Anda di halaman 1dari 16

BAB II

Landasan Teoritikal
2.1. Definisi
Faringitis Akut merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan semua
infeksi akut pada faring, termasuk tonsilitis (Tonsilofaringitis) yang berlangsung hingga
14 hari dan merupakan peradangan akut membrane mukosa faring dan struktur lain
disekitarnya. Karena letaknya yang sangat dekat dengan hidung dan tonsil, jarang terjadi
hanya pada tonsilitis namun juga mencakup nasofaringitis, dan tonsilofaringitis dan
ditandai dengan keluhan nyeri tenggorok. Faringitis streptokokus beta hemolitikus group
A (SBHGA) adalah infeksi akut orofaring dan / atau nasofaring SBHGA
(Rahajoe, 2012 dalam Aplikasi Asuhan Keperawatan).
Faringitis (pharyngitis) adalah suatu penyakit peradangan yang menyerang
tenggorok atau faring yang disebabkan oleh bakteri atau virus tertentu. Kadang juga
disebut sebagai radang tenggorok.
(Adam, 1997)
Faringitis adalah keadaan inflamasi pada struktur mukosa, submukosa
tenggorokan. Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring, hipofaring,
tonsil dan adenoid.Faringitis adalah penyakit tenggorokan, merupakan respon inflamasi
terhadap patogen yang mengeluarkan toksin. Faringitis juga bisa merupkan gejala dari
penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus, seperti penyakit flu. Faringitis adalah suatu
penyakit peradangan yang menyerang tenggorok atau faring kadang disebut juga sebagai
radang tenggorokan.
Secara umum faringitis dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Faringitis Akut
Faringitis virus atau bakterialis akut adalah penyakit yang sangat penting. Beberapa usaha
dilakukan pada klasifikasi peradangan akut yang mengenai dinding faring. Yang paling
logis untuk mengelompokkan sejumlah infeksi-infeksi ini dibawah judul yang relatif
sederhana Faringitis Akut. Disini termasuk faringitis akut yang terjadi pada pilek biasa
sebagai akibat penyakit infeksi akut seperti eksantema atau influenza dan dari berbagai
penyebab yang tidak biasa seperti manifestasi herpesdan sariawan.
2.
a)

Faringitis Kronis
Faringitis Kronis Hiperflasi

Pada faringitis kronis hiperflasi terjadi perubahan mukosa dinding posterior. Tampak
mukosa menebal serta hipertofi kelenjar limfe di bawahnya dan di belakang arkus faring
posterior (lateral band). Dengan demikian tampak mukosa dinding posterior tidak rata
yang disebut granuler.
b) Faringitis Kronis Atrofi (Faringitis sika)

Faring kronis atrofi sering timbul bersama dengan rinitis atrofi. Pada rinitis atrofi udara
pernapasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga menimbulkan rangsangan
serta infeksi faring.
3. Faringitis Spesifik
a. Faringitis Luetika
1) Stadium Primer
Kelainan pada stadium ini terdapat pada lidah, palatum mole, tonsil, dan dinding faring
posterior. Kelainan ini berbentuk bercak keputihan di tempat tersebut.
2) Stadium Sekunder
Stadium ini jarang ditemukan. Pada stadium ini terdapat pada dinding faring yang
menjalar ke arah laring.
3) Stadium Tersier
Pada stadium ini terdapat guma. Tonsil dan pallatum merupakan tempat predileksi untuk
tumuhnya guma. Jarang ditemukan guma di dinding faring posterior.
b. Faringitis Tuberkulosa
Kuman tahan asam dapat menyerang mukosa palatum mole, tonsil, palatum durum, dasar
lidah dan epiglotis. Biasanya infeksi di daerah faring merupakan proses sekunder dari
tuberkulosis paru, kecuali bila terjadi infeksi kuman tahan asam jenis bovinum, dapat
timbul tuberkulosis faring primer.
(Sumber: Adams, 1997; 328 & Iskandar, dkk, 1993;170)
2.2 Etiologi
1) Virus
Adenovirus, virus epstein barr, herpes simpleks, virus parainfluenza, enterovirus, v.
Sinsitium pernapasan, virus influenza (A & B).
2) Streptokokus-hemolitikus grup A
Adalah satu-satunya agen penyebab infeksi bakteri yang lazim dan kecuali selama
epidemi, infeksi ini mungkin meliputi kurang dari 15 % kasus.
3) Mikoplasma dan arcanobacterium hemolytieum.
4) Infeksi gonokokus faring dapat terjadi akibat felasio (hubungan kelamin melalui mulut)
5) Pneumokokus, Basilus influenza
(Sumber: Behrman, 1999; 1458)
2.3 Epidemiologi

Faringitis akut merupakan hal yang umum terjadi di seluruh dunia. Faringitis
akut paling banyak terjadi pada usia anak-anak yakni umur 1-10 tahun sebanyak 50
penderita (60,98%),dan berjenis kelamin 51 orang (62,20%). Antibiotika yang paling
banyak digunakan adalah antibiotika amoksilin dengan frekuensi pemberian 3 kali
sehari sebanyak 67 kasus (81,70%), yang lama pemberian diberikan selama 7 hari
sebanyak 42 kasus (51,22%) dan semuanya diberikan secara oral. Data tersebut
terletak di atas hasil dari penelitian WHO yang berkisar antara 22,70% kasus dan di
Indonesia 43% kasus yang diberikan antibiotika amoksilin pada faringitis akut.
1. Frekuensi
Faringitis akut memberikan konstribusi 40 juta kunjungan penderita berobat ke
tenaga kesehatan tiap tahunnya. Sebagian besar anak-anak dan orang dewasa
mengalami 3-5 infeksi saluran infeksi nafas atas (termasuk didalamnya faringitis
akut) tiap tahunnya.
2. Mortalitas
Faringitis akut merupakan salah satu penyebab terbesar absensi anak di sekolah
dan absensi di tempat kerja bagi orang dewasa.
3. Ras
Faringitis akut mengenai semua golongan ras dan suku bangsa secara merata
4. Jenis Kelamin
Faringitis akut mengenai kedua jenis kelamin dalam komposisi yang sama
5. Usia
Faringitis akut mengenai semua golongan usia, tetapi yang terbesar mengenai
anak-anak
6. Waktu
Di musim pancaroba suhu udara sering berubah-ubah, tiba-tiba panas, dingin, dan
lembab. Perubahan udara dan temperatur sedikit banyak berpengaruh pada tubuh,
karena tubuh otomatis akan berusaha keras menyesuaikan dengan temperatur
sekitar. Saat itu pula imunitas (daya tahan tubuh terhadap penyakit) berkurang,
yang seringnya menyebabkan orang sakit di musim pancaroba. Selain itu
temperatur yang berubah-ubah adalah salah satu kondisi yang memacu virus dan
bakteri untuk lebih cepat berkembang biak. Jadi lebih banyak orang terserang
penyakit dimusim pancaroba dibanding di musim yang temperaturnya relatif
stabil.
(Merlina, 2011)
2.4 Manifestasi Klinis
1) Mengeluh rasa kering / gatal pada tenggorok.
2) Malaise dan sakit kepala
3) Suhu tubuh meningkat
4) Nyeri
5) Disfagia
6) Suara parau akibat Proses peradangan menyertai laring
7) Batuk
8) Edema Faring
(Sumber: Adams, G L, 1997; 328)

Berdasarkan besar kecilnya anak maka manifestasi klinis penderita faringitis dapat
dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Anak yang lebih kecil
a. Demam
b. Malaise umum
c. Anoreksia
d. Sakit tenggorok sedang
e. Sakit kepala
f. Hiperemia ringan sampai sedang
2. Anak yang lebih besar
a. Demam(dapat mencapai 400C)
b. Sakit kepala
c. Anoreksia
d. Disfagia
e. Nyeri abdomen
f. Muntah
g. Faring edema, merah ringan
1) Hiperemia tonsil dan faring dapat meluas ke palatum lunak dan uvula
2) Sering menimbulkan eksudat folikuler yang menyebar dan menyatu membentuk
pseudomembran pada tonsil
3) Kelenjar servikal membesar dan nyeri tekan
(Sumber: Wong, D, 2003; 458)
Berdasarkan penyebabnya, manifestasi klinis faringitis dapat dibagi dua, tetapi ada
banyak tanda dan gejala yang tumpang tindih dan sulit dibedakan antara satu bentuk
faringitis dengan yang lain.
1. Faringtis Virus
a. Tanda awal: Demam, malaise, anoreksia dengan nyeri tenggorokan sedang
b. Suara parau, batuk dan rinitis
c. Pada kasus berat dapat terbentuk ulkus kecil pada palatum lunak dan dinding
faring posterior.
d. Eksudat.
2. Faringitis Steptokokus
a. Pada anak umur lebih dari 2 tahun: Nyeri kepala, nyeri perut, muntah.
b. Demam 40oC kadang tidak tampak
c. Pembesaran tonsil dan tampak eksudat dan eritema faring
d. Disfagia
e. Kemerahan difus pada tonsil dan dinding penyangga tonsil dengan bintik-bintik
petekie palatum lunak, limfadenitis atau eksudasi folikuler.
(Sumber: Behrman, 1999; 1458)
2.5 Patofisiologi
a. Narasi
Organisme yang menghasilkan eksudat saja atau perubahan kataral sampai
yang menyebabkan edema dan bahkan ulserasi dapat mengakibatkan faringitis. Pada
stadium awal, terdapat hiperemia, kemudian edema dan sekresi yang meningkat.

Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal atau berbentuk mukus dan kemudian
cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring.
Dengan hiperemia, pembuluh darah dinding faring menjadi melebar. Bentuk
sumbatan yang berwarna putih, kuning atau abu-abu terdapat dalam folikel atau
jaringan limfoid. Tidak adanya tonsilia, perhatian biasanya difokuskan pada faring
dan tampak bahwa folikel limfoid atau bercak-bercak pada dinding faring posterior
atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak. Tekanan dinding
lateral jika tersendiri disebut faringitis lateral. Hal ini tentu saja mungkin terjadi,
bahkan adanya tonsilia, hanya faring saja yang terkena.
(Sumber: Adams, G.L, 1997: 328)
2.6 Collaborative Care Management
a. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Sel darah putih (SDP)
Peningkatan komponen sel darah putih dapat menunjukkan adanya infeksi atau
inflamasi.
b. Analisa Gas Darah
Untuk menilai fungsi pernapasan secara adekuat, perlu juga mempelajari hal-hal
diluar paru seperti distribusi gas yang diangkut oleh sistem sirkulasi.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pada pemeriksaan dengan menggunakan spatel lidah, tampak tonsil
membengkak, hiperemis, terdapat detrius, berupa bercak (folikel, lakuna,
bahkan membran). Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan,
terutama pada anak.
b. Pemeriksaan Biopsi
Contoh jaringan untuk pemeriksaan dapat diperoleh dari saluran pernapasan
(sekitar faring) dengan menggunakan teknik endoskopi. Jaringan tersebut akan
diperiksa dengan mikroskop untuk mengetahui adanya peradangan akibat
bakteri atau virus.
c. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum makroskopik, mikroskopik atau bakteriologik penting
dalam diagnosis etiologi penyakit. Warna bau dan adanya darah merupakan
petunjuk yang berharga.
3. Medikasi
Pada faringitis penyebab bakteri dapat diberikan :
1. Antibiotik golongan penicilin atau sulfanomida
a. Faringitis streptokokus paling baik diobati peroral dengan penisilin (125250 mg penisilin V tiga kali sehari selama 10 hari)
b. Bila alergi penisilin dapat diberikan eritromisin (125 mg/6 jam untuk usia
0-2 tahun dan 250 mg/6 jam untuk usia 2-8 tahun) atau klindamisin.
4. Treatment

Untuk menjaga proses penyembuhan di fokuskan pada asupan makanan dan


minuman, istirahat yang cukup, pemberian cairan yang adekuat, dan obat
kumur hangat
Berkumur dengan 3 gelas air hangat. Gelas pertama berupa air hangat
sehingga penderita dapat menahan cairan dngan rasa enak. Gelas kedua dan
ketiga dapae diberikan air yang lebihhangat. Anjurkan setiap 2 jam.
Obatnya yaitu:
a. Cairan saline isotonik ( sendok teh garam dalam 8 oncesair hangat)
b. Bubuk sodium perbonat (1 sendok teh bubuk dalam 8 ounces air hangat).
Hal ini terutama berguna pada infeksi vincent atau penyakit mulut. (1 ounce
= 28 g).
5. Diet
Diet cair atau lunak diberikan selama tahap akut penyakit, tergantung pada
nafsu makan klien dan tingkat rasa tidak nyaman yag terjadi bersama proses
menelan. Pada kondisi parah, cairan diberikan melalui intravena.
6. Aktivitas
Istirahat yang cukup
(Adams, 1997; 330)
2.7 Pencegahan / Health Education
a. Instruksikan pasien menghindari kontak dengan orang lain sampai demam
hilang. Hindari penggunaan alkohol, asap rokok, tembakau dan polutan lain.
b. Anjurkan pasien banyak minum. Berkumur dengan larutan normal salin dan
pelega tenggorokan bila perlu.
(Smeltzer, 2001; 549)

2.8 Diagnosa Keperawatan


Masalah keperawatan utama pada faringitis :
1. Ketidakefektifan Bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekret.
2. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kesulitan menelan.

4. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan terbatasnya informasi.


5. Ansietas
2.9 INTERVENSI KEPERAWATAN
1

Ketidakefektifan
bersihan jalan napas

NOC
a. Respiratory Status Ventilation
b. Respiratory Status : Airway
Patency
Kriteria Hasil :
b
a. Mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara napas yang
bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu
bernapas dengan mudah, tidaknd
ada purse lips).
b. Menunjukkan jalan napas yang
paten (klien tidak merasa
tercekik, irama napas, frekuensi
pernapasan dalam rentang
normal, tidak ada suara napas
abnormal)
c. Mampu mengidentifikasi dan
mencegah faktor yang dapat
menghambat jalan nafas
g

Airway suction
Pastikan kebutuhan
oral/ tracheal
suctioning
Auskultasi suara
nafas sebelum dan
sesudah suctioning
Informasikan pada
klien dan keluarga
tentang suctioning
Minta klien nafas
dalam sebelum
suction dilakukan
Berikan O2 dengan
menggunakan nasal
untuk memfasilitasi
suction nasotrakeal
Gunakan alat yang
steril setiap
melakukan
tindakan
Anjurkan pasien
untuk istirahat dan
napas dalam
setelah kateter
dikeluarkan dari
nasotrakeal
Monitor status
oksigen pasien
Ajarkan keluarga
bagaimana cara
melakukan suction
Hentikan suction
dan berikan
oksigen apabila
pasien
menunjukkan
bradikardi,
peningkatan

saturasi O2, dll.

Nyeri Akut

NOC
1. Pain level
2. Pain control

Airway
Management
Buka jalan napas,
gunakan teknik
chin lift atau jaw
thrust bila perlu
Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
Identifikasi pasien
perlunya
pemasangan alat
jalan napas buatan
Lakukan fisioterapi
dada jika perlu
Keluarkan secret
dengan batuk atau
suction
Auskultasi suara
napas, catat adanya
suara tambahan
Berikan
bronkodilator bila
perlu
Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
Monitor respirasi
dan status O2

NIC
Pain management
1. Lakukan

3. Comfort level
pengkajian nyeri
Kriteria hasil:
secara
1. Mampu mengontrol nyeri
komprehensif
2. Melaporkan bahwa nyeri
termasuk lokasi,
berkurang
dengan
karakteristik,
menggunakan
manajemen
durasi, frekuensi,
nyeri
kualitas, dan
3. Mampu mengenali nyeri
factor presipitasi
(skala, intensitas, frekuensi,
2. Observasi reaksi
dan tanda nyeri)
nonverbal dari
Menyatakan rasa nyaman setelah
ketidaknyamanan
nyeri berkurang
3. Gunakan
komunikasi
terapeutik
4. Kaji kultur yang
mempengaruhi
respon nyeri
5. Evaluasi
pengalaman nyeri
masa lampau
6. Bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan
dukungan
7. Kurangi factor
presipitasi nyeri
8. Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
9. Evaluasi
keefektifan
control nyeri
10. Tingkatkan
istirahat
11. Kolaborasikan
dengan dokter
jika ada keluhan
dan tindakan
nyeri tidak
berhasil
Analgesic
Administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik,

2.
3.
4.

5.

Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh
Merupakan asupan
nutrisi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan
metabolic
Batasan karakteristik:
Nyeri abdomen
Menghindari makan
Bising usus
hiperaktif
Penurunan berat
badan
Ketidakmampuan
memakan makanan
Mengeluh gangguan
sensasi rasa

NOC
Nutritional status
Nutritional status: food and
fluid intake
Nutritional status: nutrient
intake
Weight control
Criteria hasil:
Adanya peningkatan berat
badan sesuai tujuan
Berat badan ideal sesuai
tinggi badan
Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
Tidak
ada
tanda-tanda
malnutrisi
Tidak terjadi penurunan
berat badan yang berarti

kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum
pemberian obat
Cek riwayat
alergi
Pilih analgesic
yang diperlukan
Tentukan pilihan
analgesic
tergantung tipe
dan beratnya
nyeri
Berikan analgeik

NIC
Nutrition
management
kaji
adanya
alergi makanan
kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
menentukan
jumlah
kalori
dan nutrisi
anjurkan pasien
untuk
meningkatkan
asupan Fe
anjurkan pasien
untuk
meningkatkan
protein
dan
vitamin C
Monitor jumlah
nutrisi
dan
kandungan
kalori
Berikan
informasi
tentang

Defisiensi Pengetahuan NOC :


a. Knowledge : disease process
b. Knowledge : health behavior
Kriteria Hasil :
a. Pasien dan keluarga menyatakan
pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis dan program
pengobatan
b. Pasien dan keluarga mampu
melaksanakan prosedur yang
b
dijelaskan secara benar
c. Pasien dan keluarga mampu
menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawatn/tim
kesehatan lainnya

kebutuhan
nutrisi
Nutrition
monitoring
BB pasien dalam
batas normal
Monitor adanya
penurunan BB
Monitor
kulit
kering
dan
perubahan
pigmentasi
Monitor turgor
kulit
Monitor
mual
dan muntah
Monitor kadar
albumin,
total
protein, Hb, dan
Ht
Monitor pucat,
kemerahan,
kekeringan
konjungtiva
Monitor kalori
dan intake

NIC :
Teaching : disease
Process
Berikan penilaian
tentang tingkat
pengetahuan pasien
dan keluarga
tentang proses
penyakit yang
spesifik
Jelaskan
patofisiologi dari
penyait dan
bagaimana hal ini
berhubungan
dengan anatomi dan
fisiologi, dengan

g
h

cara yang tepat


Gambarkan tanda
dan gejala yang
biasa muncul pada
penyakit, dengan
cara yang tepat
Gambarkan proses
penyakit, dengan
cara yang tepat
Identifikasi
kemungkinan
penyebab, dengan
cara yang tepat
Sediakan informasi
pada pasien dan
keluarga tentang
kondisi, dengan
cara tepat
Hindari jaminan
yang kosong
Sediakan bagi
keluarga atau SO
informasi tentang
kemajuan pasien
dengan cara yang
tepat
Diskusikan bersama
anggota keluarga
dan tim medis
mengenai peubahan
gaya hidup yang
mungkin diperlukan
untuk mencegah
komplikasi di masa
yang akan datang
dan atau proses
pengontrolan
penyakit
Diskusikan pilihan
terapi atau
penanganan
k. Dukung pasien
untuk
mengeksplorasi atau

mendapatkan
second opinion
dengan cara yang
tepat atau
diindikasikan
l.Rujuk pasien pada
grup atau agresi di
komunitas lokal,
dengan cara yang
tepat
m.Instruksikan
pasien mengenai
tanda dan gejala
untuk melaporkan
pada pemberi
perawatan
kesehatan, dengan
cara yang tepat

Ansietas

NOC :
Anxiety self-control
Anxiety level
Coping
Kriteria Hasil :
Klien mampu mengidetifikasi
dan mengungkapkan gejala
cemas
Mengidentifikasi,
mengungkapkan gejala cemas
Vital sign dalam batas normal
Postur tubuh, ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan tinngkat
aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan

NIC :
Anxiety Reduction
(penurunan
kecemasan)
Gunakan pedekatan
yang menenagkan
Nyatakan dengan
jelas harapan
terhadap pelau
pasien
Jelaskan semua
prosedur dan apa
yag dirasakan
selama prosedur
Pahami persepektif
pasien terhadap
situasi stres
Temani pasien
untuk memberikan
keamanan dan
mengurangi takut
Dorong keluarga
untuk menemani
anak
Lakukan back/ neck
rub
Dengarkan dengan

penuh perhatian
Identifikasi tingkat
kecemasan

DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 1. Jakarta :
EGC.
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Edisi 8. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid I FKUI : Media
Aescukpius.
NANDA International 2012-2014. 2012.Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC
NANDA. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis.Yogyakarta:
Mediaction
Adams, George L. 1997. Buku Ajar Penyakit THT, ed.6. Jakarta: EGC.
Behrman, dkk. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, vol.2, ed.15. Jakarta: EGC.
Iskandar, Nurbaiti, dkk. 1993. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, ed.2.
Jakarta: Balai penerbit FKUI..
Jhonson, Marion, dkk. 2000. NOC. Jakarta: Morsby.
Kee, Joyce LeFever. 1997. Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik dengan
Implikasi Keperawatan. Jakarta: EGC.
Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, ed 3, jilid 1. Jakarta: Media Ausculapius.

MsCloskey, Cjoane, dkk. 1995. NIC. Jakarta: Morsby


NANDA. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006: Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai