Anda di halaman 1dari 4

APA KATA PSIKOLOGI MENGENAI

BERSYUKUR?
Posted on September 20, 2014 - 2,242 views Let us rise up and be thankful, for if we didnt learn a lot today, at least we learned a
little, and if we didnt learn a little, at least we didnt get sick, and if we got sick, at least
we didnt die; so, let us all be thankful. Buddha
Dapat dikatakan hampir semua agama memerintahkan umatnya untuk bersyukur. Namun apa
kata psikologi mengenai bersyukur? Di dalam kajian psikologi, terutama psikologi positif,
perasaan bersyukur selama ini telah banyak dijelaskan dalam berbagai konsep seperti sebuah
emosi, sebuah sikap, sebuah watak, sebuah kebiasaan, sebuah nilai moral dan juga sebagai
sebuah respon untuk mengurangi stress.
McCullough (2001), seorang peneliti yang telah banyak meneliti mengenai fenomena
bersyukur mendefinisikannya sebagai detektor yang mengingatkan seseorang secara emosi,
bahwa mereka telah mendapatkan keuntungan dari pertolongan orang lain, Tuhan (Teigen
dalam McCullough & Emmons, 2003), hewan misalnya lumba-lumba yang menolong
penyelam yang tenggelam, dan lain-lain.

Saat seseorang bersyukur atas pertolongan orang, biasanya empat hal ini yang mereka
pikirkan: (a) harga yang harus dibayar oleh si pemberi kepada penerima, (b) nilai pemberian
tersebut, (c) niat baik pemberi, dan (d) relasi pemberi kepada penerima biasanya,

pertolongan yang diberikan oleh seseorang yang sebenarnya tidak punya kewajiban untuk
membantu akan membuat rasa syukur penerimanya lebih besar (McCullough, Kimeldorf,
Cohen, 2008).
Bersyukur itu berbeda dari menghargai (appreciation). Saat seseorang mendapatkan sesuatu
dari orang lain bisa saja dia menghargai pemberian itu tanpa merasa bersyukur. Tapi jika dia
bersyukur, sudah dipastikan dia memberi penghargaan terhadap pemberian (Tucker dalam
Fluhler, 2010).
Perasaan bersyukur juga berbeda dari perasaan memiliki kewajiban (obligation). Singkatnya,
kalimat saya harus membalas kebaikanmu memiliki rasa yang beda dengan kalimat Saya
bersyukur atas bantuanmu, walaupun di masa depan orang yang mendapat bantuan samasama akan membalas kebaikan yang didapatkan. Perasaan memiliki kewajiban untuk
mengganti pertolongan orang lain lebih dekat perasaan negatif dan tidak nyaman. Sementara
perasaan bersyukur biasanya dihubungkan dengan kesejahteraan dan perasaan bahwa hidup
terasa utuh (McCullough dalam McCullough, Kimeldorf, & Cohen, 2008).

Hal di atas juga mirip dengan perasaan berhutang budi (indebtedness) yang biasanya keluar
saat si pemberi menunjukkan ekspektasi atau keinginan adanya sebuah balasan. Biasanya
reaksi yang terjadi adalah stress dan keinginan untuk menghindari si pemberi. Sedangkan saat
orang bersyukur, ia akan lebih cenderung untuk menolong, memuji dan berdekatan dengan si
pemberi (Watkins, Scheer, Ovnicek, dan Kolts; serta Tsang; dalam McCullough, Kimeldorf,
& Cohen, 2008).
Jadi apa yang bisa kita pelajari dari hal di atas? Bahwa pemberian kita dapat diartikan
berbeda-beda oleh orang yang menerimanya. Jadi, ikhlaslah dalam memberi. Bagi seseorang

yang mendapatkan pemberian, berprasangka baiklah saat menemukan pertolongan yang


ikhlas dan bersyukurlah.

Manfaat Bersyukur
Tim peneliti McCullough dan Emmons (2003) ingin mengetahui manfaat bersyukur bagi
manusia. Mereka mengumpulkan 201 partisipan dan memisahkan partisipan ke dalam tiga
kelompok. Kelompok pertama diajak untuk bersyukur dengan menuliskan lima hal positif
yang terjadi seminggu lalu. Kelompok berikutnya diajak untuk fokus kepada kerepotan
dengan menuliskan lima hal negatif. Kelompok terakhir adalah kelompok netral yang diminta
menuliskan lima kejadian yang signifikan di minggu lalu.
Partisipan lalu mengikuti pengukuran kesejahteraan psikologis. Kelompok bersyukur lebih
merasa bahwa mereka memiliki kehidupan yang baik dan pandangan yang optimis mengenai
minggu depan, dibandingkan kelompok dua dan tiga. Selain itu, partisipan kelompok
bersyukur juga melaporkan lebih sedikit keluhan fisik dan jadi cenderung untuk
menghabiskan lebih banyak waktu berolahraga.
Penelitian Masingale (dalam Fluhler, 2010) juga menemukan bahwa orang yang dapat
bersyukur merasakan trauma yang lebih ringan saat sesuatu yang buruk terjadi pada mereka.
Peneliti Emmons dan McCullough (dalam Fluhler, 2010) menemukan bahwa orang yang
bersyukur lebih jarang menderita depresi. Hal ini dikarenakan mereka memiliki cara yang
tepat untuk berhadapan dengan keadaan hidup yang menyulitkan dan lebih mampu
mengingat hal-hal yang positif.
Kehidupan sosial sehari-hari pun dapat dipengaruhi secara positif oleh kebiasaan bersyukur.
Perasaan bersyukur dapat memotivasi seseorang untuk membantu orang lain (perilaku
prososial) dan mengurangi motivasi untuk berperilaku merusak (Emmons dan McCullough
dalam Fluhler, 2010).
Orang yang bersyukur juga cenderung tidak terlalu mengejar hal materialistik. Asumsinya,
karena mereka sudah bersyukur dengan apa yang telah dimiliki, maka hasrat untuk memiliki
hal materiil menjadi lebih sedikit. Mereka juga tidak terburu-buru untuk mendapatkan
kepuasan materiil (McCullough dan Polak dalam Fluhler, 2010).
Menurut McCullough, Emmons, dan Tsang (2002), orang yang bersyukur selain lebih banyak
memiliki emosi positif dan kesejahteraan yang lebih tinggi, juga memiliki harga diri yang
tinggi dan lebih mudah melihat dukungan sosial dari sekitarnya. Setelah memiliki cukup rasa
syukur, orang yang sering bersyukur juga cenderung akan mudah dalam membantu orang lain
dan tidak memiliki banyak rasa iri.
Perasaan bersyukur memiliki hubungan timbal-balik dengan spiritualitas. Orang yang
memiliki spiritualitas tinggi lebih mudah untuk bersyukur. Sebaliknya, orang yang bersyukur
juga mudah menjadi lebih relijius (Allport, Gillespie dan Young dalam McCullough,
Emmons, & Tsang, 2002)
Dengan segudang manfaatnya, tentunya bersyukur sangatlah penting untuk dilakukan dalam
hidup kita. Berikut adalah beberapa tips yang diberikan oleh Emmons di dalam tulisannya di
Challenge in Good Health bulan Desember 2010 :

1. Berjanji untuk bersyukur terlebih dahulu sebelum memulai sesuatu.


2. Membuat jurnal rasa syukur. Setiap harinya catatlah 3 hal yang kita syukuri.
3. Gunakan pengingat visual seperti foto dari orang yang disayangi atau pemandangan
alam yang indah untuk membawa perasaan bersyukur ini.
4. Rasakan semua inderamu bekerja. Hargai tubuh fisikmu dan banyak fungsinya yang
menakjubkan. Bersyukurlah atas kemampuan untuk melihat, mendengar, berjalan,
makan dan lain sebagainya.
5. Perhatikan bahasa yang kamu gunakan. Pembicaraan positif akan meningkatkan
perilaku bersyukur sementara pembicaraan negatif akan menurunkan tingkat
bersyukur dan menciptakan ketidakbahagiaan.
6. Biasakan dirimu untuk membuat orang lain tahu bagaimana kamu berterima kasih dan
menghargai mereka setiap harinya. Bukan hanya akan meningkatkan kebahagiaanmu,
tapi juga dapat membuat orang tersebut bahagia mendengar penghargaannmu.
7. Tulis dan sampaikan sebuah surat penuh rasa syukur ke seseorang yang telah
memiliki dampak positif di dalam hidupmu. Hasil penelitian telah menunjukkan
bahwa satu kali saja melakukan ini dapat menyebabkan perasaan positif untuk lebih
dari sebulan.
8. Berpikir di luar kotak. Pikirkan daftar ha-hal yang mungkin selama ini tidak terlihat
untuk disyukuri olehmu.
Tunggu apa lagi, mari kita mulai bersyukur mulai detik ini juga. Mari kita awali dan akhiri
setiap harinya dengan perasaan bersyukur!
Sumber yang dipakai :
Emmons, R. A., McCullough, M.E, & Tsang J. (2002). The Grateful Disposition: A
Conceptual and Empirical Topography. Journal of Personality and Social Psychology. Vol.
82(1), pp 112127
Fluhler, D.B. (2010). Gratitude Theory: A literature review. Diakses pada 7 Januari
2014 dari media.wix.com
McCullough, M.E & Emmons, R. A. (2003). Counting Blessings Versus
Burdens: An Experimental Investigation of Gratitude and Subjective Well-Being in Daily
Life. Journal of Personality and Social Psychology. Vol 84 (2), pp 377-389.
McCullough,M.E., Kimeldorf, M.B, Cohen, A.D. (2008). An Adaptation
for Altruism? The Social Causes, Social Effects, and Social Evolution of
Gratitude. Current Directions in Psychological Science.Vol 17(4). pp 281 285
NextLogical Benefit Strategies, LLC. (2010). Challenge in Good Health: Gratitude
Challenge [Brosur]
Sumber: http://ruangpsikologi.com

Anda mungkin juga menyukai