Anda di halaman 1dari 8

PARALISIS PERIODIK HIPOKALEMIA

I.

DEFINISI
Paralisis periodik hipokalemik (PPH) adalah kelainan yang ditandai

kelemahan otot akut karena hipokalemia yang terjadi secara episodik. Sebagian besar
PPH merupakan PPH primer atau familial.1
II.

KLASIFIKASI
Paralisis periodic hipokalemik dibedakan menjadi:

a. PPH primer
Merupakan tipe yang paling sering atau disebut familial hypokalemic periodic
paralysis, diturunkan secara autosomal dominan, dan sepertiga kasus timbul
secara sporadik. 1
Familial hypokalemic periodic paralysis (paralisis periodik hipokalemik
familial, PPHF) merupakan kelainan yang diturunkan secara autosomal dominan,
ditandai dengan kelemahan otot atau paralisis flaksid akibat hipokalemia karena
proses perpindahan kalium ke ruang intraselular otot rangka. Kelainan ini dapat
mengenai semua ras, dengan awitan tersering pada usia 10 tahun (periode
peripubertas).2
b. PPH sekunder
Bersifat sporadik dan biasanya berhubungan dengan penyakit tertentu,
keracunan, atau pemakaian obat seperti penisillin dosis tinggi. Salah satu kelainan
ginjal yang dapat menyebabkan PPH sekunder adalah asidosis tubulus renalis
distal (ATRD) yang awitan pertama biasanya terjadi pada masa dewasa. 3 PPH
sekunder juga bisa ditemui pada keadaan tirotoksikosis, disebut thyrotoxic
periodic paralysis.4
III.

GEJALA KLINIS
Manifestasi klinis PPH yang disebabkan ATRD hampir sama

dengan gejala PPH familial (primer), berupa kelemahan otot bersifat


intermiten dan biasanya dicetuskan oleh makanan yang banyak
mengandung karbohidrat atau garam, rendah kalium, latihan fisik

berat,

infeksi,

stres,

udara

dingin,

minum

alkohol.

Biasanya

serangan terjadi pada malam hari sehingga pada saat bangun tidur
pagi pasien tiba-tiba tidak dapat berjalan. Kelemahan otot biasanya
terjadi pada ekstremitas bawah, dapat unilateral atau bilateral,
disertai dengan keluhan nyeri di awal serangan.5
Kelemahan otot bersifat gradual. Pada kondisi yang berat
dapat terjadi paralisis total dalam 24-48 termasuk otot pernafasan
dan dapat terjadi gagal nafas dan aritmia. Pada serangan yang
berlangsung lama, kelemahan bisa menetap. Pada pemeriksaan fisik
terdapat penurunan kekuatan motorik, penurunan sampai hilangnya
refleks tendon dan sensibilitas, namun kesadaran tidak terpengaruh.
Selain kelemahan pada otot yang disebabkan hipokalemia, ATRD
dapat menyebabkan gejala nonspesifik lain seperti muntah, poliuria,
dehidrasi, konstipasi, dan berat badan yang sulit bertambah.6
IV.

PENYEBAB

V.

PENDEKATAN DIAGNOSTIK7,8

Respons urin
Subyek normal, pada keadaan penurunan kadar kalium, dapat menurunkan
eksresi kalium urin dibawah 25-30 mEq/hari; nilai di atas kadar ini menggambarkan
paling tidak adanya kontribusi kebocoran kalium urin. Pengukuran acak kadar kalium
urin juga dapat dilakukan, namun mungkin kurang akurat bila dibandingkan dengan
pengukuran selama 24 jam. Sangat mungkin terjadi kehilangan ekstrarenal apabila
kadar kalium urin kurang dari 15 mEq/L (kecuali pasien tersebut sangat poliurik).
Nilai yang lebih tinggi, meskipun demikian, tidak harus mengindikasikan adanya
kebocoran kalium apabila volume urin menurun. Sebagai contoh, kadar kalium urin
40 mEq/L menggambarkan adanya konservasi kalium yang sesuai sebesar 20
mEq/hari apabila volume urin hanya 500cc.
Meskipun demikian, kebocoran kalium dapat diminimalisasi atau bahkan
tersamar apabila hantaran natrium dan air ke lokasi sekresi kalium distal menurun
oleh karena dehidrasi. Oleh karenanya, ekskresi kalium urin harus di atas 30-40
mEq/hari untuk mengindari permasalahan ini.
Kebanyakan kalium terfiltrasi diserap kembali di dalam tubulus proksimal dan
ansa Henle, sebagian besar kalium yang diekskresi dihasilkan dari sekresi oleh sel
prinsipal di tubulus koledokus kortikal dan medular luar. Respons terhadap depresi
kalium dua kali lipat: penurunan sekresi kalium oleh sel prinsipal (diperantarakan
oleh reduksi konsentrasi kalium di dalam sel, gambar 1) dan peningkatan reabsorpsi
kalium aktif oleh pompa H-K-ATPase di dalam membran luminal sel interkalasi tipe
A di dalam tubulus koledokus kortikal (gambar 2). Pompa-pompa ini, yang diaktivasi
oleh hipokalemia, menyerap kalium dan mensekresikan hidrogen. Penurunan
pelepasan hidrogen dan konsentrasi kalium sel tubular oleh karena hipokalemia
memerantari paling tidak sebagian dari adaptasi tubular ini.

Gambar 6. Penurunan sekresi kalium di sel prinsipal, diperantarai oleh penurunan


kadar kalium intraselular.
Konsentrasi kalium urin yang dapat dicapai dengan hipokalemia berkisar
antara 5 15 mEq/L, nilai yang lebih tinggi dibandingkan kemampuan untuk
mengeliminasi natrium dari urin pada keadaan dehidrasi. Kebocoran kalium minimal
ini dengan penurunan kadar kalium dapat menggambarkan kebocoran kalium pasif
keluar dari sel-sel koledokus medular interna ke arah gradien konsentrasi yang
menguntungkan melalui kanal kation non-selektif di dalam membran luminal.

Gambar 7. Peningkatan reabsorpsi kalium aktif oleh pompa H-KATPase di dalam


membran luminal oleh sel interkalasi tipe A di dalam tubulus koledokus.
Diagnosis
Setelah ekskresi kalium urin dapat diukur, beberapa kemungkinan diagnosis harus
dipertimbangakn pada pasien hipokalemia dengan penyebab yang belum jelas:
1. Asidosis metabolik dengan ekskresi kalium rendah, pada pasien asimtomatik,
menandakan adanya kehilangan gastrointestinal bawah oleh karena adanya
penyalahgunaan laksatif atau adenoma vilosa.

2. Asidosis metabolik dengan kebocoran kalium paling sering disebabkan oleh


ketoasidosis diabetikum, atau asidosis tubular renal tipe 1 dan 2.
3. Nefropati dengan kebocoran garam juga dapat menghasilkan temuan yang sama,
seperti insufisiensi ginjal bertanggung jawab terhadap asidemia.
4. Alkalosis metabolik dengan ekskresi kalium rendah disebabkan oleh karena
vomitus (sering pada bulimia yang berusaha untuk menurunkan berat badan) atau
penggunaan diuresis (di mana koleksi urin diperoleh setelah efek diuresis sudah
hilang).
5. Alkalosis metabolik dengan kebocoran kalium dan tekanan darah normal
seringkali disebabkan oleh vomitus, diuretik atau sindroma Bartter. Pada keadaan
ini, pengukuran kadar klorida urin seringkali membantu, rendah pada vomitus saat
ekskresi natrium dan kalium urin secara relatif tinggi oleh karena kebutuhan
mempertahankan

elektronetralitas

saat

kelebihan

bikarbonat

diekskresi.

Kemungkinan ini dapat ditentukan di sisi tempat tidur dengan kadar pH yang lebih
dari 7,0 apabila terdapat bikarbonaturia signifikan.
6. Alkalosis metabolik dengan kebocoran kalium dan hipertensi menandakan adanya
terapi diuretik pada pasien dengan hipertensi, penyakit renovaskular atau
disebabkan oleh karena beberapa kelainan kelebihan mineralokortikoid primer.
Salah satu cara yang mudah dan cepat untuk mengevaluasi tenaga pengendali
sekresi kalium netto adalah rumus gradien konsentrasi kalium transtubular
(transtubular kalium concentration gradient/TTKG). Rumus TTKG merupakan rasion
antara konsentrasi ion kalium di dalam lumen duktus koligentes dengan kapiler
peritubular atau plasma (diagram 1). Validitas pengukuran ini tergantung pada tiga
asumsi:
1. Sedikit solut yang direabsorpsi oleh duktus koledokus medular,
2. Ion kalium tidak disekresikan atau direabsorpsi di duktus koledokus medular,
dan
3. Osmolalitas cairan di duktus koledokus terminal diketahui.
Reabsorpsi atau sekresi ion kalium di dalam duktus koledokus medular jarang
terjadi, kecuali pada keadaan penurunan atau kelebihan kalium hebat. Pada saat
hormon ADH bekerja (osmolaritas urin > osmolaritas plasma), osmolaritas di bagian
terminal duktus koledokus sama dengan plasma dan konsentrasi ion kalium pada
nefron distal dapat diperkirakan dengan membagi konsentrasi ion kalium ruin dengan
rasio antara osmolalitas plasma dan urin.

TTKG = [Urine K (Urine osmolality / Plasma osmolality)] Plasma K


Hipokalemia dengan TTKG di atas 4 menandakan adanya kehilangan kalium
renal oleh karena peningkatan sekresi kalium distal. Kadar renin dan aldosteron
plasma seringkali membantu untuk membedakan antara beberapa penyebab
hiperaldosteronisme. Bikarbonaturia dan adanya anion lainnya yang tak dapat diserap
juga meningkatkan TTKG dan menyebabkan kebocoran kalium ginjal.

Diagram 1. Pendekatan diagnosis hipokalemia dengan menggunakan TTKG.


VI.

KOREKSI KALIUM PADA HIPOKALEMIA9,10

Indikasi koreksi kalium :


1. indikasi mutlak (segera diberikan)
pasien dalam pengobatan digitalis
pasien dengan ketoasidosis diabetic
pasien dengan kelemahan otot pernafasan
pasien dengan hipokalemia berat (K < 2 mEq/L)

2. indikasi kuat (diberikan dalam waktu tidak terlalu lama


pada keadaan insufisiensi koroner / iskemia otot jantung
ensefalopati hepatic
pasien menggunakan obat yang dapat menyebabkan perpindahan kalium dari
ekstra ke intrasel
3. indikasi sedang (pemberian kalium tidak perlu segera )
hipokalemia ringan (K antara 3-3,5 mEq/L)
Pemberian kalium lebih disukai melalui oral karena lebih mudah. Pemberian 4060 mEq dapat meningkatkan kadar kalium sebesar 1-1,5 mEq/L , dan pemberian 135160 mEq dapat meningkatkan kadar kalium 2,5-3,5 mEq/L. Pemberian kalium
intravena dalam bentuk larutan KCL disarankan melalui vena yang besar dengan
kecepatan 40-100 mEq/jam. KCL dilarutkan sebanyak 20 mEq dalam 100 ml NaCl
isotonik. Bila melalui vena perifer, KCL maksimal 60 mEq dilarutkan dalam NaCl
isotonik 1000 ml karena bila melebihi kadar ini dapat menimbulkan rasa nyeri dan
menyebabkan sklerosis vena.
Rumus Koreksi Kalium :
1. Hitung defisit kalium
Defisit K+ = K+ x BB x 0,8
2. Maintenance :

Dewasa

: 1 meq / BB / hari

Anak

: 2 meq / BB / hari

3. Cara Pemberian :
6 Jam I

: Defisit + maintenance

6 Jam II,III,IV : Maintenance


Sediaan: KCl Flacon 25 cc (25 meq/fl)

DAFTAR PUSTAKA
1. Ahlawat SK, Sachdev A. Classic diseases revisited: hypokalaemic paralysis.
Postgrad Med J 1999;75:193-7
2. Sarnat BH. Neuromuscular disorder. In: Berhman RE, Kliegman RM, Jensen HB,
editors. Nelson textbook of pediatrics. 18th ed. Philadelphia: WB Saunders; 2007.
p. 2531-40
3. Chang YC, Huang CC, Chiou YY, Yu CY. Renal tubular acidosis complicated with
hypokalemic periodic paralysis. Pediatr Neurol 1995;13:52-4
4. Palmer BF, Dubose TD. Disorders of potassium metabolism. In: Schrier RW,
editor. Renal and electrolyte disorders. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins; 2010. p. 137-64
5. Stedwell RE, Allen KM, Binder LS. Hypokalemic paralyses: a review of the
etiologies, pathophysiology, presentation, and therapy. Am J Emerg Med
1992;10:143-8
6. Bresolin NL, Grillo E, Fernandes VR, Carvalho FLC, GoesJEC, da Silva RJM. A
case report and review of hypokalemic paralysis secondary to renal tubular
acidosis. Pediatr Nephrol 2005;20:818-20
7. Assadi.Diagnosisofhypokalemia:Aproblemsolvingapproachtoclinicalcases.IJKD.
2008;2:115- 22.
8. Singer, GG, Brenner, BM. Fluid and Electrolyte Disturbances. In: Fa uci AS, et al.
editors. Harrisons Principles of Internal Medicine. Ed 17. McGrawHill, New
York, 2008. P. 282-5
9. Madjid, Amir S et all. 2008. Gangguan Keseimbangan Air-Elektrolit dan AsamaBasa. Edisi ke 2. Jakarta : FKUI
10. Bedah
Urologi.
2011.

Koreksi

Elektrolit.

Diakses

https://bedahurologi.wordpress.com/tag/koreksi-elektrolit/
tanggal 19 juni 2014

pada

Anda mungkin juga menyukai