Anda di halaman 1dari 8

Pengantar

Bahasa merupakan media utama yang membedakan seni sastra dengan cabangcabang seni yang lainnya, bahasa merupakan alat komunikasi. Fungsi bahasa
adalah untuk memberikan acuan pada pengalaman-pengalaman pemakainya. Pada
prinsipnya, seni sastra dapat dipandang dari dua segi kemungkinan:
1. Seni sastra dipandang sebagai bagian dari seni pada umumnya. Pendekatan
yang dipakai femonologi atau ganzheit.
2. Pada umumnya seni sastra dipandang sebagai bagian dari ilmu bahasa.
Metode pendekatan yang digunakan adalah metode struktural, atau struktural
dinamik, yang lebih dikenal dengan istilah semiotika. Stilistika merupakan bidang
linguistik yang mengemukakan teori dan metodologi pengkajian atau enganalisisan
formal sebuah teks sastra, termasuk dalam pengertian extended.
B. Filsafat Keindahan (Estetika)
Estetika berasal dari kata Yunani aesthesis, berarti perasaan atau sensitivitas.
Sekarang, estetika diartikan segala pemikiran filosofis tentang seni sehingga estetika
juga disebut filsafat seni atau filsafat pendidikan. Estetika, etika, dan logika
membentuk trilogi ilmu-ilmu normatif dalam filsafat.
Teks sastra dipandang sebagai alat estetika. Masalah-masalah di luar teks sastra
(ekstrinsik) banyak diperhitungkan sebagai tolok ukur apakah sastra itu baik dan
indah. Fungsi sastra di sini lebih ditekankan dari segi kegunaan dan
kemanfaatannya (fungsi utile).
Sebagai bahan baku, bahasa dalam sastra merupakan objek kajian, yang memiliki
nilai terminal. Masalah-masalah yang berada dalam teks (intrinsik) itulah yang
menjadi objek utama dalam pengkajiannya. Fungsi sastra di sini lebih ditekankan
dari segi kenikmatannya (fungsi dulce).
1. Periodisasi Estetika
a. Periode Platonis atau Dogmatis
Periode platonis atau dogmatis merupakan tahap pembentukan pertama. Periode ini
berlangsung sejak Socrates (w 399 SM) hingga Baumgarten (1714-1762).
Baumgarten yang pertama-tama memberi istilah Yunani Aesthetika; dalam bahasa
inggris Aesthetics; diindonesiakan menjadi Estetika.
b. Periode Kritika
Periode kritika ini terbagi menjadi tiga tahap yaitu:
1. Sebelum Emanuel Kant,
2.

Zaman Emanuel Kant,

3.

Sesudah Emanuel Kant.

c. Periode Positif Dewasa ini


Sejarah estetika menurut pembabakan Croce terbagi ke dalam tiga periode:
1. Periode sebelum Kant.
2. Periode Kant beserta para pengikutnya.
3. Periode pisitif dewasa ini. Periode positif memiliki ciri sangat membenci
metafisika.
Abad estetika dewasa ini secara sistematika dibedakan ke dalam:
1. Estetika bawah (von oben), tidak akan dapat tersistematikan secara rapi
tanpa mengabaikan beberapa keganjilan pikiran. Tokoh penting dalam
periode estetika atas adalah Nietzsche. Karya-karyanya: Die geburt der
Tragodie, Der Fall Wagner, Also Sprach Zarathustra, dan Unzeitgemaesse
Betrachtungen.
2. Estetika atas (von unten). Gustav Theodor Fechner (1807-1887) dari Jerman
orang yang mengusulkan nama estetika induktif von unten sebagai alternatif
lain dari estetika metafisika lama von oben untuk menentukan konsepsi yang
tepat mengenai hakikat dari keindahan yang objektif.
3. Estetika dari bawah ke atas (von unten nach oben). Aliran estetika dari bawah
ke atas berupaya memadukan antara tuntutan-tuntutan pemikiran yang
filosofis dengan keharusan metode penyelidikan secara positif dan terdapat
dalam psikologis dan sosiologi muncullah nanti: psiko-estetik dan sosioestetik.
2. Objek Estetika
Yang menjadi objek utama secara langsung dari estetika adalah keindahan, baik
keindahan alam maupun keindahan seni.
3. Metode dan Pendekatan Estetika
Metode dan pendekatan estetika di sini lebih ditekankan pada objek estetikanya
yaitu karya sastra. Berdasarkan diagram model Abrams, metode dan pendekatan
karya sastra dapat dirumuskan ke dalam empat model sebagai berikut:
1. Pendekatan yang menitikberatkan pada karya sastra itu sendiri secara
otonom atau mandiri. Pendekatan ini disebut pendekatan objektif.
2. Pendekatan yang menitikberatkan pada diri sastrawan. Pendekatan demikian
disebut pendekatan ekspresif.
3. Pendekatan yang menitikberatkan pada pembaca atau publik. Pendekatan ini
disebut pendekatan pragmatik.

