Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dasar Dasar Teori


2.1.1. Hubungan tegangan dan regangan
Hubungan teganan dan regangan pertama kali dikemukakan oleh Robert
Hooke pada tahun 1678. Dalam hokum hooke dijelaskan bahwa baja lunak ditarik
oleh gaya aksial tertentu pada kondisi temperatur ruang maka material tersebut
akan mengalami regangan yang nilainya berbanding lurus dengan tegangan
ataupun dengan beban aksial yang diberikan kondisi tersebut kemudian disebut
sebagai kondisi elastis. Hubungan antara tegangan dan regangan dapat
diinterpretasikan sebagai berikut:
=
=

(2.1)

(0 )
0

(2.2)
(2.3)

Dimana: P = Beban Aksial


A = Luas Profil
lo = Panjang Mula-mula
l = Panjang Batang setelah dibebani
E = Modulus Young/ Modulus kekenyalan

Universitas Sumatera Utara

Tegangan didefinisikan sebagai intensitas gaya yang bekerja pada tiap


satuan luas bahan sedangkan regangan didefinisikan sebagai suatu perbandingan
antara perubahan dimensi suatu bahan dengan dimensi awalnya. Karena regangan
merupakan rasio antara dua panjang, maka regangan ini merupakan besaran tak
berdimensi, artinya regangan tidak mempunyai satuan. Dengan demikian,
regangan dinyatakan hanya dengan suatu bilangan, tidak bergantung pada sistem
satuan apapun. Harga numerik dari regangan biasanya sangat kecil karena batang
yang terbuat dari bahan struktural hanya mengalami perubahan panjang yang kecil
apabila dibebani. Hubungan antara regangan dan tegangan untuk lebih jelasnya
dapat digambarkan pada gambar 2.1

Gambar 2.1. Hubungan tegangan dan regangan

Daerah pertama yaitu OA, merupakan garis lurus dan menyatakan daerah
linear elastis. Kemiringan garis ini menyatakan besarnya modulus elastis atau
disebut juga Modulus young, E. diagram tegangan- regangan untuk baja lunak

Universitas Sumatera Utara

umumnya memiliki titik leleh atas ( Upper Yield Point ),yu dan daerah leleh
datar. Secara praktis, letak titik leleh atas ini, A tidaklah terlalu berarti sehingga
pengaruhnya sering diabaiakan. Lebih lanjut, tegangan pada titik A disebut
sebagai tegangan leleh, dimana regangan pada kondisi ini berkisar 0.00012. Dari
grafik tersebut dapat dilihat bahwa bila regangan terus bertambah hingga
melampaui harga ini, ternyata tegangannya dapat dikatakan tidak mengalami
pertambahan. Sifat dalam daerah AB ini kemudian kemudian disebut sebagai
daerah plastis. Lokasi titik B, yaitu titik akhir sebelum tegangan mengalami
sedikit kenaikan, tidaklah dapat ditentukan. Tetapi, sebagai perkiraan dapat
ditentukan terletak pada regangan 0,014 atau secara praktis dapat ditetapkan
sebesar sepuluh kali besarnya regangan leleh.
Daerah BC merupakan daerah strain- hardening, dimana pertambahan
regangan akan diikuti oleh pertambahan sedikit tegangan. Disamping itu
hubungan tegangan- regangannya tidak bersifat linear. Kemiringan garis setelah
titik B ini didefinisikan sebagai Es. Di titik M, tegangan mencapai titik maksimum
yang disebut sebagai tegangan tarik ultimit ( ultimate tensile strength ). Pada
akhirnya material akan putus ketika mencapai titik C.
Besaran- besaran pada gambar 2.1 akan tergantung pada komposisi baja,
proses pembuatan pengerjaan baja dan temperature baja pada saat percobaan.
Tetapi factor- faktor tersebut tidak terlalu mempengaruhi besarnya modulus
elastisitas ( E ). Roderick dan Heyman (1951), melakukan percobaan terhadap
empat jenis baja dengan kadar karbon yang berbeda, data yang dihasilkan
ditampilkan pada table 2.1

Universitas Sumatera Utara

Table 2.1 Hubungan persentase karbon ( C ) terhadap tegangan


%C

(N/mm2)

ya /y

s / y

Es / Ey

0.28

340

1.33

9.2

0.037

0.49

386

1.28

3.7

0.058

0.74

448

1.19

1.9

0.070

0.89

525

1.04

1.5

0.098

Dari table 2.1 dapat dilihat bahwa semakin besar tegangan lelehnya maka
semakin besar kadar karbon yang dibutuhkan. Tegangan bahan akan berpengaruh
pada daktalitas bahan. Semakin tinggi tegangan leleh maka semakin rendah
daktalitas dari material tersebut. Daktalitas adalah perbandingan antara s dan y
dimana s adalah regangan strain hardening dan y adalah regangan leleh.

Selanjutnya, apabila suatu material logam mengalami keadaan tekan dan


tarik secara berulang, diagram tegangan regangannya dapat berbentuk seperti
gambar 2.2. lintasan dan tekan akan sama. Hal ini menunjukkan suatu keadaan
yang disebut efek bauschinger, yang pertama kali diperkenalkan oleh J.
Bauschinger dalam makalahnya yang dipublikasikan pada tahun 1886.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2. Efek bauschinger


Hubungan regangan-tegangan untuk keperluan analisis ini diidealisasikan
dengan mengabaikan pengaruh tegangan leleh atas (strain hardening ) dan efek
bauschinger, sehingga hubungan antara tegangan dan regangan menjadi seperti
gambar 2.3. keadaan semacam ini sering disebut sebagai keadaan hubungan
plastis ideal (ideal plastic relation).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3. Hubungan plastic ideal

2.1.2. Distribusi Tegangan Regangan


Sebuah balok diatas dua tumpuan sendi dan menahan beban terpusat W
seperti gambar 2.4. dari persamaan keseimbangan, kita dapat memperoleh reaksi
tumpuan sebesar W/2. Diagram momen lenturnya terdapat pada 2.4b, dengan
momen maksimumnya sebesar Wl/4 yang terletak dibawah titik beban.
W
C

A
W/2

l/2

B
W/2

l/2
a
Wl/4

Gambar 2.4. Perletakan sederhana


Jika besarnya tegangan maksimum belum mencapai tegangan leleh,
distribusi tegangan dan regangan dari semua penampangnya akan berupa garis
lurus. Hal ini sesuai dengan hukum Bernoulli dan Navier, yaitu bersifat linear dan
nol pada garis netral. Dengan demikian, tegangan dan regangan disuatu serat yang
ditinjau adalah berbanding lurus terhadap jarak dari garis netral penampang.
Teganan tarik maksimum pada serat bawah dan tegangan tekan pada serat atas
adalah :
=

(2.4)

Dengan M = momen lentur

Universitas Sumatera Utara

S = modulus penampang (section modulus).


Jika beban terpusat semakin besar, tegangan di setiap serat penampang
turut bertambah pula. Keadaan ini dapat kita lihat pada gambar 2.5, gambar 2.5b
menunjukkan tegangan dan regangan pada serat terluar yang telah mencapai
kondisi leleh. Keadaan ini terletak ditik A pada gambar 2.1, dan besarnya momen
padatitik ini disebut sebagai momen leleh (yield stress), My.
Apabila beban w diperbesar lagi, tengangan lelehnya mulai menjalar
keserat sebelah dalam, gambar 2.5c-d. bahwa tidak ada tegangan yang lebih besar
daripada tegangan leleh, tetapi momen dalam dapat terus bertambah karena
resultan gaya dalamnya bertambah besar. Dengan pemberian sedikit penambahan
beban lagi, akan tercapailah keadaan dimana seluruh serat penampang mengalami
tegangan leleh, gambar 2.5e. momen dalam menjadi maksimum dan merupakan
momen plastis. Pada kondisi ini, penampang tadi akan mengalami rotasi yang
cukup besar tanpa terjadi perubahan momen. Dengan kata lain dititik tersebut
telah terjadi sendi plastis. Titik c pada gambar 2.4 memiliki harga momen yang
terbesar, sehingga titk ini akan lebih cepat untuk berubah menjadi sendi plastis
dibandingkan dengan titik lainnya.

Universitas Sumatera Utara

<

tegangan
(b)

(a)

(c)
2

(d)

(e)
10
regangan

10

Gambar 2.5. Distribusi tegangan - regangan


2.1.3. Menentukan garis netral profil
Garis netral untuk tampak yang sama pada kondisi elastis tidak akan
sama dengan kondisi garis netral pada saat plastis. Pada kondisi elastis, garis
netral merupakan garis yang membagi penampang menjadi dua bagian yang sama
luasnya. Pada kondisi plastis, garis netral ditinjau sebagai berikut :

A1
A2

D1

Z1

Z2

D2

gambar 2.6. penentuan garis netral

D1 = A1. y

(2.5)

Universitas Sumatera Utara

D2 = A2. y

(2.6)

Agar terjadi keseimbangan maka D1 = D2


Sehingga

A1 = A2 = 1/2 A

Selanjutnya

Z1 = S1/A1
Z2 = S2/A2

Dimana :

S1 = statis momen pada bidang A1 terhadap garis netral plastis


S2 = statis momen pada bidang A2 terhadap garis netral plastis
D1 = resultan gaya tekan diatas garis netral plastis
D2 = resultan gaya tarik diatas garis netral plastis
Z1 = section modulus luasan 1
Z2 = section modulus luasan 2

Untuk menentunkan momen plastis batas digunakan :


Mp = D1 (Z1 + Z2)
Mp = y A ( Z1 + Z2 )
2.1.4. Hubungan momen kelengkungan
Pada saat terjadi sendi plastis pada suatu struktur dengan perletakan
sederhana, suatu struktur akan berotasi secara tidak terbatas. Sebelun gaya luar
bekerja, balok masih dalam keaadan lurus.

Universitas Sumatera Utara

A1

B1

C1

M
A
a

y
a1

c1

b1
A1

C1

B1

Gambar 2.7. Kelengkungan balok


Setelah

gaya

luar

bekerja,

balok

akan

mengalami

pelenturan.

Diasumsikan bahwa material penyusun balok adalah homogen dan diasumsikan


bahwa balok hanya mengalami lentur murni tanpa gaya aksial.

Perubahan kelengkungan akibat lentur murni ditunjukkan oleh gambar


2.5. titik A, B dan C akan tertekan sedangkan titik A1, B1, C1, akan meregang.
Perpanjangan titik A1-A, B1-B, C1-C akan mengalami perpotongan pada titik O.
sudut yang terbentuk akibat trjadinya perubahan kelengkungan ditik A dan B atau
B dan C, dinyatakan dengan . Kalau ini sangat kecil maka :

= ( )

11 =

dengan adalah jari- jari kelengkungan ( radius of curvature )


Universitas Sumatera Utara

sehingga, regangan pada arah memanjang disuatu serat sejauh y dari sumbu netral
dapat dinyatakan sebagai:

1 1
1 1

(2.7)

Dimana 1/ menunjukkan kelengkungan ( K ). Tanda negatif menunjukkan bahwa


bagian diatas garis netral, berada pada kondisi tekan, sedangkan pada kondisi
dibawah garis netral berada pada kondisi tarik. Dengan

(2.8)

Ey

Tegangan tarik pada serat bawah dan tegangan tekan pada sera atas adalah :

Dimana : S adalah modulus penampang

Akhirnya didapat

EI

d2y
dx2

ESD/2

dimana S.D/2 = I (momen inersia)


(2.9)

Universitas Sumatera Utara

D/2

Garis netral

D/2

= Daerah yang mengalami elastis


= daerah yang berada pada kondisi elastis
gambar 2.8. Distribusi tegangan pada penampang
Pada gambar 2.8. dapat dilihat bahwa regangan pada serat terluar telah
mencapai tegangan leleh. Sedangkan serat terjauh Z dari garis netral belum
mengalami tegangan leleh. Dengan demikian daerah sejauh 2Z materialnya masih
berada pada kondisi elastis dan besarnya momen dalam dapat dicari dari resultan
bagian elastis dan plastis.

Jika Z=D/2, hanya serat terluar saja yang mencapai kondisi leleh dan
besar momen dalam yang ditahan disebut sebagai momen leleh (My ).

My = S .

(2.10)

Dimana S adalah modulus penampang (section modulus)


Dari persamaan (2.6) dengan harga = , = , dapat diperoleh :

= /

(2.11)

= 2 /

(2.12)

Selanjutnya untuk Z = D diperoleh :

Dimana K

= kelengkungan pada kondisi plastis sebagian (partially plastic

state)

Universitas Sumatera Utara

Ky = kelengkungan pada saat kondisi leleh


Perbandingan antara momen plastis (Mp) dengan momen leleh (My)
menyatakan peningkatan kekuatan penampang akibat ditinjau dari kondisi plastis.
Perbandingan ini tergantung dari bentuk penampang (shape factor) yang
dinotasikan sebagai f.
M/My
c
b
a

K/ky

Gambar 2.9. Hubungan momen kelengkungan


dari gambar 2.9 dapat dilihat bahwa suatu kurva hubungan momen terhadap
kelengkungan (M-K), dimana dari kurva tersebut dapat dilihat bahwa nilai momen
( M ) akan semakin mendekati f. My apabila harga K semakin besar. Bila nilai
menjadi factor bentuk ( f ) maka harga K akan mencapai harga tidak berhingga,
dimana ini menandakan bahwa nilai z dalam persaamaan 2.11 sama dengan nol,
dimana y = z, maka seluruh penampang serat mencapai kondisi plastis penuh dan
momen plastisnya adalah Mp = f. My. Dimana f adalah factor bentuk yang
merupakan perbandingan antara momen plastis dan momen leleh menyatakan

Universitas Sumatera Utara

peningkatan

kekuatan

penampang

akibat

ditinjau

dari

kondisi

plastis.

Perbandingan ini tergantung dari bentuk penampang.


2.1.5. Analisa penampang
Pada bagian ini akan diberikan paparan yang lebih mendetail tentang
distribusi tegaganan pada keadaan leleh menuju kondisi plastis penuh yang
digambarkan pada gambar 2.10.

1
2

D/2
D/2

1
2

2
1

B
Tampang persegi

Momen elastis

Momen plastis

Gambar 2.10. Distribusi tegangan pada keadaan leleh dan keadaan plastis pada
tampang persegi
Modulus elastis
My

= 2M1+2M2

= 2 . + + 2. . .

2 2

= + . + . 2
2

= . 2 + 2
2

= .

4
4

3 2

1 2

3 2 2

= .

= .

12

Universitas Sumatera Utara

1
6

. 2 .

(2.13a)

Modulus plastis
Momen plastis yaitu luasan tampang kali lengan momen
Mp

= 2. .
=

1
4

. 2 .

(2.13b)

Jika menggunakan factor bentuk (shape factor) yang dinotasikan dengan f, maka
hubungan antara kapasitas momen pada saat keadaan leleh (My) dan kapasitas
momen pada keadaan plastis (Mp) akan menghasilkan :
=
=

1
. 2.
4
1
. 2.
6

= 1,5
2.2.

SENDI PLASTIS

2.2.1. Umum
Sendi plastis merupakan suatu kondisi dimana terjadi perputaran (rotasi)
pada suatu struktur yang berlangsung secara terus menerus sebelum pada akhirnya
mencapai keruntuhan yang diakibatkan oleh pembebanan eksternal.

Dengan timbulnya sendi plastis pada suatu sturktur maka sifat dari
konstruksi tersebut akan berubah, sebagai contoh:
1. Bila konstruksi semula merupakan statis tertentu, maka dengan
timbulnya satu sendi plastis akan membuat konstruksi menjadi labil dan
runtuh.

Universitas Sumatera Utara

2. Pada suatu konstruksi yang hiperstatis berderajat n, bila timbul satu sendi
plastis maka konstruksi akan berubah derajat kehiperstatis dari suatu
konstruksi.
Dengan timbulnya sendi plastis pada suatu konstruksi maka momen yang
yang semula dihitung dengan cara elastis harus dihitung kembali sesuai dengan
perubahan sifat konstruksi yang ditimbulkan oleh sendi plastis tersebut.

2.2.2. Bentuk sendi plastis


Sendi plastis akan membentuk satu persamaan garis tertentu sebelum
terjadi keruntuhan.

Kita tinjau proses terjadinya sendi plastis dan panjang plastis ( lp ) pada
balok sepanjang L dengan pembebanan terpusat asimetris
P
O

gn

lP
L

Gambar 2.11. Balok dengan pembebanan terpusat

= (1 )

= (1 2 )

(1 ) = (1 2 )

Universitas Sumatera Utara

= 2

() =

() =

Gambar 2.12. Lengkung sendi plastis beban terpusat

Kita tinjau proses terjadinya sendi plastis dan panjang plastis ( lp ) pada
balok sepanjang L dengan pembebanan terbagi rata

gn

lP
L
Gambar 2.13. Balok dengan pembebanan terbagi rata
= (1

2
)
2

= (1 2 )

(1

2
) = (1 2 )
2

= 2 2

() =

Universitas Sumatera Utara

() =

Gambar 2.14.Gambar dengan sendi plastis terbagi rata


Kita tinjau proses terjadinya sendi plastis dan panjang plastis ( lp )
pada balok sepanjang L dengan pembebanan terbagi rata segitiga

gn

lP
L
Gambar 2.15. Balok dengan pembebanan terbagi rata segitiga

= (1

3
)
3

= (1 2 )
(1

3
) = (1 2 )
3

= 3 2
3

= 2

() = 2

Universitas Sumatera Utara

() = 2

Gambar 2.16. Gambar sendi plastis beban segitiga

2.3.
2.3.1.

ANALISA STRUKTUR SECARA PLASTIS


Pendahuluan
Analisa struktur secara plastis bertujuan untuk menentukan beban batas

yang dapat dipikul oleh suatu struktur ketika mengalami keruntuhan. Kruntuhan
struktur dimulai dengan terjadinya sendi plastis. Keruntuhan dapat bersifat
menyeluruh ataupun parsial.
Suatu struktur hiperstatis berderajat n akan mengalami mengalami
keruntuhan total jika kondisinya labil, di sini telah terbentuk lebih dari n buah
sendi plastis. Keruntuhan parsial terjadi apabila sendi plastis yang terjadi pada
mekanisme keruntuhan tidak menyebabkan struktur hiperstatis dengan derajat
yang lebih rendah dari yang semula.

Suatu struktur statis tak tentu mempunyai sejumlah mekanisme


keruntuhan yang berbeda. Setiap mekanisme keruntuhan itu menghasilkan beban
runtuh yang berbeda. Sehingga pada akhirnya dipilih mekanisme yang
menghasilkan beban runtuh yang terkecil.

Universitas Sumatera Utara

Jumlah sendi plastis yang dibutuhkan untuk mengubah suatu struktur


kedalam kondisi mekanisme runtuhnya sangat berkaitan dengan derajat statis tak
tentu yang ada dalam struktur tersebut. Dalam hal ini dapat dibuat runusan
sebagai berikut : = + 1
Dimana

n = jumlah sendi plastis untuk runtuh


r = derajat statis tak tentu

1. untuk struktur balok dua perletakan sendi- sendi (struktur statis tertentu )
dengan = 0 = 1
P

Gambar 2.17. struktur pembebanan dan mekanisme runtuh perletakan sendi- sendi
Struktur diatas hanya memerlukan sebuah sendi platis untuk mencapai
mekanisme runtuhnya yaitu sendi plastis pad momen maksimum (dibawah
beban titik).
2. Suatu balok dua perletakan sendi- jepit ( struktur statis tak tentu berderajat
1) dengan = 1 = 2
P

Gambar 2.18. struktur pembebanan dan mekanisme runtuh perletakan sendi- jepit

Universitas Sumatera Utara

Struktur perletakan ini memerlukan dua buah sendi plastis untuk mencapai
mekanisme keruntuhannya . sendi plastis pada system perletakan tersebut
akan terjadi pada titik dimana terjadinya momen maksimum dan pada
perletakan jepit.
3. Untuk balok struktur dua perletakan jepit- jepit (struktur statis tak tentu
berderajat dua) dengan = 2 = 3
P

Gambar 2.19. struktur pembebanan dan mekanisme runtuh perletakan jepit jepit
Pada struktur perletakan ini diperlukan tiga buah sendi platis untuk mencapai
mekanisme keruntuhannya. Sendi pada system perletakan tersebut akan terjadi
pada titik dimana terjadinya momen maksimum dan pada perletakan jepit.
2.3.2. Perhitungan struktur
Pada prinsipnya, jika suatu struktur mencapai kondisi keruntuhan maka
akan dipenuhi ketiga kondisi berikut:
1. Kondisi leleh (Yield Condition)
Momen lentur dalam struktur tidak ada yang melampaui momen batas
(Mp)
2. Kondisi keseimbangan (Equilibrium Condition)
3. Kondisi mekanisme (mechanism condition)
Beban batas tercapai apabila terbentuk suatu mekanisme keruntuhan.

Universitas Sumatera Utara

Ketiga kondisi diatas menjadi syarat dari teorema berikut:


1. Teorema batas bawah ( lower bound theorem)
Teorema batas bawah menetapkan atau menghitung distribusi momen
dalam struktur berdasarkan kondisi keseimbangan dan leleh. Beban yang
dianalisa memiliki factor beban ( ) yang memiliki nilai yang lebih kecil
dari harga yang sebenarnya ( ), dirumuskan sehingga hasil yang
dihasilkan mungkin aman mungkin tidak.

2. Teorema batas atas (upper bound theorem)


Jika distribusi momen yang diperoleh dihitung berdasrkan syarat yang
memenuhi kondisi keseimbangan dan mekanisme, dapat dipastikan bahwa
harga factor bebannya akan lebih besar atau sama dengan harga
sebenarnya, ( ),

Sehingga hasil yang dihasilkan mungkin benar atau mungkin tidak.

3. Teorema unik (unique theorem)


Distribusi momen untuk teorema ini akan memenuhi ketiga kondisi
tersebut di atas sehingga akan diperoleh nilai factor beban dari mekanisme
struktur yang ditinjau : = . Pada teorema ini terdapat 4 metode yang

dapat digunakan :
a.

Metode statis

b.

Metode kerja virtual (virtual work method)

c.

Metode distribusi momen

d.

Metode element hingga(finite element method)

Universitas Sumatera Utara

2.3.3. Metode kerja virtual


Metode kerja virtual adalah metode yang meninjau keseimbangan energi
dari struktur tersebut ketika mengalami mekanisme runtuhnya.
Persamaan kerja virtual ini dapat ditulis sebagagai berikut :
. = .

Dimana : Wi

(2.14)

= beban luar ( beban terpusat atau terbagi rata)


= deformasi struktur

= 2 tan , untuk sudut yang kecil tan =

Mj

= momen pada tampang kritis

= sudut rotasi sendi plastis

tan =

2.3.4. Metode Elemen Hingga Untuk Elemen Plane frame


Metode elemen hingga merupakan salah satu metode yang digunakan
untuk menghitung gaya-gaya dalam yang terjadi dalam suatu komponen struktur.
Metode elemen hingga juga dikenal sebagai metode kekakuan ataupun
displacement methode karena yang didapat terlebih dahulu dari perhitungan
adalah perpindahan baru kemudian gaya batang dicari.
Dalam hubungannya dengan tugas akhir ini, metode elemen hingga ini
digunakan untuk perhitungan gaya-gaya dalam yang terjadi pada komponen
struktur. Untuk itu, metode elemen hingga yang digunakan adalah metode elemen
hingga untuk Elemen Plane frame dimana gaya yang bekerja pada struktur yang
diperhitungkan hanya terbatas pada gaya normal, gaya lintang, dan momen pada
arah z

Universitas Sumatera Utara

Persamaan umum untuk metode elemen hingga ini adalah :


{} = []{}
dimana : {f}

(2.15)

= Matriks gaya-gaya batang ( kg )

[k]

= Matriks kekakuan struktur ( N/m2 )

{d}

= Matriks perpindahan ( m dan rad )

Kemudian rumus untuk menentukan kekakuan global dapat diturunkan sebagai


berikut :
= [ ]{}

= [ ]{}
{} = []{}

[ ]1 = [][ ]1

= [ ][][]1

Maka ditentukan matriks kekakuan global adalah :


= [ ][][]1

Dengan [ ] adalah suatu faktor konversi gaya-gaya ke arah sumbu global yang

berbeda-beda untuk tiap jenis struktur dan akan dijabarkan kemudian. Setelah
diperoleh matriks kekakuan global, maka dapat disusun suatu matriks kekakuan
struktur yang memasukkan semua komponen-komponen elemen yang ada.

1 = 1
2
0

0 1

2 2

Universitas Sumatera Utara

Langkah berikutnya yaitu menentukan syarat-syarat batas yang ada dan kemudian
nilai perpindahan dapat diperoleh. Dengan nilai perpindahan global yang
diperoleh, gaya-gaya batang untuk tiap element dapat ditentukan dengan :
{} = []{}
dimana :
{} = [ ]1

Dalam menggunakan metode elemen hingga, perlu diperhatikan, bahwa


pada tiap elemen / batang akan terdapat dua buah titik simpul yaitu simpul awal
yang diberi tanda (1) dan simpul akhir yang diberi tanda (2) dan sebuah elemen
yang diberi tanda (a) seperti tampak pada Gambar.2.14

Gambar
2.20. TitikSimpul
simpuldan
danElemen
element
Gambar.II.11.Titik

Derajat kebebasan adalah jumlah komponen perpindahan yang dapat


terjadi pada kedua simpul yang ada pada suatu elemen. Jumlah derajat kebebasan
berbeda-beda untuk tiap jenis struktur. Misalnya, untuk elemen rangka, jumlah
derajat kebebasannya adalah dua yaitu masing-masing satu perpindahan dalam
arah sumbu batang ( biasanya disebut sebagai sumbu 1 ) pada titik simpul (1) dan
(2).
Dari jumlah derajat kebebasan yang ada, suatu matriks kekakuan untuk
suatu jenis struktur dapat ditentukan. Masing-masing jenis struktur memiliki suatu
matriks kekakuan tersendiri dimana matriks kekakuan untuk elemen rangka

Universitas Sumatera Utara

berbeda dengan matriks kekakuan untuk elemen frame dan lain-lainnya. Begitu
pula halnya dengan matriks kekakuan untuk elemen grid. Matriks kekakuan dari
elemen plane frame dapat diperoleh dengan menggabungkan Matriks kekakuan
truss element dengan beam element. Memiliki 6 buah DOF dimana elementelementnya mengalami gaya normal, gaya lintang, dan momen pada arah z.
Kekakuan dalam suatu struktur terbagi dalam dua jenis yaitu kekakuan
lokal dan kekakuan global. Kekakuan lokal adalah kekakuan elemen yang
mengacu arah sumbu masing-masing elemen sedangkan kekakuan global adalah
kekakuan elemen yang mengacu pada sistem koordinat global yaitu sistem
koordinat kartesian (XYZ). Jika dalam suatu struktur terdapat lebih dari satu
batang dengan arah sumbu lokal yang berbeda, maka kekakuan lokal dari tiap
elemen harus diubah menjadi kekakuan global agar matriks kekakuan dari semua
elemen yang ada dapat digabungkan.
z1

Sx1
Sy1

z2
Sx2
Sy2

Gambar 2.21. derajat kebebasan untuk elemen plane frame

Untuk elemen plane frame, seperti yang telah disebutkan di atas,


kekakuan lokalnya merupakan gabungan dari kekakuan lokal untuk truss element
dengan beam element.

Universitas Sumatera Utara

Menentukan Matriks Kekakuan Untuk Flane-Frame Element


Syarat keseimbangan :

dimana :

1 = 2
1 =

=
1

1 =

Maka diperoleh :

2 =

(1 2 )

1 = 2 + .
2

(2 1 )

12
6
(1 2 ) + 2 (1 + 2 ) ;
3
2

12
6
(2 1 ) 2 (1 + 2 )
=
3

6
2
)
(
(21 + 2 ) ; 2

1
2
2

6
2
(1 + 22 )
= 2 (1 2 ) +

1
12

6
1

0
1
2
=
2
0

12
2 0
3

2
6
0
2

0
12
6
1
0
3

6
2
1
0
2

0
0 2

2
12
6
2 2
0
3

6
4
0 2

6
2
4

2
2

Jadi matriks kekakuan lokal untuk plane-frame element :

12

0
3

0
2
[] =

0

12
3
0

6
0
2

6
2
4

2
2

0
12
6
0
3

2
6
2

0
2

0
0

12
6
2
0
3

6
4
0 2

Universitas Sumatera Utara

Menentukan Matriks Kekakuan Global Untuk Plane-Frame Element


perhatikan gambar 1.2. pada sistem koordidat batang tipikal, Untuk simpul 1 pada
gambar tersebut, dapat dituliskan :
1
cos
1 = 1 = sin
0

Untuk satu element / batang berlaku :

sin
cos
0

0 1
0 1 = [ ]{1 }
1 1

= [ ]{ }

1 =

0
2

dimana :

0 1

2

[ ] =
0

Maka matriks kekakuan global untuk truss element adalah :


= [ ][ ][ ]1

Karena matriks [ ] merupakan matriks ortogonal maka dapat ditulisakan sebagai :


= [ ][ ][ ]


cos
sin

= 0
0
0
0

sin
cos
0
0
0
0

0
0
0
0
1
0
0 cos
0 sin
0
0

0
0
0
sin
cos
0

0
0

12 6

0
3
2
0

0
0

0
0
0
0
0

1
6
12
2
0
3

6
2

12
3

6
2

12
3
6
2

6
2
cos
2 sin

0
0
0 0

6 0

2
4

sin
cos
0
0
0
0

0
0
0
0
1
0
0 cos
0 sin
0
0

Jika dimisalkan cos = c dan sin = s, maka matriks kekekakuan global untuk
Plane-Frame Element :

Universitas Sumatera Utara

0
0
0
sin
cos
0

0
0

0
0
0
1

12
12
6
2 + 2 2
2

12 2
6
2
12
+ 2

6
6

=
12
12
6

2 + 2 2 2

12 2 + 12 2 6
2
2

6
6

12 2
12
6

2
2


12
12 2
6
2
2 + 2


6
6

12
12
6
2 + 2 2
2


12
12 2
6
2
2
+ 2


6
6

2 +

Setelah matriks kekakuan diperoleh maka gaya-gaya batang untuk


elemen plane frame dapat dihitung dengan terlebih dahulu menghitung besarnya
perpindahan yang terjadi pada titik-titik simpul dengan menggunakan persamaan
(2.15).

1
12

6
1

0
1
2
=
2
0

12
2 0
3

2
6
0
2

6
2
4

2
2

0
12
6
1
0
3

6
2
1
0
2

0
0 2

2
12
6
2 2
0
3

6
4
0 2

(2.16)

Setelah nilai-nilai perpindahan diperoleh dari persamaan (2.16), maka

gaya-gaya dalam untuk tiap elemen dapat dicari dengan menggunakan persamaan
(2.15).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai