1. Umur :
2. Jenis Kelamin :
3. Kebangsaan :
4. Tanggal kejadian :
5. Waktu kejadian :
6. Lokasi kejadian :
7. Alamat lokasi kejadian :
8. Aktivitas saat kejadian :
9. Bagaimana pasien tergigit/ tersengat (mekanisme kejadian)? :
10.Jumlah gigitan/ patukan:
11.Bagian tubuh yang terkena :
f. Oftalmoplegia
g. Dilatasi pupil: ... , reflek cahaya ...
h. Trismus (rahang terkunci)
i. Kelumpuhan saraf kranialis
j. Paralisis otot fleksor leher (broken neck sign)
k. Kesulitan menelan (paralisis bulber)
l. Respiratorik paradoksal
m. Usaha napas yang lemah
n. Lainnya (mohon jelaskan):
i. Bula
j. Ulkus
k. Pembesaran dan nyeri tekan limfonodi aliran ekstrimitas terkena.
l. Lainnya (mohon jelaskan):
Tabel 1: Progresi Skor Nyeri Pain Score Progression (PSP): VNRS* atau VAS** (010)
Formatted: Font: Bold
Kejadian
Tiba di
Puskesmas/
Dokter umum
Analgesia
Y/T
Tiba di IGD
Analgesia
Y/T
Kondisi
sekarang
Waktu
Skor
Nyeri
*VNRS= Verbal Numeric Rating Scale
**VAS= Visual Analogue Scale
Obat
Dosis &
Frekuensi
Waktu
diberikan
Waktu
selesai
Reaksi
Y/T
Keterangan
Tabel 3: Grafik Observasi Progresi Klinis Serial pada interval waktu tetap (PSP =
Pain Score Progression, RPP = Rate of Proximal Progression, PKGB = Pembesaran Kelenjar Getah
Bening)
Tanggal Waktu
(t/b)
(am/pm)
GCS
(3-15)
Nadi
(x/m)
Tensi
(mmHg)
Napas
(x/m)
SpO2
(%)
PSP
(0-10)
RPP
(cm/jam)
PKGB
Y/T
Table 4: Hasil Darah Serial (tiap 4-6 jam untuk 24 jam pertama atau setelah
pemberian Anti Bisa)
Tanggal
Waktu
20WBCT
WBC
HB
PLT
PT
APTT
INR
CK
Kotak info 1a cara melakukan 20 WBCT (20 Whole Blood Clotting Test)
1. Siapkan botol atau vial kaca
2. Masukan 2 mL sampel darah vena dalam vial kaca, baru atau sudah dibersihkan dengan
pemanasan, dan kering
3. Diamkan selama 20 menit di suhu ruang
4. Setelah 20 menit, ketuk perlahan. Jika masih cair/ tidak membeku, pasien
hipofibrinogemia sebagai akibat koagulopati konsumtif yang diinduksi oleh venom.
Di Asia Tenggara, darah yang masih cair merupakan diagnostik dari gigitan ular kapak/
viper dan menyingkirkan dugaan elapid.
Jika tabung kaca yang baru tidak tersedia, tes ini dapat menggunakan botol kaca bekas antibiotik,
yang sudah dicuci dengan "normal saline 0,9% ", tanpa menggunakan deterjen atau agen pembersih
lainnya, dikeringkan dengan udara panas.
Jika botol atau vial bukan terbuat dari kaca atau sudah dibersihkan dengan deterjen,
mungkin tidak dapat menstimulasi pembekuan darah sampel (aktivasi permukaan dari
faktor XI faktor hageman) dan hasil tes meragukan (false positif). Jika ada keraguan,
ulangi tes dan buatlah kontrol dari sampel darah orang yang sehat.
Gigitan ular di Papua dan Maluku dapat menyebabkan darah tidak membeku juga.
Sumber: http://clinicianonnet.blogspot.co.id/2015/01/role-of-20-minute-whole-bloodclotting_10.html
Antibisa
Bio SAVE (Serum Anti Bisa ular polivalen)
atau disebut juga SABU I
Produsen: PT. Bio Farma (Persero)
Dosis Pertama/Vial
10 mL/ 2 vialPemberian berikut setelah
6 jam
25 LD50
2.