4. Pendekatan yang menitikberatkan pada alam semesta. Pendekatan ini


disebut pendekatan mimetik.
C. Stilistika, Retorika, Wacana, Logika dan Bahasa
Stilistika (Stylistics) adalah ilmu yang meneliti penggunaan bahasa dan gaya bahasa
di dalam karya sastra. Stilistika sebagai cabang ilmu sastra yang meneliti stail atau
gaya, dibedakan ke dalam: stilistika deskriptif dan stilistika genetik.
Stilistika genetik atau individual (L. Spitzer) memandang stail, gaya (style) sebagai
suatu ungkapan yang khas pribadi. Lewat analisis terinci (motif, pilihan kata)
terhadap sebuah karya dapat dilacak visi batin seseorang pengarang, yaitu cara ia
mengungkapkan sesuatu. Analisis ini agak mirip dengan psichoanalisis Sigmund
Freud.
Stilistika deskriptif (Ch. Bally), mendekati (approach) gaya (style) sebagai
keseluruhan daya ungkapan psikis yang terkandung dalam suatu bahasa, dan
meneliti nilai-nilai ekspresif khusus yang terkandung dalam suatu bahasa, yaitu
secara morfologis, sintaksis, semantis.
Panuti Sudjiman, Edito (1984: 80) memberi batasan wacana (discourse) adalah
ungkapan pikiran yang beruntun, secara lisan atau tulisan, tentang suatu pokok.
Logika dan Bahasa
Kedudukan dan fungsi bertutur adalah:
1. sebagai pembeda antara manusia dan binatang,
2. menyangkut kegiatan sosial budaya, dan
3.

berfungsi informatif.

Ada tiga komponen dalam proses berkegiatan tutur yaitu:


1. penutur (komunikator),
2. tutur atau topik tutur,
3. penanggap atau penerima tutur (komunikan).
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian estetika (keindahan) dalam teori filsafat.
2. Untuk mengetahui tentang hal-hal yang berkaitan dengan keberadaan rasa, keindahan
dan nama-nama yang indah.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Seni Estetika
Seni adalah kekuatan pribadi seseorang yang kreatif, ditambah dengan keahlian yang
bersangkutan dalam menampilkan tugas pekerjaanya. Seperti ungkapan George R. Terry
(1964) yaitu; Art is personal creative power plus skill in performance. Jadi seni merupakan
kemampuan dan kemahiran seseorang untuk mewujudkan cipta, rasa dan karsa yang dimiliki
oleh yang bersangkutan dalam tugas dan fungsinya sebagai seniman.
Seni bisanya adalah bakat alamiah yang dibawa sejak seseorang dilahirkan, sebagai karunia
Allah. Tetapi dapat pula seni diperoleh dari lingkungan seperti; pendidikan, agama,
pergaulan, pengalaman, praktek sehari-hari suatu kelompok etnis.
Sedangkan keindahan Menurut George Santayana, bahwa; merupakan teori tentang nilainilai. Dapat pula dikatakan bahwa keindahan adalah; kebenaran, yaitu pernyataan tentang
ideal, simbol, kesempurnaan tuhan, serta manifestasi indrawi dari sesuatu yang baik.
Apresiasi keindahan dan perwujudannya dalam seni merupakan aktifitas-aktifitas yang
termasuk kehidupan yang menyenangkan. Nilai-nilai yang terkait dengan keindahan adalah
berangkat dari keadaan positif, sedangkan nilai moral berangkat dari keadaan yang
negatif.
1. Mengkaji citarasa seni seseorang secara filosofis, berarti mendalami bagaimana seorang itu
dengan keahliannya mempu menyelenggarakan, menciptakan, mengkarsakan dan merasakan
secara indah misalnya membuat sesuatu yang berpengaruh, menjadikan pekerjaannya,
penciptaannya dan idealismenya sebagai perwujudan yang dapat dinikmati orang lain,
bagaimana seorang itu menyampaikan kehalusan, keindahan, kebagusan, keelokan,
kecaantikan warna dan bentuk yang menggugaah, sehingga tercapai penyelenggara seni yang
berdayaguna.
Sedangkan keindahan artifisial hanya dapat dimengerti oleh seseorang melalui proses
keterlibatan perasaan dan penalarannya terhadap proses dan hasil karya seni itu, antara lain
yang berkaitan dengan semangat hidup, kepekaan dan situasi emosional.
2. Kehadiran sesuatu yang indah dalam hidup seseorang, menjadikan perjalanan hidupnya
penuh warna, harmonis, ada rasa nikmat yang memuaskan hatinya, ada sesuatu makna hidup
dan perasaan haru yang mendalam, yang seringkali membawa seseorang pada suatu perasaan
yang rendah hati, ada semangat dan harapan hidup, sehingga kehidupannya berjalan secara
kreatif.
Menurut A.A.M. Djelantik, hal-hal yang indah dapat dibagi atas dua golongan, yaitu; yang
pertama keindahan alami yang tidak dibuat oleh manusia, sedangkan yang kedua adalah halhal indah yang diciptakan dan diwujudkan oleh manusia.
Merujuk pendapaat ini, betapa kita melihat yang maha kuasa menciptakan indahnya tubuh
seekor kuda berlari disertai debu yang mengepul dibelakangnya, betapa indahnya burung
merak yang ekornya dapat mengembang, betapa indahnya air terjun diantara tebing-tebing.

Yang kemudian para seniman lukis, seniman film, seniman ukir dan seniman lainnya
melukiskan dan mengiaskannya.
Pada hakikatnya keindahan alam merupakan cerminan dari cahaya keindahan Ilahi. Dalam
sebuah hadits disebutkan bahwa; Tuhan adalah Maha Indah dan menyukai yang indah-indah.
Penghayatan dan penjiwaan keindahan alam membawa pada munculnya kesadaran atas
keindahan.
3. Jadi sebenarnya manusia adalah penikmat atas apa yang disuguhkan oleh yang maha kuasa
kepada kita dan manusia menangkapnya dengan naluri seninya. Yang demikian seharusnya
dapat menginspirasikan indahnya pemimpin negara bersama rakyatnya bekerjasama
membangun negeri, dan dengan bangga menggerakkan tangan-tangan pemerinah kepada hal
yang baik dan benar agar jalannya roda pemerintah sesuai dengan keindahan seni
pemerintahan.
Dan indahnya perdagangan yang jujur tanpa adanya kecurangan-kecurangan dan tipu
muslihat. Indahnya perkawinan yang saling mengasihi, setia dan berjanji sehidup-semati
tanpa adanya KDRT ataupun perselingkuhan. Indahnya beragama yang saling toleransi tanpa
adanya gujatan dan perselisihan. Oleh karena itu secara filosofis maka yang keluar dari
konsep seni keindahan dan estetika merupakan suatu penyelewengan.
B. Keberadaan rasa
Dengan rasa, cipta dan karsa, seseorang berusaha menemukan keindahan sesuai selera
masing-masing, hal ini akan menimbulkan sestetika yang menjadikan seseorang tersebut
menjadi seorang seniman ataupun pencipta karya seni, dengan kemampuan membedakan
antara yang indah dan yang jelek.
Estetika berasal dari bahasa yunani yaitu aisthesis yang berarti pengamatan. Jika berbicara
tentang keindahan dapat dirasakan dari pengalaman tentang dunia disekeliling kita, sehingga
ditemukan suatu batasan yang membedakan cita rasa tentang indah, bagus, elok, cantik di
satu pihak dan kejelekan sebagai lawannya.
Sejauh mana seseorang mampu menimbulkan daya pendengarannya, daya pandangnya, daya
sentuhnya terhadap sesuatu, maka sejauh itulah rasa seni, cipta, rasa dan karsa yang
dimilikinya.
Dengan demikian konsep estetika adalah abstrak karena tidak dapat dikomunikasikan
sebelum diberi bentuk. Kebanyakan estetika meniru dari alam, mulai dari suara, bentuk
sampai pada warna. Akan tetapi untuk batasannya sudah barang tentu sulit ditentukan.
Rasa estetika itu dibangkitkan dari hasil seni ketika berusaha menimbulkan respon
(tanggapan) dari bermacam objek dan pengalaman. Seseorang dapat saja mengatakan bahwa
dia lebih senang lagu dangdut dari pada lagu pop, seriosa, dan keroncong, kendati seseorang
yang lain menganggap bahwa dangdut itu menjengkelkan. Oleh karena setiap orang memang
berbeda rasa.
Sebagai paduan, seni harus pula bermoral dan berlogika untuk menghindari seni estetika yang
tidak mempedulikan kebenaran logika dan kebaikan moral. Sebagai contoh:

mempertontonkan tubuh telanjang, menari erotis, melukiskan aurat dan masih banyak lagi.
Karena seni hanyalah rasa dan berapa banyak rasa seni itu sendiri seperti rasa senang, susah,
hiba, kecewa, duka, benci, cemburu, dendam, takut, ragu, muak, gundah, dongkol dan cinta.
C. Filsafat Keindahan
Pada kajian estetika keindahan seni ini kita akan bergelut dengan kegiatan. ketangkasan
(aptilude) yaitu keterampilan motorik cipta rasa karsa yang berhubungan dengan anggota
tubuh atau tindakan yang memerlukan koordinasi antara syaraf, panca indra dan otot.
Menurut harrow (1972) hal ini desebut juga dengan pembelajaran psikomotorik antara lain
sebgai berikut:
1. Menuruti seperti berbagai prilaku yang diperoleh dari melihat dan mendengar serta
merasa (sehingga dengan demikian kita akan mengikuti, meniru, memegang,
menggambar, melukis, mendramanisasi, mengukir, menarikan dan mengucapkan pada
tingkat yang paling rendah).
2. Manipulasi seperti melakukan suatu gerakan, bentuk (baik visual maupun audio)
sehingga dengan demikian kita tidak lagi akan melihat pada tingkat selanjutnya.
3. Ketepatan gerakan seperti melakukan dengan lancar, tepat, seimbang dan akurat
(sehingga dengan demikian kita akan dengan indah, cantik, elok, bagus, dan tanpa
kejelekan akan mempersembahkannya pada tingkat seterusnya).
4. Artikulasi seperti menunjukkan serangkaian gerakan yang akurat berurut, tepat,
cantik, indah, elok dan bagus (sehingga dengan demikian kita akan sempurna
menciptakan mengkarsakan suatu tingkat seni pada tingkat terakhir).

D. Nama-nama Yang Indah


Puncak keindahan itu sendiri tidak dapat disebut salah satu nama Allah tetapi karena dalam
seni orang berbeda rasa maka kita tidak menyebut salah satu nama tapi keseluruhan namanama Allah yang indah (Al asmaul husna).
Itulah sebabnya ketika para seniman meyaksikan kebesaran Allah menciptakan alam raya
yang luas ini mereka mengucapkan, Allahu Akbar (Allah Maha Besar) begitu juga umat
islam menyelesaikan sholat subuh (pagi hari) dan sholat maghrib (sore hari) dengan membaca
takbir sebanyak tiga puluh tiga kali sebagaimana yang diajarkan Nabi Muhammad kepada
putri Beliau Fatimah Azzahro.

BAB III
KESIMPULAN

1. Seni Merupakan Kemampuan Dan Kemahiran Seseorang Untuk Mewujudkan Cipta


Rasa Dan Karsa yang dimiliki oleh yang bersangkutan dalam tugas dan fungsinya
sebagai seniman.
2. Sejauh mana seseorang menimbulkan daya pendengarnya daya pandangnya daya
sentuhnya terhadap sesuatu maka sejauh itulah rasa seni cipta rasa dan karsa yang
dimilikinya.
3. Hasil dari pada suatu Karya Seni adalah terciptanya suatu keindahan.

