sumbangan
pemikiran
kepada
pembaca
khususnya
para
Penyusun
Adi Nugroho pamungkas
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................i
DAFTAR ISI ..............................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN..........................................................................................1
A.Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN...........................................................................................3
A.Etika..............................................................................................................3
1. Pengertian Etika ......................................................................................3
2. Etika dalam penerapan kehidupan sehari-hari..........................................3
B. Moral..........................................................................................................11
C. Akhlak........................................................................................................12
1. Pengertian Akhlak..................................................................................12
2. Sumber dan Karakteristik Akhlak..........................................................14
3. Prinsip-prinsip Akhlak............................................................................16
4. Contoh penerapan akhlak dalam kehidupan sehari-hari.........................18
BAB III.PENUTUP..................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana telah diketahui bahwa komponen utama Agama Islam adalah
akidah, syariah dan akhlak. Penggolongan itu didasarkan pada penjelasan Nabi
Muhammad kepada Malaikat Jibril di depan para sahabatnya mengenai arti
Islam, Iman dan Ihsan yang ditanyakan Jibril kepada Beliau. Intinya hampir
sama dengan isi yang dikandung oleh perkataan akidah, syariah dan akhlak.
Perkataan ihsan diatas berasal dari kata ahsana-yuhsinu-ihsanan yang berarti
berbuat baik.
Di dalam Al-Quran terdapat kata ihsan yang artinya berbuat kebajikan
atau kebaikan diantaranya terdapat pada surat an-Nahl (16) ayat 90 dan
kebaikan terdapat pada surat ar-Rahman (55) ayat 60. Baik kebajikan atau
kebaikan rapat hubungannya dengan akhlak. Kata akhlaq yang kemudian dalam
bahasa Indonesia menjadi akhlak berasal dari kata khilqun, yang mengandung
segi-segi persesuaian kata khaliq dan makhluq. Dari sinilah asal perumusan
ilmu akhlak yang merupakan koleksi ugeran yang memungkinkan timbulnya
hubungan yang baik antara makhluk dan Khalik serta antara makhluk dan
makhluk lainnya.
Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam. Ia dengan
takwa, yang akan dibicarakan nanti, merupakan buah pohon Islam yang
berakar akidah, bercabang dan berdaun syariah. Pentingnya kedudukan akhlak,
dapat dilihat dari berbagai sunnah qauliyah (sunnah dalam bentuk perkataan)
Rasulullah. Diantaranya adalah :
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak (HR. Ahmad)
Mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik
akhlaknya (H.R. Tarmizi)
Dan, akhlak Nabi Muhammad yang diutus menyempurnakan akhlak
manusia itu disebut akhlak Islam atau akhlak Islami, karena bersumber dari
wahtu Allah yang kini terdapat dari Al-Quran yang menjadi sumber utama
agama dan ajaran Islam. Dikalangan umat Islam masalah yang penting ini
sering kurang digambarkan secara baik dan benar kalau dibandingkan dengan
penggambaran tentant syariat, terutama yang berhubungan dengan shalat,
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Etika
1. Pengertian Etika
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ethos
yang berarti watak kesusilaan atau adat. Sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,
etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Etika menurut filasafat dapat
disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan
memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran.
2. Etika Dalam Penerapan Kehidupan Sehari-Hari
a. Etika Berbeda Pendapat
Ikhlas dan mencari yang haq serta melepaskan diri dari nafsu di saat berbeda pendapat.
Juga menghindari sikap show (ingin tampil) dan membela diri dan nafsu.
Mengembalikan perkara yang diperselisihkan kepada Kitab Al-Qur'an dan Sunnah.
Karena Allah Subhaanahu wa Ta'ala telah berfirman yang artinya: "Dan jika kamu
berselisih pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Kitab) dan
Rasul". (An-Nisa: 59).
Berbaik sangka kepada orang yang berbeda pendapat denganmu dan tidak menuduh
buruk niatnya, mencela dan menganggapnya cacat.
Sebisa mungkin berusaha untuk tidak memperuncing perselisihan, yaitu dengan cara
menafsirkan pendapat yang keluar dari lawan atau yang dinisbatkan kepadanya dengan
tafsiran yang baik.
Berusaha sebisa mungkin untuk tidak mudah menyalahkan orang lain, kecuali sesudah
penelitian yang dalam dan difikirkan secara matang. Berlapang dada di dalam
menerima kritikan yang ditujukan kepada anda atau catatan-catatang yang dialamatkan
kepada anda.
Sedapat mungkin menghindari permasalahan-permasalahan khilafiyah dan fitnah.
Berpegang teguh dengan etika berdialog dan menghindari perdebatan,
bantahmembantah dan kasar menghadapi lawan.
b. Etika Bercanda
Hendaknya percandaan tidak mengandung nama Allah, ayat-ayat-Nya, Sunnah rasulNya atau syi`ar-syi`ar Islam. Karena Allah telah berfirman tentang orangorang yang
memperolok-olokan shahabat Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam , yang ahli baca alQur`an yang artimya: "Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang
mereka lakukan), tentulah mereka menjawab: "Sesungguh-nya kami hanyalah bersenda
gurau dan bermain-main saja". Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan
Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?". Tidak usah kamu minta ma`af, karena kamu
kafir sesudah beriman". (At-Taubah: 65-66).
Hendaknya percandaan itu adalah benar tidak mengandung dusta.
Dan hendaknya pecanda tidak mengada-ada cerita-cerita khayalan supaya orang lain
tertawa. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Celakalah bagi orang yang
berbicara lalu berdusta supaya dengannya orang banyak jadi tertawa. Celakalah baginya
dan celakalah". (HR. Ahmad dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
Hendaknya percandaan tidak mengandung unsur menyakiti perasaan salah seorang di
antara manusia. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah seorang
di antara kamu mengambil barang temannya apakah itu hanya canda atau sungguhsungguh; dan jika ia telah mengambil tongkat temannya, maka ia harus
mengembalikannya kepadanya". (HR. Ahmad dan Abu Daud; dinilai hasan oleh AlAlbani).
Bercanda tidak boleh dilakukan terhadap orang yang lebih tua darimu, atau terhadap
orang yang tidak bisa bercanda atau tidak dapat menerimanya, atau terhadap perempuan
yang bukan mahrammu.
Hendaknya anda tidak memperbanyak canda hingga menjadi tabiatmu, dan jatuhlah
wibawamu dan akibatnya kamu mudah dipermainkan oleh orang lain.
c. Etika Bergaul dengan orang lain
Hormati perasaan orang lain, tidak mencoba menghina atau menilai mereka cacat.
Jaga dan perhatikanlah kondisi orang, kenalilah karakter dan akhlaq mereka, lalu
pergaulilah mereka, masing-masing menurut apa yang sepantasnya.
Mendudukkan orang lain pada kedudukannya dan masing-masing dari mereka diberi
hak dan dihargai.
Perhatikanlah mereka, kenalilah keadaan dan kondisi mereka, dan tanyakanlah keadaan
mereka.
Bersikap tawadhu'lah kepada orang lain dan jangan merasa lebih tinggi atau takabbur
dan bersikap angkuh terhadap mereka. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
Tidak akan masuk jannah (surga) barang siapa di dalam hatinya terdapat setitik
kesombongan. Ada seseorang yang berkata: Sesungguhnya orang itu menyukai pakaian
yang bagus, sandal yang bagus. Maka Rasulullah bersabda: Sesungguhnya Allah itu
indah menyukai keindahan, sombong itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan
orang lain.
Bermuka manis dan senyumlah bila anda bertemu orang lain. Berbicaralah kepada
mereka sesuai dengan kemampuan akal mereka.
Berbaik sangkalah kepada orang lain dan jangan memata-matai mereka.
Mema`afkan kekeliruan mereka dan jangan mencari-cari kesalahankesalahannya, dan
tahanlah rasa benci terhadap mereka.
4
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki rumah-rumah selain rumah
kalian sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu
lebih baik bagi kalian, agar kalian (selalu) ingat. (An Nuur: 27)
Hendaknya memenuhi undangan dan tidak terlambat darinya kecuali ada udzur,
karena hadits Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam mengatakan: Barangsiapa yang
Menghindari tiga tempat terlarang, yaitu aliran air, jalan-jalan manusia dan tempat
berteduh mereka. Sebab ada hadits dari Mu`adz bin Jabal Radhiallaahu 'anhu yang
menyatakan demikian.
Tidak mengangkat pakaian sehingga sudah dekat ke tanah, yang demikian itu supaya
aurat tidak kelihatan. Di dalam hadits yang bersumber dari Anas Radhiallaahu
'anhu ia menuturkan: "Biasanya apabila Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam hendak
membuang hajatnya tidak mengangkat (meninggikan) kainnya sehingga sudah
dekat ke tanah. (HR. Abu Daud dan At-Turmudzi, dinilai shahih oleh Albani).
Tidak membawa sesuatu yang mengandung penyebutan Allah kecuali karena
terpaksa.
Karena tempat buang air (WC dan yang serupa) merupakan tempat kotoran dan halhal yang najis, dan di situ setan berkumpul dan demi untuk memelihara nama Allah
dari penghinaan dan tindakan meremehkannya.
Dilarang menghadap atau membelakangi kiblat, berdasar-kan hadits yang bersumber
dari Abi Ayyub Al-Anshari Shallallaahu 'alaihi wa salam menyebutkan bahwasanya
Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda: "Apabila kamu telah tiba di
tempat buang air, maka janganlah kamu menghadap kiblat dan jangan pula
membelakanginya, apakah itu untuk buang air kecil ataupun air besar. Akan tetapi
menghadaplah ke arah timur atau ke arah barat". (Muttafaq'alaih). Ketentuan di
atas berlaku apabila di ruang terbuka saja.
Adapun jika di dalam ruang (WC) atau adanya pelindung / penghalang yang
membatasi antara si pembuang hajat dengan kiblat, maka boleh menghadap ke arah
kiblat.
Dilarang kencing di air yang tergenang (tidak mengalir), karena hadits yang
bersumber dari Abu Hurairah Radhiallaahu 'anhu bahwasanya Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jangan sekali-kali seorang diantara kamu
buang air kecil di air yang menggenang yang tidak mengalir kemudian ia mandi di
situ".(Muttafaq'alaih).
Makruh mencuci kotoran dengan tangan kanan, karena hadits yang bersumber dari
Abi Qatadah Radhiallaahu 'anhu menyebutkan bahwasanya Nabi Shallallaahu
'alaihi wa sallam bersabda: "Jangan sekali-kali seorang diantara kamu memegang
dzakar (kemaluan)nya dengan tangan kanannya di saat ia kencing, dan jangan pula
bersuci dari buang air dengan tangan kanannya." (Muttafaq'alaih).
Dianjurkan kencing dalam keadaan duduk, tetapi boleh jika sambil berdiri. Pada
dasarnya buang air kecil itu di lakukan sambil duduk, berdasarkan hadits `Aisyah
Radhiallaahu 'anha yang berkata: Siapa yang telah memberitakan kepada kamu
7
pada sebejana kecil, lalu menggosokkan tangannya ke tanah. (HR. Abu Daud dan
Ibnu Majah).
f. Etika Memberi Salam
Dalam riwayat Al Bukhari disebutkan:
Engkau memberi makan orang miskin dan memberi salam kepada orang yang kau
kenal maupun tidak kau kenal. (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Termasuk sunnah adalah orang mengendarai kendaraan memberikan salam kepada
orang yang berjalan kaki, dan orang yang berjalan kaki memberi salam kepada
orang yang duduk, orang yang sedikit kepada yang banyak, dan orang yang lebih
muda kepada yang lebih tua. Demikianlah disebutkan di dalam hadits Abu
Hurairah yang muttafaq'alaih.
Disunnatkan keras ketika memberi salam dan demikian pula menjawabnya, kecuali
jika di sekitarnya ada orang-orang yang sedang tidur. Di dalam hadits Miqdad bin
Al-Aswad disebutkan di antaranya: "dan kami pun memerah susu (binatang
ternak) hingga setiap orang dapat bagian minum dari kami, dan kami sediakan
bagian untuk Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam Miqdad berkata: Maka Nabi pun
datang di malam hari dan memberikan salam yang tidak membangunkan orang
yang sedang tidur, namun dapat didengar oleh orang yang bangun".(HR. Muslim).
Disunatkan memberikan salam di waktu masuk ke suatu majlis dan ketika akan
meninggalkannya. Karena hadits menyebutkan: "Apabila salah seorang kamu
sampai di suatu majlis hendaklah memberikan salam. Dan apabila hendak keluar,
hendaklah memberikan salam, dan tidaklah yang pertama lebih berhak daripada
yang kedua. (HR. Abu Daud dan disahihkan oleh Al-Albani).
Disunnatkan memberi salam di saat masuk ke suatu rumah sekalipun rumah itu
kosong, karena Allah telah berfirman yang artinya: " Dan apabila kamu akan
masuk ke suatu rumah, maka ucapkanlah salam atas diri kalian" (An-Nur: 61) Dan
karena ucapan Ibnu Umar Radhiallaahu 'anhuma : "Apabila seseorang akan masuk
ke suatu rumah yang tidak berpenghuni, maka hendaklah ia mengucapkan :
Assalamu `alaina wa `ala `ibadillahis shalihin" (HR. Bukhari di dalam Al-Adab
Al-Mufrad, dan disahihkan oleh Al-Albani).
Dimakruhkan memberi salam kepada orang yang sedang di WC (buang hajat),
karena hadits Ibnu Umar Radhiallaahu 'anhuma yang menyebutkan "Bahwasanya
ada seseorang yang lewat sedangkan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam
sedang buang air kecil, dan orang itu memberi salam. Maka Nabi tidak
menjawabnya". (HR. Muslim)
B. Moral
Secara kebahasaan perkataan moral berasal dari ungkapan bahasa latin mores yang
merupakan bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti adat kebiasaan. Dalam kamus
umum bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penetuan baik buruk terhadap
perbuatan dan kelakuan. Istilah moral biasanya dipergunakan untuk menentukan batas-batas
suatu perbuatan, kelakuan, sifat dan perangkai dinyatakan benar, salah, baik, buruk,layak atau
tidak layak,patut maupun tidak patut. Moral dalam istilah dipahami juga sebagai:
1. prinsip hidup yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk.
2. Kemampuan untuk memahami perbedaan benar dan salah.
3. Ajaran atau gambaran tentang tingkah laku yang baik. Moral ialah tingkah laku yang
telah ditentukan oleh etika. Tingkah laku yang telah ditentukan oleh etika sama ada baik atau
buruk dinamakan moral. Moral terbagi menjadi dua yaitu :
a. Baik; segala tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai baik
b. Buruk; tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai buruk.
Moral juga diartikan sebagai ajaran baik dan buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak,
kewajiban, dan sebagainya (Purwadarminto, 1956 : 957). Dalam moral didiatur segala
perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, dan suatu perbuatan yang dinilai tidak baik
dan perlu dihindari. Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara
perbuatan yang baik dan perbuatan yang salah. Dengan demikian moral merupakan kendali
10
dalam bertingkah laku. Moral dapat diukur secara subyektif dan obyektif. Kata hati atau hati
nurani memberikan ukuran yang subyektif, adapun norma memberikan ukuran yang obyektif
(Hardiwardoyo,1990). Apabila hati nurani ingin membisikan sesuatu yang benar, maka norma
akan membantu mencari kebaikan moral. Kemoralan merupakan sesuatu yang berkait dengan
peraturan-peraturan masyarakat yang diwujudkan di luar kawalan individu. Dorothy
Emmet(1979) mengatakan bahawa manusia bergantung kepada tatasusila, adat, kebiasaan
masyarakat dan agama untuk membantu menilai tingkahlaku seseorang. Moral berkaitan
dengan moralitas. Moralitas adalah sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan
etiket atau sopan santun. Moralitas adalah pedoman yang dimiliki individu atau kelompok
mengenai apa yang benar dan salah berdasarkan standar moral. Moralitas dapat berasal dari
sumber tradisi atau adat, agama atau sebuah ideologi atau gabungan dari beberapa sumber.
Standar moral ialah standar yang berkaitan dengan persoalan yang dianggap mempunyai
konsekuensi serius, didasarkan pada penalaran yang baik bukan otoritas kekuasaan, melebihi
kepentingan sendiri, tidak memihak dan pelanggarannya diasosiasikan dengan perasaan
bersalah, malu, menyesal, dan lain-lain.
C. Akhlak
1. Pengertian akhlak
Menurut (Sahilun A,1980), kata Akhlak berasal dari bahasa arab, jamak dari
khuluqun yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau
tabiat. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun
yang berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan khaliq yang berarti
pencipta; demikian pula dengan akhluqun yang berarti yang diciptakan.
Kata akhlak menunjukkan sejumlah sifat tabiat fitri atau asli pada manusia dan
sejumlah sifat yang diusahakan hingga seolah-olah fitrah akhlak ini memiliki dua bentuk,
pertama bersifat batiniyah (kejiwaan) dan yang kedua bersifat zahiriah yang terwujud
dalam perilaku.Menurut para ulama dan sarjana menuturkan bahwa akhlak ditinjau dari
aliran atau ajaran yang dianggap benar. Dalam aspek sosiologis juga didefinisikan akhlak
sesuai dengan disiplin ilmu sosiologi (ilmu dalam bermasyarakat). Sedangkan menurut
aliran idealisme didefinisikan sesuai dengan aliran yang dianutnya.
Menurut aliran utilitarianisme (menekankan aspek kegunaan) dan naturalisme
(menekankan oada panggilan alam atau kejadian manusia itu sendiri atau fitahnya).
Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu perbuatan atau tindakan yang terpuji menurut
ketentuan akal dan norma agama, dinamakan akhlak yang baik (mahmudah). Tetapi
11
manakala ia melahirkan perbuatan yang jahat, maka dinamakan akhlak yang buruk
(madzmumah).
Pengertian sikap positif yang termasuk dalam akhlak yang terlihat melalui
perilaku dapat ditunjukkan dengan beberapa sikap, tabiat, watak atau kebiasaan misalkan
sikap pemaaf, amanah, sabar, rendah hati, dll. Sedangkan sikap negatif misalkan sikap
pemarah, pendendam, dengki, khianat, sombong dll. Hal yang menentukan apakah suatu
perbuatan itu baik atau buruk adalah norma-norma agama yang bersumber dari al-Haq
yaitu Tuhan YME.
Disebut akhlak karena:
1. Dilakukan berulang-ulang
2. Timbul dengan sendirinya dan tanpa berfikir panjang
Moral adalah istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas suatu sifat,
perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang layak dikatakan benar, salah, baik dan
buruk. Dimasukkannya penilaian benar atau salah ke dalam moral, jelas menunjukkan
salah satu perbedaan moral dan akhlak, sebab salah benar adalah penilaian dipandang dari
sudut hukum yang ada di dalam agama islam tidak dapat dicerai pisahkan dengan akhlak,
seperti yang telah disinggung di atas.
Akhlak islami berbeda dengan moral dan etika. Perbedaannya dapat dilihat terutama
dari sumber yang menentukan mana yang baik dan mana yang buruk.
Yang baik menurut akhlak adalah segala sesuatu yang berguna, yang sesuai dengan
nilai dan norma agama, nilai serta norma yang terdapat dalam masyarakat, bermanfaat
bagi diri sendiri dan orang lain.
Yang buruk adalah segala sesuatu yang tidak berguna, tidak sesuai dengan nilai dan
norma agama serta nilai dan norma masyarakat, merugikan masyarakat dan diri sendiri.
Yang menentukan baik atau buruk suatu sikap (akhlak) yang melahirkan suatu perilaku
atau perbuatan manusia di dalam agama dan ajaran islam adalah al quran yang dijelaskan
dan dikembangkan oelh Rasulullah dengan sunah beliau yang kini dapat dibaca di dalam
kitab-kitab hadist.
Yang menentukan perbuatan baik atau buruk dalam moral dan etika adalah adat
istiadat dan pikiran manusia dalam masyarakat pada suatu tempat di suatu masa.
Oleh karena itu dipandang dari sumbernya akhlak islami bersifat tetap dan berlaku
untuk selama-lamanya, sedang moral dan etika berlaku selama masa tertentu di suatu
tempat tertentu (Sinaga, 2004).
12
13
pertimbangan kebaikan bersama. Dapat dicontohkan, kita tentu tidak bisa berbuat baik
atau menganggap seorang musuh sebagai kawan, akan tetapi al-quran memberikan
batasan agar bahwa kita tidak boleh berlaku tercela sekalipun kepada musuh kita, kita
harus berlaku adil dengan tidak melakukan pelanggaran. Dalam konteks lain yang
lebih universal dapat dijelaskan bahwa memandang realita maksudnya adalah
memberikan kita kebebasan untuk berperilaku tetapi tetap harus berpegang pada alquran.
5. Moral positif
Dalam islam, selain seseorang itu harus memiliki moral yang baik dia harus
memiliki ketangguhan dalam menghadapi cekaman sosial politik yang terjadi di luar.
Sering kita jumpai bahwa manusia cenderung terbawa oleh arus yang terjadi di
lingkungannya, bisa saja seseorang yang tadinya memiliki moral yang baik tetapi
karena mengikuti trend sosial yang salah maka akan menyebabkan moralnya menjadi
tidak baik. Oleh karena itu, dalam al-quran telah dijelaskan pula bahwa sebagai
seorang mukmin kita tidak diperkenankan untuk tinggal diam melihat kemunduran
kondisi sosial dan politik yang terjadi, maka selain kita harus tetap mempertahankan
moral islam kita, kita juga diperintahkan untuk mengubah semua paradigma sosial
politik yang salah dimulai dari diri kita sendiri.
6. Komprehensifitas
Moral islam adalah sebuah batasan dan cakupan yang kompleks. Tidak benar
anggapan sebagian orang tentang islam yang menganggap bahwa islam hanyalah
tentang kegiatan keagamaan, ibadah, seremonial dan sebagainya yang mendekatkan
diri sebagai umat kepada Tuhannya. Lebih dari itu, islam mengatur pula bagaimana
kita sebagai makhluk sosial untuk berperilaku sesuai porsinya sehingga kita sebagai
umat islam akan memiliki nilai susila yang tinggi dan ajaran yangluhur. Moral islam
mengatur hubungan mansia dengan Tuhannya, serta hubungan manusia dengan
manusia.
7. Keseimbangan hidup atau Tawazun
Dapat digambarkan secara umum bahwa kita harus bersikap adil terhadap
apapun yang ada di dunia ini. Sebagai makhluk individu kita harus adil terhadap
kebutuhan dan pemenuhan kebutuhan ruh dan raga kita. Jika dilihat dari konteks
manusia sebagai makhluk hidup dengan Tuhannya maka dapat digambarkan bahwa
manusia sebagai kholifah di dunia ini, maka kita harus dapat memanfaatkan apa yang
ada di dunia ini seoptimal mungkin untuk kesejahteraan kita selama ada di dunia,
namun demikian kita juga harus ingat bahwa pemenuhan bekal kita di akhirat sebagai
makhluk Tuhan yang pasti akan kembali juga harus dipenuhi (Sinaga, 2004)
14
yang sama, kemungkinan akan memiliki sikap, perasaan, dan etika dalam hidup yang
sama. Sikap umum hingga khusus yang dapat diwariskan adalah sebagai berikut ini:
a. Manusia menurunkan selain sifat fisik juga mental yang berupa pembawaan
mental, moral, etika dan perasaan yang diwariskan kepada generasi selanjutnya,
hal ini adalah sebuah keistimewaan bagi manusia.
