a.
perusahaan bisa menyediakan fasilitas hotel, restauran dan lain-lain. Contoh ini
kemungkinan dapat dikembangkan di tempat lain sebagai suatu model ekoturisme.
Rumput Laut
Potensi rumput laut (alga) di perairan Indonesia mencakup areal seluas 26.700 ha
dengan potensi produksi sebesar 482.400 ton/tahun. Pemanfaatan rumput laut untuk
industri terutama pada senyawa kimia yang terkandung di dalamnya, khususnya
karegenan, agar, dan algin (Nontji, 1987).
Melihat besarnya potensi pemanfaatan alga, terutama untuk ekspor, maka saat ini telah
diupayakan untuk dibudidayakan. Misalnya budidaya Euchema spp telah di coba di
Kepulauan Seribu (Jakarta), Bali, Pulau Samaringa (Sulawesi Tengah), Pulau Telang
(Riau), dan Teluk Lampung (Dahuri et al 2001). Usaha budidaya rumput laut telah
banyak dilakukan dan masih bisa ditingkatkan. Keterlibatan semua pihak dalam
teknologi pembudidayaan dan pemasaran merupakan faktor yang menentukan dalam
menggairahkan masyarakat dalam mengembangkan usaha budidaya rumput laut.
Peranan pemerintah regulasi dalam penentuan daerah budidaya, bantuan dari badanbadan peneliti untuk memperbaiki mutu produksi serta jaminan harga yang baik dari
pembeli/eksportir rumput laut sangat menentukan kesinambungan usaha budidaya
komoditi ini.
Sumber Daya Perikanan Laut
Potensi sumber daya perikanan laut di Indonesia terdiri dari sumber daya perikanan
pelagis besar (451.830 ton/tahun) dan pelagis kecil (2.423.000 ton/tahun), sumber daya
perikanan demersal 3.163.630 ton/tahun, udang (100.720 ton/tahun), ikan karang
(80.082 ton/tahun) dan cumi-cumi 328.960 ton/tahun. Dengan demikian secara nasional
potensi lestari perikanan laut sebesar 6,7 juta ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan
mencapai 48% (Dirjen Perikanan 1995). Data pada tahun 1998 menunjukkan bahwa
produksi ikan laut adalah 3.616.140 ton dan hal ini menunjukkan bahwa tingkat
pemanfaatan potensi laut baru mencapai 57,0% (Ditjen Perikanan 1999 dalam Susilo
2001). Sedangkan potensi lahan pertambakan diperkirakan seluas 866.550 Ha dan baru
dimanfaatkan seluas 344.759 Ha (39,78%) bahkan bisa lebih tinggi lagi. Dengan
demikian masih terbuka peluang untuk peningkatan produksi dan produktivitas lahan.
Keterlibatan masyarakat dalam meningkatkan produksi perlu diatur sehingga bisa
mendatangkan keuntungan bagi semua pihak dan pengelolaan yang bersifat ramah
lingkungan dan lestari.
Pada usaha penangkapan ikan, perlu adanya peningkatan keterampilan bagi
masyarakat dengan menggunakan teknologi baru yang efisien. Hal ini untuk
mengantisipasi persaingan penangkapan oleh negara lain yang sering masuk ke perairan
Indonesia dengan teknologi lebih maju. Usaha ini melibatkan semua pihak mulai dari
masyarakat nelayan, pengusaha dan pemerintah serta pihak terkait lainnya. Hal lain
yang perlu dilakukan adalah memberi pengertian pada masyarakat nelayan tentang
bahaya penangkapan yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bahan peledak
atau penggunaan racun.
Pada bidang pertambakan, disamping dilakukan secara ekstensifikasi, usaha
peningkatan hasil pertambakan dalam bentuk intensifikasi. Hal ini jika dihubungkan
dengan pengelolaan tambak di Indonesia pada umumnya masih tradisional. Dengan
hasil produksi pertambakan Indonesia tahun 1998 berjumlah 585.900 ton yang
merupakan nilai lebih dari 50% hasil kegiatan budidaya perikanan (Susilo 1999 dalam
Ditjen Perikanan 1999). Keterlibatan masyarakat dalam bentuk pertambakan inti rakyat
dimana perusahaan sebagai intinya dan masyarakat petambak sebagai plasma
merupakan suatu konsep yang baik meskipun kadangkala dalam pelaksanaannya
banyak mengalami kendala. Hubungan lainnya seperti kemitraan antara masyarakat
petambak dengan pengusaha penyedia sarana produksi juga adalah salah satu model
kemitraan yang perlu dikembangkan dan disempurnakan dimasa yang akan datang.
b.
c.
Jasa-jasa Lingkungan
Jasa-jasa lingkungan yang dimaksud meliputi fungsi kawasan pesisir dan lautan
sebagai tempat rekreasi dan parawisata, media transportasi dan komunikasi, sumber
energi, sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan keamanan, penampungan limbah,
pengatur iklim, kawasan lindung, dan sistem penunjang kehidupan serta fungsi
fisiologis lainnya.
B. Permasalahan Pembangunan Wilayah Pesisir
Ada beberapa masalah yang terjadi dalam pembangunan wilayah pesisir dan lautan di
Indonesia antara lain adalah pencemaran, degradasi habitat, over-eksploitasi sumber
daya alam, abrasi pantai, konversi kawasan lindung menjadi peruntukan pembangunan
lainnya, dan bencana alam.
a.
Pencemaran
Pencemaran laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,
dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga
kualitasnya menurun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut
tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya (DKP RI, 2002).
Masalah pencemaran ini disebabkan karena aktivitas manusia seperti pembukaan
lahan untuk pertanian, pengembangan kota dan industri, penebangan kayu dan
penambangan di Daerah Aliran Sungai (DAS). Pembukaan lahan atas sebagai bagian
dari kegiatan pertanian telah meningkatkan limbah pertanian baik padat maupun cair
yang masuk ke perairan pesisir dan laut melalui aliran sungai.
Pengembangan kota dan industri merupakan sumber bahan sedimen dan pencemaran
perairan pesisir dan laut. Pesatnya perkembangan pemukiman dan kota telah
meningkatkan jumlah sampah baik padat maupun cair yang merupakan sumber
pencemaran pesisir dan laut yang sulit dikontrol. Sektor industri dan pertambangan
yang menghasilkan limbah kimia (berupa sianida, timah, nikel, khrom, dan lain-lain)
yang dibuang dalam jumlah besar ke aliran sungai sangat potensial mencemari perairan
pesisir dan laut, terlebih bahan sianida yang terkenal dengan racun yang sangat
berbahaya.
b.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan rusaknya terumbu karang antara lain adalah :
(1) penambangan batu karang untuk bahan bangunan, jalan, dan hiasan, (2)
penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, racun, dan alat tangkap ikan
tertentu, (3) pencemaran perairan oleh limbah industri, pertanian dan rumah tangga, (4)
pengendapan dan peningkatan kekeruhan perairan akibat erosi tanah di darat,
penggalian dan penambangan, (5) eksploitasi berlebihan sumber daya perikanan
karang.
Ekosistem padang lamun secara khusus rentan terhadap degradasi lingkungan yang
diakibatkan oleh aktivitas manusia. Beberapa aktivitas manusia yang dapat mengrusak
ekosistem padang lamun adalah (1) pengerukan dan pengurugan untuk pembangunan
pemukiman pinggir laut, pelabuhan, industri dan saluran navigasi, (2) pencemaran
logam industri terutama logam berat, dan senyawa organoklorin, pembuangan sampah
organik, pencemaran oleh limbah industri, pertanian, dan minyak (Bengen 2002).
c.
secara langsung atau tidak merusak ekosistem dan lingkungan sehingga perkembangan
sumber daya perikanan terganggu. Disamping itu, kurangnya apresiasi dan pengetahuan
manusia untuk melakukan konservasi sumber daya perikanan, seperti udang, mangrove,
terumbu karang, dan lain-lain.
d.
Abrasi Pantai
Ada 2 faktor yang menyebabkan terjadinya abrasi pantai, yaitu : (1) proses alami
(karena gerakan gelombang pada pantai terbuka), (2) aktivitas manusia. Kegiatan
manusia tersebut misalnya kegiatan penebangan hutan (HPH) atau pertanian di lahan
atas yang tidak mengindahkan konsep konservasi telah menyebabkan erosi tanah dan
kemudian sedimen tersebut dibawa ke aliran sungai serta diendapkan di kawasan
pesisir. Aktivitas manusia lainya adalah menebang atau merusak ekosistem mangrove di
garis pantai baik untuk keperluan kayu, bahan baku arang, maupun dalam rangka
pembuatan tambak. Padahal menurut Bengen (2001, 2000) hutan magrove tersebut
secara ekologis dapat berfungsi : (1) sebagai peredam gelombang dan angin badai,
pelindung pantai dari abrasi, penahan lumpur, dan penangkap sedimen yang diangkut
oleh aliran air permukaan, (2) penghasil detritus (bahan makanan bagi udang, kepiting,
dan lain-lain) dan mineral-mineral yang dapat menyuburkan perairan, (3) Sebagai
daerah nurshery ground, feeding ground dan spawing ground bermacam biota perairan.
e.
f.
Bencana Alam
Bencana alam merupakan kejadian alami yang berdampak negatif pada sumber daya
pesisir dan lautan diluar kontrol manusia. Beberapa macam bencana alam yang sering
terjadi di wilayah pesisir dan merusak lingkungan pesisir antara lain adalah kenaikan
muka laut, gelombang pasang tsunami, dan radiasi ultra violet.