Anda di halaman 1dari 12

Gangguan Pertumbuhan Akibat Defisiensi Hormon

Pertumbuhan
Josephine
102011283 / E-7
josephiphine@ymail.com
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510

Pendahuluan
Pertumbuhan merupakan proses, bukannya berkualitas statis. Bayi dengan berat badan dan
umur tertentu dapat mengalami pertumbuhan secara normal, mungkin gagal tumbuh, maupun
sembuh dari gagal tumbuh. Hal ini dapat ditentukan dari kurva pertumbuhan. Banyak faktor
yang mempengaruhi perjalanan pertumbuhan seseorang. Namun, karena adanya banyak
kemungkinan dari keberhasilan pertumbuhan, perlu pemantauan khusus terutama pada usia
bayi sehingga dapat segera dilakukan koreksi untuk mencegah perlambatan pertumbuhan
yang lebih lanjut. Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas penyebab tersering terjadinya
gangguan pertumbuhan, faktor-faktor yang berpengaruh, dan tatalaksana yang tepat. Semoga
tinjauan pustaka ini bermanfaat bagi pembaca.
Anamnesis
Dokter harus melakukan wawancara yang seksama terhadap pasiennya atau keluarga dekatnya
mengenai masalah yang menyebabkan pasien mendatangi pusat pelayanan kesehatan.
Wawancara yang baik seringkali sudah mengarahkan masalah pasien ke arah diagnosa
penyakit tertentu. Dalam Ilmu Kedokteran, wawancara terhadap pasien disebut anamnesis.
Anamnesis harus disertai dengan empati untuk membuka saluran komunikasi antara dokter
dengan pasien. Empati mendorong keinginan pasien untuk sembuh karena rasa percaya
terhadap dokter.1
Perpaduan keahlian mewawancarai dan pengetahuan yang mendalam tentang gejala (simtom)
dan tanda (sign) dari suatu penyakit akan memberikan hasil yang memuaskan dalam
menentukan diagnosis kemungkinan sehingga dapat membantu menentukan langkah

pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis


harus dilakukan dengan ramah, tenang, dan sabar, dalam suasana yang rahasia dengan
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien. Sebelum melakukan anamnesis
perkenalkan diri dulu kepada pasien dan tanyakan juga nama pasien secara baik, harap jangan
salah menyebutkan nama pasien. Buatlah catatan penting selama anamnesis sebelum di
tuliskan dalam status pasien. Status adalah catatan medik pasien yang memuat semua catatan
tengan penyakit dan perjalanan sakit pasien.1
Anamnesis dapat dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarga atau
pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai.
Bila ada hal-hal yang tidak jelas atau pasien menceritakan sesuatu hal dengan tidak runtut
maka tanyakanlah dengan baik agar pasien menjelaskan kembali. Selain melakukan
wawancara, perhatikan tingkah laku non verbal pasien karena biasanya mengungkapkan arti
terpendam.1
Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit terdahulu, riwayat obstetri dan ginekologi (khusus wanita), riwayat penyakit
dalam keluarga, anamnesis susunan sistem dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial,
ekonomi, budaya, kebosanan, obat-obatan, lingkungan). Pada pasien usia lanjut perlu
dievaluasi juga status fungsionalnya. Pasien sedang sakit menahun perlu dicatat pasang surut
kesehatannya, termasuk obat-obatannya dan aktivitas sehari-hari.1
Identitas. Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, nama
orang tua atau suami atau istri atau penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku
bangsa, dan agama. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan pasien yang dihadapi adalah
memang benar pasien yang dimaksud. Selain identitas ini juga perlu untuk data penilitian,
asuransi, dan lain sebagainya.1
Keluhan Utama (Chief Complaint). Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien
yang membawa pasien pergi ke dokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan
utama harus disertai dengan indikator waktu, berapa lama pasien mangalami hal tersebut.1
Contoh: nyeri perut sejak satu tahun, hilang timbul, terakhir kambuh satu minggu yang lalu.
Bila pasien mengatakan saya sakit jantung atau saya sakit mag, maka ini bukan keluhan
utama. Seringkali keluhan utama bukan merupakan kalimat yang pertama kali diucapkan oleh
pasien, sehingga dokter harus pandai menentukan mana keluhan utama pasien dari sekian

banyak ceritera yang diungkapkan pasien. Hal ini juga perlu diperhatikan adalah pasien
mengeluhkan hal-hal yang sebenarnya bukan masalah pokok atau keluhan utama pasien
tersebut.1
Riwayat Penyakit Sekarang. Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis,
terinci, dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai
pasien datang berobat. Keluhan utama ditelusuri untuk menentukan penyebab, tanya jawab
diarahkan sesuai dengan hipotesis yang dapat berubah bila jawaban pasien tidak cocok.
Perubahan hipotesis selama wawancara akan menghindari timbulnya diagnosis sementara dan
diagnosis diferensial, yang dimasa lalu dibahas pada penetapan masalah, yaitu pada akhir
pemeriksaan, sebelum pengobatan. Ketelitian seluruh pemeriksaan memberikan gambaran
lengkap tentang masalah pasien.1
Riwayat perjalanan penyakit disusun dalam Bahasa Indonesia yang baik sesuai dengan apa
yang diceritakan oleh pasien. Dalam mewawancarai gunakan kata apa, mengapa, bagaimana,
bilamana, bukan kata yang mendesak sehingga pasien hanya dapat menjawab ya atau tidak.
Dalam melakukan anamnesis harus diusahakan mendapatkan data-data sebagai berikut,

Waktu dan lamanya keluhan berlangsung


Sifat dan beratnya serangan, misalnya mendadak, perlahan-lahan, terus menerus,

hilang timbul, cenderung bertambah berat, atau berkurang, dan sebagainya


Lokalisasi dan penyebarannya, menetap, menjalar, berpindah-pindah
Hubungan dengan waktu, misalnya pagi lebih sakit dari pada siang dan sore atau

sebaliknya
Hubungan dengan aktivitas, misalnya bertambah berat bla melakukan sesuatu
Keluhan-keluhan yang menyertai serangan, misalnya keluhan yang mendahului

serangan, atau keluhan lain yang bersama dengan serangan


Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali
Faktor risiko dan pencetus serangan, termasuk faktor pemberat atau meringankan

serangan
Apakah ada saudara sedarah atau teman dekat yang menderita keluhan yang sama
Riwayat perjalanan ke daerah yang endemis untuk penyakit tertentu
Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terlah terjadi komplikasi atau gejala sisa
Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang telah
diminum oleh pasien, juga tindakan medik lain yang berhubungan dengan penyakit
yang saat ini diderita.

Setelah semua data terkumpul, usahakan untuk membuat diagnosis sementara dan diagnosis
diferensial. Bila mungkin, singkirkan diagnosis diferensial, dengan menanyakan tanda-tanda
positif atau tanda-tanda negatif dari diagnosa yang paling mungkin.1
Riwayat Penyakit Dahulu. Bertujuan untuk megetahui kemungkinan-kemungkinan adanya
hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakit sekarang. Tanyakan pula
apakah pasien pernah mengalami kecelakaan, menderita penyakit berat dan menjalani operasi
tertentu, riwayat alergi obat dan makanan, lama perwatan, apakah sembuh sempurna atau
tidak. Obat-obat yang pernah diminum oleh pasien juga harus ditanyakan, termasuk steroid,
kontrasepsi, transfusi, kemoterapi, dan riwayat imunisasi. Bila pasien pernah melakukan
berbagai pemeriksaan, maka harus dicatat dengan seksama, termasuk hasilnya.1
Riwayat Obstetri. Anamnesis terhadap riwayat obstetri harus ditanyakan pada setiap pasien
wanita. Tanyakan mengenai menstruasinya, kapan menarche (awal menstruasi), apakah
menstruasi teratur atau tidak, apakah disertai nyeri atau tidak. Juga harus ditanyakan riwayat
kehamilan, persalinan, dan keguguran.1
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga. Penting untuk mencari kemungkinan herediter, familia,
atau penyakit infeksi. Pada penyakit yang bersifat kongenital, perlu juga ditanyakan riwayat
kehamilan, dan kelahiran.1
Riwayat Pribadi. Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan dalam
kebiasaan. Pada anak-anak perlu juga dilakukan anamnesis gizi yang seksama, meliputi jenis
makanan, kuantitas dan kualitas. Perlu ditanyakan pula apakah pasien mengalami kesulitan
dalam kehidupan sehari-hari seperti masalah keuangan, pekerjaan, dan sebagainya. Kebiasaan
pasien yang harus ditanyakan adalah kebiasaan merokok, minum alkohol, termasuk
penyalahgunaan narkoba, tujuan perjalanan yang telah dilakukan untuk mencari kemungkinan
tertular penyakit infeksi tertentu di tempat tujuan perjalanannya. Bila ada indikasi riwayat
perkawinan dan kebiasaan seksualnya juga harus ditanyakan. Yang tidak kalah penting adalah
anamnesis mengenai lingkungan tempat tinggalnya, termasuk keadaan rumahnya, sanitasi,
sumber air, sampah, dan sebagainya.1

Pemeriksaan Fisik

Pemerikaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuan-temuan
dalam anamnesis.2
Keadaan Umum. Sebelum melakukan pemeriksaan fisik dapat diperhatikan bagaimana
keadaan umum pasien melalui ekspresi wajahnya, gaya berjalannya, dan tanda-tanda spesifik
lain yang segera tampak begitu kita melihat pasien. Keadaan umum pasien dapat dibagi atas
tampak sakit ringan atau sakit sedang atau sakit berat. Keadaan umum pasien seringkali dapat
menilai apakah keadaan pasien dalam keadaan darurat medik atau tidak. Hal lain yang segera
dilihat pada pasien adalah keadaan gizi dan habitus.2
Kesadaran. Kompos mentis yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun
lingkungannya.2
Tanda-tanda Vital
Suhu tubuh yang normal adalah antara 36-37C. Pada pagi hari suhu mendekati 36C,
sedangkan pada sore hari mendekati 37C. Pengukuran suhu di rektum juga akan lebih tinggi
0,5-1,0C, dibandingkan suhu mulut dan suhu mulut 0,5C lebih tinggi dibandingkan suhu
aksila. Pada keadaan demam, suhu akan meningkat sehingga suhu dapat dianggap sebagai
thermostat keadaan pasien. Suhu merupakan indikator penyakit, oleh sebab itu pengobatan
demam tidak cukup hanya memberikan antipiretika, tetapi harus dicari apa etiologinya dan
bagaimana menghilangkan etiologi tersebut. Untuk mengukur suhu tubuh, digunakan
thermometer demam. Tempat pengukuran suhu meliputi rectum (2-5 menit), mulut (10 menit),
dan aksila (15 menit).2
Tekanan darah diukur dengan menggunakan tensimeter (sfigmomanometer), dengan memilih
manset yang sesuai. Lebar manset, posisi pasien, dan emosi pasien dapat mempengaruhi hasil
pengukuran tekanan darah.2
Pemeriksaan nadi biasanya dilakukan dengan melakukan palpasi A. Radialis. Bila dianggap
perlu, dapat juga dilakukan pada tempat lain, misalnya A. Brakialis di fosa kubiti,
A.Femoralis di fosa inguinalis, A. Poplitea di fossa poplitea, atau A. Dorsaluis pedis di
dorsum pedis. Pada pemeriksaan nadi perlu diperhatikan frekuensi denyut nadi, irama nadi, isi
nadi, kualitas nadi, dan dinding arteri. Frekuensi nadi yang normal adalah sekitar 80 kali
permenit dan frekuensi pernafasan yang normal adalah 16-24 kali per menit.2
Pemeriksaan Antropometri

Pada anak-anak, pemeriksaan antropometri dimulai dengan menimbang berat badan serta
mengukur tinggi badan anak. Kemudian hasil pengukuran tersebut dihubungkan dengan umur
anak tersebut. Untuk mengamati perkembangan ini, di Indonesia digunakan Kartu Menuju
Sehat atau yang biasa dikenal KMS. KMS ini dipergunakan untuk mencatat dan menilai hasil
penimbangan berat badan. Pada orang dewasa dan remaja, pengukuran berat dan tinggi badan
dilakukan hanya dalam keadaan-keadaan tertentu. Pada umumnya, status tubuh remaja dan
orang dewasa cukup dinilai secara visual. Dengan mengetahui status antropometri remaja
maka dapat diketahui kualitas gizi dan nutrisi yang dikonsumsi.3

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium
Untuk mengetahui kadar hormon, dapat dilakukan pemeriksaan fungsi hipofisis di antaranya
berupa, pengukuran kadar hormon hipofisis (TSH, ACTH, FSH, LH, GH, dan PRL),
pengukuran sekresi organ target (tiroid dan adrenal), dan tes dinamis fungsi hipotalamus
hipofisis.4 Kecurigaan klinis yang kuat adalah penting untuk menegakan diagnosis karena
pengukuran kadar GH di laboratorium spesifisitasnya kurang. Penemuan kadar IGF-I dan
IGF-BP3 dapat membantu. Dapat dilakukan juga pemeriksaan kadar GH dengan uji
provokatif. Uji ini dapat dilakukan dengan masa 20 menit latihan fisik yang sangat aktif,
pemberian L-dopa, insulin, arginin, klonidin, atau glukagon. Kadar tertinggi GH di bawah 7
ug/L cocok dengan defisiensi GH.5
Pemeriksaan Roentgenografi
Pemeriksaan ini dilakukan roentgenogram tengkorak untuk membantu diagnosis apabila ada
lesi destruktif atau desak ruang yang menyebabkan hipopituitarism. Pada penderita dapat
ditemukan bukti adanya keluhan mual, muntah, kehilangan penglihatan, nyeri kepala, atau
peningkatan lingkaran kepala, tekanan intrakranium juga didapatkan meningkat. Dapat
dilakukan juga MRI untuk memberikan rincian mengenai lesi desak ruang, juga dapat
menentukan ukuran kelenjar pituitari lobus anterior, posterior dan tangkai kelenjar pituitari.
Teknik diagnostik ini dapat memberikan konfirmasi dengan tepat adanya hipopituitarism yang
dicurigai pada bayi baru lahir dengan hipoglikemi dan mikroskopis.5
Diagnosis Kerja
Gangguan Pertumbuhan e.c. Defisiensi Hormon Pertumbuhan (Growth Hormone atau GH)
Defisiensi hormon pertumbuhan adalah penurunan kadar GH yang bersirkulasi. Sebagian
besar sel tubuh akan berpengaruh. Defisiensi GH biasanya diidentifikasi secara klinis hanya
pada anak-anak. Defisiensi hormon pertumbuhan biasanya disebabkan oleh adenoma hipofisis
dari jenis sel penghasil hormon hipofisis anterior lainnya. Namun dapat juga terjadi akibat
penyebab lain, juga yang terjadi di hipotalamus.6 Defisiensi GH idiopatik terjadi akibat
defisiensi GHRH. Pada tumor pituitari dan agenesis pituitari tidak terdapat produksi GH.
Defek atau mutasi atau tidak adanya gen-gen tertentu juga dapat menyebabkan GH.7

Diagnosis Pembanding

Hipotiroidisme
Defisiensi hormon tiroid yang mulai sebelum atau saat lahir mengakibatkan keterlambatan
perkembangan yang berat. Apabila terjadinya setelah lahir, mengakibatkan terlambatnya
kecepatan pertumbuhan dan perkembangan tulang. Hipotiroidisme yang terjadi setelah lahir,
menyebabkan kegagalan pertumbuhan yang ditandai oleh kurangnya kecepatan pertumbuhan,
perawakan pendek, rasio atas/bawah lebih besar, apatis, gerakan lambat, konstipasi,
brakikardi, wajah dan rambut kasar, suara serak, dan terlambatnya pubertas. Diagnosis
kelainan ini dipastikan dari hasil pemeriksaan TSH dan FT4 pada anak yang lebih besar.7
Gangguan Pertumbuhan e.c. Diet
Faktor diet mengatur pertumbuhan pada semua tahap perkembangan dan efeknya ditunjukkan
pada cara yang beragam dan rumit. Selama periode pertumbuhan pranatal yang cepat, nutrisi
buruk dapat mempengaruhi perkembangan dari waktu implantasi ovum sampai kelahiran.
Selama masa bayi dan kanak-kanak, kebutuhan terhadap kalori relatif besar, terbukti oleh
peningkatan tinggi dan berat badan. Pada waktu ini, kebutuhan protein dan kalori lebih tinggi
dibandingkan pada hampir setiap periode perkembangan pasca natal. Namun, jika ada
kelainan lain yang menyebabkan laju pertumbuhan melambat, dapat terjadi penurunan
kebutuhan kalori dan protein.8
Pada kehidupan post natal, pertumbuhan dapat sangat terganggu oleh rendah atau jeleknya
keseimbangan pemasukan nutrisi. Kelaparan dalam bentuk kwashiorkor, yaitu kekurangan
protein atau marasmus yaitu kekurangan protein dan jumlah kalori, akan sangat menganggu
pertumbuhan endokrinologi dan menyebabkan keseimbangan negatif nitrogen yang
merupakan bagian dari proses katabolisme.9
Etiologi
Defek Kongenital
Hipoplasia kelenjar pituitari dapat berdiri sendiri ataupun disertai kelainan perkembangan lain
yang lebih luas. Kelenjar pituitari dapat tidak terbentuk seperti pada sindrom Hall-Pallister.
Defisiensi GH terjadi pada 4% penderita dengan celah bibir atau celah palatum dan 32% di
antara mereka juga memiliki perawakan pendek. Sindrom-sindrom lain juga banyak disertai
dengan perawakan pendek akibat defisiensi GH, seperti pada penderita sindrom Turner,
Fanconi, Russell-Silver, Williams, Rieger.5

Lesi Destruktif
Apabila terjadi lesi yang merusak hipotalamus, tangkai kelenjar pituitari, atau pituitari
anterior dapat menyebabkan defisiensi hormon kelenjar pituitari. Defisiensi hormon yang
ditemukan biasanya multipel. Lesi yang paling sering adalah kraniofaringioma, germinoma,
granuloma eosinofilik, tuberkulosis, sarkoidosis, toksoplasmosis, dan aneurisma sistem saraf
sentral. Defisiensi GH dan hormon kelenjar pituitari lain, juga diabetes insipidus dapat terjadi
pada anak dengan histiositosis, terutama jika ditangani dengan iradiasi kranium. Trauma,
akibat penyiksaan, penarikan saat persalinan, anoksia, dan infark hemoragik dapat juga
merusak pituitari, tangkainya, dan hipotalamus.5
Perbaikan ketahanan hidup anak yang mendapat radioterapi karena keganasan sistem saraf
sentral atau sistem kranium lain telah mengakibatkan sekelompok besar penderita menderita
defisiensi GH. Anak dengan leukimia limfositik akut yang telah mendapatkan iradiasi
profilaksis juga dapat mengalami defisiensi GH. Pertumbuhan pada anak ini lambat selama
terapi radiasi atau kemoterapi, kemudian membaik selama satu dua tahun dan kemudian
menurun dengan perkembangan hipopituitarisme.5
Idiopatik
Kebanyakan penderita dengan hipopituitarisme tidak dapat menunjukkan lesi kelenjar pituitari
atau hipotalamus. Defisiensi dapat terjadi pada hormon GH saja, namun dapat juga multipel.
Kondisi ini merupakan kejadiang yang paling sering terjadi, terlebih apabila terjadi kelainan
pada saat kelahiran.5
Genetik
Bentuk ini ditemukan sebanyak 5% kasus. Seperti pada idiopatik, defisiensi dapat terjadi pada
hormon GH saja, namun dapat juga multipel.5
Patofisiologi
Saat jaringan peka terhadap efek pendorong pertumbuhannya, hormon pertumbuhan
merangsang jaringan lunak dan tulang dengan meningkatkan jumlah dan ukuran sel. Hormon
pertumbuhan merangsang pembelahan sel dan mencegah apoptosis. Hormon pertumbuhan
meningkatkan ukuran sel dengan mendorong sintesis protein, komponen struktural utama sel
dan secara bersamaan menghambat penguraian protein.10,11

Pertumbuhan tulang panjang yang menyebabkan penambahan tinggi adalah efek hormon
pertumbuhan yang paling dramatik. Keadaan ini disebabkan oleh berbagai efek hormon
pertumbuhan pada tulang yang meliputi peningkatan timbunan protein oleh sel kondrositik
dan selosteogenik yang menyebabkan pertumbuhan tulang, meningkatkan kecepatan
reproduksi sel-sel ini, dan efek spesifik dalam mengubah kondrosit menjadi sel osteogenik,
sehingga menimbulkan timbunan tulang yang baru.10,11
Ada dua mekanisme utama pertumbuhan tulang: pertama, sebagai respons terhadap
rangsangan hormon pertumbuhan, tulang panjang tumbuh secara memanjang pada kartilago
epifisisnya, tempat epifisis dipisahkan dari batang tulang pada bagian ujung tulang.
Pertumbuhan ini mula-mula menyebabkan penimbunan kartilago yang baru, diikuti
pengubahan kartilago ini menjadi tulang yang baru, sehingga membuat batang tulang semakin
panjang dan mendorong epifisis semakin jauh terpisah. Pada waktu yang sama, kartilago
epifisis sendiri secara berangsur-angsur dipergunakan, sehingga pada usia remaja lanjut, tidak
tersedia lagi tambahan kartilago epifisis untuk pertumbuhan tulang panjang lebih lanjut.
Kedua, osteoblast di dalam periosteum tulang dan dalam beberapa rongga tulang membentuk
tulang baru pada permukaan tulang yang lama. Secara bersamaan, osteoklas di dalam
tulang,meresorpsi tulang yang lama. Hormon pertumbuhan dengan kuat merangsang
osteoblast sehingga kecepatan pembentukan tulang lebih cepat dari resorpsinya. Oleh karena
itu, tulang dapat terus menebal sepanjang hidup di bawah pengaruh hormon pertumbuhan; hal
ini terjadi terutama pada tulang membranosa.10,11
Selain dari efek umum hormon pertumbuhan dalam menyebabkan pertumbuhan, hormon
pertumbuhan juga mempunyai berbagai efek metabolik yang spesifik, yang meliputi
meningkatkan kecepatan sintesis protein di sebagian besar sel tubuh, meningkatkan mobilisasi
asam lemak dari jaringan lemak, meningkatkan asam lemak bebas dalam darah, dan
meningkatkan penggunaan asam lemak untuk energy, dan menurunkan kecepatan pemakaian
glukosa di seluruh tubuh.10,11
Manifestasi Klinik
Pada penderita yang tidak dapat menunjukkan lesi pada kelenjar pituitari, memiliki ukuran
dan berat badan normal saat lahir. Anak dengan defisiensi hormon pituitari multipel ditambah
adanya defek genetik menunjukkan bahwa panjang rata-rata pada saat lahir adalah 1 SD di
bawah mean. Anak dengan defek berat dalam produksi GH didapat panjang rata-rata lebih
dari 4 SD di bawah mean pada usia 1 tahun. Anak lain dengan defisiensi kurang berat

mengalami pertambahan tinggi teratur tetapi lambat. Penutupan epifisis yang terlambat
memungkinkan pertumbuhan di atas usia ketika orang normal berhenti tumbuh. Tanpa
penanganan, tinggi dewasa adalah 4-12 SD di bawah mean.5
Pada penderita yang dapat menunjukkan lesi pada kelenjar pituitari, anak pada awalnya
normal. Manifestasi klinik yang ditemukan muncul bertahap dan memburuk. Ketika destruksi
kelenjar pituitari total atau hampir total, ditemukan tanda-tanda defisiensi kelenjar pituitari.
Atrofi korteks adrenal, tiroid, dan gonad mengakibatkan kehilangan berat badan, asthenia,
sensitivitas terhadap dingin, mental tumpul, dan tidak ada keringat. Kematangan seksual gagal
terjadi atau dapat menyusut jika telah ada. Ada kecenderungan terjadi hipoglikemi dan koma.
Pertumbuhan terhenti. Diabetes insipidus dapat muncul awal namun cenderung membaik
secara spontan karena kelenjar pituitari antertior semakin rusak. Jika lesi disebabkan oleh
perluasan tumor, dapat terjadi gejala-gejala seperti nyeri kepala, muntah, gangguan
penglihatan, tidur patologis, kemampuan sekolah menurun, kejang-kejang, poliuria, dan
kegagalan pertumbuhan. Kemudian, kegagalan pertumbuhan diikuti kelainan neurologis yang
dapat berkembang juga pada kelainan endokrin.5
Penatalaksanaan
Pada anak dengan lesi organik yang dapat diperagakan, pengobatan harus diarahkan pada
proses penyakit yang mendasari. Evaluasi fungsi kelenjar pituitari terindikasi setelah
pembedahan atau iradiasi. Penanganan anak dengan defisiensi GH klasik harus dimulai
seawal mungkin. Anak yang lebih muda berespons lebih baik daripada yang lebih tua dengan
harapan jangka panjang lebih baik. Dosis GH yang direkomendasikan adalah 0,18-0,3
mg/kg/minggu. Diberikan subkutan dalam enam atau tujuh dosis terbagi. Terapi harus
diberikan terus menerus sampai tidak ada respon lagi, keadaan ini biasanya terjadi pada saat
bersamaan dengan penutupan epifisis. Jika pengaruh terapi secara bertahap berkurang,
ketaatan harus dievaluasi sebelum dosisnya dinaikkan. Beberapa penderita yang diobati
dengan GH selanjutnya berkembang menjadi leukimia. Risiko leukimia pada penderita yang
diobati mungkin dua kali risiko pada populasi umum. Efek samping lain, pseudotumor otak,
epifisis kaput femoris tergelincir, dan pemburukan skoliosis. Ada kenaikan total cairan tubuh
selama 1-2 minggu pertama pengobatan. Pada anak dengan perawakan pendek karena sebab
lain, belum diketahui apakah pengobatan dengan GH meningkatkan ketinggian akhir mereka,
dan pengobatan harus dibatasi pada trial klinis. Penggantian harus juga diarahkan pada
defisiensi hormon lain. Pada anak defisiensi TSH, hormon tiroid diberikan untuk dosis

penggantian penuh. Pada anak defisiensi ACTH, diberikan hidrokortison maksimal 10


mg/m2/24 jam.5
Prognosis
Dubia at bonam.
Penutup
Gangguan pertumbuhan yang terjadi pada anak ini diakibatkan oleh defisiensi hormon
pertumbuhan. Banyak penyebab yang mungkin menyebabkan gangguan ini. Penatalaksanaan
diberikan dengan pemberikan GH subkutan. Bila ada penyakit dasar, penatalaksanaan
dilakukan pada penyakit dasar terlebih dahulu. Dengan pemberian GH yang cepat dan tepat,
prognosisnya dubia at bonam.
Daftar Pustaka
1. Supartondo, Setiyohadi B. Anamnesis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed-5. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h.25-7.
2. Setiyohadi B, Subekti I. Pemeriksaan fisis umum. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed-5. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h.29-33.
3. Sediaoetama AD. Ilmu gizi untuk mahasiswa dan profesi. Jakarta: Dian Rakyat;

2000.h.245.
4. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Kedokteran klinis. Ed-6. Jakarta: Erlangga;
2005.h.167-8.
5. Digeorge AM, Parks JS. Hipopituitarisme. In: Wahab AS, editor. Ilmu kesehatan anak
Nelson. Jakarta: EGC; 2012.h.1913-7.
6. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Ed-3. Jakarta: EGC; 2007.h.304-6.
7. Syahbuddin S. Gangguan pertumbuhan. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed-5. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h.2044-8.
8. Wong DL. Buku ajar pediatrik. Ed-6. Jakarta: EGC; 2008.h.127.
9. Underwood JCE. Patologi umum dan sistematik. Jakarta: EGC.h.93-5.
10. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Ed-11. Jakarta: EGC;

2008.h.724-5.
11. Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Ed-6. Jakarta: EGC; 2012. h.96474.

Anda mungkin juga menyukai