DAFTAR PUSTAKA
Asyarie Musa, Filsafat Islam, Lesfi, Yogyakarta: 2008
Djelantik A.A.M 1999 Estetika (Sebuah Pengantar). Bandung Masyarakat Seni Pertunjukan
Indonesia
Kencana Inu Syafii, Pengantar Filsafat, PT Retika Aditama, Bandung: 2004
Sumber : http://badry7.blogspot.com/2013/10/makalah-filsafatkeindahan.html#ixzz4LhwcXSRH

Filsafat estetika
Filsafat estetika adalah cabang ilmu yang membahas masalah keindahan. Bagaimana
keindahan bisa tercipta dan bagaimana orang bisa merasakannya dan memberi penilaian
terhadap keindahan tersebut. Maka filsafat estetika akan selalu berkaitan dengan antara baik
dan buruk, antara indah dan jelek. Bukan berbicara tentang salah dan benar seperti dalam
filsafat epistemologi.
Secara etimologi, estika diambil dari bahasa Yunani, aisthetike yang berarti segala sesuatu
yang cerap oleh indera. Filsafat estetika membahas tentang refleks kritis yang dirasakan oleh
indera dan memberi penilaian terhadap sesuatu, indah atau tidak indah, beauty or ugly.
Estetika disebut juga dengan filsafat keindahan.
Filsafat estetika pertama laki dicetuskan oleh Alexander Gottlieb Baumgarten (1975) yang
mengungkapkan bahwa estetika adalah cabang ilmu yang dimaknai oleh perasaan.
Filasafat estetika adalah cabang ilmu dari filsafat Aksiologi, yaitu filsafat nilai. Istilah
Aksiologi digunakan untuk menberikan batasan mengenai kebaikan, yang meliputi etika,
moral, dan perilaku. Adapun Estetika yaitu memberikan batasan mengenai hakikat keindahan
atau nilai keindahan.

Kaum materialis cenderung mengatakan nilai-nilai berhubungan dengan sifat-sifat subjektif,


sedangkan kaum idealis berpendapat nilai-nilai bersifat objektif.
Andaikan kita sepakat dengan kaum materialis bahwa yang namanya nilai keindahan itu
merupakan reaksi-reaksi subjektif. Maka benarlah apa yang terkandung dalam sebuah
ungkapan Mengenai masalah selera tidaklah perlu ada pertentangan.
Serupa orang yang menyukai lukisan abstrak, sesuatu yang semata-mata bersifat perorangan.
Jika sebagian orang mengaggap lukisan abstrak itu aneh, sebagian lagi pasti menganggap
lukisan abstrak itu indah. Karena reaksi itu muncul dari dalam diri manusia berdasarkan
selera.
Berbicara mengenai penilaian terhadap keindahan maka setiap dekade, setiap zaman itu
memberikan penilaian yang berbeda terhadap sesuatu yang dikatakan indah.
Jika pada zaman romantisme di Prancis keindahan berarti kemampuan untuk menyampaikan
sebuah keagungan, lain halnya pada zaman realisme keindahan mempunyai makna
kemampuan untuk menyampaikan sesuatu apa adanya. Sedangkan di Belanda pada era de
Stijl keindahan mempunyai arti kemampuan mengomposisikan warna dan ruang juga
kemampuan mengabstraksi benda.
Pembahasan estetika akan berhubungan dengan nilai-nilai sensoris yang dikaitkan dengan
sentimen dan rasa. Sehingga estetika akan mempersoalkan pula teori-teori mengenai seni.

Dengan demikian, estetika merupakan sebuah teori yang meliputi:


1. penyelidikan mengenai sesuatu yang indah;
2. penyelidikan mengenai prinsip-prinsip yang mendasari seni;
3. pengalaman yang bertalian dengan seni, masalah yang berkaitan dengan penciptaan
seni, penilaian terhadap seni dan perenungan atas seni.
Dari pernyataan di atas, estetika meliputi tiga hal, yaitu, fenomena estetis, fenomena
persepsi, dan fenomena studi seni sebagai hasil pengalaman estetis.

Anda mungkin juga menyukai