b. Selain sifat manusia yang diwariskan secara general, terdapat juga pengaruh dari
kebangsaan, suku atau ras. Umumnya setiap negara, suku dsb akan mewariskan
sifat-sifat khusus yang berasal dari hasil kebudayaan nilai norma yang terbentuk
di masyarakatnya. Hal ini termasuk ke dalam aspek Antropoligi dan Etnologi.
c. Sifat yang paling inti adalah sifat yang diturunkan oleh keluarga yang dipimpin
oleh kedua orang tua sebagai indukkan. Sifat fisik akan sangat nyata kemiripannya
atau kesamaannya, begitu juga dengan pewarisan tentang sikap, nilai dan norma
yang tertanam di dalam jiwa manusia yang menghadirkan bentuk moral padanya.
3. Azam
Azam adalah sebuah kemauan atau keinginan yang keras yang hadir dalam
pemikiran dan hati manusia untuk dpat melaksanakan suatu hal tertentu. Azam ini
akan membawa manusia dalam kekerasan hati untuk berlaku yang baik atau yang
buruk. Telah dicontohkan pada diri Rasulullah SAW, tentang sikap keras pada
pendirian dan kemauan yang besar untuk bertahan dalam menghadapai sesuatu demi
kebaikan, hal inilah yang seharusnya kita contoh. Ada dua contoh kehendak yaitu:
a. Kelemahan kehendak, yaitu sikap kurang adanya kemauan untuk berjuang, untuk
bertahan atau dengan kata lain dapat digambarkan sebagai sikap mudah menyerah.
Kurangnya kemauan menyebabkan manusia malas untuk berusaha.
b. Kehendak yang kuat tetapi kearah yang salah, hal ini dapat ditunjukkan dengan
pola hidup yang merusak dan dzalim.
4. Dlamir atau suara Batin
Suara batin adalah sebuah panggilan atau perasaan senang atau tidak senang
terhadap suatu perbuatan yang telah dia lakukan sediri. Sederhananya, apabila kita
melakukan kesalahan yang melanggar dari batasan yang telah ditetapkan maka akan
timbul rasa sesal atau rasa bersalah karena perbuatan yang telah kita lakukan. Peran
hati dalam hal ini adalah untuk mencegah kita melakukan keburukan dan berubah
untuk melakukan kebaikan. Panggilan hati lebih utamanya adalah panggilan untuk
berbuat kebaikan yang merupakan kewajiban umat manusia.
5. Kebiasaan
Perilaku yang dilakukan berulang-ulang sehingga menyebabkan syaraf otak
kita menjadi terpengaruh dan menjadikannya perbuatan rutinan yang kita lakukan.
Secara lebih rinci, setiap kali kita melakukan perbuatan maka hal itu akan membekas
16
di dalam otak kita, maka apabila kita diminta untuk mengulanginya maka akan lebih
mudah bagi kita. Setiap kali perbuatan itu dilakukan akan semakin memberikan bekas
dan melatih otak untuk mengingat dan melakukan perbuatan itu.
Untuk merubah kebiasaan buruk menjadi kebiasaan baik maka hal yang dapat kita
lakukan adalah sebagai berikut,
o Niat yang sungguh-sungguh
o Kesadaran akan pentingnya perubahan tersebut
o Selalu istiqomah dan setia terhadap usaha yang dilakukan
o Mengisi waktu kosong dengan berlaku yang baik agar kebiasaan dapat
bergeser
o Mencari kesempatan untuk melaksanakan niat tersebut
o Berusaha menolak apabila kebiasaan buruk itu akan muncul lagi
6. Lingkungan
Lingkungan dalam hal ini menunjukkan adanya perbedaan akhlak manusia
berdasarkan lingkungannya, baik secara geografis maupun sosial. Secara sosial maka
manusia sebagai makhluk sosial pasti melakukan interaksi dengan masyarakat, hal ini
menimbulkan hadirnya pemahaman mengenai sikap-sikap yang kemudian tertanam di
dalam dirinya sehingga terbentuk menjadi akhlak (Darsono, 2008)
4. Contoh Penerapan atau Aktualisasi Akhlak dalam Kehidupan
Aktualisasi akhlak adalah bagaimana seseorang dapat mengimplementasikan iman
yang dimilikinya dan mengaplikasikan seluruh ajaran Islam dalam setiap tingkah laku seharihari. Dan akhlak seharusnya diaktualisasikan dalam kehidupan seorang Muslim agar dalam
kehidupan sehari-hari mendapatkan ridho dan petunjuk dari Allah, sehingga dalam menjalani
hari-hari tidak terdapat kendala yang berarti. Penerapan akhlak yang baik dalam keseharian
yaitu seperti:
a. Akhlak terhadap Allah
Suka memaafkan kesalahan orang lain (QS. Ali Imran: 134 & 159)
BAB III
PENUTUP
Akhlak dapat menentukan perilaku suatu umat yang terwujud dalam moral dan etika
dalam kehidupan. Sehingga dapat menentukan mana yang baik dan mana yang buruk,
sehingga manusia dapat menentukan pilihan yang terbaik dalam hidupnya. Dalam islam
akhlak bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah yang menjadi pedoman hidup kaum. Maka
dari itu umat islam selama masih berpegangan pada Al-Quran dan As-Sunnah dalam proses
kehidupannya, maka dijamin bahwa kualiatas hidup suatu umat akan baik, terhindar dari halhal menyesatkan yang dapat membawa pada kehancuran baik di dunia dan di akhirat. Karena
semua tatanan kehidupan terdapat dalam sumber tersebut.
18
Dengan kata lain, akhlak adalah suatu sistem yang mengatur perbuatan manusia baik
secara individu, kumpulan dan masyarakat dalam interaksi hidup antara manusia dengan baik
secara individu, kumpulan dan masyarakat dalam interaksi hidup antara manusia dengan
Allah, manusia sesama manusia, manusia dengan hewan, dengan malaikat, dengan jin dan
juga dengan alam sekitar. Maka dari itu pentingnya suatu kaum memiliki akhlak yang
bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Darsono, T. Ibrahim. Membangun Akidah dan Akhlak, Solo : PT. Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri, 2008
2. Fakhry, Majid, Etika Dalam Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996
3. Ghoni Asykur, Abdul. Kumpulan Hadits-Hadits Pilihan Bukhori Muslim. Bandung :
Husaini Bandung, 1992
4. Sahilun A. 1980. Nasir, Etika dan Problematikanya Dewasa ini. PT. Al-Maarif:
Bandung
5. Sinaga, Hasanudin dan Zaharuddin, Pengatar Studi Akhlak, Jakarta : PT Raja
Grafmdo Persada, 2004
6. Wahyuddin, dkk. 2009. Pendidikan Agama Islam. Grasindo: Jakarta
7. Yaqub, Hamzah. Etika Islam. Bandung : CV Diponegoro, 1988 (artikel ini disadur
dari persentasi pada mata kuliah akhlak tasawuf)
8. Yazid. Kedudukan As Sunah dalam Syariat Islam Cet III, Bogor : Pustaka At Takwa,
2009
Sumber Website :
1. http://grms.multiply.com/journal/item/26
2. www.shiar-islam.com
3. http://mubarok-institute.blogspot.com
4. http://etikamuslim.googlepages.com/
5. https://dunianyasiayu.files.wordpress.com/2009/08/makalah-etika-moral-danakhlak.pdf
20