penyakit mata yang mendahuluinya. Beberapa jenis glaukoma sekunder antara
lain glaukoma pigmentasi, pseudoeksfoliasi, dislokasi lensa, intumesensi lensa,
fakolitik, uveitis, melanoma traktus uvealis, neovaskular, steroid, trauma dan
peningkatan tekanan episklera.

Peningkatan tekanan intraokular yang terjadi sebagai suatu manifestasi


dari penyakit mata lain disebut glaukoma sekunder. Golongan penyakit ini sulit
diklasifikasikan secara memuaskan. Terapinya adalah pengontrolan tekanan
intraokular dengan cara-cara medis dan bedah, serta mengatasi penyakit yang
mendasari apabila mungkin.1
2.3.4.1 Glaukoma Pigmentasi
Di mata tertentu, partikel pigmen dapat bersirkulasi tidak normal dalam
cairan humor, dan ini pada gilirannya dapat menyebabkan penyumbatan pada
sudut drainase. Ada beberapa perdebatan mengenai apakah ini bentuk glaukoma
harus digambarkan sebagai glaukoma primer atau sekunder.2
Sindrom dispersi pigmen ditandai oleh pengendapan abnormal dari
pigmen di bilik mata depan, terutama di anyaman trabekular, yang sesuai
perkiraan akan mengganggu aliran keluar aqueous dan di permukaan kornea
posterior (krukenbergs spindle), disertai defek transiluminasi iris. Studi dengan
ultrasonografi menunjukkan pelekukan iris ke posterior sehingga iris berkontak
dengan zonula atau prosesus siliaris, mengidentifikasikan pengelupasan granulgranul pigmen dari permukaan belakang iris akibat friksi dan menimbulkan defek
transiluminasi iris. Sindrom ini paling sering terjadi pada pria miopia berusia
antara 25 dan 40 tahun yang memiliki bilik mata depan yang dalam dengan sudut
bilik mata depan yang lebar.
Kelainan pigmentasi dapat terjadi tanpa disertai glaukoma, tetapi orangorang ini harus dianggap sebagai tersangka glaukoma. Hingga 10% dari mereka
akan mengalami glaukoma dalam 5 tahun dan 15% dalam 15 tahun (glaukoma
pigmentasi). Pernah diaporkan beberapa pedigre glaukoma pigmentasi hehrediter
autosomal dominan dan suatu gen untuk sindrom dispersi pigmen dipetakan pada
kromosom.
Terapi miotik maupun iridotomi perifer dengan laser telah menunjukkan
mampu membalikkan konfigurasi iris yang abnormal, tetapi masih belum jelas
apakah keduanya memberikan keuntungan jangka panjang bagi perkembangan
dan perburukan glaukoma. (karena pasien biasanya penderita miopia berusia

muda, tetapi miotik kurang dapat toleransi, kecuali jika diberikan dalam bentuk
pilokarpin sekali sehari, lebih disukai pada malam hari).
Baik sindrom dispersi pigmen maupun glaukoma pigmentasi khas dengan
kecendrungannya mengalami episode-episode peningkatan tekanan intraokular
secara bermakna, terutama setelah berolahraga atau dilatasi pupil, dan glaukoma
pigmentasi akan berkembang dengan cepat. Masalah selanjutnya adalah glaukoma
pigmentasi biasanya timbul padausia uda, ini meningkatkan Trabekuloplasti
dengan laser sering digunakan pada keadaan ini, tetapikecil kemungkinan dapat
menghilangkan kebutuhan akan bedah drainase.1
2.3.4.2 Glaukoma Pseudoeksfoliasi
Akumulasi abnormal dari partikel (tidak seperti ketombe dalam
penampilannya) dapat menumpuk di mata anterior. Bahan yang abnormal ini
dapat menyebabkan penyumbatan sudut drainase. Glaukoma pseudoexfoliative
terutama ditemukan di Sudan, Somalia, Ethiopia, dan Tanzania. Hal ini kurang
umum di Afrika Barat.Beberapa menganggap ini menjadi bentuk glaukoma
primer.2
Pada sindrom eksfoliasi terlihat endapan-endapan bahan berserat warna
putih di permukaan anterior lensa (berbeda dengan eksfoliasi kapsul lensa sejati
akibat terpajan radiasi inframerah, yakni katarak glassblower, diprocessus
ciliaris, zonula, permukaan posterior iris, melayang bebas di bilik mata depan dan
di anyaman trabekular (bersama dengan peningkatan pigmentasi). Secara
histologis, enapan-endapan tersebut juga dapat dideteksi di konjungtiva, yang
mengisyaratkan bahwa kelainan sebenarnya terjadi lebih luas. Penyakit ini
biasanya di jumpai pada orang usia lebih dari 65 tahun dan secara khusus , sering
dilaporkan sering terjadi pada bangsa skandinavia walaupun tidak menutup
kemungkinan adanya bias. Risiko kumulatif berkembangnya glaukoma adalah 5%
dalam 5 tahun dan 15% dalam 10 tahun. Terapinya sama dengan terapi glaukoma
sudut terbuka. Insidens timbilnya komplikasi saat bedah katarak lebih tinggi pada
mata dengan sindrom pseudoeksfoliasi.1

2.3.4.3 Glaukoma Akibat Kelainan Lensa


1. Dislokasi lensa
Lensa kristalina dapat mengalami dislokasi akibat trauma atau secara
spontan, misalnya pada sindrom Marfan. Dislokasi anterior dapat menimbulkan
sumbatan pada apertura pupil yang menyebabkan iris bombe dan penutupan
sudut. Dislokasi posterior ke dalam vitreus juga berkaitan dengan glaukoma
meskipun mekanismenya belum jelas. Hal ini mungkin disebabkan oleh kerusakan
sudut pada waktu dislokasi traumatik.
Pada dislokasi anterior, terapi definitifnya adalah ekstraksi lensa segera
setelah tekanan intraokular terkontrol secara medis. Pada dislokasi posterior, lensa
biasanya dibiarkan dan glaukoma diobati sebagai glaukoma susut terbuka primer.1
2. Intumesensi lensa
Glaukoma sekunder diinduksi lensa karena katarak hypermature
merupakan penyebab penting glaukoma sekunder di negara berkembang. Katarak
adalah 50-80% penyebab kebutaan dunia dan di negara berkembang hambatan
keuangan, budaya, dan psikososial untuk mengakses layanan bedah yang sangat
baik masih ada. Penerimaan layanan perawatan mata oleh masyarakat pedesaan
juga telah suboptimal di negara-negara seperti India dimana glaukoma yang
disebabkan kelainan lensa adalah penyebab umum dari morbiditas okular. Harus
diakui bahwa penglihatan yang berkurang bukanlah satu-satunya indikasi untuk
operasi katarak. Pembesaran dan lensa yang katarak dapat menyebabkan
phacomorphic, dimana terapinya adalah pengangkatan lensa.2
Lensa dapat menyerap cukup banyak cairan sewaktu mengalami
perubahan-perubahan katarak sehingga ukurannya membesar secara bermakna.
Lensa ini kemudian dapat melanggar batas bilik mata depan, menimbulkan
sumbatan pupil dan pendesakan sudut, serta menyebabkan glaukoma sudut

tertutup. Terapi berupa ekstraksi lensa, segera setelah tekanan intraokular


terkontrol secara medis.1

3. Glaukoma fakolitik
Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul lensa
anterior dan memungkinkan protein-protein lensa yang mencair masuk ke dalam
bilik mata depan. Terjadi reaksi peradangan di bilik mata depan, anyaman
trabekular menjadi edema dan tersumbat oleh protein-protein lensa, dan
menimbulkan peningkatan tekanan intraokular akut.1
Makrofag mencoba untuk menghilangkan materi yang tidak normal ini,
bersama-sama dengan material lensa yang normal itu sendiri dapat menyebabkan
penyumbatan pada sudut ruang anterior mata. Hal ini digambarkan sebagai
phacolytic.2
Ekstraksi lensa merupakan terapi definitif, dilakukan segera setelah
tekanan intraokular terkontrol secara medis dan terapi steroid topikal telah
mengurangi peradangan intraocular.1

2.3.4.4 Glaukoma Akibat Kelainan Traktus Uvealis


1. Uveitis
Pada uveitis, sel dan protein di ruang anterior mengganggu aliran normal
aqueos humor melalui kerja serabut trabekular, menyebabkan peningkatan
tekanan intraokular. Sebagai hasil dari reaksi inflamasi dalam mata mungkin ada
perlengketan antara pinggir pupil dan permukaan lensa anterior (posterior sinekia)
dan/atau di sudut ruang anterior (anterior sinekia perifer). Pupil akan melebar
tidak teratur jika adanya sinekia posterior. Kadang-kadang perlengketan mungkin
total, mempengaruhi seluruh pinggir pupil, dan ini digambarkan sebagai seklusio
pupil. Iris terdorong setelah itu aqueos humor tidak bisa melewati pupil dan ini
lebih lanjut memperburuk sudut drainase yang di ruang anterior digambarkan
sebagai 'iris bombe'.

Glaukoma sekunder pada uveitis adalah suatu kesatuan klinis yang


penting, sering dengan gangguan penglihatan berat. Telah dilaporkan bahwa
antara 5,2-19% dari mata dengan uveitis berkembang menjadi glaukoma sekunder.
Meskipun sebagian besar uveitis adalah idiopatik, penyebabnya dikenal termasuk
infeksi seperti leptospirosis, toxoplasmosis, AIDS, onkoserkasis, dan TBC yang
resistan terhadap obat. Pemberantasan infeksi mikroba yang adekuat dapat secara
signifikan mengurangi morbiditas ocular karena uveitis-merupakan bagian dari
menangani penyebab tekanan ocular tinggi dan lembaga terapi yang tepat.2
Tekanan intraokular pada uveitis biasanya dibawah normal karena korpus
siliare yang meradang berfungsi kurang baik. Namun, dapat pula terjadi
peningkatan tekanan intraokular melalui beberapa mekanisme yang berlainan.
Anyaman trabekular dapat tersumbat oleh sel- sel radang dari bilik mata depan,
disertai edema sekunder, atau kadang- kadang dapat terlibat dalam proses
peradangan yang secara spesifik mengenai sel- sel trabekula (trabekulitis). Salah
satu penyebab penyebab meningkatnya tekanan intraokular pada individu dengan
uveitis adalah penggunaan steroid topikal. Uveitis kronik atau rekuren
menyebabkan gangguan fungsi trabekula yang permanen, sinekia anterior perifer,
dan kadang-kadang neovaskularisasi sudut; semua kelainan tersebut
meningkatkan kemungkinan glaukoma sekunder. Seklusio pupilae akibat sinekia
posterior 360o menimbulkan iris bombe dan glaukoma sudut tertutup akut.
Sindrom-sindrom uveitis yang cenderung berkaitan dengan galukoma sekunder
adalah siklitis heterokromik Fuchs, uveitis anterior akut terkait HLA B27, dan
uveitis akibat Herpes Zooster, dan Herpes Simpleks.
Terapi terutama ditujukan untuk mengontrol uveitis disertai pemberian
terapi glaukoma sesuai keperluan; miotik dihindari karena dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya sinekia posterior. Latanoprost mungkin juga harus
dihentikan karena dilaporkan menimbulkan ekserbasi dan reaktivasi uveitis.
Terapi jangka panjang , diantaranya tindakan bedah, sering diperlukan karena
kerusakan anyaman trabekular bersifat ireversibel.

10

Penutupan sudut akut akibat seklusi pupil dapat dipulihkan dengan


midriasis intensif, tetapi sering memerlukan iridotomi perifer dengan laser atau
iridektomi bedah. Setiap uveitis dengan kecenderungan pembentukan sinekia
posterior harus diterapi dengan midriatik selama uveitisnya aktif untuk
mengurangi resiko seklusi pupil.1
2. Tumor
Melanoma traktus uvealis dapat menimbulkan glaucoma akibat pergeseran
corpus siliare ke anterior yang menyebabkan penutupan sudut sekunder , meluas
ke sudut bilik mata depan, memblok sudut filtrasi dengan disperse pigmen, dan
neovaskularisasi sudut. Biasanya diperlukan enukleasi.1
3. Pembengkakan korpus siliare
Rotasi corpus ciliare ke depan, menyebabkan pergeseran diafragma irislensa ke anterior dan galukoma sudut tertutup sekunder; rotasi ini juga dapat
terjadi akibat bedah vitreoretina atau krioterapi retina, pada uveitis posterior, dan
pada terapi topiramate.1

2.3.4.5 Sindrom Iridokornea Endotel (ICE) (Atrofi Iris Esensial, Sindrom


Chandler, Sindrom Nevus Iris)
Kelainan idiopatik pada dewasa muda yang jarang ini, biasanya unilateral
dan bermanisfestasi sebagai dekompensasi kornea,glaucoma, dan kelaina iris
(corectopia dan polycoria).1
2.3.4.6 Glaukoma Akibat Trauma
Trauma mata merupakan salah satu yang dianggap sebagai penyebab
tersering untuk terjadinya kebutaan monokular dan glaucoma sekunder
merupakan salah satu dari penyebab terjadinya penurunan daya penglihatan.
Meskipun masih belum ada penelitian untuk populasi besar mengenai prevalensi
dari glaucoma yang disebabkan oleh trauma, Aravind dalam penelitiannya
mendapatkan prevalensi sebanyak 0.2% dari orang-orang yang mengalami
glaucoma yang disebabkan oleh trauma (data tidak dipublikasikan). Trauma mata
11

dan penyakit mata dilaporkan terbanyak terdapat pada laki-laki usia muda, hal ini
menyebabkan beban biaya yang besar diakibatkan oleh karena kehilangan waktu
untuk bekerja dan pengeluaran yang banyak selama melakukan pengobatan.
Pengobatan awal mengenai trauma dan penjelasan mengenai mekanisme
glaukoma sangat penting untuk mencegah terjadinya penurunan penglihatan.2
Cedera kontusio bola mata dapat disertai dengan peningkatan dini tekanan
intraokular akibat perdarahan ke dalam bilik mata depan (hipema). Darah bebas
menyumbat anyaman trabekular, yang juga mengalami edema akibat cedera.1
Degenerasi sel darah merah dapat menghalangi trabecular meshwork di sudut
ruang anterior mata dan mungkin ada kenaikan sekunder tekanan intraokular.
Sebuah hipema total atau atau hampir total mungkin berhubungan dengan
peningkatan tekanan dan, juga, darah dapat menembus kornea sehingga kornea
menjadi warna darah dimana sangat lambat untuk dibersihkan. Jenis hipema ini
harus dibedah dan dikeluarkan dengan cara parasentesis.
Lebih lanjut, jika perdarahan akibat dari cedera tumpul yang berat, misalnya,
dengan kerusakan pada trabecular meshwork dan sudut ruang anterior, yang
kemudian mengalami penyembuhan dengan fibrosis dapat menyebabkan jenis
glaukoma sekunder berat yang meningkatkan tekanan intraokular (post-traumatic
angle recession).2
Terapi awal dilakukan dengan obat-obatan, tetapi mungkin juga diperlukan
tindakan bedah bila tekanannya tetap tinggi, yang kemungkinan besar terjadi bila
ada episode perdarahan kedua.
Cedera kontusio berefek lambat pada tekanan intraokular, efek ini timbul
akibat kerusakan langsung pada sudut. Selang waktu antara cedera dan timbulnya
galukoma mungkin menyamarkan hubungan tersebut. Secara klinis, bilik mata
depan tampak lebih dalam daripada mata yang satunya, dan gonioskopi
memperlihatkan sesesi sudut. Terapi biasanya efektif, tetapi mungkin diperlukan
tindakan bedah.

12

Laserasi atau robek akibat kontusio pada segmen anterior sering disertai
dengan hilangnya bilik mata depan. Apabila bilik mata tidak segera dibentuk
kembali setelah cedera, baik secara spontan, dengan inkarserasi iris ke dalam luka,
atau secara bedah akan terbentuk sinekia anterior perifer dan menyebabkan
penutupan sudut yang ireversibel.1
2.3.4.7 Glaukoma Setelah Tindakan Bedah Okular
1. Glaukoma sumbatan siliaris (glaukoma maligna)
Tindakan bedah pada mata yang menimbulkan peningkatan tekanan
intraokular yang bermakna dan sudut sempit atau tertutup dapat menyebabkan
glaukoma sumbatan siliaris. Segera setelah pembedahan, tekanan intraokular
meningkat hebat dan lensa terdorong ke depan akibat penimbunan di dalam dan di
belakang korpus vitreum. Pasien awalnya merasakan penglihatan jaug yang kabur,
tetapi penglihatan dekatnya membaik. Ini diikuti dengan nyeri dan peradangan.
Terapi terdiri atas siklopegik, midriatik, penekan aquaeos humor, dan obat-obat
hiperosmotik. Obat hiperosmotik digunakan untuk menciutkan korpus viterum
dan membiarkan lensa bergeser ke belakang.
Mungkin diperlukan sklerotomi posterior, vitrektomi, dan bahkan ekstraksi lensa.
2. Sinekia anterior perifer
Seperti halnya trauma pada segmen anterior, tindakan bedah yang
menyebabkan mendatarnya bilik mata depan akan menimbulkan pembentukkan
sinekia anterior perifer. Diperlukan pembentukan kembali bilik mata depan
melalui tindakan bedah dengan segeea apabila hal tersebut tidak terjadi secara
spontan.1
2.3.4.8 Glaukoma Neovaskular
Neovaskularisasi iris (rubeosis iridis) dan sudut bilik mata depan paling sering
disebabkan oleh iskemia retina yang luas seperti terjadi pada retinopati diabetik
stadium lanjut dan oklusi vena sentralis retinae iskemik. Glaukoma mula-mula
timbul akibat sumbatan sudut oleh membran fibrovaskular, tetapi kontraksi
membran selanjutnya menyebabkan penutupan sudut.1 Hampir dua pertiga pasien

13

dengan retinopati diabetes dan oklusi vena sentral retina mengalami glaukoma
neovaskular. Glaukoma neovaskular mungkin terjadi pada penderita diabetes
dimana terjadi pembentukan pembuluh darah baru yang abnormal dan telah
menyebabkan gangguan terhadap ekskresi aquos humor di sudut ruang anterior
mata.
Neovaskularisasi okular dan glaukoma dapat berkembang pada 33-64%
pada mata retinopati diabetes proliferatif yang tidak diobati. Retinopati diabetik
merupakan penyebab utama kebutaan pada orang berusia 20-74 tahun. Dengan
adanya peningkatan pengobatan diabetes yang tersedia dan angka harapan hidup
yang sangat meningkat, hasilnya tampak pada individu dengan retinopati diabetik.
Glaukoma neovaskular (glaukoma rubeotic) hasil dari glaukoma sudut
tertutup sekunder membran fibrovascular di ruang anterior mata akibat penyakit
mata ditandai dengan iskemia retina dan angiogenesis. Trombosis vena retina
sentral akan mengakibatkan gangguan sirkulasi dalam mata dan ini dapat
menyebabkan pembentukan pembuluh darah baru dalam segmen anterior.
Pembuluh darah abnormal ini dapat mempengaruhi sudut ruang anterior, di mana
pembuluh darah dapat divisualisasikan dan terjadi glaukoma sekunder.
Iskemik oklusi vena sentral retina (glaukoma trombotik) adalah penyebab
kedua paling umum neovaskularisasi okular dan glaukoma terlihat pada 58-86%
mata. Hipertensi esensial dan glaukoma primer sudut terbuka masih menjadi
prinsip etiologi faktor-faktor dalam patogenesis oklusi vena sentral retina.2
Glaukoma neovaskular yang telah terbentuk sulit diatasi dan terapi sering
tidak memuaskan. Baik rangsangan neovaskularisasi maupun peningkatan tekanan
intraokular perlu ditangani. Pada banyak kasus, terjadi kehilangan penglihatan dan
diperlukan prosedur siklodestruktif untuk mengontrol tekanan intraokular.1
2.3.4.9 Glaukoma Akibat Peningkatan Tekanan Vena Episklera
Peningkatan tekanan vena episklera dapat berperan menimbulkan
glaukoma pada sindrom Sturge-Weber, yang juga terdapat anomali perkembangan

14

sudut, dan fistula karotis-kavernosa, yang juga dapat menyebabkan


neovaskularisasi sudut akibat iskemia mata yang luas. Terapi medis tidak dapat
menurunkan tekanan intraokular di bawah tingkat tekanan vena episklera yang
meningkat secara abnormal, dan tindakan bedah berkaitan dengan risiko
komplikasi yang tinggi. 1
2.3.4.10 Glaukoma Akibat Steroid
Penggunaan jangka panjang dari kortikosteroid topical dan sistemik dapat
mengakibatkan munculnya tekanan intraokular, yang biasanya reversible setelah
obat dihentikan. Glaukoma karena penggunaan sembarangan kortikosteroid
topical untuk alergi dan musim semi radang selaput lender hidung telah
menghindarkan anak-anak tunanetra dari glaucoma atrofi optik. Dokter mata
memiliki peran penting dalam mencegah kebutaan perlu seperti dengan
memberikan pendidikan yang tepat kepada petugas kesehatan dan masyarakat
umum, bersama-sama dengan control dari ketersediaan kortikosteroid.2
Kortikosteroid intraokular, periokular, dan topikal dapat menimbulkan
sejenis glaukoma sudut terbuka primer, terutama pada individu dengan riwayat
penyakit ini pada keluarganya, dan akan memperparah peningkatan tekanan
intraokular pada para pengidap glaukoma sudut terbuka primer. Penghentian
pengobatan biasanya menghilangkan efek-efek tersebut, tetapi dapat terjadi
kerusakan permanen apabila keadaan tersebut tidak disadari dalam waktu lama.
Apabila terapi steroid topikal mutlak diperlukan, terapi glaukoma secara medis
biasanya dapat mengontrol tekanan intraokular. Terapi steroid sistemik jarang
menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Pasien yang mendapat terapi
steroid topikal atau sistemik harus menjalani tonometri dan oftalmoskopi secara
periodik, terutama apabila terdapat riwayat glaukoma dalam keluarga.1
2.3.4.11 Epidemic Dropsy
Penyakit toksik akut ini disebabkan oleh mengkonsumsi minyak
Argemone mexicana, adulterant minyak goreng. Telah dilaporkan di

15

India, Mauritius, Fiji, Bangladesh, dan Afrika Selatan. Ruam, edema yang lebih
pada anggota gerak bawah, pencernaan dan gangguan kardiovaskular bisa disertai
dengan glaukoma sekunder dan kelainan pembuluh darah retina.2
2.4. Pemeriksaan Glaukoma
2.4.1. Tonometri
Tonometri merupakan suatu pengukuran tekanan intraokuler yang
menggunakan alat berupa tonometer Goldman. Faktor yang dapat mempengaruhi
biasnya penilaian tergantung pada ketebalan kornea masing-masing individu.
Semakin tebal kornea pasien maka tekanan intraokuler yang di hasilkan
cenderung tinggi, begitu pula sebaliknya, semakin tipis kornea pasien tekanan
intraokuler bola mata juga rendah.5 Tonometer yang banyak digunakan adalah
tonometer Schiotz karena cukup sederhana, praktis, mudah dibawa, relatif murah,
kalibrasi alat mudah dan tanpa komponen elektrik.14 Penilaian tekanan
intraokuler normal berkisar 10-22 mmHg. Pada usia lanjut rentang tekanan
normal lebih tinggi yaitu sampai 24 mmHg.
Pada glaukoma sudut terbuka primer , 32-50% pasien ditemukan dengan
tekanan intraokuler yang normal pada saat pertama kali diperiksa.1
2.4.2. Penilaian Diskus Optikus
Diskus optikus yang normal memiliki cekungan di bagian tengahnya. Pada
pasien glaukoma terdapat pembesaran cawan optik atau pencekungan sehingga
tidak dapat terlihat saraf pada bagian tepinya.
2.4.3. Pemeriksaan Lapangan Pandang
Gangguan lapangan pandang pada glaukoma dapat mengenai 30 derajat
lapangan pandang bagian sentral. Cara pemeriksaan lapangan pandang dapat
menggunakan automated perimeter , Bjerrum screen, atau tes konfrontasi.1
2.4.4. Gonioskopi
Gonioskopi merupakan pemeriksaan dengan alat yang menggunakan lensa
khusus untuk melihat aliran keluarnya humor aquos. Fungsi dari gonioskopi

16

secara diagnostik dapat membantu mengidentifikasi sudut yang abnormal dan


menilai lebar sudut kamera okuli anterior.8
2.5. Penatalaksanaan Glaukoma
2.5.1

Terapi Medis
a. Supresi pembentukan aqueos humor
Penyekat adrenergik-beta dapat digunakan tersendiri atau dikombinasi

dengan obat lain. Larutan timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaxolol 0,25% dan
0,5%, levobunolol 0,25% dan 0,55,metipranolol 0,3%, serta carteolol 1% dua kali
sehari dan gel timolol maleate 0,1%, 0,25% dan 0,5% sekali setiap pagi adalah
preparat-preparat yang tersedia saat ini. Kontraindikasi utama pemakaian obat
obat ini adalah penyakit obstruksi jalan nafas kronik terutama asma dan defek
hantaran jantung. Betaxolol, dengan selektivitas yang relative tinggi terhadap
reseptor 1 lebih jarang menimbulkan efek samping respiratorik, tetapi obat ini
juga lebih kurang efektif dalam menurunkan tekanan intraocular. Drepresi,
kebingungan, dan fatigue dapat timbul pada pemakaian obat penyekat obat
topikal. Frekuensi timbulnya efek sistemik dan tersedia obat-obat lain telah
menurunkan popularitas obat penyekat adrenergic-beta.
Apraclonidine (larutan 0,5% tiga kali sehari dan 1% sebelum dan sesudah
terapi laser) adalah suatu agonis adrenergic 2 yang menurunkan pembentukan
aqueous humor tanpa menimbulkan efek pada aliran keluar. Ini terutama berguna
untuk mencegah peningkatan tekanan intraocular pasca terapi laser segmen
anterior dan dapat diberikan sebagai terapi jangka pendek pada kasus kasus yang
sukar disembuhkan. Obat ini tidak sesuai untuk terapi jangka panjang karena
bersifat takifilaksis (hilangnya efek terapi dengan berjalannya waktu) dan
tingginya insidens reaksi alergi. Epinephrine dan dipivefrin memiliki sejumlah
efek dalam pembentukan aqueous humor, tetapi belakangan ini jarang digunakan.
Brimonidine (larutan 0,2% dua kali sehari) adalah suatu agonis adrenergic
yang terutama menghambat pembentukan aqueous humor dan juga

17

meningkatkan pengaliran aqueous keluar. Obat ini dapat digunakan sebagai lini
pertama atau sebagai tambahan, tetapi reaksi alergi sering ditemukan.
Dorzolamide hydrochloride larutan 2% dan brizonlamide 1% (dua atau
tiga kali sehari) adalah penghambat anhidrase karbonat topikal yang terutama
efektif bila diberikan sebagai tambahan, walaupun tidak seefektif penghambat
anhidrase karbonat sistemik. Efek samping utama adalah rasa pahit sementara dan
blefarokonjungtivitis alergi. Dorzolamide juga tersedia bersama timolol dalam
larutan yang sama.
Penghambat anhidrase karbonat sistemik acetazolamide adalah yang
paling banyak digunakan, tetapi terdapat alternative yaitu dichlorpenamide dan
methazolamide digunakan pada glaucoma kronik bila terapi topikal kurang
memuaskan serta pada glaucoma akut dengan tekanan intraocular yang sangat
tinggi dan perlu segera dikontrol. Obat obat ini mampu menekan pembentukan
aqueous humor sebanyak 40-60%. Acetazolamide dapat diberikan peroral da;lam
dosis 125-250 mg sampai empat kali sehari atau sebagai Diamox Sequels 500mg
sekali atau dua kali sehari atau dapat diberikan secara intravena ( 500mg).
Penghambat anhidrase karbonat menimbulkan efek samping sistemik mayor yang
membatasi kegunaannya untuk terapi jangka panjang.
Obat- obat hiperosmotik mempengaruhi pembentukan aqueos humor serta
menyebabkan dehidrasi korpus vitreum.1
b. Fasilitasi Aliran Keluar Aqueous Humor
Analog prostaglandin larutan bimatoprost 0,003%, latanoprost 0,005% ,
dan travoprost 0,004%, masing- masing sekali setiap malam, dan larutan
unoprostone 0,15% dua kali sehari, meningkatkan aliran keluar aueos humor
melalui uveoskera. Analog prostaglandin merupakan obat-obat lini pertama atau
tambahan yang efektif. Di banyak negara selain Amerika Serikat , latanoprost
tersedia dalam bentuk larutan kombinasi bersama timolol untuk digunakan satu
kali setiap pagi. Semua analog prostaglandin dapat menimbulkan hyperemia
konjungtiva, hiperpigmentasi kulit periorbita, pertumbuhan bulu mata, dan
penggelapan iris yang permanen (terutama iris hijau-coklatn dan kuning-coklat).

18

Obat-obat ini juga sering dikaitkan dengan reaktivasi uveitis dan keratitis herpes
walaupun jarang serta dapat menyebabkan edema macula pada individu dengan
faktor predisposisi.
Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar aqueous humor
dengan bekerja pada anyaman trabekular melalui kontraksi otot siliaris.
Pilocarpine jarang digunakan sejak ditemukannya analog prostaglandin, tetapi
dapat bermanfaat pada sejumlah pasien. Obat ini diberikan dalam bentuk larutan
0,5-6% yang diteteskan hingga empat kali sehari atau bentuk gel 4% yang
diberikan sebelum tidur. Carbachol 0,75% adalah obat kolinergik alternative.
Obat- obat parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai penglihatan suram,
terutama pada pasien katarak, dan spasme akomodatif yang mungkin mengganggu
pada pasien usia muda.Ablasio retina adalah kejadian yang jarang namun serius.
Epinephrine, 0,25-2% diteteskan sekali atau dua kali sehari, meningkatkan
aliran keluar aqueous humor dan sedikit banyak disertai penurunan pembentukan
aqueous humor. Terdapat sejumlah efek samping ocular eksternal, termasuk
reflex vasodilatasi konjungtiva,edapan adrenokorm,konjungtiva folikular, dan
reaksi alergi. Dipivefrin adalah suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisme
secara intraocular menjadi bentuk aktifnya. Baik epinefrin maupun dipiverin tidak
boleh digunakan untuk mata dengan sudut bilik mata depan yang sempit. Kedua
obat tersebut menimbulkan efek samping pada hasil bedah drainase glaucoma
sesudahnya.1
c. Penurunan Volume Vitreus
Obat- obat hiperosmotik mengubah darah menjadi hipertonik sehingga air
tertarik keluar dari vitreus dan menyebabkan penciutan vitreus. Selain itu, juga
terjadi penurunan produksi aqueous humor. Penurunan volume vitreus bermanfaat
dalam pengobatan glaucoma sudut tertutup akut d dan glaucoma maligna yang
menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke anterior (disebabkan oleh perubahan
volume viterus bermanfaat dalam pengobatan glaukoma sudut tertutup akut dan
glaukoma maligna yang menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke anterior

19

(disebabkan oleh perubahan volume vitreus atau koroid) dan menimbulkan


penutupan sudut (glaukoma sudut tertutup sekunder).
Glycerin (glycerol) oral, 1mL/kg berat badan dalam suatu larutan 50%
dingin dicampur dengan jus lemon, adalah obat yang paling sering digunakan,
tetapi harus hati-hati bila digunakan pada pengidap diabetes. Pilihan lain adalah
isosorbide oral dan intravena atau manitol intravena.1
d. Miotik, Midriatik, & Siklopegik
Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut
tertutup akut primer dan pendesakan sudut pad iris plateau. Dilatasi pupil penting
dalam pengobatan penutupan sudut akibat iris bombe karena sinekia posterior.
Apabila penutupan sudut disebabkan oleh pergeseran lensa ke anterior,
digunakan siklopegik (cyclopentolate dan atropine) untuk merelaksasi oto siliaris
sehingga aparatus zonular menjadi kencang dalam upayamenarik lensa ke
belakang.1

2.5.2

Terapi Bedah & Laser

a. Iridoplasti, Iridektomi, & Iridotomi Perifer


Blokade pupil pada glaukoma sudut tertutup paling baik diatasi dengan
membentuk saluran langsung antara bilik mata depan dan belakang sehingga tidak
ada perbedaan tekanan di antara keduanya. Iridotomi perifer paling baik dilakukan
dengan laser YAG:neodymium walaupun laser argon mungkin diperlukan pada
iris berwarna gelap. Tindakan bedah iridektomi dilakukan bila iridotomi laser
YAG tidak efektif. Iridotomi laser YAG menjadi suatu tindakan pencegahan bila
dikerjakan pada sudut sempit sebelum serangan penutupan sudut.
Pada beberapa kasus penutupan sudut yang tekanan intraokularnya tidak
mungkin dikendalikan dengan obat atau tidak dapat dilakukan iridotomi laser
YAG, dapat dikerjakan iridoplasti perifer laser argon (ALPI). Suatu cincin laser
yang membakar iris perifer menyebabkan kontraksi stoma iris dan secara mekanis,
menarik sudut bilik mata depan hingga terbuka. Terdapat risiko terjadinya sinekia

20

anterior perifer sebesar 30% dan peningkatan tekanan intraokular secara kronis,
tetapi ini mencerminkan sulitnya kasus yang ditangani.1
b. Trabekuloplasti Laser
Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan bakaran melalui
suatu lensa-gonio ke anyaman trabekular akan memudahkan aliran keluar aqueos
humor; ini terjadi karena efek yang dihasilkan pada anyaman trabekular dan kanal
Schlemm, atau adanya proses-proses selular yang meningkatkan fungsi anyaman
trabekular. Teknik ini dapat diterapkan pada beragam bentuk glaukoma sudut
terbuka, dan hasilnya bervariasi tergantug pada penyebab yang mendasar.
Penurunan tekanan biasanya memugkinan pengurangan terapi medis dan
penundaan tindakan bedah glaukoma. Pengobatan dapat diulang. Trabekuloplasti
laser dapat digunakan dalam terapi awal glaukoma sudut terbuka primer. Pada
sebagian besar kasus, tekanan intraokular perlahan-lahan akan kembali ke tingkat
praterapi dalam 2-5 tahun. Hasil tindakan bedah srainase glaukoma berikutnya
berikutnya dapat dipengaruhi tanpa disengaja.1
c. Bedah Drainase Glaukoma
Meningkatnya efektivitas terapi medis dan laser telah menurunkan
kebutuhan akan bedah drainase glaukoma, tetapi tindakan bedah mampu
menghasilkan penurunan tekanan intraokular yang lebih berarti
Trabekulektomi adalah prosedur yang paling sering digunakan untuk
meintas saluran-saluran drainase normal sehingga terbentuk akses langsung
aqaeos humor dari bilik mata depan ke jaringan subkonjungtiva dan orbita.
Komplikasi yang utamaa adalah fibrosis jaringan episklera, yang menyebabkan
penutupan jalur drainase baru tersebut. Hal ini lebih mudah terjadi pada pasien
berusia muda, pasien berkulit hitam, pasien glaukoma akibat uveitis, dan pasien
yang pernah menjalani bedah drainase glaukoma atau tindakan bedah lain yang
melibatkan jaringan episklera.

21

Penanaman selang silikon untuk membentuk saluran keluar permanen bagi aqueous
homur adalah tindakan alternatif untuk mata yang tampaknya tidak berespon terhadap
trabekulektomi . Ini meliputi mata dengan glaukoma sekunder-terutama glaucoma
pascabedah tandur kornea.
Viskokanalostomi dan sklerektomi dengan dalam impian kolagen menghindarikan
dilakukannya insisi ketebalan penuh (full-thickness) kedalam mata. Penurunan tekanan
introakular yang dihasilkan tidak sebaik trabekulektomi, tetapi komplikasi yang timbul
mungkin lebih sedikit. Secara teknis, tindakan ini sulit dikerjakan.
Goniotomi dan trabekulotomi adalah teknik-teknik yang bermanfaat untuk mengobati
glaucoma congenital primer, yang tampaknya terdapat sumbatan drainase aqueous humor
di bagian dalam anyaman trabekular.1
d. Tindakan Siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah pada glaucoma lanjut dapat menjadi alasab untuk
mempertimbangkan tindakan destruksi corpus ciliare dengan laser atau pembedahan
untuk untuk mengontrol tekanan intraocular. Krioterapi, diatermi, terapi laser
YAG:Neodymium thermal mode, atau laser diode dapat digunakan untuk menghancurkan
corpus ciliare. Terapi biasanya diberikan dari luar melalui sklera tetapi telah tersedia
sistem aplikasi laser endoskopi.1

2.7. Pencegahan Glaukoma Sekunder


-

Akses layanan katarak yang terjangkau, berkualitas tinggi untuk glaukoma

yang diinduksi kelainan lensa.


Manajemen yang baik dari hipertensi untuk mengurangi oklusi vena retina
Kontrol yang baik dari diabetes untuk mencegah glaucoma neovaskular
Deteksi dini dan manajemen yang baik dari kondisi yang berhubungan dengan

potensi iskemia retina dan neovaskularisasi.


Deteksi dini dan manajemen yang baik dari kondisi yang berhubungan dengan

potensi iskemia retina dan neovaskularisasi.


Peningkatan kesadaran di kalangan professional perawatan mata, masyarakat,

dan apoteker dari bahaya topikal (dan sistemik) steroid.


Pendidikan kesehatan tentang menghin dari cederamata.2

22

BAB III
KESIMPULAN
Glaukoma merupakan suatu kondisu yang membuat penderitanya
mengalami gangguan penglihatan. Penyebab glaukoma adalah meningkatnya
tekanaan intraokular. Peningkatan tekanan ini dapat merusak serabut saraf retina
atau jaringan safar yang melapisi bagian belakang mata dan saraf optik yang
menghubungkan mata dengan otak.
Glaukoma ada 4 jenis, yaitu glaukoma primer, kongenital, sekunder, dan
absolut. Glaukoma sekunder disebabkan oleh penyakit mata yang mendahuluinya.
Terapinya adalah pengontrolan tekanan intraokular dengan cara-cara medis dan
bedah, serta mengatasi penyakit yang mendasari apabila mungkin.
Berbeda dengan glaukoma primer, masalah kebutaan akibat glaukoma
sekunder mendapat sedikit perhatian dari kebanyakan peneliti.

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Salmon, J.R, 2007. Glaucoma. In: Paul R, Whitcher, J.P, ed. Vaughan &
Asburys General Ophthalmology. USA: McGraw-Hill, 212-228.
2. Khrishnadas R, Ramakrishnan R. Secondary glaucoma: the task ahead .
Community Eye Health Vol.14: Madurai India, 1-3
3. Simmons, S.T., et al, 2007. Intraocular Pressure and Aqueous Humor
Dynamics. In: Tanaka, S., ed. Glaucoma. Singapore: American Academy of
Ophthalmology, 17-29.
4. Cibis, G.H., Beaver, H.A., Jhons, K., Kaushal, S., Tsai, J.C., and Beretska, J.S.,
2007. Trabecular Meshwork. In: Tanaka, S., ed. Fundamentals and Principles
of Ophthalmology. Singapore: American Academy of Ophthalmology, 54-59.
5. Solomon, I.S., 2002. Aqueous Humor Dynamics. Available from:
http://www.nyee.edu/pdf/solomonaqhumor.pdf.
6. Hollwich, Fritz, 1992. Glaukoma. In: Hariono, Bondan, ed. Oftamologi.
Jakarta: Binarupa Aksara, 169-201.
7. Doshi, A.B., Liu, J.H.K., Weinreb, R.N., 2010. Glaucoma is a 24/7 Disease. In:
Schacknow, P.N., Samples, J.R., ed. The Glaucoma Book. USA: Springer, 5558.
8. Ilyas S, Sri RY. 2002. Ilmu Penyakit Mata. Badan Penerbit FK UI: Jakarta,
222-223

24

Anda mungkin juga menyukai