Anda di halaman 1dari 114

perpustakaan.uns.ac.

id

digilib.uns.ac.id

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL


MELALUI FILM PENDEK UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI
BELAJAR DAN KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA SISWA
(:PENELITIAN TINDAKAN KELAS)

Skripsi

Skripsi
Oleh :
Triyono
K 2306041

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL


MELALUI FILM PENDEK UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI
BELAJAR DAN KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA SISWA
(:PENELITIAN TINDAKAN KELAS)

Oleh :
Triyono
K 2306041

Skripsi
Ditulis Dan Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Guna
Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Fisika Jurusan
Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
commit to user

ii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji di
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Univesitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada hari

Tanggal

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I

Pembimbing II

Dra. Rini Budiharti, M.Pd


NIP. 19582708 198403 2 003

Daru Wahyuningsih, S.Si, M.Pd


NIP. 197510032005012001

commit to user

iii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas


Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan.

Pada hari

Tanggal

Tim Penguji Skripsi :

Ketua

: Drs. Supurwoko, M.Si

Sekretaris

: Drs. Yohanes Radiyono

Anggota I

: Dra. Rini Budiharti, M.Pd

........................
........................
........................

Anggota II : Daru Wahyuningsih, S.Si, M.Pd

Disahkan oleh
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dekan,

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd


commit to user
NIP. 19600727 198702 1 001

iv

........................

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

ABSTRAK
Triyono. PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MELALUI FILM
PENDEK UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR DAN
KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA SISWA (:PENELITIAN TINDAKAN
KELAS). Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Universitas
Sebelas Maret Surakarta, November 2010.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) apakah penerapan


pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan motivasi belajar
fisika siswa dengan (2) apakah penerapan pembelajaran kontekstual melalui film
pendek dapat meningkatkan kemampuan kognitif fisika siswa.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action
Research) yang dilaksanakan dalam dua siklus. Siklus diawali tahap persiapan dan
tahap pelaksanaan siklus yang terdiri dari perencanaan tindakan, pelaksanaan
tindakan, observasi dan evaluasi, serta refleksi. Subyek penelitian adalah siswa
kelas X.3 SMA Negeri I Wonogiri Tahun Pelajaran 2009/2010 yang dikhususkan
pada materi pokok Suhu dan Kalor sebanyak 33 siswa. Data diperoleh melalui
pengamatan, wawancara dengan guru, tes, angket dan dokumentasi. Teknik analisis
data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa (1) penerapan
pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan motivasi belajar
fisika siswa Kelas X.3 SMA Negeri 1 Wonogiri Tahun Pelajaran 2009/2010 pada
materi pokok Suhu dan Kalor. Hal ini dapat dilihat dalam pelaksanaan siklus I dan
siklus II. Pada siklus I pencapaian persentase indikator aspek motivasi belajar fisika
siswa sebesar 66,97% dan pada siklus II meningkat menjadi 68,95% dan telah
melampaui target yang ditetapkan yaitu pencapaian persentase indikator sebesar
60%. Untuk pencapaian aspek aktivitas belajar klasikal siswa pada siklus I sebesar
70,50% yang kemudian meningkat menjadi 78,50% pada siklus II dan telah
melampaui target yang ditetapkan yaitu pencapaian indikator sebesar 60%, (2)
penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan
kemampuan kognitif fisika siswa Kelas X.3 SMA Negeri 1 Wonogiri Tahun
Pelajaran 2009/2010 pada materi pokok Suhu dan Kalor. Hal ini dapat dilihat dalam
to user
pelaksanaan tes siklus I dan tes commit
siklus II.
Pada siklus I ketuntasan belajar siswa

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

sebesar 30,30% yang kemudian meningkat menjadi 66,67% pada siklus II. Untuk
target aspek kognitif yang ditetapkan adalah ketuntasan belajar siswa sebesar 60%
dengan nilai batas ketuntasan minimal 67.

commit to user

vi

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

ABSTRACT

Triyono. THE APPLICATION OF CONTEXTUAL TEACHING AND


LEARNING THROUGH SHORT FILMS TO IMPROVE LEARNING
MOTIVATION AND PHYSICS COGNITIVE STUDENTS ABILITIES
(:CLASSROOM ACTION RESEARCH). Thesis, Surakarta: Teacher Training and
Education Faculty. Sebelas Maret University, November 2010

The aims of the research are to know : (1) whether the application of

contextual teaching and learning through short films can improve the students'

physics learning motivation (2) whether the application of contextual teaching and

learning through short films can improve the physics cognitive students abilities.
This research is a Classroom Action Research that is held in two cycles. The
cycles are started by preparation phase and execution phase that consist of action
planning, action, observation, evaluation, and reflection. The research subject is X.3
Wonogiri 1 Senior High School students in the school year of 2009/2010, which is
consist of 33 students in the subject matter Heat and Temperature. Techniques of
collecting data are observation, interview with teacher, test, questionnaire and
documentation. Descriptive qualitative technique was used to analyze the data.

Based on research results, it can be concluded that (1) the application of

contextual teaching and learning through short films can improve students' learning

motivation in the subject matter Heat and Temperature of X.3 Wonogiri 1 Senior

High School student in the school year of 2009/2010. It can be seen from execution
of cycle I and cycle II. At first cycle, the percentage attainment of students

learning motivation indicator aspect was 66.97% and increased became 68,95% at

second cycle. It has exceeded the target 60% which has been decided. The

attainment of students classical learning activities was 70,50% at first cycle and

then increased became 78,50% at second cycle. It has exceeded the target 60%

which has been decided. (2) the application of contextual teaching and learning

through short films can improve the physics cognitive students abilities in the
subject matter Heat and Temperature of X.3 Wonogiri 1 Senior High School

student in the school year of 2009/2010. It can be seen from execution of cycle I
commit tolearning
user
and cycle II. At first cycle, the students
completeness was 30,30% and

vii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

then increased became 66,67% at second cycle. It has exceeded the students

learning completeness target was 60% with minimum completeness limit value was

67.

commit to user

viii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

MOTTO
 Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga
mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
( QS. Ar Rad : 11 )

 Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.


(QS. Al Insyirah : 5)

 Bekerja, berdoa kemudian tawakal, apapun hasilnya yakinlah itu adalah


yang terbaik dari-Nya . ( Penulis)

commit to user

ix

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:


1. Bapak dan Ibuku tercinta, terima kasih atas doa,
pengorbanan dan perjuangannya untukku.
2. Mbak Nanik, Mas Muji, dan Mbak Tatik tersayang
3. Sahabat-sahabatku yang selalu menyemangatiku
4. Teman-teman Prodi P.Fisika angkatan 2006

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan


rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan untuk memenuhi
sebagian dari persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penulisan Skripsi ini.
Namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan tersebut dapat dapat
teratasi. Oleh karena itu, atas segala bentuk bantuannya, penulis mengucapkan
terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
memberikan izin penelitian.
2. Ibu Dra. Hj. Kus Sri Martini, M.Si. Selaku Ketua Jurusan P.MIPA Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
menyetujui permohonan penyusunan Skripsi ini.
3. Ibu Dra. Rini Budiharti, M.Pd. Selaku Ketua Program Fisika dan Dosen
Pembimbing I Program Fisika Jurusan P. MIPA Fakultas Keguruan Dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Ibu Daru Wahyuningsih, S.Si, M.Pd, Selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dalam penyusunan Skripsi ini.
5. Bapak Drs. H. Mulyadi, M.T selaku Kepala SMA Negeri I Wonogiri yang telah
memberikan izin untuk mengadakan penelitian.
6. Bapak Suparjo, M.Pd, selaku guru mata pelajaran Fisika SMA Negeri I
Wonogiri yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama penulis
melakukan penelitian.
7. Siswa-siswi kelas X.3. Terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.
8.

Ibu dan Bapak yang telah memberikan doa restu dan dorongan sehingga
penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.

9. Kakak-kakakku (Mbak Nanik dan Mbak Tatik) tercinta yang senantiasa menjadi
motivator.

commit to user

xi

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

10. Sahabat-sahabatku di fisika 2006 untuk segala dukungan, persahabatan, dan


bantuannya.
11. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
Semoga amal baik semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari Allah SWT.
Penulis menyadari sepenuhnya skripsi yang telah dikerjakan ini masih
jauh dari kesempurnaan maka penulis menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang.
Akhirnya

penulis

berharap

semoga

karya

ini

bermanfaat

bagi

perkembangan ilmu pengetahuan.

Surakarta, November 2010

Penulis

commit to user

xii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL......

HALAMAN PENGAJUAN

......

ii

HALAMAN PERSETUJUAN...

iii

HALAMAN PENGESAHAN ..

iv

HALAMAN ABSTRAK

HALAMAN ABSTRAC ..................................................................................

vii

HALAMAN MOTTO

ix

HALAMAN PERSEMBAHAN....

KATA PENGANTAR...

xi

DAFTAR ISI......

xiii

DAFTAR TABEL ............................................................................................

xvii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

xix

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................

xxii

BAB I. PENDAHULUAN..

A. Latar Belakang Masalah...

B. Identifikasi Masalah ....

C. Pembatasan Masalah ...

D. Perumusan Masalah .....

E. Tujuan Penelitian.....

F. Manfaat Penelitian.. ...

BAB II. LANDASAN TEORI ................................................................

A. Kajian Teori....................

1. Pembelajaran Fisika

2. Pendekatan dan Metode Pembelajaran Fisika

a. Pendekatan Kontekstual..

b. Metode Diskusi

13

3. Media Pembelajaran ..

14

a. Film Pendek .
commit to user
b. Microsoft Powerpoint

15

xiii

16

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

4. Tinjauan Tentang Motivasi.

17

a. Pengertian Motivasi

17

b. Interaksi Antara Motivasi dan Aktivitas Belajar

18

c. Teknik Untuk Menimbulkan Motivasi Belajar ..

19

5. Kemampuan Kognitif Fisika

20

a. Pengetahuan/Ingatan

20

b. Pemahaman

21

c. Penerapan/Aplikasi

21

d. Analisis

21

e. Sintesis

21

f. Evaluasi ...

21

6. Konsep Suhu dan Kalor

22

a. Suhu dan Termometer

22

b. Pemuaian

23

c. Kalor ..

27

B. Penelitian yang Relevan........

33

C. Kerangka Berpikir .....

34

D. Hipotesis Tindakan .......

36

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

37

A. Setting Penelitian .

37

1. Tempat Penelitian.

37

2. Waktu Penelitian ..

37

B. Subjek Penelitian ...

37

C. Data dan Sumber Data .....

37

D. Variabel Penelitian

38

1. Variabel Bebas .

38

2. Variabel Terikat

39

E. Teknik dan Instrumen Penelitian ..

39

1. Teknik Pengumpulan Data

39

a. Nilai Tes
commit to user
b. Observasi ..

xiv

39
39

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

c. Wawancara

40

d. Kajian Dokumentasi ..

40

e. Angket

40

2. Instrumen Penelitian

40

a. Instrumen Pembelajaran

40

b. Instrumen Penilaian

40

1). Instrumen Kemampuan Kognitif ..

41

2). Instrumen Angket Motivasi ..

45

3). Instrumen Observasi Aktivitas Siswa

47

F. Teknik Pemeriksaan Validitas Data .

48

G. Teknik Analisis Data

49

H. Indikator Kinerja ..

50

I. Prosedur Penelitian

51

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

55

A. Deskripsi Kondisi Awal ...

55

B. Deskripsi Hasil Siklus I

59

1. Perencanaan Tindakan I

59

2. Pelaksanaan Tindakan I

60

3. Observasi Tindakan I

63

4. Refleksi Tindakan I ..

68

C. Deskripsi Hasil Siklus II ...

73

1. Perencanaan Tindakan II ..

73

2. Pelaksanaan Tindakan II ..

74

3. Observasi Tindakan II ..

77

4. Refleksi Tindakan II .

81

D. Pembahasan ..

87

BAB V. Simpulan, Implikasi, dan Saran ..

90

A. Simpulan..

90

B. Implikasi .....

90

C. Saran ...
commit to user
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

91

xv

92

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

LAMPIRAN.....................................................................................................

95

PERIZINAN ...................................................................................................

310

commit to user

xvi

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 2.1

Perbandingan Antar Skala Pada Termometer

23

Tabel 3.1

Indikator Keberhasilan Siklus

50

Tabel 4.1

Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi Belajar Fisika

56

Pada Kondisi Pra Siklus


Tabel 4.2

Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa

57

Pada Observasi Pra Siklus


Tabel 4.3

Persentase Ketercapaian Indikator Angket Motivasi Belajar

64

Fisika Siswa Siklus I


Tabel 4.4

Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa

65

Pada Observasi Siklus I


Tabel 4.5

Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Siswa dalam

66

Diskusi Kelompok Pada Observasi Siklus I


Tabel 4.6

Aspek Ketuntasan Belajar Siswa Pada Siklus I

68

Tabel 4.7

Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi

69

Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Pra Siklus Dengan


Observasi Siklus I
Tabel 4.8

Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas

70

Klasikal Siswa Pada Observasi Pra Siklus Dengan


Observasi Siklus I
Tabel 4.9

Persentase Rata-rata Ketercapaian Tes Kognitif Siklus I

72

Tabel 4.10

Persentase Ketercapaian Indikator Angket Motivasi

77

Belajar Fisika Siswa Siklus II


Tabel 4.11

Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa

78

Pada Observasi Siklus II


Tabel 4.12

Persentase Ketercapain Indikator Aktivitas Siswa Dalam

79

Diskusi Kelompok Pada Observasi Siklus II


Tabel 4.13

Aspek Ketuntasan Belajar Siswa Pada Siklus II

80

Tabel 4.14

Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi


commit
to user
Belajar Fisika Siswa
Pada
Observasi Siklus I Dengan

81

xvii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Siklus II
Tabel 4.15

Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivita

83

Klasikal Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Observasi


Siklus II
Tabel 4.16

Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas

85

Siswa Dalam Diskusi Kelompok Pada Observasi Siklus I


Dengan Observasi Siklus II
Tabel 4.17

Persentase Rata-rata Ketercapaian Tes Kognitif Siklus II

86

Tabel 4.18

Persentase Ketercapaian Rata-rata Tiap Aspek Antar Siklus

88

commit to user

xviii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1

Termometer Raksa

22

Gambar 2.2

Grafik Penyusutan Volume Air saat Peristiwa Anomali

26

Gambar 2.3

Diagram Perubahan Wujud Zat

29

Gambar 2.4

Perubahan Wujud Yang Dialami Air Dalam Tiga Fase

29

Gambar 2.5

Grafik Hubungan Kalor Terhadap Perubahan Wujud Zat

31

Gambar 2.6

Rambatan Kalor Secara Konduksi

31

Gambar 2.7

Arus Konveksi Pada Air yang Dipanaskan

33

Gambar 2.8

Skema Kerangka Pemikiran

36

Gambar 3.1

Skema Pemeriksaan Validitas Data

48

Gambar 3.2

Skema Analisis Data

50

Gambar 3.3

Skema Prosedur Penelitian

54

Gambar 4.1

Tampilan Blog Bapak Sukarjo

56

Gambar 4.2

Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator

57

Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Pra Siklus


Gambar 4.3

Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator

58

Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Pra Siklus


Gambar 4.4

Termometer Yang Dimasukkan Dalam Gelas Beker

60

Gambar 4.5

Tampilan Slide Tentang Rel Kereta Api

61

Gambar 4.6

Tampilan Film Pendek Tentang Pemuaian Pada Bola Besi

61

Gambar 4.7

Tampilan Film Pendek Tentang Bimetal

62

Gambar 4.8

Tampilan Film Pendek Tentang Pemuaian Gas

63

Gambar 4.9

Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator

64

Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Siklus I


Gambar 4.10

Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator

65

Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Siklus I


Gambar 4.11

Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator


Aktivitas Siswa Dalam Diskusi Kelompok Pada Observasi
commit to user

xix

67

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Siklus I
Gambar 4.12

Diagram Pie Aspek Ketuntasan Belajar Siswa Dalam

68

Pembelajaran Pada Siklus I


Gambar 4.13

Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian

69

Indikator Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada


Observasi Pra Siklus Dengan Siklus I
Gambar 4.14

Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian

71

Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Pra


Siklus Dengan Siklus I
Gambar 4.15

Tampilan Film Pendek Mengenai Peristiwa Mencair

75

Gambar 4.16

Tampilan Film Pendek Mengenai Peristiwa Konduksi

76

Gambar 4.17

Tampilan Film Pendek Mengenai Proses Terjadinya Angin

76

Laut
Gambar 4.18

Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator

78

Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Siklus II


Gambar 4.19

Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator

79

Aktivitas Klasikal Siswa pada Observasi Siklus II


Gambar 4.20

Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator

80

Aktivitas Siswa Dalam Diskusi Kelompok Pada Observasi


Siklus II
Gambar 4.21

Diagram Pie Aspek Ketuntasan Belajar Siswa Dalam

81

Pembelajaran Pada Siklus II


Gambar 4.22

Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian

82

Indikator Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada


Observasi Siklus I Dengan Siklus II
Gambar 4.23

Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian

84

Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Siklus I


Dengan Siklus II
Gambar 4.24

Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian


Indikator Aktivitas Diskusi Kelompok Pada Observasi
to user
Siklus I Dengancommit
Siklus II

xx

85

perpustakaan.uns.ac.id

Gambar 4.25

digilib.uns.ac.id

Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketuntasan


Belajar Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II

commit to user

xxi

86

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1

Jadwal Penelitian

95

Lampiran 2

Satuan Pelajaran

96

Lampiran 3

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I

121

Lampiran 4

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II

127

Lampiran 5

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran III

134

Lampiran 6

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IV

140

Lampiran 7

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran V

147

Lampiran 8

Lembar Kerja Siswa (LKS) I

153

Lampiran 9

Kunci LKS I

157

Lampiran 10

Lembar Kerja Siswa (LKS) II

160

Lampiran 11

Kunci LKS II

166

Lampiran 12

Lembar Kerja Siswa (LKS) III

170

Lampiran 13

Kunci LKS III

176

Lampiran 14

Lembar Kerja Siswa (LKS) IV

178

Lampiran 15

Kunci LKS IV

184

Lampiran 16

Lembar Kerja Siswa (LKS) V

186

Lampiran 17

Kunci LKS V

191

Lampiran 18

Kisi-Kisi Try Out Angket Motivasi Belajar Fisika

193

Lampiran 19

Soal Try Out Angket Motivasi Belajar Fisika

194

Lampiran 20

Kisi-Kisi Try Out Tes Kemampuan Kognitif Fisika

198

Lampiran 21

Soal Try Out Tes Kemampuan Kognitif Fisika

201

Lampiran 22

Lembar Jawab Try Out Tes Kemampuan Kognitif Fisika

215

Lampiran 23

Kunci Try Out Tes Kemampuan Kognitif Fisika

216

Lampiran 24

Kisi-Kisi Angket Motivasi Belajar Fisika

217

Lampiran 25

Soal Angket Motivasi Belajar Fisika

218

Lampiran 26

Analisis Try Out Angket Motivasi Belajar Fisika

220

Lampiran 27

Kisi-Kisi Tes Kemampuan Kognitif Siklus I

227

Lampiran 28

Soal Tes Kemampuan


commitKognitif
to user Siklus I

229

xxii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Lampiran 29

Lembar Jawab Tes Kemampuan Kognitif Siklus I

239

Lampiran 30

Kunci Tes Kemampuan Kognitif Siklus I

240

Lampiran 31

Kisi-Kisi Tes Kemampuan Kognitif Siklus II

241

Lampiran 32

Soal Tes Kemampuan Kognitif Siklus II

243

Lampiran 33

Lembar Jawab Tes Kemampuan Kognitif Siklus II

252

Lampiran 34

Kunci Tes Kemampuan Kognitif Siklus II

253

Lampiran 35

Ringkasan Hasil Wawancara Awal

254

Lampiran 36

Nilai Optik Siswa Kelas X3 (Pra Siklus)

256

Lampiran 37

Hasil Observasi Awal (Pra Siklus)

257

Lampiran 38

Daftar Kelompok Diskusi Siswa Kelas X3

258

Lampiran 39

Lembar Observasi Aktivitas Klasikal Siswa Pra Siklus,

260

Siklus I, dan Siklus II


Lampiran 40

Lembar Observasi Aktivitas Diskusi Kelompok Siklus I-II

263

Lampiran 41

Hasil Observasi Aktivitas Klasikal Siswa Siklus I & II

265

Lampiran 42

Hasil Observasi Aktivitas Diskusi Kelompok Siklus I & II

271

Lampiran 43

Analisis Angket Motivasi Belajar Pra Siklus

277

Lampiran 44

Analisis Angket Motivasi Belajar Siklus I

282

Lampiran 45

Analisis Angket Motivasi Belajar Siklus II

287

Lampiran 46

Analisis Try Out Tes Kemampuan Kognitif

292

Lampiran 47

Analisis Tes Kemampuan Kognitif Siklus I

298

Lampiran 48

Analisis Tes Kemampuan Kognitif Siklus II

303

Lampiran 49

Denah Tempat Duduk Siswa Kelas X3

308

Lampiran 50

Dokumentasi

309

commit to user

xxiii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan sektor yang sangat menentukan kualitas hidup
suatu bangsa. Tinggi rendahnya kualitas suatu bangsa dapat diukur dari tingkat
pendidikan warga negaranya. Sehingga dapat dikatakan bahwa kegagalan
pendidikan berimplikasi pada gagalnya suatu bangsa, dan keberhasilan pendidikan
secara otomatis membawa keberhasilan suatu bangsa. Oleh sebab itu, untuk
memperbaiki kehidupan suatu bangsa, harus dimulai dari penataan dalam segala
aspek dalam pendidikan, mulai dari aspek tujuan, sarana, pembelajaran,
manajerial, dan aspek lain yang secara langsung maupun tidak langsung
berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran.
Pembelajaran merupakan bagian atau elemen yang memiliki peran sangat
dominan

untuk

mewujudkan

pendidikan

yang

berkualitas.

Sebaliknya,

pembelajaran juga memiliki pengaruh yang menyebabkan kualitas pendidikan


menjadi rendah, artinya pembelajaran sangat tergantung dari kemampuan guru
dalam melaksanakan atau mengemas proses pembelajaran. Pembelajaran yang
dilaksanakan secara baik dan tepat akan memberikan kontribusi sangat dominan
bagi siswa, sebaliknya pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara yang tidak
baik akan menyebabkan potensi siswa sulit dikembangkan atau diberdayakan.
Dewasa ini proses pembelajaran dituntut selalu menyesuaikan dengan
dinamika masyarakat, karena pembelajaran yang statis dan konvensional
cenderung membuat siswa bosan dan tidak memiliki motivasi untuk belajar. Suatu
pembelajaran akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya,
bukan mengetahuinya. Demikian sehingga diperlukan terobosan baru dalam
pembelajaran yang memungkinkan guru untuk mengajarkan suatu materi kepada
siswa dengan menarik.
Salah

satu

pembelajaran

yang

berorientasi

hal

tersebut

adalah

pembelajaran kontekstual. Wina Sanjaya (2008 : 255) berpendapat, Contextual


to user
Teaching and Learning (CTL)commit
adalah
suatu strategi pembelajaran yang

perpustakaan.uns.ac.id

2
digilib.uns.ac.id

menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat


menekankan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi nyata
sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan
mereka.
Selain itu setiap siswa mempunyai gaya yang berbeda dalam belajar.
Perbedaan yang dimiliki siswa tersebut oleh Bobbi Deporter dalam Wina Sanjaya
(2008:262) dinamakan sebagai unsure modalitas belajar. Menurutnya ada tiga tipe
gaya belajar siswa yaitu tipe visual, auditorial, dan kinestetis. Tipe visual adalah
gaya belajar dengan cara melihat, artinya siswa akan lebih cepat belajar dengan
cara menggunakan indra penglihatan. Tipe auditorial adalah tipe belajar dengan
cara menggunakan alat pendengarannya. Sedangkan tipe kinestetis adalah tipe
belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh.
Sebagai fasilitator pembelajaran, guru hendaknya mampu berinovasi dan
berkreasi dalam rangka merancang suatu pembelajaran yang menarik dan
bermakna bagi siswa. Sesuai tuntutan perkembangan teknologi, guru hendaknya
mampu mengembangkan pembelajaran yang memanfaatkan media komputer
sebagai sarana untuk menampilkan konsep-konsep fisika yang abstrak menjadi
terlihat konkret. Guru dapat memanfaatkan
1 program Macromedia Flash 8 untuk
membuat animasi-animasi fisika. Guru juga dapat memanfaatkan program GOM
Player dan Windows Media Classic untuk menampilkan film pendek dalam
pembelajaran fisika. Sehingga dengan memanfaatkan dua program di atas
diharapkan siswa akan lebih tertarik dan mudah memahami konsep-konsep fisika.
Media film pendek merupakan media yang mampu mengkombinasikan
dua gaya belajar yaitu tipe visual dan auditorial. Dengan film pendek, siswa
mampu melihat dan mendengar suatu kejadian fisika yang tidak dapat ditampilkan
media lainnya. Melalui film pendek dapat ditampilkan ilustrasi yang konkret
tentang sebuah konsep dan aplikasi dari sebuah materi fisika yang sebelumnya
kelihatan abstrak sehingga dari situ kemampuan siswa dalam memahami sebuah
fenomena fisika dapat lebih baik
Keberhasilan siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh banyak faktor,
commit(dalam
to userdiri) dan faktor ekstern ( luar diri/
secara garis besar adalah faktor intern

3
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

lingkungan). Faktor intern berasal dari dalam diri individu masing-masing, hal itu
berupa kemauan ataupun kemampuan yang lain dari individu tersebut yang dapat
mengendalikannya. Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar, hal
tersebut dapat berasal dari lingkungan sekitar, baik lingkungan keluarga,
masyarakat bahkan bisa berasal dari kegiatan belajar mengajar itu sendiri.
Dalam kaitannya dengan faktor intern, contoh yang mudah dilihat adalah
adanya motivasi. Seperti yang dikemukakan Mc Donald dalam Sardiman
(2010:74) bahwa motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi
yang ada pada diri manusia untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu.
Sehingga untuk belajar secara rutin, siswa memerlukan motivasi dari dalam
dirinya. Sedangkan untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, guru harus
pintar-pintar untuk memberikan rangsangan. Dan salah satu rangsangan yang
dapat diberikan adalah dengan melaksanakan pembelajaran yang menarik, yang
menggugah rasa ingin tahu siswa dan menghadirkan suasana yang menyenangkan
dalam kegiatan belajar mengajar.
SMAN 1 Wonogiri adalah salah satu sekolah favorit di wilayah Kabupaten
Wonogiri sehingga sebagian besar siswanya merupakan siswa-siswa yang
memiliki nilai ujian nasional di atas rata-rata. Kendati demikian, dari hasil
wawancara dengan guru kelas X di SMAN 1 Wonogiri dan observasi di kelas X3
yang dilakukan peneliti, diperoleh suatu fakta tentang permasalahan yang terjadi
di kelas tersebut. Adapun permasalahan adalah sebagai berikut:
1. Kurang tertariknya siswa terhadap mata pelajaran fisika. Ini disebabkan
paradigma mereka bahwa fisika adalah pelajaran yang membosankan karena
identik dengan menghitung dan menghafal rumus.
2. Kurang optimalnya pemanfaatan media pembelajaran oleh guru fisika. Dalam
mengajar guru terbiasa menggunakan media powerpoint untuk menjelaskan
materi. Tetapi penggunaan media ini hanya bersifat informatif artinya hanya
berisi tulisan tentang materi tanpa disertai animasi yang menarik perhatian
siswa.

commit to user

4
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

3. Kondisi siswa yang kurang aktif dalam mengikuti pelajaran Fisika. Hal ini
ditunjukkan oleh sikap siswa yang enggan bertanya maupun menjawab
pertanyaan guru
4. Metode guru dalam mengajar yang sering berceramah pasif membuat
pembelajaran kurang menarik.
5. Rendahnya kemampuan kognitif fisika siswa. Hal ini diperkuat dengan tingkat
ketuntasan siswa kelas X3 hanya sebesar 12,12% untuk materi alat-alat optik
dengan batas ketuntasan minimal 67.
Oleh karena itu, dari uraian permasalahan tersebut, peneliti mencoba untuk
mengatasinya dengan mengajukan judul penelitian Penerapan Pembelajaran
Kontekstual Melalui Film Pendek Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar
Dan Kemampuan Kognitif Fisika Siswa (:Penelitian Tindakan Kelas)
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
dapat diidentifikasi masalah-masalah yang timbul sebagai berikut:
1. Kemajuan suatu negara dapat dilihat dari tinggi rendahnya tingkat pendidikan
warga negaranya.
2. Pembelajaran yang dilaksanakan dengan baik dapat memberikan hasil belajar
yang baik bagi siswa.
3. Inovasi dan kreativitas guru dalam memanfaatkan media komputer diperlukan
agar pembelajaran menjadi lebih menarik.
4. Keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh faktor intern dan ekstern.
5. Salah satu faktor intern tersebut adalah motivasi

C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah dan dapat mencapai sasaran, maka penulis
membatasi permasalahan penelitian ini pada :
1. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X3 SMAN 1 Wonogiri Tahun
Pelajaran 2009/2010.

commit to user

5
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

2. Pembelajaran fisika yang diterapkan adalah pendekatan kontekstual dengan


metode diskusi.
3. Media pembelajaran yang dipakai adalah microsoft powerpoint dan film
pendek.
4. Faktor intern yang diteliti adalah motivasi siswa.
5. Indikator keberhasilan proses pembelajaran fisika diukur dengan peningkatan
motivasi belajar fisika dan kemampuan kognitif fisika siswa.
6. Materi pelajaran dibatasi pada pokok bahasan suhu dan kalor.

D. Rumusan Masalah
Sesuai dengan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah
dikemukakan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat
meningkatkan motivasi belajar fisika siswa ?
2. Apakah penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat
meningkatkan kemampuan kognitif fisika siswa ?

E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan dan pembatasan masalah

yang telah

dikemukakan di depan, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Meningkatan motivasi belajar fisika siswa melalui pembelajaran kontekstual
melalui film pendek.
2. Meningkatan kemampuan kognitif fisika siswa melalui pembelajaran
kontekstual melalui film pendek.

F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Peneliti :
Untuk memecahkan masalah yang diteliti.

commit to user

6
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

2. Bagi Guru
Memberikan pengalaman dan wawasan baru dalam proses pembelajaran
konstektual melalui film pendek dan penelitian tindakan kelas.
3. Bagi Siswa
Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi
belajar dan kemampuan kognitif fisika siswa yang terlibat dalam kegiatan
penelitian.
4. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan yang positif bagi
pengembangan sekolah, utamanya untuk peningkatan kualitas proses
pembelajaran di sekolah.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Fisika

Fisika adalah bagian dari sains, di mana sains merupakan hasil


serangkaian proses ilmiah yang berupa pengetahuan, gagasan dan konsep dari
interaksi manusia dengan lingkungannya. Proses yang dimaksud meliputi
penyelidikan, penyusunan, dan pengajuan gagasan-gagasan. Pelajaran sains
(termasuk fisika) berkaitan dengan kegiatan mengumpulkan data, mengamati,
mengukur, menghitung, menganalisis, mencari hubungan antara dua kejadian, dan
menghubungkan konsep-konsep. Oleh karena itu dibutuhkan pemahaman yang
konseptual untuk mempelajarinya, sebab sains berkaitan langsung dengan faktafakta, konsep-konsep, teori, prinsip, dan hukum alam. Sehingga kemampuan
menalar sangat diperlukan untuk mempelajari sains (termasuk fisika).
Menurut Piaget, pengetahuan datang dari tindakan (Suparno, 2001).
Perkembangan kognitif sebagian besar bergantung pada seberapa aktif anak
memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Perkembangan kognitif bukan
merupakan akumulasi dari kepingan informasi terpisah, namun lebih merupakan
pengkonstruksian oleh siswa untuk memahami lingkungan mereka. Sehingga
dalam pembelajaran fisika, guru seharusnya hadir sebagai fasilitator bagi siswa
dalam mengkonstruksi pemahaman dan pengetahuannya. Karena belajar fisika
akan menarik jika penyajiannya melibatkan siswa secara aktif baik dari segi
mental maupun fisik dan bersifat nyata (kontekstual).
Pembelajaran fisika memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan kemampuan penyelidikan secara sistematis, memahami konsep
dan hubungan antar konsep berdasarkan fakta dalam kehidupan sehari-hari, serta
mampu berkomunikasi dengan menggunakan terminologi dan penyajian ilmiah.
Dengan demikian, pembelajaran fisika memberikan kesempatan seluas-luasnya
commit to user
kepada siswa untuk mencari, mempertanyakan, dan mengeksplorasi pengetahuan.

8
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Untuk membangkitkan ketakjuban, antusiasme, dan keingintahuan siswa


dalam belajar fisika, berbagai model pembelajaran dapat diterapkan. Adapun yang
dimaksud dengan model pembelajaran adalah sebuah rencana/pola yang
mengorganisasi pembelajaran dalam kelas dan menunjukkan cara penggunaan
materi pembelajaran (buku, video, komputer, bahan dan alat praktikum). Model
pembelajaran yang diterapkan dimaksudkan untuk membantu siswa menggali
informasi,

ide-ide,

keterampilan,

nilai-nilai,

serta

cara

berpikir

dan

mengekspresikan diri mereka sendiri. Dengan demikian, hasil akhir yang


terpenting dari pembelajaran adalah peningkatan kemampuan siswa untuk belajar
lebih mudah dan efektif di masa depan, baik karena pengetahuan dan
keterampilan yang telah mereka miliki maupun karena mereka telah menuntaskan
proses-proses belajar.

2. Pendekatan dan Metode Pembelajaran Fisika

a. Pendekatan Kontekstual

1) Latar Belakang Penggunaan Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching

and Learning atau CTL)


Suatu pembelajaran akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang
dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Salah satu pembelajaran yang berorientasi
hal tersebut adalah pembelajaran kontekstual. Di mana pengertian dari
pembelajaran kontekstual tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
Elaine Johnson (2002: 58) menyatakan CTL adalah sebuah sistem yang
merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. CTL
adalah suatu sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan
makna dengan menghubungkan muatan akademik dengan konteks dari
kehidupan sehari-hari siwa.
Wina Sanjaya (2008: 255) berpendapat, Contextual Teaching and
Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada
proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menekankan materi yang
dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi nyata sehingga mendorong
commit
to user
siswa untuk dapat menerapkannya
dalam
kehidupan mereka.

9
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Ada tiga konsep dasar dalam pembelajaran kontekstual yaitu :


Pertama, CTL menekankan kepada proses peningkatan siswa untuk
menemukan materi, artinya proses belajar diorentasikan pada proses
pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak
mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses
mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Kedua, CTL mendorong
agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan
situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap
hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata.
Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan,
artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang
dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi itu dapat mewarnai perilakunya
dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun strategi-strategi pengajaran yang berasosiasi dengan pendekatan
kontekstual adalah CBSA, Pendekatan Proses, Life Skill Education, Authentic
Instruction, Inquary Based Learning, Problem Based Learning, Cooperative
Learning dan Service Learning". Dalam hal ini pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual akan dijabarkan dengan metode diskusi dan tanya
jawab. Diskusi merupakan penerapan pada komponen masyarakat belajar dan
tanya jawab merupakan penjabaran dari komponen bertanya (question) pada
pendekatan kontekstual.
Konsep kontekstual ditempatkan dari pemikiran abstrak ke konkret di
dalam pembelajaran untuk membantu guru-guru menghubungkan isi mata
pelajaran dengan situasi sebenarnya dan memotivasi siswa untuk membuat
hubungan-hubungan antara pengetahuan serta penerapannya dalam kehidupan
mereka.

Pembelajaran

kontekstual

diartikan

pembelajaran

penemuan,

pembelajaran berdasarkan pengalaman, pendidikan dunia nyata, pembelajaran


aktif, dan pembelajaran yang berdasarlkan instruksi untuk memepertunjukkan
ide-ide yang sama. Pembelajaran kontekstual adalah salah satu pendekatan
pembelajaran yang menekankan pentingnya lingkungan alamiah itu diciptakan
commit
userdan lebih bermakna karena siswa
dalam proses belajar agar kelas
lebih to
hidup

10
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

mengalami sendiri apa yang dipelajarinya. Di sini diartikan bahwa proses


pembelajaran kontekstual diharapkan berjalan secara ilmiah dalam bentuk
kegiatan siswa dan mengalami sendiri, sedangkan guru hanya mengarahkan
dan layak mendengarkan apa yang disampaikan siswa-siswanya. Hasil
pembelajaran kontekstual diharapkan lebih bermakna bagi siswa untuk
memecahkan persoalan, berpikir kritis, sehingga dengan konteks itu siswa
diharapkan mampu menggali makna sendiri atas suatu konsep dalam materi,
sehingga apa yang terpikirkan lebih tahan lama di benak siswa dibandingkan
dengan siswa yang hanya sekedar menghafal.
2) Komponen-Komponen Dalam Pendekatan Kontekstual

Pendekatan kontekstual memiliki tujuh komponen utama, yaitu :


a)

Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan
kontekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi
sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan
tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta,
konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus
mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman
nyata.Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses
"mengkonstruksi"

bukan

"menerima"

pengetahuan.

Dalam

proses

pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui


keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa menjadi pusat
kegiatan, bukan guru.
b)

Menemukan (inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran
berbasis kontekstual. Langkah langkah kegiatan menemukan (inquiry),
yaitu (1) merumuskan masalah, (2) mengamati atau observasi, (3)
menganalisis dan menyajikan hasil dalam bentuk tulisan, gambar, laporan,
bagan, table, dan karya lain, (4) merumuskan masalah, (5) mengamati atau
observasi.
commit to user

11
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

c)

Bertanya (Questining)
Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis
kontekstual. Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari
bertanya. Manfaat kegiatan bertanya bermanfaat dalam pembelajaran
adalah: (1) mengecek pemahaman siswa, (2) membangkitkan respon pada
siswa, (3) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, (4) mengetahui
halhal yang sudah diketahui siswa, (5) menfokuskan perhatian siswa pada
sesuatu yang dikehendaki guru. Aktivitas bertanya juga ditemukan ketika
siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan,
ketika

mengamati,

dan

sebagainya.

Kegiatan-kegiatan

itu

akan

menumbuhkan dorongan untuk "bertanya".


d)

Masyarakat belajar (Learning Community)


Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pemelajaran
diperoleh dari kerjasam dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari
sharing antar teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang
belum tahu, sehingga dalam pembelajaran kontekstual guru disarankan
untuk melaksanakan dalam bentuk kelompok belajar. Masyarakat belajar
biasa terjadi apabila ada proses komunikasi pembelajaran saling belajar.
Seseorang yang terlibat dalam masyarakat belajar, informasi yang
diperoleh dari teman berbicaranya dan sekaligus juga meminta informasi
yang diperlukan dari teman belajarnya.

e)

Permodelan (Modelling )
Pada saat pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu
berlangsung, sebaiknya ada model yang dapat ditiru. Model itu biasa
berupa cara mengoperasikan sesuatu, atau guru memberi contoh cara
mengerjakan sesuatu, dengan demikian guru memberi model tentang
bagaimana cara belajar
Dalam pembelajaran kontekstual atau CTL, guru bukan satu-satunya
model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa
ditunjuk untuk memberikan contoh mendemonstrasikan keahliannya.
to user
Siswa "contoh" tersebut commit
dikatakan
sebagai model. Siswa lain dapat

perpustakaan.uns.ac.id

12
digilib.uns.ac.id

menggunakan model tersebut sebagai standar kompetensi yang harus


dicapainya, model juga dapat didatangkan dari luar.
f)

Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajarinya atau
berfikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan dimasa lalu.
Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan
yang baru diterimanya, dengan demikian siswa merasa memperoleh
sesuatu yang berguna bagi dirinya. Realisasi dalam pembelajaran berupa:
(1) rangkuman tentang apa yang dipelajarinya; (2) catatan atau jurnal di
buku siswa; (3) kesan dan saran tentang pembelajaran hari itu; (4) diskusi;
(5) hasil karya.

g) Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assesment)


Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data

yang biasa

memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Kemajuan belajar


siswa dalam penilaian yang sebenarnya adalah diambil dari proses, dan
bukan melulu hasil, dan dengan berbagai cara. Tes hanya salah satunya.
Adapun karakteristik authentic assessment adalah: (1) dilaksanakan
selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung; (2) bisa digunakan
untuk formatif dan sumatif; (3) mengukur keterampilan dan performansi
yang dimiliki siswa, dan bukan hanya mengingat faktanya saja; (4)
berkesinambungan; (5) terintegrasi; (6) dapat digunakan sebagai umpan
balik (feed back).
3) Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual

Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan pembelajaran


kontekstual jika menerapkan ke-tujuh komponen pembelajaran kontekstual.
Pendekatan pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum
apa saja. Bidang studi apa saja dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.
Penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual dalam kelas cukup
mudah. Secara garis besar langkahnya adalah sebagai berikut: (1)
Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna
commit
to user sendiri dan mengkonstruksikan
dengan cara bekerja sendiri,
menemukan

13
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya; (2) Melaksanakan kegiatan


inkuiri sejauh mungkin untuk semua topik; (3) Mengembangkan sifat ingin
tahu siswa dengan bertanya; (4) Menciptakan "masyarakat belajar" (belajar
dalam

kelompok);

(5)

Menghadirkan

"model"

sebagai

contoh

pembelajaran; (6) Melakukan refleksi di akhir pembelajaran; (7)


Melakukan penilaian yang sebenarnya (Depdiknas, 2003: 10).

b. Metode Diskusi

Metode diskusi adalah model pembelajaran dengan pembicaraan


kelompok yang bersifat edukatif, reflektif, terstruktur dengan dan bersama siswa
lain (Kindvatter, Wilen, Ishler, 1990: 278). Intinya adalah pembicaraan, di mana
siswa dengan siswa mengadakan pembicaraan, saling tukar gagasan dan ide
dengan yang lain; bahkan dapat juga saling bertukar perasaan.
Diskusi adalah pembicaraan yang bersifat edukatif, artinya demi tujuan
tertentu sesuai dengan arah yang ingin dicapai. Dalam diskusi bukan hanya
pembicaraan santai biasa tanpa tujuan, tapi ada persoalan yang akan dibicarakan
bersama atau ingin dipecahkan bersama. Diskusi bersifat reflektif, artinya
pembicaraan mendorong siswa untuk berpikir kritis dan kreatif tentang persoalan
yang ada, sehingga akan keluar gagasan yang lebih mendalam dan rasional.
Diskusi juga bersifat terstruktur, artinya jalannya diskusi itu diatur,
diarahkan oleh seorang pemimpin yang dapat berasal dari guru atau siswa itu
sendiri. Sehingga diharapkan hasil diskusi akan mengarah pada topik atau tujuan
yang hendak dicapai.
Diskusi dengan siswa-siswa lain adalah cara yang baik untuk
mengungkapkan pengetahuan siswa (Farmer, 1985). Diskusi dengan teman lain
tentang konsep yang baru saja dipelajari akan membuat mereka tertantang
mengerti lebih dalam. Mereka saling mengungkapkan konsep dan gagasan mereka
masing-masing, mendengarkan gagasan teman lain, memperdebatkannya secara
argumentatif rasional gagsan mereka yang berbeda. Dari perdebatan itu mereka
yang mempunyai gagsan tidak benar, dapat memperbaiki gagasannya dengan
to user
mengambil gagasan teman lain commit
yang benar.
Sedangkan kalau gagasan mereka

14
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

sudah benar, mereka menjadi lebih yakin akan kebenaran gagsan itu. Dan yang
diutamakan dalam diskusi adalah bahwa mereka dipacu untuk terlibat aktif dalam
diskusi.
Menurut Gall (1990, dalam Kinsvatter dkk, hal 238) diskusi sangat
berguna dan efektif dalam pembelajaran karena membantu siswa menguasai
bahan, memecahkan persoalan, melatih siswa mengembangkan nilai moral seperti
menghargai pendapat orang lain, mengembangkan keterampilan berkomunikasi

3. Media Pembelajaran

Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi. Dalam suatu proses


komunikasi selalu melibatkan tiga komponen pokok, yaitu komponen pengirim
pesan (guru), komponen penerima pesan (siswa), dan komponen pesan itu sendiri
yang

biasanya

berupa

materi

pelajaran.

Kadang-kadang

dalam

proses

pembelajaran terjadi kegagalan komunikasi. Artinya, materi pelajaran atau pesan


yang disampaikan guru tidak diterima secara optimal oleh siswa, atau siswa
sebagai penerima pesan salah menangkap isi pesan yang disampaikan. Untuk
menghindari semua itu, maka guru dapat menyusun strategi pembelajaran dengan
memanfaatkan media dan sumber belajar baik berupa film, televisi, gambar, atau
slide yang disajikan dalam komputer.
Gerlach dan Ely (1971) dalam Azhar Arsyad (2007: 3) mengatakan bahwa
media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian
yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan,
keterampilan atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan
sekolah adalah media. Secara khusus, media dalam proses belajar mengajar
cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis atau elektronis untuk
menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.
Heinich, dkk (1982) mengemukakan istilah medium sebagai perantara
yang mengantar informasi antara sumber dan penerima. Apabila media itu
membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau
mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media
commit to user
pembelajaran.

perpustakaan.uns.ac.id

15
digilib.uns.ac.id

Sementara itu, Gagne dan Briggs (1975) secara implisit mengatakan


bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk
menyampaikan isi materi pengajaran yang terdiri dari buku, tape recorder, kaset,
video kamera, video recorder, film, slide, foto, gambar, grafik, televisi, dan
komputer. Dengan kata lain, media adalah komponen sumber belajar atau wahana
fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat
merangsang siswa untuk belajar.
Dari uraian di atas, media sangat membantu dalam pembelajaran, terlebih
bagi guru yang ingin melaksanakan pembelajaran yang interaktif dan menarik.
Maka guru dapat memanfaatkan media film pendek dan powerpoint dalam
pembelajaran untuk meningkatkan minat siswa terhadap mata pelajaran fisika.
a. Film Pendek

Film atau gambar hidup merupakan gambar-gambar dalam frame di mana


frame demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga
pada layar terlihat gambar itu hidup ( Azhar Arsyad, 2007). Melalui film, suatu
objek yang bergerak dapat ditampilkan bersamaan dengan suara alamiah atau
suara yang sesuai. Menurut Azhar Arsyad (2007: 49), melalui media film kita
dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep
yang rumit, mengajarkan keterampilan, dan mempengaruhi sikap.
Film Pendek di sini didefinisikan sebagai video yang menceritakan sebuah
fenomena atau gejala fisika yang berdurasi kurang dari 10 menit yang dapat
disajikan dalam GOM Player dan Windows Media Classic. Film pendek ini dapat
kita unduh dari berbagai situs diantaranya adalah www.youtube.com ,

www.metacafe.com, dengan memasukkan kata kunci yang relevan dengan tema

atau materi yang ingin kita cari. Untuk software untuk memutar video atau film
tersebut dapat juga diunduh di internet.
Keuntungan terbesar dari penggunaan media ini adalah kita dapat
menampilkan atau menyajikan berbagai macam gejala dan fenomena fisika yang
kerap terjadi di lingkungan sekitar kita yang sebenarnya erat hubungannya dengan
materi fisika. Contohnya adalah ketika kita ingin menyajikan aplikasi hukum
commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

16
digilib.uns.ac.id

Archimedes dalam kehidupan sehari-hari maka kita dapat menyajikan film pendek
tentang kapal laut, kapal layar, dan mungkin juga kapal selam.
Keuntungan lain dari penggunaan media ini adalah melalui media film
pendek kita dapat menampilkan ilustrasi yang konkret tentang sebuah konsep dan
aplikasi dari sebuah materi fisika yang sebelumnya kelihatan abstrak sehingga
dari situ maka kemampuan anak didik dalam memahami sebuah fenomena fisika
dapat lebih baik karena mereka dapat mengamati langsung penerapan sebuah
konsep fisika dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan keterbatasan dari penggunaan media film pendek diantaranya
adalah ketersediaan jumlah film atau video yang dapat diunduh di internet tidak
selalu sesuai dengan kebutuhan dan tujuan belajar yang dinginkan. Misalkan ada
pun, film atau video tersebut merupakan produksi luar negeri sehingga timbul
kesulitan dalam memahami maksud film tersebut karena bahasa yang digunakan
bukan bahasa Indonesia.

b. Microsoft Powerpoint

Microsoft Powerpoint atau Microsoft Office Powerpoint adalah sebuah


program komputer untuk presentasi yang dikembangkan oleh Microsoft di dalam
paket aplikasi kantoran mereka, Microsoft Office, selain Microsoft Word, Excel,
Access dan beberapa program lainnya. Powerpoint berjalan di atas komputer PC
berbasis sistem operasi Microsoft Windows dan juga Apple Macintosh yang
menggunakan sistem operasi Apple Mac OS, meskipun pada awalnya aplikasi ini
berjalan di atas sistem operasi Xenix. Aplikasi ini sangat banyak digunakan,
apalagi oleh kalangan perkantoran dan pebisnis, para pendidik, siswa, dan trainer.
Dimulai pada versi Microsoft Office System 2003, Microsoft mengganti nama dari
sebelumnya Microsoft Powerpoint saja menjadi Microsoft Office Powerpoint.
Versi terbaru dari powerpoint adalah versi 12 (Microsoft Office Powerpoint
2007), yang tergabung ke dalam paket Microsoft Office System 2007.
Dalam powerpoint, seperti halnya perangkat lunak pengolah presentasi
lainnya, objek teks, grafik, video, suara, dan objek-objek lainnya diposisikan
commit
to user
dalam beberapa halaman individual
yang
disebut dengan "slide". Istilah slide

17
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

dalam powerpoint ini memiliki analogi yang sama dengan slide dalam proyektor
biasa, yang telah kuno, akibat munculnya perangkat lunak komputer yang mampu
mengolah presentasi semacam powerpoint dan Impress. Setiap slide dapat dicetak
atau ditampilkan dalam layar dan dapat dinavigasikan melalui perintah dari si
presenter. Slide juga dapat membentuk dasar webcast (sebuah siaran di World
Wide Web).
(www.wikipedia.com/wiki_microsoft_Powerpoint)

4. Tinjauan Tentang Motivasi

a.

Pengertian Motivasi

Setiap individu memiliki kondisi internal, di mana kondisi internal


tersebut turut berperan dalam aktivitas dirinya sehari-hari. Salah satu dari kondisi
internal tersebut adalah motivasi. Motivasi adalah dorongan dasar yang
menggerakkan seseorang bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri
seseorang yang menggerakkan untuk melakukan sesuatu dengan dorongan dari
dalam dirinya. Oleh karena itu, perbuatan seseorang yang didasarkan atas
motivasi tertentu mengandung tema sesuai dengan motivasi yang mendasarinya.
Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai
kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut
bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat
diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan, dorongan, atau
pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu. ( Isbandi R A, 1994)
Menurut Hamzah Uno (2008: 4) motif dibedakan menjadi dua macam,
yaitu motif inrinsik dan motif eksrinsik. Motif intrinsik timbulnya tidak
memerlukan rangsangan dari luar karena memang telah ada dalam diri individu
sendiri, yaitu sesuai atau sejalan dengan kebutuhannya. Sedangkan motif
ekstrinsik timbul karena adanya rangsangan dari luar individu, misalnya dalam
bidang pendidikan terdapat minat positif terhadap kegiatan pendidikan yang
timbul karena melihat manfaatnya.
Menurut Wahosumidjo dalam Hamzah Uno (2008: 8), motivasi
commit to user
merupakan dorongan dan kekuatan dalam diri seseorang untuk melakukan tujuan

perpustakaan.uns.ac.id

18
digilib.uns.ac.id

tertentu yang ingin dicapainya. Tujuan yang dimaksud adalah sesuatu yang
berada di luar diri manusia sehingga kegiatan manusia lebih terarah karena
seseorang akan berusaha lebih semangat dan giat dalam berbuat sesuatu.
Menurut Hamzah Uno (2008: 23) hakikat motivasi belajar adalah
dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk
mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator
atau unsur yang mendukung. Hal tersebut mempunyai peranan besar dalam
keberhasilan seseorang dalam belajar. Indikator motivasi belajar dapat
diklasifikasikan sebagai berikut : (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil; (2)
adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3) adanya harapan dan cita-cita
masa depan; (4) adanya penghargaan dalam belajar; (4) adanya penghargaan
dalam belajar; (5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar; (6) adanya
lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang siswa
dapat belajar dengan baik.
Arden N. Frandsen dalam Sardiman (2010: 46) menyatakan beberapa
indikator motivasi belajar yaitu: (1) adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki
dunia yang lebih luas, (2) adanya sifat yang kreatif pada orang yang belajar dan
adanya keinginan untuk selalu maju, (3) adanya keinginan untuk mendapatkan
simpati dari orang tua, guru, dan teman-temannya, (4) adanya keinginan untuk
memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan
kooperasi dan kompetisi, (5) adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman
bila menguasai pelajaran, (6) adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari
belajar.

b.

Interaksi Antara Motivasi Dan Aktivitas Belajar

Motivasi sangat diperlukan dalam kegiatan belajar, sebab seseorang yang


tidak mempunyai motivasi dalam belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas
belajar. Sardiman (2010: 90) mengatakan bahwa motivasi intrinsik merupakan
bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan
berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri dan secara mutlak berkait dengan
commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

19
digilib.uns.ac.id

aktivitas belajarnya. Contohnya adalah siswa yang melakukan aktivitas belajar


karena betul-betul ingin mendapat pengetahuan, nilai, dan keterampilan.
Di dalam kegiatan belajar mengajar peranan motivasi baik intrinsik maupun
ekstrinsik sangat diperlukan. Dengan motivasi, pelajar dapat mengembangkan
aktivitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam
melakukan kegiatan belajar.
Seperti dikemukakan oleh Sardiman A.M (2010: 75) Dalam kegiatan belajar,
motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri
siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari
kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga
tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Dikatakan
keseluruhan karena pada umumnya ada beberapa motif yang bersama-sama
menggerakkan siswa untuk belajar. Motivasi belajar adalah merupakan faktor
psikis yang bersifat non-intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal
penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Siswa yang
memiliki motivasi kuat akan mempunyai banyak energi untuk melakukan
kegiatan belajar.
Selain itu Sardiman (2010: 95) mengungkapkan bahwa pada prinsipnya belajar
adalah berbuat yaitu berbuat untuk mengubah tingkah laku. Sehingga tanpa ada
aktivitas, proses belajar tidak akan terjadi.

c.

Teknik Untuk Menimbulkan Motivasi Belajar

Agar seorang pendidik dapat memotivasi anak didiknya dengan baik,


diperlukan teknik atau cara untuk memperkuat motif-motif yang ada pada siswa.
Sehubungan dengan hal tersebut maka Hamzah Uno (2008: 34) menyebutkan
beberapa teknik motivasi yang dapat dilakukan dalam pembelajaran yang
diantaranya adalah sebagai berikut :
(1) Pernyataan penghargaan secara verbal. Pernyataan verbal terhadap perilaku
yang baik atau hasil kerja atau hasil belajar siswa yang baik seperti
pernyataan Bagus sekali, Hebat, Menakjubkan merupakan cara yang
paling mudah dan efektif untuk meningkatkan motif belajar siswa.
(2) Menggunakan nilai ulangan sebagai pemacu keberhasilan.
(3) Menimbulkan rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu dapat ditimbulkan oleh sesuatu
commit to user
yang dapat mengejutkan, keragu-raguan,
ketidaktentuan, adanya kontradiksi,

20
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

menghadapi masalah yang sulit, menemukan suatu hal yang baru, dan
menghadapi teka-teki.
(4) Menggunakan materi yang dikenal siswa sebagai contoh dalam belajar.
(5) Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan kemahirannya di
depan umum.
(6) Memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai.
(7) Membuat suasana persaingan yang sehat di antara para siswa. Suasana ini
memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengukur kemampuan
dirinya melalui kemampuan orang lain.

5. Kemampuan Kognitif Fisika

Berhasil atau tidaknya proses belajar mengajar dapat dilihat dari hasil
belajarnya. Hasil belajar secara umum dikelompokkan menjadi tiga kelompok
yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Sedangkan menurut Bloom, hasil
belajar dibagi menjadi tiga ranah, yaitu ...ranah kognitif, afektif, dan ranah
psikomotorik (Nana Sudjana, 1991: 22).
Ranah kognitif berhubungan erat dengan hasil belajar intelektual.
Komponen ranah kognitif meliputi beberapa aspek diantaranya pengetahuan atau
ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Ranah afektif berhubungan dengan sikap. Ranah ini meliputi aspek
penemuan jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi.
Ranah psikomotorik berhubungan erat dengan hasil keterampilan dan
kemampuan bertindak. Ranah ini meliputi gerakan refleks, aspek keterampilan
gerakan dasar, aspek kemampuan perseptual, aspek keharmonisan atau ketepatan,
serta aspek gerakan ekspresif dan interpretatif.
Menurut Benjamin Bloom yang dikutip oleh M. G. Dwi Hastuti (2006:
52), komponen kognitif meliputi:
a. Pengetahuan/Ingatan (C1)

Merupakan aspek terendah ranah kognitif. Aspek ini mengacu pada


kemampuan mengenal/mengingat materi yang sudah dipelajari dari yang
commit to user
sederhana sampai hal-hal yang sukar.

perpustakaan.uns.ac.id

21
digilib.uns.ac.id

b. Pemahaman (C2)

Merupakan aspek berikutnya dari ranah kognitif berupa kemampuan


memahami makna materi yang dipelajari. Pada umumnya unsur pemahaman ini
menyangkut kemampuan menangkap makna suatu konsep, yang ditandai dengan
kemampuan menjelaskan arti suatu konsep dengan kata-kata sendiri.
c. Penerapan/Aplikasi (C3)

Merupakan kemampuan menggunakan generalisasi atau abstraksi lainnya


yang sesuai dalam situasi yang konkret. Aspek ini mengacu pada kemampuan
menggunakan atau menerapkan pengetahuan yang sudah dimiliki pada situasi
yang baru, yang menyangkut penggunaan aturan dan prinsip dalam memecahkan
persoalan.
d. Analisis (C4)

Merupakan kemampuan menjabarkan isi pelajaran ke bagian-bagian yang


menjadi unsur pokok. Kemampuan ini merupakan akumulasi atau kumpulan
pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi, sehingga keaktifan belajar siswa lebih
tinggi daripada keaktifan belajar yang dituntut untuk aspek aplikasi.
e. Sintesis (C5)

Merupakan kemampuan menggabungkan berbagai konsep dan komponen,


sehingga membentuk pola struktur yang baru. Kemampuan sistesis relatif lebih
tinggi dari kemampuan analisis, sehingga untuk menguasainya diperlukan
kegiatan belajar yang lebih kompleks.
f. Evaluasi (C6)

Merupakan kemampuan menilai isi pelajaran untuk tujuan tertentu. Hasil


belajar dalam tingkatan ini, merupakan hasil belajar yang tertinggi dalam
komponen kognitif, sehingga memerlukan semua tipe hasil belajar tingkatan
sebelumnya. Dengan demikian, kegiatan belajar yang dituntut untuk mencapai
tujuan dalam tingkatan ini jelas lebih tinggi lagi.
Dalam proses belajar bidang studi Fisika baik pada jenjang SMP maupun
jenjang SMA ranah yang sering dijadikan obyek sebagai hasil belajar adalah
ranah kognitif karena ranah ini berkaitan erat dengan kemampuan siswa dalam
commit to user
menguasai materi pelajaran.

22
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Untuk mengetahui hasil belajar siswa perlu diadakan kegiatan penilaian


suatu bidang pelajaran tertentu dengan menggunakan evaluasi atau tes. Nilai itu
dapat berupa angka-angka yang menggambarkan kedudukan siswa di dalam
kelompoknya, sehingga dapat dikatakan bahwa nilai siswa pada mata pelajaran
Fisika merupakan hasil belajarnya.

6. Konsep Suhu Dan Kalor

a. Suhu Dan Termometer

Dalam kehidupan sehari-hari, suhu didefinisikan sebagai ukuran derajat


panas atau dinginnya suatu zat atau benda. Oven yang panas dikatakan bersuhu
tinggi, sedangkan es yang membeku dikatakan memiliki suhu rendah.
Alat untuk mengukur suhu adalah termometer. Cara kerja termometer
memanfaatkan sifat termometrik zat yaitu perubahan sifat fisis zat karena
perubahan suhu, misalnya volume zat cair, panjang logam, tekanan gas pada
volume tetap. Termometer berupa tabung kaca yang di dalamnya berisi zat cair,
yaitu raksa atau alkohol (lihat Gambar 2.1). Pada suhu yang lebih tinggi, raksa
dalam tabung memuai sehingga menunjuk angka yang lebih tinggi pada skala.
Sebaliknya, pada suhu yang lebih rendah raksa dalam tabung menyusut sehingga
menunjuk angka yang lebih rendah pada skala. Terdapat empat skala yang
digunakan dalam pengukuran suhu, yaitu skala Celcius, Fahrenheit, Reamur, dan
Kelvin.

Gambar 2.1 Termometer Raksa


Kalibrasi

termometer

adalah

kegiatan

menetapkan

skala

sebuah

termometer yang belum memiliki skala. Suhu termasuk besaran pokok dalam
fisika sehingga suhu mempunyai standar. Standar untuk suhu disebut titik tetap, di
commit
user dan titik tetap atas. Berdasarkan
mana ada dua titik tetap yaitu titik
tetap to
bawah

23
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

pengukuran dengan termometer celcius, titik tetap bawah didefinisikan sebagai


titik lebur es murni dan ditandai dengan angka 0 0C. Alasan menyebut es murni
adalah karena ketidakmurnian es (misalnya bercampur dengan garam) akan
menyebabkan titik lebur es akan menjadi lebih rendah (di bawah nol). Titik lebur
zat didefinisikan sebagai suhu di mana fase padat dan cair ada bersama dalam
kesetimbangan, yaitu tanpa adanya zat cair total yang berubah menjadi padat atau
sebaliknya Titik tetap atas merupakan suhu uap di atas air yang sedang mendidih
pada tekanan 1 atm dan ditandai dengan angka 100 0C. Titik didih didefinisikan
sebagai suhu di mana zat cair dan gas ada bersama dalam kesetimbangan.
Tabel 2.1 Perbandingan Antar Skala Pada Termometer
Skala

Titik lebur es (pada P = 1 atm) Titik didih air (pada P = 1 atm)

Celcius

100

Reamur

80

Fahrenheit

32

212

Kelvin

273

373

Dari Tabel 2.1 di atas dapat dibuat perbandingan antar skala


TC : (TF 32) : TR = 5 : 9 : 4
Konversi antara skala Celsius dan skala Fahrenheit dapat dituliskan

Konversi antara skala Celsius dan skala Reamur dapat dituliskan

Konversi antara skala Fahreinheit dan skala Reamur dapat dituliskan

Konversi antara skala Celcius dan skala Kelvin dapat dituliskan


TC = TK 273 atau TK = TC + 273

b. Pemuaian

Pemuaian adalah peristiwa bertambahnya ukuran suatu benda akibat kenaikan


suhu pada benda tersebut.
1) Pemuaian zat padat
a). Pemuaian panjang

commit to user

24
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Jika suatu benda padat dipanaskan, benda tersebut akan memuai ke


segala arah. Untuk benda padat yang memiliki panjang tetapi luas
penampangnya kecil, misalnya jarum rajut, kita dapat saja hanya
memperhatikan pemuaian zat padat ke arah memanjangnya. Misal, ketika
tiga batang logam yang berbeda jenis tetapi memiliki panjang mula-mula
yang sama dipanaskan, ketika ketiga batang tersebut mengalami kenaikan
suhu yang sama, tetapi pertambahan panjang ketiganya berbeda.
Perbedaan panjang ini disebabkan oleh perbedaan koefisien muai panjang
dari masing-masing logam tersebut.
Koefisien muai panjang ( ) suatu bahan adalah perbandingan antara
pertambahan panjang ( L ) terhadap panjang awal benda (L0) per satuan
kenaikan suhu (T ) . Secara matematis dinyatakan sebagai berikut :

L0
T

pemuaian panjang

L = L0 T
L = L0 + l

panjang akhir benda

L = L0 + L0 T
L = L0 (1 + T )

dengan

T = T T0

di mana

: panjang akhir benda ( m )

: suhu akhir benda (0C atau K)

T0

: suhu awal benda (0C atau K)

b) Pemuaian luas
Bila benda padat berbentuk persegi panjang dipanaskan, terjadi
pemuaian dalam arah memanjang dan melebar. Pemuaian luas suatu zat
juga bergantung pada koefisien muai luas benda tersebut. Koefisien muai
luas ( ) suatu bahan adalah perbandingan antara pertambahan luas (A)
terhadap luas awal benda ( A0 ) per satuan kenaikan suhu (T ) . Secara
matematis dinyatakan sebagai berikut
commit to user

25
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

A0
T

A = A0 T
A = A0 + A
A = A0 + A0 T
A = A0 (1 + T ),

= 2
A = luas akhir benda (m2)

c). Pemuaian volum


Bila benda padat berdimensi tiga yang memiliki panjang, lebar, dan
tinggi dipanaskan maka benda tersebut akan mengalami pemuaian volum.
Pemuaian volum berbagai zat juga bergantung pada koefisien muai volum
zat tersebut. Koefisien muai volum ( ) suatu bahan adalah perbandingan
antara pertambahan volum (V ) terhadap volum awal benda (V0 ) per
satuan kenaikan suhu (T ) . Secara matematis dinyatakan sebagai berikut

V0
T

V = V0 T
V = V0 + V
V = V0 + V0 T
V = V0 (1 + T ),

= 3

2) Pemuaian zat cair


Sifat zat cair adalah selalu mengikuti bentuk wadah yang ditempatinya.
Jika air dituangkan ke dalam botol maka air akan memenuhi botol dan
bentuk air mengikuti bentuk botol. Sehingga dapat dikatakan bahwa volum
botol sama dengan volum air. Jika zat cair dipanaskan maka akan
mengalami pemuaian volum. Pemuaian volum pada zat cair juga
dipengaruhi oleh koefisien muai volume zatnya yang dirumuskan

V0
sehingga persamaan yang berlaku sama dengan pemuaian
T
commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

volum pada zat padat yaitu V = V0 (1 + T ),

26
digilib.uns.ac.id

: koefisien muai

volum zat cair.


Jika sebagian besar zat akan memuai secara beraturan terhadap
penambahan suhu. Akan tetapi, air tidak mengikuti pola yang biasa. Bila
air pada suhu 0 0C dipanaskan, volumenya menurun sampai bersuhu 40C.
Kemudian, suhu di atas 4 0C air berperilaku normal dan volumenya
memuai terhadap bertambahnya suhu. Hal ini dapat dilihat pada Gambar
2.2. Sifat pemuaian air yang tidak teratur ini disebut anomali air. Dengan
demikian, air memiliki massa jenis yang paling tinggi pada suhu 4 0C.
Perilaku air yang menyimpang ini sangat penting untuk bertahannya
kehidupan air selama musim dingin. Ketika suhu air di danau atau sungai
di atas 4 0C dan mulai mendingin karena kontak dengan udara yang
dingin, air di permukaan terbenam karena massa jenisnya yang lebih besar
dan digantikan oleh air yang lebih hangat dari bawah. Campuran ini
berlanjut sampai suhu mencapai 4 0C. Sementara permukaan air menjadi
lebih dingin lagi, air tersebut tetap di permukaan karena massa jenisnya
lebih kecil dari 4 0C air di sebelah bawahnya. Air di permukaan kemudian
membeku, dan es tetap di permukaan karena massa jenisnya lebih kecil
dari air.

Gambar 2.2. Grafik Penyusutan Volume Air saat Peristiwa Anomali


3) Pemuaian zat gas
Gas juga mengalami pemuaian volum, tetapi pemuaian gas lebih besar
daripada pemuaian volum zat cair untuk kenaikan suhu yang sama.
commit to user
Pemuaian volum pada gas sangat dipengaruhi oleh tekanan dan suhu.

27
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Berikut ini beberapa hukum yang menyatakan hubungan antara volum,


suhu, dan tekanan.
a). Hukum Boyle
Pada batas-batas volume tertentu dan suhu rendah yang konstan berlaku
bahwa hasil perkalian antara volum gas dan tekanannya selalu konstan.

P1V1 = P2V2

P.V = konstan
b). Hukum Gay Lussac

Pada volum konstan, tekanan gas berbanding lurus dengan suhu mutlak.
P T,

P
= konstan
T

P1 P2
=
T1 T2

c). Hukum Charles


Pada tekanan konstan, volume gas dengan jumlah tertentu berbanding
lurus dengan suhu mutlaknya.

V T,

V
= konstan
T

V1 V2
=
T1 T2

d). Hukum Boyle-Gay Lussac


Hukum ini berlaku jika tekanan, suhu, dan volum semuanya berubah.

P1V1 P2V2
=
T1
T2
Pemuaian volum gas memenuhi persamaan V = V0 (1 + T ) dan besarnya
koefisien muai volum ( ) untuk semua gas adalah sebesar

1 0 1
C .
273

c. Kalor
1). Pengertian Kalor
Kalor adalah salah satu bentuk energi yang dapat berpindah dari benda
yang suhunya lebih tinggi ke benda yang suhunya lebih rendah ketika kedua
benda bersentuhan. Kalor timbul akibat perbedaan suhu. Suhu adalah derajat
panas atau dinginnya suatu benda. Kalor yang diperlukan suatu zat untuk
menaikkan suhunya sebanding dengan massa benda dan perubahan suhu.
commit to user
Banyaknya kalor dapat dirumuskan : Q = m c T

28
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

di mana :
Q

jumlah kalor yang diserap/dilepas (kalori atau joule)

massa benda (gram atau kilogram)

kalor jenis (kal g-1 0C-1 atau joule kg-1K-1)

perubahan suhu (0C atau K)

1 kalori = 4,2 joule


Satu kalori berarti banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu
10C pada massa 1 gram air.
2). Kalor jenis
Kalor jenis didefinisikan sebagai kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu
1 kg suatu zat sebesar 1 K atau 1 0C. Kalor jenis suatu benda diberi lambang c.
Karena nilai kalor jenis dari berbagai zat berbeda, hal ini berarti tiap zat
memerlukan kalor yang berbeda-beda meskipun untuk menaikkan suhu yang
sama dan massa yang sama.
3). Kapasitas kalor
Kapasitas kalor adalah banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan
suhu suatu benda sebesar 1 0C. Kapasitas kalor diberi lambang C dan ditulis
dalam bentuk persamaan : C =

Q
= m c , satuan kapasitas kalor adalah J/K
T

atau kal / 0C. Sehingga persamaan kalor dapat dituliskan menjadi Q = C T .


4). Perubahan Wujud Zat
Sebuah benda dapat berubah wujud ketika diberi kalor. Apabila suatu zat
padat, misalnya es dipanaskan, es tersebut akan menyerap kalor dan beberapa
lama kemudian berubah wujud menjadi zat cair. Perubahan wujud zat dari
padat menjadi cair ini disebut proses melebur. Temperatur pada saat zat
mengalami peleburan disebut titik lebur zat. Adapun proses perubahan wujud
zat dari cair menjadi padat disebut sebagai proses pembekuan dan temperatur
ketika zat mengalami proses pembekuan disebut titik beku zat. Jika zat cair
dipanaskan akan menguap dan berubah wujud menjadi gas. Perubahan wujud
dari zat cair menjadi uap (gas) disebut menguap. Pada peristiwa penguapan
commit
to user
dibutuhkan kalor, misalnya adalah
pada
air yang mendidih. Penguapan hanya

29
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

terjadi pada permukaan zat cair dan dapat terjadi pada sembarang temperatur,
sedangkan mendidih terjadi pada seluruh bagian zat cair dan hanya terjadi
pada temperatur tertentu yang disebut dengan titik didih. Proses kebalikan dari
menguap adalah mengembun, yakni perubahan wujud dari uap menjadi cair.
Perubahan wujud zat dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Uap

deposisi

menyublim

menguap
mengembun
Cair

membeku
melebur

Padat

Gambar 2.3 Diagram Perubahan Wujud Zat


Perubahan wujud zat yang menyerap kalor adalah : menyublim, melebur,
menguap sedangkan perubahan wujud zat yang melepas/membebaskan kalor
adalah : deposisi, membeku, mengembun. Proses perubahan wujud es menjadi
air kemudian menjadi uap dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Perubahan Wujud Yang Dialami Air Dalam Tiga Fase (P = 1 atm)
Keterangan :
a : air berada pada fase padat dan disebut es, suhu air/es dibawah 0 0C
b: es mulai mengalami perubahan wujud menjadi cair (mencair), suhu air 0 0C
c : es seluruhnya sudah berubah wujud menjadi cair, suhu air 0 0C
commit to user

30
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

d:air tepat mendidih dan mulai mengalami perubahan wujud menjadi


uap(menguap) , suhu air 100 0C
e : air seluruhnya telah berubah wujud menjadi uap, suhu air 100 0C
Pada grafik di atas terlihat bahwa air mengalami dua kali perubahan wujud
dari es menjadi cair (yang ditunjukkan pada titik antara b dan c) dan dari cair
menjadi uap (yang ditunjukkan pada titik antara d dan e) . Terlihat bahwa
antara titik b dan c dihubungkan garis lurus yang menandakan bahwa pada
saat berubah wujud suhunya tetap. Ini berarti kalor yang diberikan pemanas
hanya digunakan untuk mengubah wujud es menjadi air. Kalor ini disebut
sebagai kalor laten. Sehingga kalor laten dapat didefinisikan sebagai kalor
yang dibutuhkan untuk mengubah wujud 1 kg zat tanpa merubah suhu zat
tersebut. Kalor yang diperlukan untuk mengubah wujud 1 kg zat padat
menjadi cair (melebur) disebut kalor laten lebur atau kalor lebur. Kalor yang
diperlukan untuk mengubah wujud 1 kg zat cair menjadi padat (membeku)
disebut kalor laten beku atau kalor beku. Kalor lebur dan kalor beku ini
dilambangkan dengan L, dan besarnya dapat dihitung menggunakan
persamaan : L =

Q
dengan satuan J/kg
m

Untuk proses d-e terjadi perubahan wujud zat dari cair menjadi gas . Kalor
yang diperlukan untuk mengubah wujud 1 kg zat cair menjadi gas (menguap)
disebut kalor laten uap atau kalor uap. Kalor yang diperlukan untuk mengubah
wujud 1 kg zat gas menjadi cair (mengembun) disebut kalor laten embun atau
kalor embun. Kalor uap dan kalor embun ini dilambangkan dengan U, dan
besarnya dapat dihitung menggunakan persamaan : U =

Q
dengan satuan
m

J/kg.
Besarnya kalor yang diperlukan untuk tiap-tiap fase yang tersebut di atas
dapat dilihat pada Gambar 2.5.

commit to user

31
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Gambar 2.5 Grafik Hubungan Kalor Terhadap Perubahan Wujud Zat


Besarnya kalor yang dibutuhkan untuk masing-masing proses adalah sbb :
Q 1 = m 1 c 1 T1 = m es c es ( 0 0 ( 10 0 ))
Q 2 = m 2 L = m es L es
Q 3 = m 3 c 3 T 3 = m air c air (100

00)

Q 4 = m 4 U = m air U
5). Perpindahan Kalor
a). Konduksi
Jika salah satu ujung batang logam dimasukkan ke dalam api atau
dipanaskan, ujung batang yang lainnya akan ikut menjadi panas, walaupun
tidak ikut dimasukkan ke dalam api. Hal ini dikarenakan atom-atom di dalam
zat padat yang dipanaskan akan bergetar dengan sangat kuat. Lalu, atom-atom
tersebut akan memindahkan sebagian energi yang dimilikinya ke atom-atom
tetangga terdekat yang ditumbuknya. Atom tetangga ini menumbuk atom
tetangga lainnya dan seterusnya sehingga terjadi hantaran energi di dalam zat
padat tersebut. Untuk bahan logam, terdapat elektron-elektron yang dapat
bergerak bebas yang juga ikut berperan dalam merambatkan energi tersebut.
Perpindahan kalor dengan cara tersebut dikenal dengan istilah Konduksi yaitu
perpindahan kalor tanpa diikuti oleh mediumnya atau perpindahan energi
kalor yang tidak disertai perpindahan partikel-partikel zat. (Lihat Gambar 2.6)

Gambar 2.6 Rambatan Kalor Secara Konduksi


commit to user

32
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Besarnya kalor yang dipindahkan secara konduksi tiap satu satuan waktu
(H) sebanding dengan luas penampang mediumnya (A), perbedaan suhunya
( T ) dan berbanding terbalik dengan panjang mediumnya (L) serta
tergantung pada jenis mediumnya. Dari penjelasan ini dapat diperoleh
perumusan sebagai berikut :

H=

Q kAT kA(T1 T2 )
=
=
t
L
L

di mana : H = laju kalor konduksi tiap sekon ( J/s atau watt)


k = koefisien konduksi termal ( J/msK)
A = luas penampang (m2)
L = panjang bahan (m)
T = perubahan suhu (K)
T1 = ujung batang benda bersuhu tinggi (K)
T2 = ujung batang benda bersuhu rendah (K)
b). Konveksi
Konveksi merupakan cara perpindahan kalor dengan diikuti oleh
mediumnya atau perpindahan energi kalor yang disertai perpindahan partikelpartikel zat.. Misalnya pada pemanasan air, bagian air yang lebih dulu panas
adalah bagian bawah, massa jenis air pada bagian itu menjadi lebih kecil,
sehingga air bergerak naik ke atas. Tempatnya digantikan oleh air dingin yang
massa jenisnya lebih besar. Di dalam air terbentuk lintasan tertutup yang
ditunjukkan oleh anak panah, disebut arus konveksi seperti yang diperlihatkan
pada Gambar 2.7.
Laju perpindahan kalor secara konveksi (H=Q/t) adalah sebanding dengan
luas permukaan benda (A) yang bersentuhan dengan fluida (air), koefisien
konveksi termal (h) dan perbedaan suhunya (T). Dan dirumuskan sebagai
Q
= hAT
t

berikut :

H=

Keterangan :

H = laju kalor konduksi tiap sekon ( J/s atau watt)


k = koefisien konduksi termal ( J/msK)
A = luas penampang
(m2)
commit to user

33
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

T = perubahan suhu (K)

Gambar 2.7 Arus Konveksi Pada Air yang Dipanaskan


Konveksi dapat terjadi pada zat cair dan gas. Contoh peristiwa konveksi dalam
kehidupan sehari-hari dapat kita saksikan dalam peristiwa angin darat, angin
laut, keluarnya udara dari cerobong asap, dsb.
c). Radiasi
Radiasi atau pancaran adalah perpindahan kalor dalam bentuk gelombang
elektromagnetik di mana kalor berpindah tanpa memerlukan medium
perantara. Contohnya adalah radiasi yang dipancarkan matahari sampai ke
bumi. Radiasi kalor memenuhi hukum Stefan Boltzman, yaitu energi yang
dipancarkan oleh suatu permukaan benda hitam dalam bentuk radiasi kalor
tiap satuan waktu (W=Q/t) sebanding dengan luas permukaan (A) dan pangkat
empat suhu mutlak permukaan tersebut (T4) dan dirumuskan sebagai berikut :
W =

Q
= eAT 4
t

Keterangan W = laju kalor radiasi ( Watt)


e = emsivitas bahan (0 < e < 1 )

= konstanta Stefan Boltzman ( 5,67.10-8 W/mK4)


T = suhu mutlaknya (K)
e adalah emisivitas suatu bahan yang didefinisikan sebagai ukuran pancaran

radiasi kalor suatu benda dibandingkan dengan benda hitam sempurna yang
nilainya berkisar antara 0 sampai 1 di mana untuk benda hitam sempurna e=1.

B. Penelitian yang Relevan


1.

Daru Wahyuningsih dalamcommit


jurnalto user
Akademika (2008) yang berjudul

34
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Mempertajam Kemampuan Analisis Mahasiswa Terhadap Suatu Kejadian


Fisika Melalui Tayangan Film Pendek menyebutkan bahwa penggunaan
media film pendek dalam pembelajaran dapat meningkatkan ketajaman
analisis mahasiswa terhadap suatu permasalahan fisika.
2.

Cher Hendricks (2009: 2) dalam jurnalnya yang berjudul Using Action


Research to Improve Educational Practices yang menyatakan bahwa action
research adalah kesempatan paling baik untuk menjadikan sekolah sebagai
tempat yang lebih baik untuk siswa dan pendidik. Action research akan
memberikan dampak positif pada proses pembelajaran bila siswa dan
pendidik terlibat aktif di dalamnya.

3.

Penelitian yang dilakukan Ika Nurul Jannah (2006) yang berjudul Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Materi Pokok Kalor Dengan Pendekatan
CTL (Contextual Teaching and Learning) Pada Siswa Kelas VIII SMP
Negeri 1 Tulis Tahun Pelajaran 2005/2006. Salah satu hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa pembelajaran fisika dengan pendekatan CTL dapat
meningkatkan hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa.

4.

Kokom Kumalasari (2009) dalam jurnalnya yang berjudul The Effect of


Contextual Learning in Civic Educaion on Students Civic Competence
menyebutkan bahwa penggunaan pembelajaran kontekstual berpengaruh
signifikan terhadap peningkatan kompetensi siswa.

C. Kerangka Berpikir
Proses pembelajaran yang berlangsung di kelas X3 SMAN 1 Wonogiri
Tahun Pelajaran 2009/2010 berdasarkan wawancara dan observasi yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa dalam pembelajaran fisika
masih rendah. Tidak semua siswa memperhatikan materi yang disampaikan oleh
guru terutama siswa yang berada di barisan belakang. Hal ini disebabkan karena
metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru cenderung konvensional yang
didominasi ceramah sehingga terkesan kurang menarik dan inovatif sehingga
siswa cepat merasa bosan dan tidak bersemangat dalam mengikuti KBM.
commit to user

35
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Penggunaan metode dan media pembelajaran yang tepat dan efektif


merupakan faktor paling penting yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan
motivasi belajar siswa. Dalam belajar fisika tidak hanya sekedar menghafal rumus
dengan mentransfer pengetahuan secara informatif saja tetapi melibatkan unsur
proses dan aktivitas siswa dalam mengolah informasi yang diterimanya menjadi
suatu konsep yang dapat dikuasai, dipahami, dan diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Untuk itu dalam meningkatkan prestasi belajar perlu diterapkan
strategi belajar baru yaitu penggunaan pembelajaran konstektual melalui film
pendek.
Pembelajaran konstektual merupakan suatu pembelajaran yang membantu
guru mengaitkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan mendorong
siswa untuk hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sedangkan media yang digunakan adalah
film pendek dan powerpoint. Digunakannya media film pendek adalah untuk
menampilkan aplikasi konsep-konsep fisika yang abstrak

menjadi terlihat

kongkret sehingga diharapkan proses pembelajaran yang berlangsung menjadi


menarik dan menggugah motivasi belajar siswa dan meningkatkan kemampuan
kognitif fisika siswa. Untuk lebih jelasnya, kerangka pemikiran dapat dilihat pada
bagan berikut:

commit to user

36
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

KONDISI
AWAL

TINDAKAN

KONDISI
AKHIR

Guru:
Belum menerapkan pembelajaran
kontekstual melalui film pendek

Siswa:
Motivasi belajar dan
kemampuan kognitif
fisika siswa rendah

Menerapkan pembelajaran
kontekstual melalui film pendek

Siklus I
Menerapkan pembelajaran
kontekstual melalui film
pendek.

Diduga melalui penerapan


pembelajaran kontekstual melalui
film pendek dapat meningkatkan
motivasi belajar dan kemampuan
kognitif fisika siswa kelas X.3
SMA Negeri 1 Wonogiri pada
materi pokok Suhu dan Kalor.

Siklus II
Menerapkan pembelajaran
kontekstual melalui film
pendek yang menekankan
memperbanyak latihan
soal.

Gambar 2.8 Skema Kerangka Pemikiran

D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan dasar teori dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat
disusun hipotesis sebagai berikut :
1. Penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan
motivasi belajar fisika siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Wonogiri Tahun
Pelajaran 2009/2010.
2. Penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan
kemampuan kognitif fisika siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Wonogiri Tahun
Pelajaran 2009/2010.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian
1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Wonogiri


yang beralamat di Jalan Perwakilan 24 Sanggrahan, Wonogiri.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran


2009/2010 dimulai pada bulan Desember 2009 sampai dengan April 2010.
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan secara bertahap. Adapun tahap-tahap
pelaksanaannya sebagai berikut:
a. Tahap Persiapan
Meliputi pengajuan judul skripsi, permohonan pembimbing, pembuatan
proposal,

perijinan

penelitian,

survei

dan

observasi

sekolah

yang

bersangkutan, dan konsultasi instrumen penelitian.


b. Tahap Penelitian
Yaitu semua kegiatan yang dilaksanakan di tempat penelitian yang meliputi
observasi, uji instrumen penelitian, pengambilan data (pelaksanaan siklussiklus) yang disesuaikan dengan alokasi waktu penyampaian materi.
c. Tahap Penyelesaian
Meliputi pengolahan data dan penyusunan laporan.

B. Subjek Penelitian
Subjek Penelitian ini adalah siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Wonogiri.

C. Data dan Sumber Data


Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data informasi
tentang keadaan siswa dilihat dari aspek kualitatif dan kuantitatif. Aspek kualitatif
commit to user
berupa data hasil observasi atau pengamatan dengan berpedoman pada lembar

37

38
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

pengamatan dan pemberian angket kepada siswa yang telah mendapat materi
suhu dan kalor. Wawancara yang menggambarkan proses pembelajaran di kelas,
kesulitan yang dihadapi guru dalam menghadapi siswa. Aspek kuantitatif yang
dimaksud adalah hasil penilaian kemampuan kognitif fisika siswa melalui nilai
ulangan umum fisika materi alat-alat optik (pra siklus), tes siklus I, dan tes siklus
II serta nilai angket motivasi belajar fisika siswa.

D. Variabel Penelitian
Untuk keperluan pengambilan data, dalam penelitian ini ada dua buah
variabel bebas dan satu variabel terikat.
1. Variabel Bebas

Variabel bebas: pendekatan kontekstual melalui film pendek dan


motivasi belajar fisika siswa.
a. Pendekatan Kontekstual
1) Definisi operasional: pendekatan kontekstual adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sehari-hari.
2) Indikator
Tercapainya proses belajar mengajar menggunakan metode diskusi
3) Skala pengukuran: nominal dengan 1 kategori
a) Pendekatan kontekstual melalui film pendek
b. Motivasi belajar fisika
1) Definisi operasional:
Motivasi merupakan keinginan untuk meningkatkan pengetahuan,
keinginan untuk mencapai hasil yang optimal, dan rasa percaya diri serta
kepuasan atau yang merupakan hasil kombinasi dari unsur-unsur yang
telah ada sebelumnya.
commit to user

39
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

2) Indikator
Skala sikap yang digunakan untuk mengukur tingkat motivasi belajar
fisika siswa.
3) Skala Pengukuran
Skala pengukuran variabel ini adalah melalui perbandingan nilai angket
motivasi belajar fisika pra siklus, siklus I, dan siklus II.
2. Variabel Terikat

Variabel terikat : kemampuan kognitif fisika siswa


Definisi Operasional

: hasil yang dicapai siswa setelah mengikuti proses

pembelajaran fisika
a) Skala Pengukuran

: interval

b) Indikator

: hasil tes

E. Teknik dan Instrumen Penelitian


1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data utama yang digunakan dalam penelitian ini


meliputi:
a. Nilai Tes
Nilai tes yang terdiri dari nilai ulangan materi fisika pra siklus (materi alat-alat
optik), tes siklus I dan tes siklus II untuk mengetahui kemampuan kognitif
fisika siswa.
b. Observasi Atau Pengamatan Lapangan.
Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang
berupa aktivitas siswa yang menunjukkan motivasi belajar saat kegiatan
belajar mengajar di kelas. Observasi atau pengamatan yang peneliti lakukan
adalah pengamatan berperan secara pasif. Observasi awal (pra siklus) berupa
pengamatan terhadap siswa ketika proses belajar mengajar berlangsung.
Pengamatan dilakukan peneliti dengan mengambil posisi tempat duduk paling
belakang. Pengamatan terhadap
siswatodiarahkan
pada perhatian, kesungguhan
commit
user

40
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

dalam mengikuti PBM, keaktifan siswa, dan tingkat partisipasi siswa dalam
mengajukan pertanyaan maupun menjawab pertanyaan dari guru.
c. Wawancara.
Wawancara dilakukan antara peneliti dengan guru fisika. Wawancara
dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang proses belajar mengajar
fisika yang telah berlangsung meliputi keadaan siswa, pendekatan dan metode
mengajar yang selama ini dilakukan, media pembelajaran yang digunakan,
hasil belajar siswa, dan permasalahan yang dialami guru selama mengajar.
d. Kajian Dokumentasi.
Kajian dilakukan terhadap berbagai dokumen atau arsip yang ada, seperti
kurikulum, rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuat guru, buku atau
materi pelajaran, hasil nilai ulangan fisika, hasil nilai fisika siswa pada
semester gasal.
e. Angket
Angket diberikan kepada siswa untuk mengetahui motivasi belajar fisika
siswa. Angket yang diberikan berupa angket tertulis bersifat tertutup yang
diberikan sebanyak tiga kali yaitu sebelum pemberian tindakan (pra siklus),
pada akhir siklus I, pada akhir siklus II.

2. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini digolongkan menjadi dua yaitu instrumen


pembelajaran dan instrumen penilaian.
a. Instrumen Pembelajaran
1) Satuan Pembelajaran
2) Rencana pembelajaran
3) Petunjuk pelaksanaan metode pembelajaran
Langkah-langkah

pembelajaran

dan

petunjuk

pelaksanaan

metode

pembelajaran disusun oleh peneliti dengan tujuan agar dalam pelaksanaan


PBM akan terstruktur dengan baik.
b. Instrumen Penilaian

commit to user
1). Instrumen kemampuan kognitif fisika siswa.

41
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Untuk penilaian kemampuan kognitif fisika, menggunakan bentuk tes


objektif.
Adapun langkah pembuatan tes terdiri dari :
a)

Membuat kisi-kisi soal tes

b) Menyusun soal tes


c)

Mengadakan uji coba tes (try Out)

Tes objektif tersebut terdiri dari 60 butir soal. Sebelum tes digunakan untuk
mengambil data dalam penelitian, tes diujicobakan terlebih dahulu untuk
mengetahui apakah instrumen tes kognitif tersebut telah memenuhi
persyaratan tes yang baik yaitu dalam hal validitas, reliabilitas, taraf
kesukaran, dan daya pembeda. Uji coba instrumen tes kognitif dilakukan
pada siswa yang telah memperoleh pelajaran fisika materi suhu dan kalor
yaitu siswa kelas X4 SMAN 2 Wonogiri.
(1) Taraf kesukaran
Soal yang baik untuk alat ukur prestasi adalah soal yang mempunyai taraf
kesukaran yang memadai, dalam arti soal tidak terlalu sulit dan tidak terlalu
mudah. Untuk menentukan taraf kesukaran dari tiap-tiap item soal
digunakan rumus
P=

B
Js

(Suharsimi Arikunto, 2009: 208)


Keterangan :
P : indeks kesukaran
B : banyaknya siswa yang menjawab soal betul
Js :

jumlah seluruh siswa peserta tes

Menurut ketentuan indeks kesukaran sering terjadi klasifikasi sebagai


berikut :
(a) Soal sukar jika : 0,00 < P 0,30
(b) Soal sedang jika : 0,30 < P 0,70
(c) Soal mudah jika : 0,70 < P 1,00
commit to user

42
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Hasil tes uji coba kemampuan kognitif, dari 60 soal yang diujicobakan,
setelah dilakukan analisis untuk mengetahui tingkat kesukaran dari masingmasing soal diperoleh hasil sebagai berikut: 6 soal dikategorikan mudah,
yaitu nomor 5, 7, 12, 14, 15, dan 43; 33 soal dikategorikan mempunyai
tingkat kesukaran sedang, yaitu nomor 1, 4, 8, 9, 11, 16, 17, 19, 20, 21, 23,
24, 25, 29, 32, 33, 34, 36, 37, 38, 42, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 53, 55, 56,
59, dan 60; 21 soal dikategorikan sukar, yaitu nomor 2, 3, 6, 10, 13, 18, 22,
26, 27, 28, 30, 31, 35, 39, 40, 41, 51, 52, 54, 57, dan 58. (Selengkapnya di
lampiran 46)
(2)

Daya pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan


antara siswa yang pandai (kemampuan tinggi) dengan siswa yang kurang
pandai (kemampuan rendah). Untuk menghitung daya pembeda setiap soal,
dapat digunakan rumus sebagai berikut :

D=

B A BB

= PA PB
JA JB
(Suharsimi Arikunto, 2009: 213)

Keterangan :
J

: jumlah peserta tes

JA : banyaknya siswa kelompok atas


JB : banyaknya siswa kelompok bawah
BA : banyaknya siswa kelompok atas yang menjawab benar
BB : banyaknya siswa kelompok bawah yang menjawab benar
PA : proporsi siswa kelompok atas yang menjawab benar
PB : proporsi siswa kelompok bawah yang menjawab benar
Daya pembeda (nilai D) diklsifikasikan sebagi berikut :
(a) soal dengan 0,00 < D 0,20 = jelek
(b) soal dengan 0,20 < D 0,40 = cukup
(c) soal dengan 0,40 < D 0,70 = baik
(d) soal dengan 0,70 < D 1,00 = baik sekali
commit to user

43
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Hasil tes uji coba kemampuan kognitif, dari 60 soal yang diujicobakan,
setelah dilakukan analisis untuk mengetahui daya pembeda dari masingmasing item diperoleh hasil sebagai berikut: 8 soal mempunyai daya
pembeda jelek yaitu nomor 2, 6, 8, 17, 31, 53, 54, dan 58; 26 soal
mempunyai daya pembeda cukup yaitu nomor 3, 5, 9, 10, 11, 13, 14, 19, 20,
21, 22, 24, 25, 26, 27, 34, 38, 39, 40, 41, 47, 49, 50, 52, 57 dan 59; 26 soal
mempunyai daya pembeda baik, yaitu nomor 1, 4, 7, 12, 15, 16, 18, 23, 28,
29, 32, 33, 35, 36, 37, 42, 43, 44, 45, 46, 48, 51, 55, 56, dan 60.
(Selengkapnya di lampiran 46)
(3)

Validitas

Sebuah tes valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur.
Teknik yang digunakan untuk menentukan validitas item tes obyektif pilihan
ganda adalah dengan menggunakan teknik korelasi point Biserial dengan
rumus :

pbi =

Mp Mt
St

p
q
(Suharsimi Arikunto, 2009: 79)

Keterangan :

pbi

: koefisien korelasi biserial

Mp

: rerata skor dari subyek yang menjawab benar

Mt

: rerata skor total

St : standar deviasi dari skor total


p

: proporsi siswa yang menjawab benar

: proporsi siswa yang menjawab salah (q = 1 p)

Kriteria

pbi tabel : soal valid


pbi < tabel : soal tidak valid (invalid)
Hasil tes uji coba kemampuan kognitif, dari 60 soal yang diujicobakan,
setelah dilakukan analisis untuk mengetahui kevalidan dari masing-masing
soal diperoleh hasil sebagai commit
berikut:to50user
soal tergolong valid, yaitu nomor 1,

44
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

3, 4, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 21, 22, 23, 24, 27, 28, 29, 30,
31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 48, 49, 50, 51,
52, 55, 56, 57, 58, 59 dan 60; 10 soal tergolong invalid, yaitu nomor 2, 5, 8,
14, 20, 25, 26, 47, 53, dan 54. (Selengkapnya di lampiran 46)
(4) Reliabilitas
Reliabilitas sering diartikan dengan keajegan suatu tes apabila diteskan
kepada subyek yang sama dalam waktu yang berlainan atau kepada subyek
yang tidak sama pada waktu yang sama.
Untuk menghitung reliabilitas digunakan rumus yang dikemukakan oleh
Kuder dan Richardson yang dihitung dengan menggunakan rumus K-R 20,
sebagai berikut :
2
n S pq
r11 =

n 1 S

(Suharsimi Arikunto, 2009 : 101)


Keterangan :
r11

: reliabilitas tes secara keseluruhan

: proporsi subyek yang menjawab item dengan benar

: proporsi subyek yang menjawab item dengan salah (q = 1-p)

pq : jumlah hasil perkalian antara p dan q


n

: banyaknya item

: standar deviasi dari tes

Hasil perhitungan tingkat reliabilitas tersebut kemudian dikonsultasikan


dengan tabel r product moment. Apabila harga rhitung > rtabel , maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa instrumen reliabel.
Kriteria nilai reliabilitas :
0,8 < r11 1

: sangat tinggi

0,6 < r11 0,8 : tinggi


0,4 < r11 0,6 : cukup
0,2 < r11 0,4 : rendah

commit to user (Suharsimi Arikunto, 2002:75)


0,0 < r11 0,2 : sangat rendah

45
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Setelah dilakukan analisis untuk mengetahui reliabilitas dari keseluruhan


soal uji coba, diperoleh hasil bahwa untuk soal uji coba kemampuan
kognitif r11 (reliabilitas instrumen) lebih besar dari r

tabel

(0,967 > 0,361),

sehingga soal dikatakan reliabel dengan tingkat realibilitas sangat tinggi.


(Selengkapnya di lampiran 46)
2). Instrumen angket motivasi belajar fisika
Langkah langkah pembuatan angket motivasi belajar fisika:
a) Membuat kisi-kisi angket motivasi belajar fisika, yaitu dengan:
(1)

menentukan kemampuan yang akan diukur

(2)

menentukan indikator dari kemampuan yang akan diukur

(3)

menentukan ruang lingkup dan banyaknya pernyataan untuk


masing-masing sub variabel.

b) Menyusun item pertanyaan angket sesuai dengan indikator.


c) Mengujicobakan angket motivasi belajar untuk mengetahui validitas dan
reliabilitas dari angket yang akan dibuat.
Prosedur pemberian skor berdasarkan tingkat motivasi belajar fisika siswa,
antara lain:
a) Untuk angket motivasi belajar fisika siswa pada item positif
(1)

jawaban sangat setuju dengan skor 4

(2)

jawaban setuju dengan skor 3

(3)

jawaban tidak setuju dengan skor 2

(4)

jawaban sangat tidak setuju dengan skor 1

b) Untuk angket motivasi belajar fisika siswa pada item negatif


(1)

jawaban sangat setuju dengan skor 1

(2)

jawaban setuju dengan skor 2

(3)

jawaban tidak setuju dengan skor 3

(4)

jawaban sangat tidak setuju dengan skor 4

Reliabilitas dan validitas angket motivasi belajar dapat diketahui dengan


menggunakan rumus-rumus berikut:
commit
to user
a). Reliabilitas angket motivasi
belajar

46
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Oleh karena pada pengukuran ini merupakan rentangan, maka digunakan


rumus alpha. Suharsimi Arikunto, (2009:192) menyatakan rumus alpha
digunakan untuk mencari tingkat reliabilitas instrumen tes yang skornya
bukan 1 dan 0, misalnya angket untuk soal uraian. Adapun rumus alpha
yang dimaksud adalah sebagai berikut:
2
k b
r11 =
1
t 2
k 1

di mana:

r11

: reliabilitas instrumen

: banyaknya pertanyaan atau butir soal

2
b

t2

: jumlah varians skor tiap item


: varians total

( X )

b =
2

2
b

( X )

2
t =

2
t

Hasil perhitungan uji relaibilitas dengan rumus alpha ini dinterpretasikan


sebagai berikut:
0,8 < r11 1

: sangat tinggi

0,6 < r11 0,8 : tinggi


0,4 < r11 0,6 : cukup
0,2 < r11 0,4 : rendah
0,0 < r11 0,2 : sangat rendah
(Suharsimi Arikunto, 2009: 75)
Setelah dilakukan analisis untuk mengetahui realibilitas dari keseluruhan
angket uji coba, diperoleh hasil bahwa untuk angket uji coba r11 (reliabilitas
instrumen) lebih besar dari rcommit
> 0,349), sehingga angket dikatakan
tabel (0,953
to user

47
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

reliabel dengan tingkat realibilitas sangat tinggi. (Selengkapnya di lampiran


21)
b). Validitas angket motivasi belajar
Untuk menghitung validitas item angket motivasi belajar fisika digunakan
product moment:

rXY =

N XY ( X )( Y )

{N X

}{

( X ) N Y 2 ( Y )
2

di mana :
Rxy

koefisien korelasi

jumlah sampel

skor item masing-masing responden

skor total jumlah dari keseluruhan item masing-masing


responden

Butir dinyatakan valid jika rxy > rtabel

(Suharsimi Arikunto, 2009:160)


Hasil tes uji coba

angket motivasi belajar, dari 50 butir angket yang

diujicobakan, setelah dilakukan analisis untuk mengetahui kevalidan dari


masing-masing butir diperoleh hasil sebagai berikut: 41 butir tergolong
valid, yaitu nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6,7, 8, 9, 10, 11, 12, 13,14, 16, 17, 18, 19,
20, 21, 22,23, 24, 25, 26, 27, 28, 32, 33,34,35, 37, 38,39, 40, 41,
44,46,47,49, dan 50; 9 butir pernyataan angket tergolong invalid, yaitu
nomor 15, 29, 30, 31, 36, 42,45, dan 48. (Selengkapnya di lampiran 26)
3). Instrumen lembar observasi aktivitas belajar siswa
Langkah langkah pembuatan lembar observasi aktivitas belajar siswa :
a). Membuat kisi-kisi lembar observasi aktivitas belajar siswa yaitu dengan :
(1) Menentukan aspek yang akan diukur
(2) Menentukan indikator dari aspek yang akan diukur
(3) Menentukan ruang lingkup dan banyaknya pernyataan untuk masingmasing sub variabel
b). Menyusun item aktivitas belajar yang sesuai dengan indikator.
commit to user

48
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Untuk menentukan validitas lembar observasi aktivitas belajar siswa


dilakukan dengan cara :
(1) Validitas isi berdasarkan kajian literatur
(2) Validitas konten berdasarkan validasi ahli ( pembimbing)
(Selengkapnya di lampiran 39)

F. Teknik Pemeriksaan Validitas Data


Data yang telah berhasil diperoleh, dikumpulkan dan dicatat dalam
pelaksanaan tindakan harus diusahakan kemantapan dan kebenarannya. Cara
pengumpulan data dengan beragam teknik harus benar-benar sesuai dan tepat
untuk menggali data yang diperlukan bagi penelitiannya. Teknik yang diperlukan
untuk memeriksa validitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
trianggulasi. Menurut Elliot trianggulasi dilakukan berdasarkan tiga sudut
pandang yaitu sudut pandang guru, sudut pandang siswa dan sudut pandang yang
melakukan pengawasan atau observan (Rochiati, 2005:169). Trianggulasi adalah
teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar
data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Teknik trianggulasi yang digunakan adalah trianggulasi metode. Teknik
triangulasi metode dilakukan dengan mengumpulkan data tetap, menggunakan
metode pengumpulan data yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan metode pengumpulan data melalui teknik observasi, wawancara,
angket, dan tes prestasi. Adapun skema dari pemeriksaan validitas data yang
digunakan dapat dilihat dalam gambar berikut ini:

Wawancara

Data

Observasi / Arsip

Tes / Angket
Gambar 3.1 Skema
Pemeriksaan
commit
to user Validitas Data

Sumber Data

49
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

G. Teknik Analisis Data


Analisis data dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dimulai sejak awal
sampai berakhirnya pengumpulan data. Hal ini penting karena akan membantu
peneliti dalam mengembangkan penjelasan dari kejadian atau situasi yang
berlangsung di dalam kelas yang diteliti. Data-data dari hasil penelitian di
lapangan diolah dan dianalisis secara kualitatif. Teknik analisis kualitatif mengacu
pada model analisis Miles dan Huberman (1992: 16-19) yang dilakukan dalam
tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan dan
verifikasi.
Reduksi data meliputi penyeleksian data melalui ringkasan atau uraian
singkat dan penggolongan data ke dalam pola yang lebih luas. Penyajian data
dilakukan dalam rangka mengorganisasikan data yang merupakan penyusunan
informasi secara sistematik dari hasil reduksi data dimulai dari perencanaan,
pelaksanaan tindakan observasi dan refleksi pada masing-masing siklus.
Penarikan kesimpulan merupakan upaya pencarian makna data, mencatat
keteraturan dan penggolongan data. Data terkumpul disajikan secara sistematik
dan perlu diberi makna. Selanjutnya untuk mempermudah verifikasi dan analisis
data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan yang ada, diidentifikasi
secara khusus pada tiap-tiap siklus pembelajaran.
Adapun model analisis data yang digunakan adalah interaktif model dapat dilihat
dalam skema di bawah ini:

commit to user

50
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Sajian Data

Kesimpulan dan
Verifikasi
Gambar 3.2 Skema Analisis Data

H. Indikator Kinerja
Indikator keberhasilan tindakan terhadap peningkatan aktivitas siswa,
motivasi belajar fisika, dan kemampuan kognitif fisika siswa kelas X3 SMA
Negeri 1 Wonogiri dapat dilihat dari :
Tabel 3.1 Indikator Keberhasilan Siklus
Aspek yang
Dinilai

Aktivitas
Siswa

Target

Cara Penilaian

60% siswa

siswa yang melaksanakan

kriteria tiap aktivitas


=
seluruh siswa

melaksanakan
aktivitas

x100%

Pencapaian
Motivasi

persentase

Belajar

indikator motivasi

Fisika Siswa

belajar fisika

persentase tiap indikator x100%


indikator

mencapai 60%
commit to user

51
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Kemampuan
Kognitif
Fisika Siswa

60% siswa
mencapai KKM

siswa memperoleh nilai KKM x100%


seluruh siswa

I. Prosedur Penelitian
Prosedur dan langkah-langkah yang digunakan dalam melaksanakan
penelitian ini mengikuti model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart
yaitu model spiral. Perencanaan Kemmis menggunakan sistem spiral refleksi diri
yang dimulai dengan rencana tindakan (planning), tindakan (acting), pengamatan
(observing) dan refleksi (reflecting). Kegiatan ini disebut dengan satu siklus
kegiatan pemecahan masalah (Suharsimi Arikunto dkk, 2006: 117).
Berikut pemaparan tentang hal-hal yang dilakukan dalam tiap-tiap langkah
tersebut :
1. Tahap persiapan
a. Permintaan izin kepada kepala sekolah dan guru fisika SMA Negeri 1
Wonogiri.
b. Observasi untuk mendapatkan gambaran awal keadaan kelas dan kegiatan
belajar mengajar khususnya mata pelajaran fisika di kelas X3 SMA Negeri
1 Wonogiri.
c. Mengidentifikasi permasalahan dalam kegiatan belajar mengajar fisika
kelas X3 berdasar hasil observasi awal yang telah dilakukan.
2. Tahap perencanaan (Planning)
a. Menyusun serangkaian kegiatan pelaksanaan tindakan berupa penerapan
pembelajaran kontekstual melalui film pendek pada pokok bahasan suhu
dan kalor.
b. Menyusun

instrumen

penelitian

meliputi

rancangan

pelaksanaan

pembelajaran, lembar observasi atau pengamatan aktivitas siswa, soal tes


kognitif, angket, pedoman wawancara, dan dokumentasi.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

52
digilib.uns.ac.id

3. Tahap pelaksanaan atau tindakan (Acting)


Tindakan dilakukan peneliti untuk mengatasi masalah. Kegiatan yang
dilaksanakan dalam penelitian tindakan kelas ini antara lain :
a. Melaksanakan PBM sesuai langkah-langkah yang telah disusun dalam
Rencana Pembelajaran.
b. Melakukan kegiatan pemantauan proses pembelajaran melalui observasi
langsung oleh observer dan angket siswa.
c. Menyelenggarakan evaluasi untuk mengukur kemampuan kognitif fisika
siswa.
d. Melakukan modifikasi berupa perbaikan atau penyempurnaan alternatif
tindakan apabila proses dan prestasi belajar masih kurang memuaskan.
4. Tahap Observasi dan Evaluasi
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses observasi adalah :
a. Pengumpulan data.
b. Sumber data.
c. Critical friend dalam penelitian.
d. Analisis data.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam observasi adalah sebagai
berikut :
a. Pelaksanaan pengamatan oleh peneliti dan observer.
b. Mencatat semua hasil pengamatan ke dalam lembar observasi.
c. Mendiskusikan dengan guru maupun dosen (sebagai critical friend)
terhadap hasil pengamatan setelah proses pembelajaran selesai.
d. Membuat kesimpulan hasil pengamatan.
Sedangkan langkah-langkah evaluasi yang dilaksanakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Menyiapkan alat-alat evaluasi.
b. Melaksanakan evaluasi setelah proses pembelajaran selesai.
c. Melaksanakan analisis hasil evaluasi.
commit to user
d. Kriteria keberhasilan tindakan.

53
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

5. Tahap Refleksi (Reflecting)


Refleksi adalah kegiatan mengulas secara kritis tentang perubahan yang terjadi
pada siswa dan suasana kelas.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam kegiatan refleksi sebagai berikut :
a. Menganalisis jawaban siswa pada lembar angket untuk mengetahui
perubahan tingkat motivasi belajar fisika siswa.
b. Menganalisis hasil tes siklus I untuk mengetahui dampak penerapan
pembelajaran yang dilakukan terhadap kemampuan kognitif fisika siswa.
c. Mencocokkan pengamatan oleh observer pada lembar observasi aktivitas
klasikal siswa dan lembar observasi diskusi kelompok. Apabila hasil
pengamatan ternyata siswa mengikuti pelajaran dengan antusias yaitu
siswa aktif, perhatian siswa tertuju pada pelajaran, siswa merespon dan
terjadi komunikasi multi arah maka model kegiatan pembelajaran yang
dilaksanakan dinyatakan menarik dan dapat meningkatkan kemampuan
kogntif belajar fisika siswa yang ditandai dengan daya serap yang tinggi.
Berdasarkan hasil refleksi, peneliti mencoba untuk mengatasi kekurangan atau
kelemahan yang terjadi akibat tindakan yang telah dilakukan. Dari data hasil
refleksi, baik keberhasilan maupun kegagalan dalam pelaksanaan tindakan
maka peneliti menentukan tindakan perbaikan berikutnya (siklus 2) dalam
proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh peneliti.

commit to user

54
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Perencanaan
Tindakan I

Pelaksanaan
Tindakan I

Observasi I

SIKLUS I

Belum
terselesaikan

Refleksi I

Pelaksanaan
Tindakan II

SIKLUS II

Perencanaan
Tindakan II

Observasi II

Selesai

Refleksi II

Gambar 3.3 Skema Prosedur Penelitian

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
55

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Kondisi Awal


Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan peneliti melalui wawancara terhadap
guru pengampu mata pelajaran fisika kelas X SMA Negeri 1 Wonogiri diketahui bahwa hasil
belajar siswa kelas X secara keseluruhan jauh dari memuaskan. Kendati SMA Negeri 1 Wonogiri
merupakan salah satu sekolah favorit di Kabupaten Wonogiri yang mana input siswanya
merupakan siswa dengan kemampuan rata-rata ke atas, tetapi nilai kognitif mereka pada mata
pelajaran fisika kalah dibanding nilai mata pelajaran yang lain seperti biologi, kimia, dan
matematika. Menurut Bp Sukarjo, M.Pd selaku guru pengampu mata pelajaran fisika di kelas
X1-X6 hal ini disebabkan oleh kurang tertariknya siswa terhadap mata pelajaran fisika
dikarenakan mereka menganggap fisika sebagai mata pelajaran yang membosankan karena
identik dengan menghitung dan menghafal rumus.
Selanjutnya berdasarkan observasi langsung di lapangan pada mata pelajaran Fisika
diperoleh bahwa guru biasa menggunakan media powerpoint dalam mengajar dan menjelaskan
materi fisika melalui metode ceramah pasif. Penggunaan media powerpoint tersebut bersifat
informatif. Maksudnya bahwa slide yang ditampilkan oleh guru hanya berisi tulisan mengenai
materi ajar tanpa disertai animasi-animasi yang terkait materi ajar yang mengakibatkan proses
pembelajaran kurang menarik. Pada saat menjelaskan sesekali guru bertanya kepada siswa,
namun jika tidak ada yang menjawab maka guru sendiri yang akan menjawabnya. Sementara itu
saat pembelajaran berlangsung, sebagian besar siswa hanya diam dan mendengarkan ceramah
dari guru di kelas, beberapa siswa lainnya ada yang tidak memperhatikan dan cenderung
berbicara sendiri dengan teman sebangkunya serta bermainmain sendiri di dalam kelas
misalnya dengan beraktivitas dengan telepon seluler. Ada juga beberapa siswa yang bertempat
duduk di depan terlihat serius memperhatikan sambil mencatat hal-hal yang dirasa penting.
Dengan adanya beberapa gejala tersebut, peneliti menilai bahwa pembelajaran yang berlangsung
kurang komunikatif karena tidak ada interaksi aktif antara siswa dengan guru.
Selain memanfaatkan media powerpoint dalam pembelajaran, guru juga telah
memanfaatkan blog sebagai media pembelajaran. Akan tetapi pemanfaatannya masih terbatas
yaitu sebagai sarana guru memberi tugas kepada siswa. Blog yang dibuat Bp. Sukarjo, M.Pd

commit to user
55

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
56

beralamat di ibnukarto@blogspot.com. Adapun tampilan blog tersebut dapat dilihat di bawah ini.

Gambar 4.1. Tampilan Blog Bapak Sukarjo


Kemudian dari hasil wawancara juga, Bp Sukarjo.M.Pd merekomendasikan kelas X3
sebagai kelas yang digunakan untuk penelitian. Beliau menjelaskan bahwa di antara kelas X1X6, kelas X3 merupakan kelas yang perlu perbaikan karena beliau menganggap siswa kelas ini
cenderung lebih heterogen karena selisih nilai siswa tertinggi dan terendah cukup besar.
Berdasarkan hasil ulangan harian 1 pada semester genap tentang materi alat-alat optik, siswa
yang sudah mencapai ketuntasan berjumlah 4 anak dari jumlah siswa 33 anak (tingkat ketuntasan
kelas sebesar 12,12%). Dari batas ketuntasan 67, nilai paling tinggi adalah 73 , nilai paling
rendah 39 dan rata-rata kelas 53,79.
Berdasarkan angket motivasi belajar fisika siswa yang diberikan di awal/pra siklus
diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 4.1 Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi Belajar Fisika Pada Kondisi Pra Siklus
No

Indikator

Persentase Ketercapaian

1.

Adanya hasrat dan keinginan berhasil

58.6%

Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar

54.3%

Adanya harapan dan cita-cita masa depan


commit to user

57.6%

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
57

Adanya penghargaan dalam belajar

54.2%

Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar

52.7%

Adanya sifat ingin tahu

54.8%

Kemudian jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat
dilihat sebagai berikut :
58.60%

Persentase Ketercapaian

57.60%

54.30%

54.80%

54.20%
52.70%

Indikator

Gambar 4.2 Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator


Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Pra Siklus

ang dilaksanakan pada tanggal 10 Februari


Berdasarkan observasi awal / pra siklus yyang
diperoleh data mengenai aktivitas siswa secara klasikal di kelas X3 sebagai berikut :
Tabel 4.2 Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Pra Siklus

Persentase Ketercapaian

No

Indikator

1.

Siswa memperhatikan slide powerpoint yang diputar di

60,60%

depan kelas

Siswa memperhatikan penjelasan dari guru

Siswa menjawab pertanyaan secara lisan yang diajukan oleh

66,67%

0%

guru fisika

Siswa mencatat hal-hal penting yang disampaikan guru fisika

30,30%

aktivitas lain
Siswa mengikuti KBM sambil melakukan akt

42.42%

semisal bermain HP atau berbicara dengan siswa lain

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
58

Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat
dilihat sebagai berikut:

66.67%

Persentase Ketercapaian

60.60%

42.42%
30.30%

0%
1

Indikator

Gambar 4.3 Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator


Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Pra Siklus
Dari data di atas diketahui bahwa ketika guru menjelaskan materi melalui powerpoint di
depan kelas, tidak semua siswa yang memperhatikan karena hanya 60,60% siswa yang
memperhatikannya. Sebanyak 42,42% siswa mengikuti KBM sambil melakukan aktivitas lain
semisal bermain HP, dan ada yang berbicara sendiri dengan siswa lain. Dan ketika guru bertanya

kepada siswa, tidak ada siswa yang menjawabnya dan akhirnya pertanyaan tersebut dijawab
sendiri oleh guru. Data di atas menunjukkan bahwa siswa tidak berkonsentrasi atau termotivasi
untuk bersungguh-sungguh mengikuti KBM.
Melihat berbagai gejala yang terjadi dalam proses KBM yang dialami siswa kelas X3

seperti kurang maksimalnya pemanfaatan media pembelajaran oleh guru, rendahnya motivasi
belajar fisika siswa, dan masih rendahnya nilai kognitif fisika yang dimiliki, maka peneliti
menerapkan pembelajaran kontekstual melalui film pendek. Dengan pembelajaran kontekstual

melalui film pendek yang mencoba mengaitkan konsep-konsep fisika dengan aplikasinya dalam

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
59

kehidupan sehari-hari yang disajikan melalui media film pendek, diharapkan dapat
meningkatkan motivasi belajar yang berdampak meningkatnya nilai kognitif fisika siswa.

B. Deskripsi Hasil Siklus I


1. Perencanaan Tindakan I

Pada tahap awal ini peneliti menyusun rencana pembelajaran untuk tiga pertemuan yaitu
RPP 1 untuk pertemuan pertama, RPP 2 untuk pertemuan kedua, dan RPP 3 untuk pertemuan
ketiga. Ketiga RPP ini selanjutnya dikonsultasikan kepada guru pembimbing yaitu guru fisika
kelas X3 untuk dimintai pertimbangan terkait kesesuaian materi, tujuan, metode, dan alokasi
waktu dengan silabus yang telah dibuat guru sebelumnya. Dalam Ketiga RPP tersebut disepakati
bahwa peneliti akan melaksanakan pembelajaran dalam siklus I sebanyak tiga kali pertemuan
dengan alokasi waktu untuk satu kali pertemuan adalah 90 menit dengan rinciannya RPP 1
membahas materi tentang suhu dan pemuaian, RPP 2 membahas materi tentang pemuaian zat
padat dan zat cair, dan RPP 3 membahas materi tentang pemuaian zat gas, kalor, kalor jenis, dan
kapasitas kalor.

Di dalam ketiga RPP tersebut peneliti akan melaksanakan pembelajaran

menggunakan pendekatan kontekstual dan metode diskusi kelompok. Untuk kelompok diskusi
dibuat delapan kelompok dengan personel masing-masing kelompok berjumlah 4-6 orang yang
berdasarkan denah tempat duduk siswa. Pembelajaran tersebut juga memanfaatkan media berupa
film pendek dan powerpoint mengenai materi suhu dan kalor. Film pendek diperoleh dari
internet dengan cara mengunduhnya dari situs www.youtube.com dan www.keepvid.com dengan

cara memasukkan kata kunci dari film pendek yang diinginkan. Sedangkan powerpoint disusun
oleh peneliti untuk setiap pertemuan disesuaikan dengan materi yang tertulis dalam RPP .
Untuk mengamati aktivitas siswa dalam setiap pertemuan, peneliti menyusun lembar
aktivitas belajar siswa yang sudah disesuaikan dengan pengelompokan siswa dalam kelompok
diskusi. Lembar aktivitas siswa berupa lembar cek list yang akan diisi observer yang berada di
belakang kelas sebagai lembar monitoring/pengamatan aktivitas siswa yang tidak mungkin
diamati secara detail oleh peneliti. Sebagai alat evaluasi di akhir pembelajaran siklus I, peneliti
menyusun instrumen tes kognitif dan instrumen angket motivasi belajar siswa. Kedua instrumen
ini telah diujicobakan terlebih dahulu untuk mengetahui validitas dan realibilitasnya sebagai
alat evaluasi. Instrumen tes kognitif diujicobakan pada siswa kelas X4 SMAN 2 Wonogiri
sedangkan instrumen angket motivasi belajar siswa diujicobakan di kelas X2 SMAN 1 Wonogiri.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
60

Dari hasil ujicoba instrumen tes kognitif siswa diperoleh instrumen tes kognitif siklus I yang
terdiri dari 30 butir soal pilihan ganda. Sedangkan berdasarkan hasil ujicoba instrumen angket
motivasi belajar siswa diperoleh instrumen angket motivasi belajar siswa yang terdiri dari 40
butir soal pilihan ganda.

2. Pelaksanaan Tindakan I

Pertemuan pertama untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 12 Februari 2010. Pada
pertemuan pertama ini menjelaskan materi mengenai suhu dan termometer. Di awal
pembelajaran, guru memutar film pendek mengenai sifat termometrik zat di mana diperlihatkan
cairan dalam thermometer bergerak naik ketika dimasukkan dalam gelas beker yang berisi zat
cair.

Gambar 4.4 Termometer Yang Dimasukkan Dalam Gelas Beker


Terlihat semua siswa dengan antusias memperhatikan film pendek yang diputar di depan
kelas. Kemudian guru bertanya kepada siswa mengapa cairan yang ada di dalam termometer
dapat naik ketika dimasukkan dalam gelas beker. Beberapa siswa menyampaikan pendapat
mereka. Kemudian guru membagi siswa ke dalam delapan kelompok diskusi untuk
menyelesaikan pertanyaan dalam LKS I. Diskusi kelompok dilaksanakan kurang lebih selama 30
menit. Ada kelompok yang semua anggotanya aktif berpendapat tetapi ada juga kelompok yang
hanya dua anggotanya (kelompok 1) yang secara aktif berdiskusi untuk menyelesaikan LKS I.
Pada saat diskusi berlangsung, guru bertindak sebagai fasilitator dengan berkeliling kelas untuk
memantau dan mengarahkan jalannya diskusi dari masing-masing kelompok. Setelah itu guru
menunjuk salah satu kelompok untuk maju ke depan

kelas untuk menyampaikan hasil

diskusinya untuk kemudian ditanggapi oleh anggota kelompok diskusi lainnya. Pada sesi ini guru

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
61

memberikan penjelasan tambahan untuk setiap item pertanyaan. Setelah pembahasan mengenai
hasil diskusi selesai, guru meminta siswa yang bersedia untuk maju mengerjakan latihan soal di
depan kelas untuk kemudian dikoreksi bersama siswa yang lain. Di akhir pembelajaran guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menarik kesimpulan dari kegiatan belajar mengajar
yang telah dilaksanakan.
Pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 17 Februari 2010. Pada pertemuan ini,
materi yang dibahas mengenai pemuaian zat padat dan zat cair. Di awal pembelajaran, guru
memutar dua film pendek mengenai pemuaian zat padat dan zat cair. Film pendek pertama yang
diputar mengenai kereta api . Kemudian guru menayangkan slide tentang sambungan rel kereta
api.

Gambar 4.5 Tampilan Slide Tentang Rel Kereta Api


Dalam slide terlihat di antara sambungan rel terdapat celah yang memisahkan antar rel.
Kemudian guru bertanya kepada siswa mengapa pada sambungan rel kereta api selalu terdapat
celah. Beberapa siswa menyampaikan pendapat mereka lalu guru kembali memutar film pendek
kedua mengenai peristiwa pemuaian pada sebuah bola besi.

Gambar 4.6 Tampilan Film Pendek Tentang Pemuaian Pada Bola Besi

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
62

Pada saat pemutaran film pendek 1 dan 2 terlihat antusias semua siswa yang dengan penuh
konsentrasi memperhatikan tayangan film tersebut.

Kemudian seperti pada pertemuan

sebelumnya guru membagi siswa ke dalam delapan kelompok diskusi untuk menyelesaikan
pertanyaan dalam LKS II. Diskusi yang berlangsung pada pertemuan kedua ini berjalan lebih
lambat karena siswa agak kesulitan untuk memahami maksud dari pertanyaan dalam LKS II. Ini
berdampak terhadap alokasi waktu di mana diskusi baru selesai setelah 45 menit. Setelah itu
guru menunjuk salah satu kelompok untuk maju ke depan kelas untuk menyampaikan hasil
diskusinya untuk kemudian ditanggapi oleh anggota kelompok diskusi lainnya. Pada sesi ini guru
memberikan penjelasan tambahan untuk setiap item pertanyaan. Ketika pembahasan sampai pada
sub materi aplikasi pemuaian zat padat dan cair, guru memutar film pendek mengenai bimetal
dan anomali air sambil memberikan penjelasan seperlunya mengenai kedua hal tersebut.

Gambar 4.7 Tampilan Film Pendek Tentang Bimetal


Setelah diskusi selesai, guru meminta siswa yang bersedia untuk maju mengerjakan latihan soal
di depan kelas untuk kemudian dikoreksi bersama siswa yang lain. Akan tetapi dikarenakan
keterbatasan waktu hanya satu soal saja dalam LKS II yang berhasil dibahas untuk kemudian
langsung ditutup dengan kesimpulan yang disampaikan guru bersama siswa.
Pertemuan ketiga dilaksanakan pada tanggal 19 Februari 2010. Materi yang dibahas
adalah mengenai pemuaian zat gas, konsep kalor, kalor jenis, dan kapasitas kalor. Seperti pada
pertemuan kedua, di awal pembelajaran guru memutar dua film pendek yaitu film pendek
pertama mengenai pemuaian pada gas dan film pendek kedua mengenai kalor. Pada saat
pemutaran kedua film pendek, nampak antusias siswa untuk memperhatikan fenomena fisika
yang diperlihatkan dalam kedua film tersebut.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
63

Gambar 4.8 Tampilan Film Pendek Tentang Pemuaian Gas


Selanjutnya dilaksanakan diskusi kelompok untuk menyelesaikan pertanyaan dalam LKS III.
Pelaksanaan diskusi ini juga mengalami perpanjangan waktu dikarenakan siswa kembali
mengalami kesulitan dalam memahami maksud dari pertanyaan-pertanyaan dalam LKS III
terutama mengenai materi kalor, kalor jenis, dan kapasitas kalor. Diskusi yang berlangsung juga
kelihatan tidak efektif karena beberapa kelompok anggotanya tidak aktif dan merasa jenuh untuk
menyelesaikan LKS III. Pada pertemuan ketiga ini, guru dan siswa tidak sempat untuk
membahas latihan soal karena keterbatasan waktu.

3. Observasi Tindakan I

Observasi dilakukan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pembelajaran kontekstual


melalui media film pendek yang diterapkan oleh guru dan pengaruhnya terhadap peningkatan
motivasi belajar fisika siswa. Observasi terhadap peningkatan motivasi belajar fisika dapat
diketahui dari hasil penyebaran angket yang bersifat tertutup. Di samping itu, peningkatan
motivasi belajar fisika siswa juga dapat diketahui dari hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa
yang menunjukkan motivasi belajar. Observasi ini dilaksanakan oleh observer melalui
pengamatan secara langsung yang dilakukan pada setiap pertemuan di siklus I. Untuk
mengetahui nilai kognitif fisika siswa dilakukan dengan melaksanakan tes kognitif siklus I. Nilai
tes siklus I ini digunakan sebagai dasar untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa. Berdasarkan
hasil penelitian diperoleh data-data sebagai berikut:

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
64

a. Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa

Hasil angket motivasi belajar fisika siswa pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.3 Persentase Ketercapaian Indikator Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Siklus I

Persentase Ketercapaian

No

Indikator

1.

Adanya hasrat dan keinginan berhasil

72.1%

Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar

62.6%

cita-cita masa depan


Adanya harapan dan cita

67.7%

Adanya penghargaan dalam belajar

69.5%

Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar

65.7%

Adanya sifat ingin tahu

64.2%

Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat

Persentase Ketercapaian

dilihat sebagai berikut:

72.10%

69.50%
67.70%
65.70%
64.20%
62.60%

Indikator

Gambar 4.9 Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator


Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Siklus I
Tabel 4.3 dan Gambar 4.9 menunjukkan persentase ketercapaian indikator angket motivasi

belajar fisika pada akhir pembelajaran siklus I. Terlihat keenam indikator memiliki persentase di
atas 60% dan indikator 1 memiliki persentase tertinggi yaitu 72,10% . Jika dibandingkan dengan
hasil angket motivasi belajar fisika yang dilaksanakan di awal pembelajaran (tahap pra siklus)
terjadi kenaikan persentase untuk masing-masing indikator rata-rata 10-15%. Ini menunjukkan
commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
65

pembelajaran kontekstual melalui media film pendek berdampak positif terhadap peningkatan
motivasi belajar fisika siswa kelas X3.
b. Aktivitas Siswa

1) Aktivitas Klasikal Siswa


Tabel 4.4 Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Siklus I

Persentase Ketercapaian (%)

Pertemuan

Indikator

No

Siswa memperhatikan slide powerpoint dan film pendek


yang diputar di depan kelas

Siswa memperhatikan penjelasan dari guru

Siswa menjawab pertanyaan secara lisan yang diajukan

II

III

rata

100

100

100

100

94

100

94

96

15

18

14

58

79

79

72

18

15

21

18

oleh guru fisika

Siswa mencatat hal-hal penting yang disampaikan guru


fisika

Rata-

aktivitas lain
Siswa mengikuti KBM sambil melakukan akt
semisal bermain HP atau berbicara dengan siswa lain.

Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat
dilihat sebagai berikut:
96%

Persentase Rata-rata

100%

72%

18%

14%

Indikator

Gambar 4.10 Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator


Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Siklus I
commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
66

Berdasarkan Tabel 4.4 dan Gambar 4.10 diperoleh bahwa tiga indikator yaitu nomor 1, 2, dan 4
mempunyai persentase ketercapaian yang baik karena di atas 70%. Sedangkan indikator nomor
3 yang menunjukkan aktivitas menjawab pertanyaan secara lisan oleh siswa hanya mencapai
14%. Akan tetapi hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan karena pada observasi yang
dilakukan di pra siklus diperoleh data bahwa tidak ada siswa yang melaksanakan aktivitas ini.
Untuk siswa yang mengikuti KBM tetapi tidak fokus karena mereka mengikuti KBM sambil
melakukan aktivitas lain semisal bermain HP atau berbicara dengan teman sebangkunya
mencapai persentase 18% dari 33 siswa.
2) Aktivitas Diskusi Kelompok
Tabel 4.5 Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Siswa dalam Diskusi Kelompok
Pada Observasi Siklus I
Persentase Ketercapaian (%)
No

Pertemuan

Indikator

Siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok diskusi

Siswa mencari penyelesaian permasalahan dalam LKS


dari buku/sumber yang lain

Siswa memperhatikan siswa lain yang sedang


menyampaikan pendapat

Siswa aktif menanggapi gagasan yang dikemukakan oleh


siswa lain

Siswa tidak aktif dan melakukan aktivitas lain semisal


bermain HP

Rata-

II

III

rata

85

79

79

81

91

94

94

93

79

79

73

77

27

15

15

19

12

18

18

16

Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat
dilihat sebagai berikut:

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
67

93%
81%

Persentase Rata-rata

77%

19%

16%

Indikator

Gambar 4.11 Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas


Siswa Dalam Diskusi Kelompok Pada Observasi Siklus I
Tabel 4.5 dan Gambar 4.11 menunjukkan persentase ketercapaian aktivitas siswa dalam kegiatan
diskusi kelompok. Pada sesi ini kelas dibagi menjadi 8 kelompok yang rata-rata tiap kelompok
beranggotakan 4-5 siswa. Dari persentase ketercapaian indikator 1 dan 2 dapat disimpulkan

bahwa kegiatan diskusi sudah berlangsung secara efektif karena indikator 1 yang menunjukkan
aktivitas mengemukakan pendapat oleh masing-masing anggota kelompok mencapai persentase

tas yang dilakukan siswa saat salah satu


aktivitas
81%. Sedangkan indikator 3 dan 4 merupakan aktivi
kelompok menyampaikan hasil diskusinya dan kelompok lain mendengarkan kemudian
menanggapinya. Diperoleh siswa yang aktif menanggapi gagasan yang dikemukakan siswa lain

Hall ini dikarenakan tiap kelompok mempunyai


mencapai persentase 19% dari jumlah siswa. Ha
juru bicara masing-masing yang mengakibatkan tidak semua siswa berpendapat untuk

menanggapi pendapat siswa dari kelompok lain. Dalam kegiatan diskusi kelompok ini pun juga

ompok yang tidak aktif berdiskusi. Tetapi mereka


kelompok
masih ada beberapa siswa di beberapa kel
P atau berbicara sendiri dengan teman
HP
melakukan aktivitas lain semisal bermain H
sekelompoknya yang mana persentasenya mencapai 16%.
c. Ketuntasan Belajar Siswa

Berdasarkan hasil tes siklus I yang dilaksanakan pada tanggal 3 Maret 2010 diperoleh hasil
bahwa siswa yang berhasil mecapai ketuntasan belajar berjumlah 10 orang dengan persentase
30,30%. Persentase ini belum melampaui target yang ditentukan sebelumnya yaitu 60%. Dalam
commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
68

hal ini batas minimum ketuntasan di SMA Negeri I Wonogiri untuk pelajaran fisika adalah 67.
Adapun datadata mengenai ketuntasan belajar siswa pada siklus I dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 4.6. Aspek Ketuntasan Belajar Siswa Pada Siklus I
Aspek Yang

Siswa Yang Tuntas

Jumlah Siswa

Persentase (%)

10

33

30.30%
30.30

Dinilai

Ketuntasan Belajar

Di bawah ini dapat dilihat diagram pie aspek ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran :

Ketuntasan Belajar Siswa Siklus I


Tuntas
30.30%
Tidak Tuntas
69.70%

Gambar 4.12 Diagram Pie Aspek Ketuntasan Belajar Siswa


Dalam Pembelajaran Pada Siklus I

4. Refleksi Tindakan I

tekstual melalui film pendek pada siklus I telah


kontekstual
Pelaksanaan pembelajaran kon
dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan dan meliputi sub materi suhu, pemuaian, dan konsep
kalor. Secara umum, pembelajaran telah terlaksana sesuai rencana dan hasilnya cukup optimal.

Untuk lebih detailnya akan dijelaskan sebagai berikut :


a. Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa

Pengambilan data angket motivasi belajar fisika siswa dilaksanakan di akhir pertemuan pada
siklus I dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.9. Berikut adalah tabel yang

menunjukkan perbandingan hasil angket motivasi belajar fisika pada saat pra siklus dengan
siklus I.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
69

Tabel 4.7 Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada
Observasi Pra Siklus Dengan Observasi Siklus I
Persentase Ketercapaian Kesimpulan
No Indikator

Adanya hasrat dan keinginan berhasil

Pra Siklus

Siklus I

58.6%

72.1%

Meningkat
13,5%

Adanya dorongan dan kebutuhan dalam 54.3%

62.6%

Meningkat
8,3%

57.6%

67.7%

belajar

cita-cita masa depan


Adanya harapan dan cita

Adanya penghargaan dalam belajar

54.2%

69.5%

Meningkat
10,1%
Meningkat
15,3%

Adanya kegiatan yang menarik dalam 52.7%

65.7%

Meningkat
13%

belajar

Adanya sifat ingin tahu

54.8%

64.2%

Meningkat
9,4%

Berdasarkan tabel 4.7 di atas, diperoleh bahwa empat indikator yaitu indikator nomor 1, 3, 4, 5

mengalami kenaikan persentase di atas 10% dibandingkan dengan hasil observasi pra siklus.

masingSedangkan indikator nomor 2 dan 6 mengalami kenaikan persentase di bawah 10% yaitu masing
masing 8,3% dan 9,4%. Secara umum dapat disimpulkan bahwa target peningkatan indikator
sebesar 10% telah tercapai untuk empat indikator dan dua indikator belum tercapai. Gambaran
perubahan persentase ketercapaian masing-masing indikator tersebut dapat dilihat dalam diagram
batang di bawah ini :
72.10%

62.60%
54.30%

57.60%

69.50%
54.20%

65.70%
52.70%

64.20%
54.80%

Persentase
Ketercapaian

58.60%

67.70%

Pra Siklus
Siklus I

Indikator

Gambar 4.13 Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Angket


Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Pra Siklus Dengan Siklus I
commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
70

b. Aktivitas Siswa

Data yang tersaji dalam Tabel 4.4 dan 4.5 menunjukkan gambaran aktivitas yang terjadi selama
pembelajaran dalam siklus I. Tabel 4.4 menunjukkan persentase ketercapaian indikator aktivitas
siswa secara klasikal yang meliputi lima indikator. Jika dibandingkan dengan aktivitas siswa
pada saat observasi pra siklus, hasilnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.8 Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada
Observasi Pra Siklus Dengan Observasi Siklus I
No Indikator
Persentase Ketercapaian Kesimpulan

Pra Siklus

Siklus I

60,60%

100%

66,67%

96%

Meningkat
29,33%

0%

14%

Meningkat
14%

30,30%

72%

Meningkat
41,70%

aktivitas lain semisal bermain HP atau 42,42%

18%

Siswa memperhatikan slide powerpoint dan


film pendek yang diputar di depan kelas

Siswa memperhatikan penjelasan dari guru

Siswa menjawab pertanyaan secara lisan


yang diajukan oleh guru fisika

Siswa

mencatat

hal-hal

penting

yang

disampaikan guru fisika

Meningkat

Siswa mengikuti KBM sambil melakukan

berbicara dengan siswa lain

39,40%

Menurun
24,42%

Dari tabel di atas diperoleh bahwa pembelajaran kontekstual melalui film pendek memberikan
dampak positif terhadap aktivitas siswa saat KBM berlangsung. Terbukti dengan meningkatmya
aktivitas positif siswa yang ditunjukkan oleh indikator nomor 1 sampai dengan 4. Sedangkan
indikator nomor 5 yang menunjukkan aktivitas negatif menunjukkan adanya penurunan
persentase sebesar 24,42%. Secara umum target peningkatan aktivitas siswa telah tercapai pada
siklus I ini akan tetapi hasilnya belum maksimal terutama untuk poin keaktifan siswa yang
ditunjukkan oleh indikator nomor 3 yang baru mencapai persentase 14%. Gambaran perubahan
persentase ketercapaian masing-masing indikator tersebut dapat dilihat dalam diagram batang di
bawah ini :

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
71

Persentase Rata-rata

100%

96%
72%

66.67%
60.60%

42.42%

Pra Siklus

30.30%
18%

14%

Siklus I

0%
1

Indikator

Gambar 4.14 Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator


Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Pra Siklus Dengan Siklus I
Selain aktivitas siswa secara klasikal dalam mengikuti KBM, peneliti juga mengobservasi

aktivitas siswa pada saat diskusi kelompok berlangsung dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.5
berlangsung tidak semua anggota kelompok
dan Gambar 4.11. Pada saat diskusi kelompok berlangsung
berlaku aktif untuk saling memberikan pendapatnya karena dalam persentase rata-rata selama

tiga kali pertemuan hanya mencapai 81%. Selain itu pada saat salah satu kelompok diskusi

swa dari kelompok lain belum terlihat secara total. Hanya


siswa
menyampaikan hasilnya, antusias si
beberapa siswa yang aktif menanggapi pendapat siswa lain dalam membahas permasalahan
dalam LKS. Dan kebanyakan yang menanggapi adalah juru bicara dari masing-masing

kelompok, sedangkan anggota kelompok lain tidak begitu meresponnya. Suasana diskusi juga
kurang terasa saat pertemuan ke-2 dan ke-3, terlihat dari persentase beberapa indikator yang

rdasar pada LKS yang dibuat guru sehingga


berdasar
mengalami penurunan karena diskusi hanya be
kurang komunikatif.
c. Ketuntasan Belajar Siswa

Berdasarkan hasil tes kognitif tes siklus I diperoleh data bahwa jumlah siswa yang dinyatakan
tuntas sebanyak 10 orang dengan persentase 30,30%. Hal tersebut masih jauh dari target
ketercapaian ketuntasan belajar sebesar 60%. Apabila hasil tes kognitif siklus I dirinci tiap butir
soal, persentase ketercapaian masing-masing adalah sebagai berikut :

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
72

Tabel 4.9 Persentase Rata-rata Ketercapaian Tes Kognitif Siklus I


Persentase Rata-rata Ketercapaian Tiap Ranah Kognitif

C1

C2

C3

C4

84,8%

69,7%

54,5%

23,5%

Dari tabel di atas terlihat bahwa sebagian besar soal yang dijawab oleh lebih dari 60%
siswa atau memiliki persentase ketercapaian item soal di atas 60% adalah item soal dengan ranah
kognitif C1 dan C2 di mana sebagian besar pertanyaan mengenai ingatan dan pemahaman
konsep. Sedangkan untuk soal dengan ranah kognitif C3 dan C4 persentase ketercapaiannya ratarata dibawah 60% yaitu 54,5% untuk soal C3 dan 23,5% untuk soal C4. Dari 14 soal yang ada
dalam tes kognitif siklus I hanya 5 soal yang memiliki ketercapaian di atas 60% yaitu soal nomor
12, 17, 18, 28, dan 30. Jika hal tersebut dianalisis dapat diketahui penyebabnya adalah karena
pada saat pembelajaran siklus I siswa kurang mendapat latihan soal. Walaupun pada saat
pertemuan pertama semua latihan soal dapat dibahas bersama oleh guru dan siswa, tetapi pada
saat pertemuan ke-2 guru dan siswa hanya mampu membahas satu soal dan pada pertemuan
ketiga tidak ada soal yang terbahas dikarenakan keterbatasan waktu. Akibatnya siswa tidak
terbiasa untuk menyelesaikan soal-soal mengenai aplikasi dan penggunaan rumus yang berada
pada ranah C3 dan C4.
Berdasarkan analisis dan refleksi dari hasil pembelajaran pada siklus I yang meliputi tiga
aspek yaitu aktivitas siswa, angket motivasi belajar fisika siswa, dan ketuntasan belajar siswa
terdapat beberapa aspek yang sudah memenuhi target dan ada yang belum. Sehingga masih
perlu dilakukan perbaikan pembelajaran yaitu dengan melanjutkan ke tindakan II supaya target
dari beberapa aspek dapat terpenuhi sehingga kompetensi pembelajaran dapat tercapai dengan
baik. Aspek yang perlu ditingkatkan adalah mengenai aktivitas siswa dalam kelompok diskusi
agar berjalan lebih efektif dan komunikatif. Selain itu aspek ketuntasan belajar perlu diupayakan
untuk meningkat karena aspek ini paling perlu mengalami perbaikan. Selanjutnya peneliti dan
guru memperoleh kesepakatan tentang tindak lanjut dalam siklus berikutnya. Tindak lanjut
tersebut adalah sebagai berikut :

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
73

1. Perlu adanya perubahan jumlah anggota kelompok yang semula berjumlah 4-5 orang berubah
menjadi 2-3 orang. Hal ini bertujuan untuk mengefektifkan berlangsungnya diskusi yaitu agar
semua siswa dapat terlibat aktif selama kegiatan diskusi berlangsung.

2. Perlu adanya perubahan penggunaan film pendek pada saat pembelajaran di mana pada siklus
I film pendek diputar saat langkah motivasi dan saat menjelaskan aplikasi dalam konsep.
Sedangkan pada saat siklus II, film pendek diputar saat langkah motivasi dan juga digunakan
untuk memandu jalannya diskusi kemudian juga diputar untuk menjelaskan aplikasi konsep.
Hal ini bertujuan agar jalannya diskusi dapat berlangsung dua arah di mana siswa untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam LKS harus mengamati tayangan dalam film pendek.
Dengan kata lain film pendek digunakan sebagai media tambahan untuk menyelesaikan LKS.
Dari situ diharapkan diskusi tidak berlangsung membosankan tetapi lebih menarik perhatian
siswa.

3. Perlu adanya alokasi waktu khusus untuk tiap pertemuan pada pembelajaran siklus II yang
digunakan untuk membahas latihan soal dalam LKS. Hal ini bertujuan mengkondisikan siswa
untuk terbiasa mengerjakan soal-soal terutama soal dalam ranah C3 dan C4. Dari sini
diharapkan dapat meningkatkan nilai kognitif fisika siswa.

C. Deskripsi Hasil Siklus II


1. Perencanaan Tindakan II

Berdasarkan hasil refleksi dari siklus I maka dilakukan perencanaan untuk pelaksanaan
tindakan pada siklus II. Pada siklus II ini dilaksanakan dalam dua kali pertemuan dengan materi
yang diberikan adalah materi kelanjutan dari kalor yaitu perubahan wujud, asas Black, dan
perpindahan kalor. Pelaksanaan siklus II menitikberatkan pada pengoptimalan media film
pendek sebagai sarana untuk mengefektifkan pelaksanaan kegiatan diskusi kelompok dan
pelaksanaan pembahasan latihan soal terutama untuk soal ranah C3 dan C4 tiap sub materi.
Pelaksanaan siklus II masih menggunakan pendekatan dan metode yang sama dengan
pelaksanaan siklus I. Perbedaannya adalah pada pelaksanaan teknis di lapangan di mana pada
siklus II, film pendek digunakan selama KBM berlangsung dari awal, tengah, dan akhir
pembelajaran. Di awal KBM, film pendek diputar sebagai langkah untuk memotivasi siswa. Di
tengah KBM, film pendek diputar selama kegiatan diskusi berlangsung di mana film-film pendek
yang diputar tersebut berkaitan dengan permasalahan yang terdapat dalam LKS. Di akhir KBM,
commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
74

film pendek diputar untuk menayangkan aplikasi dari konsep yang telah dibahas sebelumnya
dalam kegiatan diskusi kelompok.
Pada pelaksanaan siklus II, jumlah kelompok diskusi juga dibuat lebih banyak dengan
cara mengurangi jumlah anggota tiap kelompok yang semula beranggotakan 4-5 siswa menjadi
2-3 siswa. Hal ini bertujuan untuk mengefektifkan pelaksanaan diskusi yaitu agar semua siswa
dapat aktif berdiskusi untuk menyelesaikan permasalahan dalam LKS. Kemudian untuk
mengatasi permasalahan rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal hitungan ysng
berada pada ranah C3 dan C4, maka untuk setiap pertemuan tepatnya di akhir KBM, guru
mengalokasikan waktu khusus untuk membahas soal-soal dalam LKS.

2. Pelaksanaan Tindakan II

Pertemuan pertama pada siklus II dilaksanakan pada tanggal 12 Maret 2010. Pada
pertemuan ini membahas materi perubahan wujud zat dan asas Black dengan alokasi waktu 90
menit. Di awal pembelajaran, guru menayangkan slide yang memperlihatkan gambar kapur barus
dan menyuruh siswa untuk memperhatikannya. Kemudian guru bertanya kepada siswa mengapa
kapur barus akan lenyap wujudnya jika ditaruh dalam lemari dalam selang waktu beberapa hari.
Beberapa siswa menyampaikan pendapatnya mengenai fenomena tersebut. Lalu guru membagi
siswa ke dalam 17 kelompok diskusi dan membagikan LKS IV ke masing-masing kelompok.
Kegiatan berikutnya, guru memutar film pendek mengenai perubahan wujud padat menjadi cair
(mencair) dan meminta siswa untuk memperhatikannya. Setelah itu guru menginstruksikan
kepada siswa untuk menjawab pertanyaan LKS IV nomor 1a berdasarkan fenomena yang dilihat
dalam tayangan film pendek. Setelah itu guru melanjutkan pemutaran film pendek mengenai
peristiwa menguap dan kembali menginstruksikan siswa untuk menjawab pertanyaan LKS
nomor 1b berdasarkan tayangan dalam film pendek. Demikian seterusnya guru mengulangi
kegiatan yang sama untuk film pendek yang berbeda yaitu berturut-turut mengenai peristiwa
mengembun, membeku, dan deposisi. Dari tayangan film pendek tersebut siswa diminta
menyelesaikan pertanyaan LKS nomor 1c-1f. Untuk memandu siswa dalam menjawab
pertanyaan LKS IV nomor 2-3, guru memutar slide powerpoint yang telah disiapkan
sebelumnya. Setelah semua kelompok selesai menjawab pertanyaan dalam LKS IV, guru
kemudian menyuruh salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasilnya untuk kemudian
dibahas bersama-sama jawabannya.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
75

Gambar 4.15 Tampilan Film Pendek Mengenai Peristiwa Mencair


Setelah pembahasan selesai maka guru melanjutkan kegiatan untuk membahas latihan soal dalam
LKS IV yang berjumlah empat soal. Dan di akhir pembelajaran guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menarik kesimpulan dari kegiatan belajar mengajar yang telah dilaksanakan.
Pertemuan kedua untuk siklus II dilaksanakan pada tanggal 17 Maret 2010. Pada
pertemuan ini, materi yang dibahas mengenai perpindahan kalor. Di awal pembelajaran, guru
menayangkan slide yang memperlihatkan gambar pegunungan dan menyuruh siswa untuk
memperhatikannya. Guru bercerita mengenai deskripsi keadaan alam pegunungan seperti di
daerah Tawang Mangu dan kemudian bertanya kepada siswa apa yang akan terjadi jika saat
mereka berada di daerah pegunungan mereka tidak memakai jaket atau tidur tetapi tidak
berselimut kain yang tebal. Dan menanyakan hubungan antara pemakaian jaket dengan peristiwa
perpindahan kalor dalam tubuh kita. Beberapa siswa menyampaikan pendapatnya mengenai
fenomena tersebut. Lalu guru membagi siswa ke dalam 17 kelompok diskusi dan membagikan
LKS V ke masing-masing kelompok. Kegiatan berikutnya, guru memutar film pendek mengenai
konduksi dan meminta siswa untuk memperhatikannya. Setelah itu guru menginstruksikan
kepada siswa untuk menjawab pertanyaan LKS V nomor 1a berdasarkan fenomena yang dilihat
dalam tayangan film pendek. Guru mengulangi kegiatan yang sama untuk film pendek yang
berbeda yaitu berturut-turut mengenai peristiwa konveksi dan radiasi. Dari tayangan film pendek
tersebut siswa diminta menyelesaikan pertanyaan LKS nomor 1b-1c. Untuk memandu siswa
dalam menjawab pertanyaan LKS V nomor 2-3, guru memutar slide powerpoint yang telah

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
76

disiapkan sebelumnya yaitu mengenai laju kalor dan film pendek mengenai aplikasi konveksi
pada peristiwa angin darat serta angin laut.

Gambar 4.16 Tampilan Film Pendek Mengenai Peristiwa Konduksi

Gambar 4.17 Tampilan Film Pendek Mengenai Proses Terjadinya Angin Laut
Setelah semua kelompok selesai menjawab pertanyaan dalam LKS V, guru kemudian menyuruh
salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasilnya untuk kemudian dibahas bersama-sama
jawabannya. Setelah pembahasan selesai maka guru melanjutkan kegiatan untuk membahas
latihan soal dalam LKS V yang berjumlah tiga soal. Dan di akhir pembelajaran guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menarik kesimpulan dari kegiatan belajar mengajar yang telah
dilaksanakan.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
77

3. Observasi Tindakan II

Berdasarkan observasi yang dilakukan pada saat pelaksanaan pembelajaran siklus II


terlihat berbagai perubahan positif yang ditunjukkan oleh siswa kelas X3. Di antaranya adalah
dampak positif penggunaan film pendek dan powerpoint sebagai media untuk memandu jalannya
diskusi kelompok. Adanya film pendek mengakibatkan perhatian siswa terpusat pada layar di
depan yaitu saat film pendek diputar. Demikian pula ketika slipe powerpoint diputar, perhatian
siswa akan tertuju ke layar karena tanpa melihat slide dan mendengarkan arahan dari guru, siswa
akan kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan dalam LKS. Selain itu, pengurangan jumlah
anggota kelompok diskusi yang menjadi 2 orang tiap kelompok mengakibatkan seluruh siswa
terlibat aktif dalam diskusi dan mengurangi kesempatan mereka untuk melakukan akivitas lain di
luar KBM seperti bermain HP atau berbicara sendiri dengan teman sebangkunya. Adanya
pembahasan latihan soal yang dilaksanakan di akhir KBM mengakibatkan siswa terbiasa untuk
mengerjakan soal-soal hitungan. Harapannya menambah pemahaman mereka sehingga dapat
berdampak terhadap nilai kognitif fisika mereka. Adapun data-data yang diperoleh pada
observasi tindakan II ini dapat dilihat sebagai berikut:
a. Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa

Hasil angket motivasi belajar fisika siswa pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.10 Persentase Ketercapaian Indikator Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Siklus II
No

Indikator

Persentase Ketercapaian

1.

Adanya hasrat dan keinginan berhasil

77%

Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar

62,6%

Adanya harapan dan cita-cita masa depan

69,1%

Adanya penghargaan dalam belajar

68,4%

Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar

68,6%

Adanya sifat ingin tahu

68%

Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat
dilihat sebagai berikut:

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
78
77%

Persentase Ketercapaian

69.10%

68.40%

68.60%

62.60%

68%

Indikator

Gambar 4.18 Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator


Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Siklus II
b. Aktivitas Siswa

1). Aktivitas Klasikal Siswa


Tabel 4.11 Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada
Observasi Siklus II
Persentase Ketercapaian (%)

Indikator

No

Siswa memperhatikan slide powerpoint dan film pendek


yang diputar di depan kelas

Siswa memperhatikan penjelasan dari guru

Siswa menjawab pertanyaan secara lisan yang diajukan


oleh guru fisika

Siswa mencatat hal--hal penting yang disampaikan guru


fisika

aktivitas lain
Siswa mengikuti KBM sambil melakukan akt
semisal bermain HP atau berbicara dengan siswa lain

Pertemuan

Rata-rata

II

100

100

100

100

100

100

24

30

27

85

88

87

Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat
dilihat sebagai berikut:

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Presentase Rata-rata

79

100%

100%
87%

27%
3%

Indikator
3

Gambar 4.19 Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator


Aktivitas Klasikal Siswa pada Observasi Siklus II
2). Aktivitas Diskusi Kelompok
Tabel 4.12 Persentase Ketercapain Indikator Aktivitas Siswa Dalam Diskusi Kelompok
Pada Observasi Siklus II
Persentase Ketercapaian (%)

Indikator

No

Siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok


diskusi

Siswa mencari penyelesaian permasalahan dalam LKS


dari buku/sumber yang lain

Siswa memperhatikan siswa lain yang sedang


menyampaikan pendapat

Siswa aktif menanggapi gagasan yang dikemukakan


oleh siswa lain

Siswa tidak aktif dan melakukan aktivitas lain semisal


bermain HP

commit to user

Pertemuan

Rata-rata

II

100

100

100

100

100

100

94

91

93

24

27

26

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
80

Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat
dilihat sebagai berikut:
100%

100%

Presentase Rata-rata

93%

26%

3%

Indikator

Gambar 4.20 Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas


Siswa Dalam Diskusi Kelompok Pada Observasi Siklus II
c. Ketuntasan Belajar Siswa

Berdasarkan hasil tes siklus II diperoleh hasil bahwa siswa yang berhasil mencapai ketuntasan

belajar mengalami peningkatan menjadi berjumlah 22 orang dengan persentase 66,67%. Adapun
datadata mengenai ketuntasan belajar siswa pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.13 Aspek Ketuntasan Belajar Siswa Pada Siklus II
Aspek Yang

Siswa Yang Tuntas

Jumlah Siswa

Persentase (%)

22

33

66,67%
66,67

Dinilai

Ketuntasan Belajar

Di bawah ini dapat dilihat diagram pie aspek ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran :

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
81

Ketuntasan Belajar Siswa Siklus II


Tidak Tuntas
33.33%
Tuntas
66.67%

Gambar 4.21 Diagram Pie Aspek Ketuntasan Belajar Siswa


Dalam Pembelajaran Pada Siklus II

4. Refleksi Tindakan II
Pelaksanaan pembelajaran siklus II dilaksanakan dalam dua kali pertemuan dan meliputi
sub materi perubahan wujud zat, asas Black, dan perpindahan kalor. Dari data observasi secara
umum, dapat diketahui adanya peningkatan persentase baik dari aspek akitivas, angket motivasi
belajar fisika maupun tingkat ketuntasan belajar siswa. Adanya beberapa perubahan teknis dalam

pelaksanaan pembelajaran siklus II berdampak positif terhadap ketiga aspek tersebut. Untuk
lebih detailnya akan dijelaskan sebagai berikut :
a. Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa

Seperti halnya pengambilan data angket motivasi belajar fisika siswa pada pembelajaran siklus I,
pengambilan data angket motivasi belajar fisika siswa pada pembelajaran siklus II juga

dilaksanakan di akhir pertemuan pada siklus II dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.10 dan
Gambar 4.18. Berikut adalah tabel yang menunjukkan perbandingan hasil angket motivasi
belajar fisika pada saat siklus I dengan siklus II.