Polyvalent Snake Antivenom (Australian-PNG)
atau disebut juga SABU II
Produsen: bioCSL
Komposisi:
Bahan aktif:
1,000 unit antibisa Brown Snake (Pseudonaja textilis)
3,000 unit antibisa Tiger Snake (Notechis scutatus)
6,000 unit antibisa Death Adder (Acantophis antarticus)
12,000 unit antibisa Taipan (Oxyuranus scutellatus)
18,000 unit antibisa Black Snake (Pseudechis australis)
1. Jumlah dosis yang tepat tergantung tingkat keparahan penderita pada saat akan menerima serum.
2. Dosis pertama sebanyak 2 vial @ 5 ml yang bila ditambahkan ke dalam larutan fisiologis menjadi
larutan 2 % v/v dan diberikan sebagai cairan infus dengan kecepatan 40-80 tetes/ menit, diulang 6
jam kemudian.
3. Apabila diperlukan (misalnya dalam keadaan gejala-gejala tidak berkurang atau bertambah) Serum
Anti Bisa Ular Polivalen dapat terus diberikan setiap 24 jam sampai maksimum 80 100 ml.
4. Serum Anti Bisa Ular Polivalen yang tidak diencerkan dapat diberikan langsung sebagai suntikan
intravena dengan sangat perlahan-lahan.
5. Observasi ketat pasien selama infusdan setidaknya satu jam SETELAH infus selesai. Secara serial
petakan tanda-tanda vital dan progresi klinis dalam grafik. (Lihat Tabel 3).
1. Satu vial (40.000 units) dilarutkan dalam Hartmans solution atau RL dengan perbandingan 1:10
(untuk dewasa) atau 1:5 (untuk anak-anak), kemudian diberikan secara perlahan melalui infus
intravena. Pemberian secara intramuskular tidak dianjurkan.
2. Pasien gigitan ular berbisa dengan gejala sistemik berat mungkin memerlukan beberapa vial
(dapat mencapai 6 vial) antibisa ular untuk mengontrol efek yang terjadi, terutama jika terdapat
koagulopati.
Dosis inisial yang dianjurkan oleh Australia expert panel :
Brown snake: 2 vial
Black snake: 1 vial
Taipan: 1 vial, jika berat gunakan 3 vial
Death adders: 1 vial, pada kasus berat peningkatan dosis mungkin diperlukan
3. Pasien harus dimonitor minimal 6 jam setelah pemberian.
4. Efek samping reaksi anafilaktik dan serum sickness dapat terjadi, untuk cara penanganan lebih
lanjut dapat dilihat di leaflet produk.
5. Observasi ketat pasien selama infusdan setidaknya satu jam SETELAH infus selesai. Secara serial
petakan tanda-tanda vital dan progresi klinis dalam grafik. (Lihat Tabel 3).
2. Perdarahan spontan sistemik (seperti dari gusi): Ini biasa berhenti dalam 15-30 menit.
3. Koagulabilitas darah (seperti diukur dengan 20WBCT): Ini biasa pulih antara 3-9 jam. Pada pasienpasien syok: tekanan darah dapat membaik dalam 30-60 menit pertama dan aritmia seperti bradikardia
sinus atau takiaritmia dapat membaik.
4. Envenomasi neurotoksik tipe post-sinaps (gigitan kobra) dapat mulai membaik secepat 30 menit
setelah Antibisa, tetapi biasa membutuhkan beberapa jam. Envenomasi dengan toksin pre-sinaps (krait
dan ular laut) tidak akan berrespon dengan cara ini.
5. Hemolisis aktif dan rabdomiolisis dapat menurun dalam beberapa jam dan urin kembali ke warna
normalnya.
2. Pada pasien-pasien yang terus berdarah secara cepat dalam 2 jam ulang dosis inisial seperti gusi atau
tanda gigitan (dosis sesuai Antibisa sebaiknya diulang)
3. Jika terjadi perburukan tanda-tanda neurotoksik dan kardiotoksik, dosis inisial sebaiknya diulang
setelah 2 jam (penanganan suportif penuh harus dipertimbangkan)
2. Analgesia dengan vasokonstriktor dengan aktivitas midriatikum lemah (seperti epinefrin) dan
penggunaan topikal terbatas dari lokal anestesi (seperti tetrakain)
3. Berikan sikloplegia topikal untuk mencegah sinekia posterior, spasme silier dan rasa tidak nyaman
4. Berikan antibiotik topikal profilaksis jika abrasi kornea ditemukan
5. Berikan bantalan pembalut untuk menutup mata dan rujuk untuk pemeriksaan oftalmologi.