Anda di halaman 1dari 14

Jenis-jenis Penyakit Thalassemia dan Penatalaksanaannya

KELOMPOK F4
Pendahuluan
Saat ini, penyakit thalassemia merupakan penyakit genetika yang paling banyak di Indonesia.
Frekuensinya

terus

meningkat

dengan penderita sekitar 2000 orang per tahun. Walaupun

begitu, masyarkat tidak menaruh perhatian yang cukup besar terhadap penyakit yang
sudah menjadi salah satu penyakit genetika terbanyak ini. Hal ini disebabkan karena gejala awal
dari penyakit sangat umum seperti anemia dan muntah-muntah. Padahal gejala akhir yang
ditimbulkan akan sangat fatal jika tidak ditangani secara akurat, cepat, dan tepat
Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud dengan laut
tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut
Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang
bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-anak yang menderita
anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun. Selanjutnya, anemia ini dinamakan
anemia splenic atau eritroblastosis atau anemia mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan
nama penemunya.
Sebagai sindrom klinik penderita thalassemia mayor (homozigot) yang telah agak besar
menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa hambatan pertumbuhan, anak menjadi kurus
bahkan kurang gizi, perut membuncit akibat hepatosplenomegali dengan wajah yang khas
mongoloid, frontal bossing, mulut tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, maloklusi gigi.
Thalassemia ternyata tidak saja terdapat di sekitar Laut Tengah, tetapi juga di Asia Tenggara
yang sering disebut sebagai sabuk thalassemia (WHO, 1983) sebelum pertama sekali ditemui
pada tahun 1925 .Di Indonesia banyak dijumpai kasus thalassemia, hal ini disebabkan oleh
karena migrasi penduduk dan percampuran penduduk.
Anamnesis

Keluhan timbul karena anemia: pucat, gangguan nafsu makan, gangguan tumbuh kembang dan
perut membesar karena pembesaran lien dan hati. Pada umumnya keluh kesah ini mulai timbul
pada usia 6 bulan
Pemeriksaan fisik1

Pucat
Dapat ditemukan ikterus
Splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar
Bentuk muka mongoloid (facies Cooley) (tiada disebutkan di dalam kasus)
Gangguan pertumbuhan (tiada disebutkan di dalam kasus)

Pemeriksaan penunjang2
1. Darah tepi :
Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat
dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda
Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
Retikulosit meningkat.
2. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis)
Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.
Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
3. Pemeriksaan khusus :
Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait
(carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).
4. Pemeriksaan lain :
Foto Ro tulang kepala : gambaran hair-on-end, korteks menipis, diploe melebar dengan

trabekula tegak lurus pada korteks.


Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula
tampak jelas.

Definisi 2-4
Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk ke dalam
kelompok hemoglobinapati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin

akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin. Mutasi gen globin ini dapat menimbulkan dua
perubahan rantai globin, yakni
1. Perubahan

struktur

rangkaian

asam

amino

rantai

globin

tertentu,

disebut

hemoglobinopati structural
2. Perubahan kecepatan sintesis atau kemampuan produksi rantai globin tertentu disebut
thalassemia.
Hemoglobinopati yang ditemukan secara klinis, baik pada anak atau orang dewasa, disebabkan
oleh mutasi gen globin Alpha atau Beta. Sedangan, mutasi berat gen globin zeta, epsilon dan
gamma dapat menyebabkan kematianpada awal gestasi.
Perubahan kecepatan sintesis atau kemampuan produksi rantai globin tertentu disebut
thalassemia. Hal ini dapat menimbulkan defisiensi produksi sebahagian(parsial) atau
menyeluruh(komplit) rantai globin tersebut.
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah
rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita
thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas,
sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang.
Macam-Macam Thalassemia
Secara molekuler thalasemia dibedakan atas :
1. Alfa Thalasemia (melibatkan rantai alfa)2,3
Alfa Thalasemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal membawa 1
gen). Sindrom thalassemia- disebabkan oleh delesi pada gen globin pada kromosom 16
(terdapat 2 gen globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi seperti gangguan mRNA pada
penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi lebih panjang dari kondisi normal. Faktor
delesi terhadap empat gen globin dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
a) Delesi pada satu rantai (Silent Carrier/ -Thalassemia Trait 2)
Gangguan pada satu rantai globin sedangkan tiga lokus globin yang ada masih bisa
menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala bila ia terkena thalassemia.
b) Delesi pada dua rantai (-Thalassemia Trait 1)
3

Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH dan terjadi
manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang ringan dengan eritrosit hipokromik
mikrositer dan MCV 60-75 fl.
c) Delesi pada tiga rantai (HbH disease)
Delesi pada tiga rantai ini disebut juga sebagai HbH disease (4) yang disertai anemia
hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan retikulositosis. HbH terbentuk
dalam jumlah banyak karena tidak terbentuknya rantai sehingga rantai tidak memiliki
pasangan dan kemudian membentuk tetramer dari rantai sendiri (4). Dengan banyak terbentuk
HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit
dapat dihancurkan. Penderita dapat tumbuh sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl)
dan MCV 60-70 fl.

d) Delesi pada empat rantai (Hidrops fetalis/Thalassemia major)


Delesi pada empat rantai ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb
Barts (4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya rantai sehingga rantai membentuk
tetramer sendiri menjadi 4. Manifestasi klinis dapat berupa ikterus, hepatosplenomegali, dan
janin yang sangat anemis. Kadar Hb hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 8090% Hb Barts, sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF. Biasanya bayi yang mengalami
kelainan ini akan mati beberapa jam setelah kelahirannya.
2.

Beta Thalasemia (melibatkan rantai beta) 2,3

Beta Thalasemia pada orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara. Thalassemia-
disebabkan oleh mutasi pada gen globin pada sisi pendek kromosom 11.
a) Thalassemia o
Pada thalassemia o, tidak ada mRNA yang mengkode rantai sehingga tidak dihasilkan rantai
yang berfungsi dalam pembentukan HbA. Bayi baru lahir dengan thalasemia mayor tidak
anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun
pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Bila
4

penyakit ini tidak segera ditangani dengan baik, tumbuh kembang anak akan terhambat. Anak
tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh, dan demam berulang akibat infeksi. (Kapita
selekta kedokteran)
b) Thalassemia +
Pada thalassemia +, masih terdapat mRNA yang normal dan fungsional namun hanya sedikit
sehingga rantai dapat dihasilkan dan HbA dapat dibentuk walaupun hanya sedikit.

Diagnosis Banding 5,6


Anemia defisiesi besi

Kelelahan dan kemampuan berkurang untuk melakukan kerja keras

Kaki kram pada naik tangga

Keinginan es (dalam beberapa kasus, seledri dingin atau sayuran dingin lainnya) untuk
menghisap atau mengunyah

kinerja skolastik yang buruk

Intoleransi dingin

Mengurangi resistensi terhadap infeksi

Perilaku diubah (misalnya, attention deficit disorder)

Disfagia dengan makanan padat (dari anyaman esofagus)

Gejala memburuk penyakit jantung atau paru komorbid

Hasil Laboratorium

MCV rendah

MCHC rendah

Leukosit Normal atau Meningkat

Penatalaksanaan

Oral garam besi besi adalah bentuk yang paling ekonomis dan efektif

Ferrous sulfat adalah garam besi yang paling umum digunakan

Penyerapan yang lebih baik dan morbiditas yang lebih rendah telah diklaim untuk garam besi
lainnya

Toksisitas umumnya sebanding dengan jumlah zat besi yang tersedia untuk penyerapan

Cadangan besi parenteral untuk pasien yang baik mampu menyerap zat besi oral atau yang
telah meningkatkan anemia meskipun dosis yang memadai dari besi lisan

Cadangan transfusi sel darah merah dikemas untuk pasien yang mengalami perdarahan akut
signifikan atau berada dalam bahaya hipoksia dan / atau insufisiensi coroner

Anemia pada penyakit kronis2


Anemia pada penyakit kronis merupakan jenis anemia yang paling sering ditemukan pada pasien
SLE. Gambaran apus darah tepi menunjukkan sel-sel yang normositik atau normokrom.
Konsentrasi besi serum menurun dan kapasitas pengikatan besi total tidak berubah atau sedikit
rendah. Dijumpai pula penurunan saturasi besi pada transferrin. Pemeriksaan sumsum tuang
memberikan hasil yang normal dan cadangan besi yang adekuat. Anemia berkembang dengan
lambat jika tidak ada komplikasi dengan factor lain., seperti perdarahan. Hitung retikulosit
rendah bila dibandingkan dengan derajat anemianya.
Mekanisme anemia pada penyakit kronik masih sulit dimengerti. Hasil pada beberapa penelitian
pathogenesis artritis rematoid mengindikasikan bahwa banyak factor yang terlibat seperti
gangguan pelepasan besi oleh system fagositik mononuclear, besi terikat dengan protein
pengikat, penurunan respons eritropoiten, dan efek supresif interleukin terhadap eritopoesis.
Pengobatan anemia ini pada pasien SLE ditujukan pada proses penyakitnya, tidak dianjurkan
pemberian terapi besi atau intervensi spesifik lainnya.

Penyebab Thalassemia2
1. Gangguan genetik

Orangtua memiliki sifat carier (heterozygote) penyakit thalasemia sehingga klien


memiliki gen resesif homozygote.

2. Kelainan struktur hemoglobin

Kelainan struktur globin di dalam fraksi hemoglobin. Sebagai contoh, Hb A (adult, yang
normal), berbeda dengan Hb S (Hb dengan gangguan thalasemia) dimana, valin di Hb A

digantikan oeh asam glutamate di Hb S.


Menurut kelainan pada rantai Hb juga, thalasemia dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
thalasemia alfa (penurunan sintesis rantai alfa) dan beta (penurunan sintesis rantai beta).

3. Produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu

4.

Defesiensi produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai a dan b.

Terjadi kerusakan sel darah merah (eritrosit) sehingga umur eritrosit pendek (kurang dari
100 hari)

Struktur morfologi sel sabit (thalasemia) jauh lebih rentan untuk rapuh bila dibandingkan
sel darah merah biasa. Hal ini dikarenakan berulangnya pembentukan sel sabit yang
kemudian kembali ke bentuk normal sehingga menyebabkan sel menjadi rapuh dan lisis.

5. Deoksigenasi (penurunan tekanan O2)

Eritrosit yang mengandung Hb S melewati sirkulasi lebih lambat apabila dibandingkan


dengan eritrosit normal. Hal ini menyebabkan deoksigenasi (penurunan tekanan O2)
lebih lambat yang akhirnya menyebabkan peningkatan produksi sel sabit.

Epidemiologi 2
Sebaran thalassemia terentang lebar dari Eropah Selatan-Mediteranian, Timur Tengah, dan
Afrika sampai dengan Asia Selatan, Asia Timur, Asia Tenggara.

Patofisiologi dan pathogenesis 2-4


Patogenesis thalassemia secara umum dimulai dengan adanya mutasi yang menyebabkan HbF
tidak dapat berubah menjadi HbA, adanya ineffective eritropoiesis, dan anemia hemolitik.
Tingginya kadar HbF yang memiliki afinitas O2 yang tinggi tidak dapat melepaskan O2 ke dalam
jaringan, sehingga jaringan mengalami hipoksia.
Tingginya kadar rantai -globin, menyebabkan rantai tersebut membentuk suatu himpunan yang
tak larut dan mengendap di dalam eritrosit. Hal tersebut merusak selaput sel, mengurangi
kelenturannya, dan menyebabkan sel darah merah yang peka terhadap fagositosis melalui system
fagosit mononuclear.
Tidak hanya eritrosit, tetapi juga sebagian besar eritroblas dalam sumsum dirusak, akibat
terdapatnya inklusi (eritropioesis tidak efektif). Eritropoiesis tidak efektif dapat menyebabkan
adanya hepatospleinomegali, karena eritrosit pecah dalam waktu yang sangat singkat dan harus
digantikan oleh eritrosit yang baru (dimana waktunya lebih lama), sehingga tempat pembentukan
eritrosit (pada tulang-tulang pipa, hati dan limfe) harus bekerja lebih keras. Hal tersebut
menyebabkan adanya pembengkakan pada tulang (dapat menimbulkan kerapuhan), hati, dan
limfe.
1.

Thalasemia-

Pada homozigot thalassemia yaitu hydrop fetalis, rantai sama sekali tidak diproduksi
sehingga terjadi peningkatan Hb Barts dan Hb embrionik. Meskipun kadar Hb-nya cukup,
karena hampir semua merupakan Hb Barts, fetus tersebut sangat hipoksik.
Sebagian

besar

pasien

lahir

mati

dengan

tanda-tanda

hipoksia

intrauterin.

Sedangkan pada thalassemia heterozigot yaitu o dan + menghasilkan ketidakseimbangan


jumlah rantai tetapi pasiennya mampu bertahan dengan penyakit HbH. Kelainan ini ditandai
dengan adanya anemia hemolitik karena HbH tidak bisa berfungsi sebagai pembawa oksigen.
2.

Thalasemia-

Tidak dihasilkannya rantai karena mutasi kedua alel globin pada thalassemia menyebabkan
kelebihan rantai . Rantai tersebut tidak dapat membentuk tetramer sehingga kadar HbA
menjadi turun, sedangkan produksi HbA2 dan HbF tidak terganggu karena tidak membutuhkan
rantai dan justru sebaliknya memproduksi lebih banyak lagi sebagai usaha kompensasi.
8

Kelebihan rantai tersebut akhirnya mengendap pada prekursor eritrosit. Eritrosit yang
mencapai darah tepi memiliki inclusion bodies/heinz bodies yang menyebabkan pengrusakan di
lien dan oksidasi membran sel, akibat pelepasan heme dari denaturasi hemoglobin dan
penumpukan besi pada eritrosit. Sehingga anemia pada thalassemia disebabkan oleh
berkurangnya produksi dan pemendekan umur eritrosit.
Pada hapusan darah, eritrosit terlihat hipokromik, mikrositik, anisositosis, RBC terfragmentasi,
polikromasia, RBC bernukleus, dan kadang-kadang leukosit imatur.

Gejala Klinis Thalassemia 2


Gejala yang didapat pada pasien berupa gejala umum anemia yaitu: anemis, pucat, mudah capek,
dan adanya penurunan kadar hemoglobin. Hal ini disebabkan oleh penurunan fungsional
hemoglobin dalam menyuplai atau membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh yang
digunakan untuk oksidasi sel. Sehingga oksigenasi ke jaringan berkurang. Selain sebagai
pembawa oksigen, hemoglobin juga sebagai pigmen merah eritrosit sehingga apabila terjadi
penurunan kadar hemoglobin ke jaringan maka jaringan tersebut menjadi pucat.
Penurunan fungsional hemoglobin tersebut dapat disebabkan oleh adanya kelainan pembentukan
hemoglobin, penurunan besi sebagai pengikat oksigen dalam hemoglobin.
Kompensasi tubuh agar suplai oksigen ke jaringan tetap terjaga maka jantung sebagai pemompa
darah berdenyut lebih keras dan sering yang disebut sebagai takikardia di mana hal ini juga
terjadi pada anak (denyut nadi 120 kali/menit, normal 60-100 kali.menit). Tetapi frekuensi
respirasi pasien dalam tahap normal 24 kali/menit (normal 16-24 kali/menit).
Lemas dan mudah capek disebabkan oleh karena suplai oksigen ke jaringan untuk oksidasi sel
sebagai proses penghasil energi berkurang. Pasien mengalami penurunan kadar hemoglobin (4,8
g/dl) di mana nilai rujukan normal untuk anak-anak sebesar 10-16 g/dl
Penurunan ini dapat disebabkan oleh adanya kelainan produksi/pembentukan hemoglobin berupa
kelainan susunan asam amino dan kelainan kecepatan sintesis hemoglobin. Kelainan dua hal
tersebut dapat dikategorikan adanya hemoglobinopati. Kelainan pembentukan hemoglobin
tersebut dapat mengakibatkan adanya morfologi eritrosit abnormal (mikrositik, Heinz bodies, sel
9