Tabel 4.14 Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada
Observasi Siklus I Dengan Siklus II
Persentase Ketercapaian Kesimpulan
No Indikator

Siklus I
1

Adanya hasrat dan keinginan berhasil

72,1%

Siklus II
77%

Meningkat
4,9%

Adanya dorongan dan kebutuhan dalam 62,6%

62,6%
Tetap

belajar

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
82

67,7%

69,1%

Meningkat
1,4%

69,5%

68,4%

Turun 1,1%

Adanya kegiatan yang menarik dalam 65,7%

68,6%

Meningkat

Adanya harapan dan cita-cita masa depan

Adanya penghargaan dalam belajar

2,9%

belajar

Adanya sifat ingin tahu

64,2%

Meningkat

68%

3,8%
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh bahwa empat indikator yaitu indikator nomor 1, 3, 5, 6
mengalami kenaikan persentase. Tetapi jika dibandingkan dengan hasil observasi siklus I,
kenaikan persentasenya rata-rata di bawah 5%. Sedangkan indikator nomor 2 tidak mengalami

kenaikan persentase. Dan satu indikator mengalami penurunan persentase yaitu indikator nomor

masing-masing indikator tersebut


4 sebesar 1,1%. Gambaran perubahan persentase ketercapaian masing
dapat dilihat dalam diagram batang di bawah ini :

77%

69.10% 69.50%
68.60%
68.40%
68.00%
62.60% 67.70%
65.70%
64.20%
62.60%

Persentase Ketercapaian

72.10%

Siklus I
Siklus II

Indikator

Gambar 4.22 Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Angket


Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II
Secara umum perubahan persentase antara hasil observasi siklus I dengan siklus II dapat
dikatakan berada dalam kondisi normal karena perubahan persentase rata-rata tiap indikator tidak
commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
83

lebih dari 5%. Selain itu, persentase akhir yang diperoleh dari observasi siklus II menunjukkan
hasil bahwa semua indikator persentasenya di atas 60%. Hal tersebut menunjukkan bahwa target
pencapaian angket motivasi belajar fisika telah tercapai.
b. Aktivitas Siswa

1). Aktivitas Klasikal Siswa


Data yang tersaji dalam Tabel 4.11 dan 4.19 menunjukkan gambaran aktivitas yang terjadi
selama pembelajaran dalam siklus II. Tabel 4.11 menunjukkan persentase ketercapaian indikator
aktivitas siswa secara klasikal yang meliputi lima indikator. Jika dibandingkan dengan aktivitas
siswa pada saat observasi siklus I, hasilnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.15 Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada
Observasi Siklus I Dengan Observasi Siklus II
No Indikator
Persentase Ketercapaian Kesimpulan

Siklus I

Siswa memperhatikan slide powerpoint dan


film pendek yang diputar di depan kelas

Siswa memperhatikan penjelasan dari guru

Siswa menjawab pertanyaan secara lisan


yang diajukan oleh guru fisika

Siswa

mencatat

hal-hal

penting

100%

100%

Tetap

96%

100%

Meningkat
4%

14%

27%

Meningkat
13%

72%

87%

Meningkat
15%

18%

3%

yang

disampaikan guru fisika

Siklus II

Siswa mengikuti KBM sambil melakukan


aktivitas lain semisal bermain HP atau
berbicara dengan siswa lain

Menurun
15%

Dari tabel di atas diperoleh bahwa pelaksanaan pembelajaran siklus II memberikan dampak
positif terhadap aktivitas siswa saat KBM berlangsung. Terbukti dengan meningkatnya
persentase tiga indikator yaitu indikator nomor 2-4. Sedangkan indikator nomor 5 yang
menunjukkan aktivitas negatif mengalami penurunan persentase sebesar 15% menjadi hanya 3%.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran siklus II berlangsung dalam situasi yang
kondusif karena indikator nomor 5 adalah indikator yang menunjukkan perilaku siswa yang tidak
aktif dan cenderung ramai sendiri. Tetapi presentase indikator nomor 5 sangat rendah bahkan
nilainya di bawah 5%. Secara umum target peningkatan aktivitas siswa secara klasikal telah
commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
84

masing
indikator
tercapai pada siklus II. Gambaran perubahan persentase ketercapaian masing-masing
tersebut dapat dilihat dalam diagram batang di bawah ini :
100% 100%

100%
96%
87%

Persentase Rata-rata

72%

Siklus I
27%

Siklus II
18%

14%

3%

Indikator

Gambar 4.23 Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator


Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II

2). Aktivitas Diskusi Kelompok


Dari Tabel 4.12 dan Gambar 4.20 dapat diketahui bahwa kegiatan diskusi kelompok

berlangsung cukup efektif. Hal ini dapat dilihat dari persentase rata-rata kelima indikator yang
cukup bagus di mana dua indikator yaitu indikator nomor 1 dan 2 mencapai presentase 100% dan
indikator nomor 3 mencapai 93%. Pengurangan anggota masing-masing kelompok berdampak
positif yaitu aktifnya semua siswa dalam
dalam kegiatan diskusi saat menyelesaikan permasalahan
dalam LKS. Buktinya adalah pencapaian 100% untuk indikator nomor 1 dan 2. Selain itu,
aktifnya seluruh siswa memperkecil peluang siswa untuk melakukan aktivitas lain yang
cenderung negatif seperti bermain HP atau bercanda dengan teman sebangku. Ini dibuktikan
dengan turunnya presentase rata-rata indikator nomor 5 yang hanya mencapai 3%. Suasana
diskusi juga terlihat semakin hidup dengan bertambahnya siswa yang aktif berpendapat atau
menyampaikan gagasannya saat pembahasan hasil diskusi. Ini dapat dilihat dari presentase ratarata indikator nomor 4 yang mencapai 26%. Perbandingan persentase rata-rata aktivitas siswa

dalam kegiatan diskusi kelompok pada pembelajaran siklus I dengan siklus II dapat dilihat dalam
tabel di bawah ini :

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
85

itas Siswa Dalam Diskusi


Aktivitas
Tabel 4.16 Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktiv
Kelompok Pada Observasi Siklus I Dengan Observasi Siklus II
Persentase Ketercapaian Kesimpulan
No Indikator

Siswa mengemukakan pendapat dalam


kelompok diskusi

Siswa mencari penyelesaian permasalahan


dalam LKS dari buku/sumber yang lain

Siswa memperhatikan siswa lain yang


sedang menyampaikan pendapat

Siswa aktif menanggapi gagasan yang


dikemukakan oleh siswa lain

Siswa tidak aktif dan melakukan aktivitas


lain semisal bermain HP

Siklus I

Siklus II

81%

100%

93%

100%

Meningkat
7%

77%

93%

Meningkat
16%

19%

26%

Meningkat
7%

16%

3%

Meningkat
19%

Menurun
13%

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan persentase dari keempat indikator
yaitu indikator nomor 1-4. Peningkatan terbesar terjadi pada indikator nomor 1 sebesar 19% dan

terkecil pada indikator nomor 4 sebesar 7%. Dari sini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
siklus II telah berhasil dilaksanakan untuk mengatasi
mengatasi atau setidaknya meminimalisir masalah
yang timbul pada pembelajaran siklus I. Untuk memperjelas gambaran peningkatan presentase
rata-rata indikator aktivitas siswa dalam kegiatan diskusi kelompok dapat dilihat dalam diagram
batang sebagai berikut:
100%

100%
93%

81%

93%

Persentase Ratarata

77%

Siklus I
Siklus II

26%
19%

16%

3%
1

Indikator

Gambar 4.24 Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator


Aktivitas Diskusi Kelompok Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II
commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
86

c. Ketuntasan Belajar Siswa

Berdasarkan hasil tes kognitif tes siklus I diperoleh data bahwa jumlah siswa yang dinyatakan
tuntas sebanyak 22 orang dengan persentase 66,67%. Hal tersebut menunjukkan bahwa target

ketercapaian ketuntasan belajar sebesar 60% telah tercapai. Apabila hasil tes kognitif siklus I
dirinci tiap butir soal, persentase ketercapaian masing-masing adalah sebagai berikut :
Tabel 4.17 Persentase Rata-rata Ketercapaian Tes Kognitif Siklus II
Persentase Rata-rata Ketercapaian Tiap Ranah Kognitif

C1

C2

C3

C4

84%

77%

73%

55%

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pelaksanaan pembelajaran siklus II yang menerapkan
kegiatan pembahasan soal di akhir KBM tiap pertemuan berdampak positif terhadap kemampuan
siswa dalam memecahkan soal berupa hitungan atau aplikasi konsep dalam rumus. Hal ini dapat

73 Dan
siswa menjawab benar yang mencapai 73%.
dilihat dari perolehan persentase ketercapaian
k
disimpulkan terjadi kenaikan persentase sebesar 18,5% jika dibandingkan dengan hasil tes

%. Kenaikan persentase tersebut


54,5%.
kognitif siklus I yang persentasenya hanya mencapai 54,5
berdampak terhadap peningkatan tingkat ketuntasan siswa yang mencapai 66,67%. Adapun

perbandingan antara hasil ketuntasan belajar siswa pada siklus I dan siklus II dapat dilihat dalam
diagram batang di bawah ini :

Persentase
Ketercapaian

69.70%

30.30%

66.67%

33.33%

Tuntas
Tidak Tuntas

Siklus I

Siklus II

Gambar 4.25 Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketuntasan Belajar


Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II
commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
87

D. Pembahasan
Penelitian Tindakan Kelas di kelas X3 SMA Negeri 1 Wonogiri Tahun Pelajaran
2009/2010 ini dilakukan karena berdasarkan hasil observasi awal diketahui bahwa tingkat
motivasi belajar fisika dan nilai kognitif fisika siswa di kelas tersebut masih rendah. Upaya yang
dilakukan peneliti untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menerapkan
pembelajaran kontekstual melalui film pendek.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan penerapkan pembelajaran kontekstual
melalui film pendek dalam kegiatan belajar mengajar dapat meningkatkan motivasi belajar fisika
dan nilai kognitif fisika siswa. Peningkatan motivasi belajar fisika siswa dapat dilihat melalui
hasil penyebaran angket dan observasi terhadap aktivitas siswa selama kegiatan belajar
mengajar. Sedangkan peningkatan kemampuan kognitif fisika siswa dapat diketahui dari hasil tes
kemampuan kognitif di akhir siklus.
Pada akhir siklus I terdapat peningkatan motivasi belajar fisika dan kemampuan kognitif
fisika siswa. Peningkatan motivasi belajar fisika siswa dilihat dari hasil angket dan observasi
aktivitas siswa. Rata-rata persentase angket motivasi belajar fisika siswa meningkat sebesar
11,6% dari pra siklus sebesar 55,37% menjadi 66,97% pada akhir siklus I. Sedangkan rata-rata
persentase observasi aktivitas klasikal siswa meningkat sebesar 31,11% dari pra siklus sebesar
39,39% menjadi 70,5% pada akhir siklus I. Kemampuan kognitif fisika meningkat 18,18%
dilihat dari tingkat ketuntasan pada hasil tes kognitif siklus I yang mencapai 30,3% dibandingkan
hasil ulangan bab optik sebesar 12,12%. Akan tetapi peningkatan kemampuan kognitif fisika
siswa belum maksimal dikarenakan masih di bawah target yang ditetapkan yaitu 60%. Namun
demikian, adanya peningkatan persentase dari masing-masing aspek yang dinilai tersebut (angket
motivasi, aktivitas siswa, dan tes kognitif) membuktikan bahwa penerapan pembelajaran
kontekstual melalui film pendek memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan motivasi
belajar fisika dan kemampuan kognitif fisika siswa.
Hasil refeksi tindakan I digunakan peneliti sebagai bahan perbaikan penerapan
pembelajaran pada tindakan II. Perbaikan tersebut meliputi :

1. Perubahan jumlah anggota kelompok yang semula berjumlah 4-5 orang berubah menjadi 2-3
orang. Hal ini bertujuan untuk mengefektifkan berlangsungnya diskusi yaitu agar semua
siswa dapat terlibat aktif selama kegiatan diskusi berlangsung.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
88

2. Pengoptimalan penggunaan film pendek pada saat pembelajaran di mana pada siklus I film
pendek hanya diputar saat langkah motivasi dan saat menjelaskan aplikasi dalam konsep.
Sedangkan pada saat siklus II, film pendek diputar saat langkah motivasi dan juga digunakan
untuk memandu jalannya diskusi kemudian juga diputar untuk menjelaskan aplikasi konsep.
Hal ini bertujuan agar jalannya diskusi dapat berlangsung dua arah di mana siswa untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam LKS harus mengamati tayangan dalam film pendek.
Dengan kata lain film pendek digunakan sebagai media tambahan untuk menyelesaikan LKS.
Dari situ diharapkan diskusi tidak berlangsung membosankan tetapi lebih menarik perhatian
siswa.

3. Pengefektifan waktu untuk tiap pertemuan pada pembelajaran siklus II yang digunakan untuk
membahas latihan soal dalam LKS. Hal ini bertujuan mengkondisikan siswa untuk terbiasa
mengerjakan soal-soal terutama soal dalam ranah C3 dan C4. Dari sini diharapkan dapat
meningkatkan nilai kognitif fisika siswa.
Berdasarkan hasil observasi terhadap pelaksanaan tindakan II dapat dikatakan bahwa
perbaikan yang dilakukan peneliti berpengaruh terhadap hasil akhir pembelajaran siklus II.
Buktinya diantaranya adalah hasil angket menunjukkan rata-rata persentase angket motivasi
belajar fisika siswa meningkat sebesar 1,98 % dari siklus I sebesar 66,97% menjadi 68,95% pada
akhir siklus II. Sedangkan rata-rata persentase observasi aktivitas klasikal siswa meningkat
sebesar 8% dari siklus I sebesar 70,5% menjadi 78,5% pada akhir siklus II. Rata-rata persentase
observasi aktivitas diskusi kelompok meningkat sebesar 9,8% dari siklus I sebesar 54% menjadi
63,8% pada akhir siklus II. Kemampuan kognitif fisika meningkat 36,37% dilihat dari tingkat
ketuntasan pada hasil tes kognitif siklus II yang mencapai 66,67% dibandingkan siklus I sebesar
30,3%. Selengkapnya hasil penelitian dari tahap para siklus sampai akhir siklus II dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.18 Persentase Ketercapaian Rata-rata Tiap Aspek Antar Siklus
No

Aspek Yang Dinilai

Persentase Ketercapaian Rata-rata


Pra Siklus Siklus I
Siklus II

Kesimpulan Akhir

Angket Motivasi Belajar

55.37%

66.97%

68.95%

Meningkat 13.58%

Aktivitas Klasikal Siswa

39.39%

70.50%

78.50%

Meningkat 39.11%

Aktivitas Diskusi Kelompok

54%

63.80%

Meningkat 9.8%

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
89

Ketuntasan Belajar Siswa

12.12%

30.30%

66.67%

Meningkat 54.55%

Dari tabel di atas diketahui bahwa semua aspek yang dinilai mengalami kenaikan
persentase yang dapat diartikan terjadi peningkatan kualitas. Peningkatan ini dipengaruhi oleh
penggunaan pembelajaran kontekstual melalui film pendek. Penerapan pembelajaran ini
mengakibatkan kegiatan belajar mengajar menjadi menarik sehingga siswa tidak bosan dalam
mengikuti pelajaran fisika. Selain itu, ditampilkannya fenomena fisika melalui film pendek
menjadikan konsep yang semula abstrak menjadi konkret di benak siswa. Penggunaan metode
diskusi kelompok dalam memecahkan permasalahan LKS menjadikan siswa terlibat aktif untuk
berpendapat, menyampaikan ide/gagasan, kemudian bersama-sama menyimpulkan jawaban yang
sebenarnya. Dari sini tumbuhlah masyarakat belajar dalam kelas sehingga proses kegiatan belajar
mengajar terlihat hidup.
PTK sendiri menurut Sarwiji Sarwandi (2008: ) memiliki karakteristik untuk berupaya
memperbaiki praktik pembelajaran agar menjadi lebih efektif. PTK dilaksanakan dalam rangka
memecahkan sebuah permasalahan dalam sebuah kelas yang dialami guru dan siswa agar tercipta
pembelajaran yang lebih efektif. Dan pencapaian target keberhasilan Penelitian Tindakan Kelas
yang dilaksanakan terhadap siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Wonogiri selengkapnya dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.19 Pencapaian Keberhasilan Target Penelitian
No

Aspek Yang Dinilai

Persentase Ketercapaian

Kesimpulan

Target Penelitian

Hasil Penelitian

Motivasi Belajar Fisika

60%

68.95%

Tercapai

Aktivitas Siswa

60%

78.50%

Tercapai

Kemampuan Kognitif Fisika

60% siswa tuntas

66.67% siswa tuntas

Tercapai

Berdasarkan hasil pembahasan di atas secara keseluruhan dapat ditarik kesimpulan bahwa
penerapan pembelajarn kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan motivasi belajar
fisika dan kemampuan kognitif fisika siswa kelas X.3 SMA Negeri 1 Wonogiri pada materi
pokok Suhu dan Kalor Tahun Pelajaran 2009/2010.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
90

BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan
Dari hasil penelitian, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut:
1. Penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan
motivasi belajar fisika siswa Kelas X.3 SMA Negeri 1 Wonogiri Tahun
Pelajaran 2009/2010 pada materi pokok Suhu dan Kalor. Hal ini dapat dilihat
dalam pelaksanaan siklus I dan siklus II. Pada siklus I pencapaian persentase
indikator aspek motivasi belajar fisika siswa sebesar 66,97% dan pada siklus
II meningkat menjadi 68,95% dan telah melampaui target yang ditetapkan
yaitu pencapaian persentase indikator sebesar 60%. Untuk pencapaian aspek
aktivitas belajar klasikal siswa pada siklus I sebesar 70,50% yang kemudian
meningkat menjadi 78,50% pada siklus II dan telah melampaui target yang
ditetapkan yaitu pencapaian indikator sebesar 60%.
2. Penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan
kemampuan kognitif fisika siswa Kelas X.3 SMA Negeri 1 Wonogiri Tahun
Pelajaran 2009/2010 pada materi pokok Suhu dan Kalor. Hal ini dapat dilihat
dalam pelaksanaan tes siklus I dan tes siklus II. Pada siklus I ketuntasan
belajar siswa sebesar 30,30% yang kemudian meningkat menjadi 66,67%
pada siklus II. Untuk target aspek kognitif yang ditetapkan adalah ketuntasan
belajar siswa sebesar 60% dengan nilai batas ketuntasan minimal 67.

B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat dikemukakan
implikasi secara teoritis dan praktis.

1. Implikasi Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar


pengembangan penelitian selanjutnya dan dapat digunakan untuk mengusahakan
upaya bersama antara guru, orangcommit
tua dantosiswa
user serta pihak sekolah lainnya agar
90

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
91

dapat membantu siswa dalam meningkatkan hasil dan proses belajar fisika secara
maksimal.
2. Implikasi Praktis

Secara praktis berdasarkan hasil penelitian, pembelajaran kontekstual


melalui film pendek dapat diterapkan pada kegiatan belajar mengajar fisika untuk
meningkatkan motivasi belajar fisika dan kemampuan kognitif fisika siswa pada
materi pokok Suhu dan Kalor.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan beberapa saran sebagai
berikut :
1. Guru

Hendaknya guru dapat menyajikan materi pokok Suhu dan Kalor


menggunakan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dengan baik. Guru
lebih cermat lagi memilih metode yang paling sesuai untuk digunakan dalam jenis
materi tertentu dan karakteristik siswanya sehingga dapat meningkatkan motivasi
belajar fisika dan kemampuan kognitif fisika siswa.
2. Siswa

Hendaknya siswa dapat memberikan respon yang baik terhadap guru


dalam menyajikan materi Suhu dan Kalor menggunakan pembelajaran kontekstual
melalui film pendek sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar fisika dan
kemampuan kognitif fisika siswa.
3. Peneliti

a. Peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis hendaknya sedapat


mungkin terlebih dahulu menganalisis kembali perangkat pembelajaran yang
telah dibuat untuk disesuaikan penggunaanya, terutama dalam hal alokasi
waktu, fasilitas pendukung dan karakteritik siswa yang ada pada sekolah
tempat penelitian tersebut.
b. Hendaknya penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan penelitian selanjutnya
dengan mengaitkan aspek-aspek yang belum diungkapkan dan dikembangkan.
commit to user

Anda mungkin juga menyukai