target) sehingga dengan cepat akan didestruksi oleh limpa dan hati. Peristiwa destruksi eritrosit
secara cepat kurang dari masa hidupnya (120 hari) disebut sebagai hemolisis.
Adanya hepatomegali dan splenomegali merupakan salah satu tanda dari anemia hemolitik di
mana disertai adanya penurunan kadar hemoglobin. Pada pasien ditemukan splenomegali sebesar
1 shuffner (satuan splenomegali yang diukur dengan membuat garis diagonal antara arcus
costarum dengan crista illiaca melewati umbulicus, lalu dari garis tersebut dibagi menjadi
delapan bagian. Satu bagian dinamakan satu shuffner).
Splen atau limpa secara normal bertugas menghancurkan eritrosit tua maupun abnormal sehingga
dapat melepaskan hemoglobin yang akan dimetabolisme menjadi biliribun di hati/hepar, menjadi
reservoir cadangan eritrosit, sintesis limfosit dan sel plasma dalam system imun, dan membentuk
eritrosit baru saat masa janin dan bayi baru lahir.
Adanya hemolisis menyebabkan proses perombakan eritrosit secara cepat. Eritrosit abnormal
cepat dihancurkan oleh limpa dan hati dengan bantuan makrofag sehingga semakin banyak
eritrosit abnormal maka kerja limpa akan semakin berat. Hal inilah yang menyebabkan adanya
splenomegali.
Selain destruksi eritrosit di limpa juga terdapat di hati. Selain itu sebagai kompensasi atau umpan
balik dari penurunan kadar hemoglobin akibat oksigenasi ke jaringan kurang merangsang
terjadinya eritropoesis 6-8 kali lipat oleh sumsum tulang. Untuk menunjang dan membantu kerja
sumsum tulang dalam eritropoesis sehingga terbentuk eritropoesis ekstramedular pada limpa dan
hati sehingga merupakan salah satu penyebab hepatosplenomegali.
Pada pasien hemoglobinopati anemia sel sabit tidak ditemukan hepatomegali di mana limpa
mengecil dikarenakan terjadinya infark. Selain itu makrofag di limpa lebih aktif dibandingkan
makrofag pada hati.Penyebab lain hepatomegali pada pasien disebabkan oleh pemberian obat
penambah darah dan penyerapan besi meningkat akibat peningkatan eritropoesis di mana
mengandung preparat besi (sulfas ferrosus) sehingga terjadi penimbunan cadangan besi berlebih.
Padahal hati secara normal berfungsi sebagai sintesis ferritin (simpanan besi) dan transferin
(protein pengikat besi) dan sebagai tempat penyimpanan terbesar cadangan besi dalam bentuk
ferritin dan hemosiderin.

10

Adanya hepatomegali dan splenomegali pada pasien dapat mengakibatkan penurunan imunitas
tubuh sehingga tubuh rentan terhadap infeksi mikroorganisme. Limpa sebagai tempat sintesis
limfosit dan sel plasma (bahan antibodi) merupakan salah satu pertahanan imunitas tubuh. Hati
sebagai tempat yang sering dilalui mikroorganisme patogenik yang akan dihancurkan sebelum
memasuki saluran gastrointestinal. Kemungkinan pasien mengalami infeksi dimana terdapat
tanda-tanda infeksi pada pasien, yaitu : suhu (38,00C), panas, tonsil membesar dan kemerahan,
dan faring kemerahan. Infeksi ini bisa didapatkan dari mikroorganisme seperti: malaria, hepatitis,
haemophilus, streptococcus, pneumococcus, dll.
Suhu tubuh meningkat dikarenakan adanya metabolisme organ yang berlebihan terhadap infeksi.
Tonsil merupakan salah satu jaringan limfoid yang memproduksi limfosit untuk pertahanan
imunitas tubuh dan akan membesar apabila bekerja berlebihan terhadap suatu infeksi atau
penurunan imunitas lainnya. Infeksi mikroorganisme menyerang saluran pencernaan salah satu
faring sehingga membuat organ tersebut mengalami kemerahan. Gejala infeksi lainnya pada
pasien yaitu batuk pilek

Gejala klinis thalasemia mayor :


1. Tampak pucat dan lemah karena kebutuhan jaringan akan oksigen tidak terpenuhi yang
disebabkan hemoglobin pada thalasemia (HbF) memiliki afinitas tinggi terhadap oksigen
2. Facies thalasemia yang disebabkan pembesaran tulang karena hiperplasia sumsum hebat
3. Hepatosplenomegali yang disebakan oleh penghancuran sel darah merah berlebihan,
hemopoesis ekstramedular, dan kelebihan beban besi.
4. Pemeriksaan radiologis tulang memperlihatkan medula yang lebar, korteks tipis, dan
trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan diploe dan pada anak besar kadangkandang terlihat brush appereance.
5. Hemosiderosis yang terjadi pada kelenjar endokrin menyebabkan keterlambatan
menarche dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder. Selain itu juga menyebabkan
diabetes, sirosis hati, aritmia jantung, gagal jatung, dan perikarditis.
6. Sebagai sindrom klinik penderita thalassemia mayor (homozigot) yang telah agak besar
menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa hambatan pertumbuhan, anak menjadi
kurus bahkan kurang gizi, perut membuncit akibat hepatosplenomegali dengan wajah
yang khas mongoloid, frontal bossing,mulut tongos (rodent like mouth), bibir agak
tertarik, maloklusi gigi

11

Gejala klinis Thalasemia minor

Penderita yang menderita thalasemia minor, hanya sebagai carrier dan hanya menunjukkan
gejala-gejala yang ringan. Orang dengan anemia talasemia minor (paling banyak) ringan (dengan
sedikit menurunkan tingkat hemoglobin dalam darah). Situasi ini dapat sangat erat menyerupai
dengan anemia kekurangan zat besi ringan. Namun, orang dengan talasemia minor memiliki
tingkat besi darah normal (kecuali mereka miliki adalah kekurangan zat besi karena alasan lain).
Tidak ada perawatan yang diperlukan untuk thalassemia minor. Secara khusus, besi tidak perlu
dan tidak disarankan.

Komplikasi 2
1. Kardiomegali
2. Eksramedullar hematopoiesis
3. Kolelitiasis
4. Splenomegaly
5. Hemokromatosis
Penatalaksanaan dan Pencegahan Pada Penderita Thalasemia 2
Pada penatalaksanan pada pasien harus melakukan pertimbangan aspek ekonomi, sosial, dan
budaya pasien. Untuk memberikan terapi senantiasa meminta persetujuan dari pasien.
Pada pasien anak dapat diberikan terapi:

Transfusi PRC adalah untuk mempertahankan kadar hb di atas 10 g/dl. Sebelum


melakukannya perlu dilakukan pemeriksaan genotip pasien untuk mencegah terjadi
antibody eritrosit. Transfusi PRC (packed red cell)dengan dosis 3 ml/kg BB untuk setiap

kenaikan Hb 1 g/dl.
Antibiotik adalah untuk melawan mikroorganisme pada infeksi. Untuk menentukan jenis
antibiotic yang digunakan perlu dilakukan anamnesis lebih lanjut pada pasien.

12

Kelasi Besi adalah untuk mengurangi penimbunan besi berlebihan akibat transfusi.
Khelasi besi dapat berupa: desferoksamin diberikan injeksi subcutan, desferipone (oral),

desferrithiochin (oral), Pyridoxal isonicotinoyl hydrazone (PIH), dll.


Vitamin B12 dan asam folat adalah untuk meningkatkan efektivitas fungsional

eritropoesis.
Vitamin C adalah untuk meningkatkan ekskresi besi. Dosis 100-250 mg/hari selama

pemberian kelasi besi


Vitamin E adalah untuk memperpanjang masa hidup eritrosit.Dosis 200-400 IU setiap

hari.
Imunisasi adalah untuk mencegah infeksi oleh mikroorganisme.
Splenektomi adalah untuk limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,
menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur. Jika
disetujui pasien hal ini sebaiknya dilakukan setelah anak berumur di atas 5 tahun
sehingga tidak terjadi penurunan drastis imunitas tubuh akibat splenektomi.

Pencegahan thalassemia atau kasus pada pasien ini dapat dilakukan dengan konsultasi pra nikah
untuk mengetahui apakah diantara pasutri ada pembawa gen thalassemia (trait), amniosentris
melihat komposisi kromosom atau analisis DNA untuk melihat abnormalitas pada rantai globin.

Kesimpulan
Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun dibawa ke puskesmas dengan keluhan utama pucat sejak 3
bulan yang lalu.keluhan disertai mudah lelah dan lesu . Riwayat demam dan perdarahan tidak
ada. Pada pemeriksaan fisik didapatkandenyut nadi 130/menit. TD 90/60mmHg, sclera dan kulit
ikterik(+), kongjuntiva anemis (+), limpa Schuffner 3. Daripada hasil anamnesis serta
pemeriksaan fisik ini dapat disimpulkan bahawa anak tersebut menderita thalassemia-Beta.

Daftar Pustaka
1

Bickley LS. Bates guide to physical examination and history taking. 10 th edition.

London: Lippincott Willams & Wilkins; 2009. p.603-4


Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata KM, Setiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. 5th edition jilid 2. Interna Publishing, 2009; 1379-93.
13

Stefan Silbernagl, Florian Lang, 2000, Color Atlas of Pathophysiology, Thieme, New

York, pg 40
Arthur S. Schneider, Philip A. Szanto, 2002, Pathology, Edisi Kedua, Lippincott Williams

and Wilkins, pg 181-3


James L H, MD Iron Deficiency Anemia http://emedicine.medscape.com/article/202333-

overview diunduh pada 24 april 2016


Mansjoer A, Suprohaita, Ika Wardhani W, Setiowulan W .Kapita selekta kedokteran. 6th
edition Jilid 2. Jakarta. Media Aesculapius, 2001; 547-548

14

Anda mungkin juga menyukai